Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Dibiayai oleh:
DRPM KEMENRISTEKDIKTI
Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi
Tahun Anggaran 2018
Nomor: 120/UN5.2.3.1/PPM/KP-DRPM/2018
TIM PENGUSUL
1
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian
ii
RINGKASAN
1
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitianDasar Unggulan Perguruan Tinggi
tentang “Transformasi Dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Tertinggal
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah
Tertinggal Tahun 2015 – 2019 (Studi Di Kabupaten Nias Barat)” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Penulis berterima kasih pada berbagai pihak yang telah
turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dasar unggulan perguruan
tinggi ini.
Penulis sangat berharap penelitian ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan mengenai transformasi dan upaya pemberdayaan masyarakat
di daerah tertinggal pada Kabupaten Nias Barat pada khususnya. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam penelitian ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
penelitian yang akan buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga penelitian ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.
2
DAFTAR ISI
3
5.5 Koordinasi Pemerintah Kabupaten Nias Barat dengan Pemerintah Propinsi
Sumatera Utara dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat Kabupaten Nias
Barat ..................................................................................................................... 38
LAMPIRAN
4
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR LAMPIRAN
a. Artikel Ilmiah
7
BAB 1
PENDAHULUAN
8
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015
tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2015-2019, Kabupaten Nias Barat merupakan
salah satu kabupaten yang masuk dalam kategori daerah tertinggal di Indonesia.
Kabupaten Nias Barat merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di dalam
wilayah Pulau Nias Propinsi Sumatera Utara dan berada di sebelah barat Pulau Nias yang
berjarak ±60 km dari kota Gunung Sitoli. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun
2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara, luas wilayah
Kabupaten Nias Barat adalah 544,09 km2 yang terdiri dari 8 kecamatan dan 110 desa
dengan ibukota terletak di kecamatan Lahomi.1
Kurangnya perhatian, serta akses lokasi yang jauh dari kata memadai menyebabkan
daerah tertinggal semakin jauh dari pusat. Pandangan masyarakat desa di daerah
tertinggalpun cenderung lebih berorientasi pada hal materiil, yaitu lebih menyukai jika
anak-anaknya bekerja membantu orang tua daripada harus belajar di sekolah. Oleh karena
itu, maka diperlukan usaha-usaha yang datang tidak hanya dari pemerintah namun juga
masyarakat demi membangun pemerataan pendidikan di daerah tertinggal agar masyarakat
derah tertinggal dapat mengenyam pendidikan selayaknya dengan sarana dan prasarana
yang memadai.
Persoalan penduduk di daerah tertinggal bukan hanya persoalan lokal, akan tetapi
merupakan persoalan bersama (nasional). Oleh karenanya, perlu perhatian berbagai pihak
terkait baik pemerintah pusat, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan para
pemangku kepentingan lainnya dalam upaya memberdayakan dan mengembangkannya.
Melalui upaya tersebut diharapkan secara bertahap masyarakat daerah tertinggal terentas
dari ketertinggalannya. Dalam kerangka itu, identifikasi kebutuhan, sumberdaya, dan
permasalahan masyarakat daerah tertinggal penting dilakukan.
Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
semata tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa terutama masyarakat,
dimana masyarakat tidak hanya menjadi sasaran pembangunan tetapi sekaligus menjadi
aktor (pemeran aktif) dalam pembangunan itu sendiri.
Banyaknya warga miskin di daerah tertinggal menjadi masalah yang ironi. Sebab,
ketertinggalan itu justru memicu persoalan lain, seperti masalah sosial, keamanan, serta
1
www.niasbaratkab.go.id, Profil Kabupaten Nias Barat, diakses 17-11-2017
9
masalah kebangsaan.Perlu penanganan multi disiplin dan kerja sama berbagai pemangku
kepentingan, dalam upaya pembangunan daerah tertinggal.
Keadaan topografi wilayah Kabupaten Nias Barat, yaitu berbukit-bukit sempit dan
terjal serta pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut bervariasi antara 0-800 m,
terdiri dari dataran rendah sampai tanah bergelombang mencapai 48 persen, dari tanah
bergelombang sampai berbukit-bukit 35 persen dan dari berbukit sampai pegunungan 16
persen dari keseluruhan luas daratan. Dengan kondisi topografi yang demikian banyak
jalan Kabupaten Nias Barat yang berbelok-belok disebabkan kota-kota utama di Kabupaten
Nias Barat umumnya terletak di lahan perbukitan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pilar penelitian pada Renstra
USU (2015-2019)dimana hasil penelitian dijadikan sebagai bahanajar, harus
didiseminasikan, harus dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi dan/ataujurnal
internasional bereputasi, dan/atau mampu memenuhi kebutuhan pasar. Hasilpenelitian juga
dapat didifusikan ke dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat.Peningkatan
pemerolehan hibah penelitian kerja sama, baik kerja sama lokal, nasional, daninternasional
dapat mendukung pemerolehan akreditasi nasional tertinggi institusi danprogram studi.
Luaran penelitian berupa jurnal ilmiah internasional bereputasi serta jurnal ilmiah
internasional terakreditasi mendukung program kerja Renstra USU (2015-2019) no. 9
berupa meningkatkan jumlah publikasi di jurnal nasional terakreditasi dan jurnal
internasional bereputasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas diperlukan penelitian di daerah tertinggal yang
lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat di daerah yang kondisi sosial, budaya,
ekonomi, keuangan daerah, aksesbilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal
dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah
yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah
pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu
perhatian khusus pada daerah rawan bencanajuga pada daerah yang secara ekonomi
mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya
konflik sosial maupun politik.
10
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh masyarakatdaerah tertinggal di Kabupaten Nias
Barat?
2. Usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan masyarakat di daerah
tertinggaldi Kabupaten Nias Barat?
3. Bagaimana model pemberdayaan masyarakat daerah tertinggal di Kabupaten Nias
Barat?
4. Bagaimana koordinasi Pemerintah Kabupaten Nias Barat dengan Pemerintah Propinsi
Sumatera Utara dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat Kabupaten Nias
Barat?
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan,
memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan
penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa)
dapat dipahami juga dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam
konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek
penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti
pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak)
yang berbuat secara mandiri.
Pemberdayaan masyarakat merupakan metode yang dikembangkan dalam praktik
pekerjaan sosial yang salah satu tujuannya adalah mengatasi permasalahan yang ada dalam
masyarakat.2Pemberdayaan masyarakat sejatinya adalah proses dimana masyarakat
diberikan kesempatan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya, sehingga masyarakat
menjadi komunitas yang memiliki ketahanan dalam berbagai sektor dalam lini
kehidupan.3Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya
sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan prosespolitik di ranah
negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
pemerintahan.Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari paradigma pembangunan
yang lebih menitikberatkan pada seluruh aspek utama dari manusia dan lingkungannya,
mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai
kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa dapat dikembangkan menjadi aspek
sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan4
b. Daerah Tertinggal
2
Nandang Mulyana, Moch Zainuddin, Jurnal, Prosiding Ks: Riset & Pkm Volume: 4 Nomor: 1, Issn:
2442-4480, Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Coorporate Social Reponsibility (Kasus
Pelaksanaan CSR oleh PT Pertamina UP-IV Balongan), hal. 80.
3
Yusuf Adam Hilman, Jurnal, Model Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis
Komunitas, Vol. 6. No. 1. Tahun 2018, hal. 53.
4
Ibid.
12
Pada pasal 1 Peraturan Presiden Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-
2019, daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya
kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.5Tercatat ada
122 kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal yang perlu mendapatkan
perhatian dari pemerintah.Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal beradasarkan
kriteria perekonomian masyarakat; sumber daya manusia; sarana dan prasarana;
kemampuan keuangan daerah; aksesibilitas; dan karakteristik daerah, termasuk di
dalamnya adalah Kabupaten Nias Barat yang menjadi objek penelitian terkait.
Penetapan daerah tertinggal dilakukan berdasarkan 6 kriteria dan 27 indikator yang
ditetapkan oleh Juklak Identifikasi Masalah-Masalah Ketertinggalan Kabupaten Daerah
Tertinggal.
c. Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015tentang Penetapan Daerah Tertinggal
Tahun 2015-2019
Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal,
Presiden pada tanggal 4 November 2015 telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor
131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019. Berdasarkan
peraturan tersebut terdapat 122 kabupaten di Indonesia yang masuk dalam kategori daerah
tertinggal termasuk di dalamnya adalah Kabupaten Nias Barat.
Menurut Perpres ini, Pemerintah menetapkan Daerah Tertinggal setiap 5 (lima)
tahun sekali secara nasional berdasarkan kriteria, indikator, dan sub indikator
ketertinggalan daerah. Penetapan Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksuddilakukan
berdasarkan usulan Menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan
pemerintah daerah.
Dalam hal adanya pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah kabupaten;
atau upaya mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam, menurut
Perpres ini, Presiden dapat menetapkan Daerah Tertinggal baru.
Dengan Peraturan Presiden ini ditetapkan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Presiden ini, yaitu:
5
PP No. 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019pasal 1.
13
a. Provinsi Aceh: Kab. Aceh Singkil.
b. Prov. Sumatera Utara: 1. Kab. Nias; 2. Kab. Nias Selatan; 3. Kab. Nias Utara; 4. Kab.
Nias Barat.
c. Prov. Sumatera Barat: 1. Kab. Kepulauan Mentawai; 2. Kab. Solok Selatan; 3. Kab.
Pasaman Barat.
d. Prov. Sumatera Selatan: 1. Kab. Musi Rawas; 2. Kab. Musi Rawas Utara.
e. Prov. Bengkulu: Kab. Seluma.
f. Prov. Lampung: 1. Kab. Lampung Barat; 2. Kab. Pesisir Barat.
g. Prov. Jawa Timur: 1. Kab. Bondowoso; 2. Kab. Situbondo; 3. Kab. Bangkalan; 4. Kab.
Sampang.
h. Prov. Banten: 1. Kab. Pandeglang; 2. Kab. Lebak.
i. Prov. NTB: 1. Kab. Lombok Barat; 2. Kab. Lombok Tengah; 3. Kab. Lombok Timur;
4. Kab. Sumbawa; 5. Kab. Dompu; 6. Kab. Bima; 7. Kab. Sumbawa Barat; 8. Kab.
Lombok Utara.
j. 10. Prov. NTT: 1. Kab. Sumba Barat; 2. Kab. Sumba Timur; 3. Kab. Kupang; 4. Kab.
Timor Tengah Selatan; 5. Kab. Timor Tengah Utara; 6. Kab. Belu; 7. Kab. Alor; 8.
Kab. Lembata; 8. Kab. Ende; 9. Kab. Manggarai; 10. Kab. Rote Ndao; 11. Kab,
Manggarai Barat; 12. Kab. Sumba Tengah; 13. Kab. Sumba Barat Daya; 14. Kab.
Nagekeo; 15. Kab. Manggarai Timur; 16. Kab. Sabu Raijua; 17. Kab. Malaka.
k. 11. Prov. Kalimantan Barat: 1. Kab. Sambas; 2. Kab. Bengkayang; 3. Kab. Landak; 4.
Kab. Ketapang; 5. Kab. Sintang; 6. Kab. Kapuas Hulu; 7. Kab. Melawi; 8. Kab.
Kayong Utara.
l. Prov. Kalimantan Tengah: 1. Kab. Seruyan.
m. Prov. Kalimantan Selatan: 1. Kab. Hulu Sungai Utara.
n. Prov. Kalimantan Timur: 1. Kab. Nunukan; 2. Kab. Mahakam Ulu.
o. Prov. Sulawesi Tengah: 1. Kab. Banggai Kepulauan; 2. Kab. Donggala; 3. Kab. Toli-
Toli; 4. Kab. Buol; 5. Kab. Parigi Moutong; 6. Kab. Tojo Una-Una; 7. Kab. Sigi; 8.
Kab. Banggai Laut; 9. Kab. Morowali Utara.
p. Prov. Sulawesi Selatan: 1. Kab. Janeponto.
q. Prov. Sulawesi Tenggara: 1. Kab. Konawe; 2. Kab. Bombana; 3. Kab. Konawe
Kepulauan.
14
r. Prov. Gorontalo: 1. Kab. Boalemo; 2. Kab. Pohuwato; 3. Kab. Gorontalo Utara.
s. Prov. Sulawesi Barat: 1. Kab. Polewali Mandar; 2. Kab. Mamuju Tengah.
t. Prov. Maluku: 1. Kab. Maluku Tenggara Barat; 2. Kab. Maluku Tengah; 3. Kab. Buru;
4. Kab. Kepulauan Aru; 5. Kab. Seram Bagian Barat; 6. Kab. Seram Bagian Timur; 7.
Kab. Maluku Barat Daya; 8. Kab. Buru Selatan.
u. Prov. Maluku Utara: 1. Kab. Halmahera Barat; 2. Kab. Kepulauan Sula; 3. Kab.
Halmahera Selatan; 4. Kab. Halmahera Timur; 5. Kab. Pulau Morotai; 6. Kab. Pulau
Taliabu.
v. Prov. Papua Barat: 1. Kab. Teluk Wondama; 2. Kab. Teluk Bintuni; 3. Kab. Sorong
Selatan; 4. Kab. Sorong; 5. Kab. Raja Ampat; 6. Kab. Tambrauw; 7. Kab. Maybrat.
w. Prov. Papua: 1. Kab. Merauke; 2. Kab. Jayawijaya; 3. Kab. Nabire; 4. Kab. Kepulauan
Yapen; 5. Kab. Biak Numfor; 6. Kab. Paniai; 7. Kab. Puncak Jaya; 8. Kab. Boven
Digoel; 9. Kab. Mappi; 10. Kab. Asmat; 11. Kab. Yahukimo; 12. Kab. Pegunungan
Bintang; 13. Kab. Tolikara; 14. Kab. Sarmi; 15. Kab. Keerom; 16. Kab. Waropen; 17.
Kab. Supiori; 18. Kab. Memberamo Raya; 19. Kab. Nduga; 20. Kab. Lanny Jaya; 21.
Kab. Memberamo Tengah; 22. Kab. Yalimo; 23. Kab. Puncak; 23. Kab. Dogiyai; 24.
Kab. Intan Jaya; dan 25. Kab. Deiyai.
15
banyaknya hari hujan dalam setahun 240 hari atau rata-rata 20 hari perbulan pada Tahun
2009. Akibat banyaknya curah hujan maka kondisi alam menjadi sangat lembab dan basah.
Musim kemarau dan hujan datang silih berganti dalam setahun. Keadaan iklim dipengaruhi
oleh Samudera Hindia. Suhu udara berkisar antara 18,1°-31,3° dengan kelembaban sekitar
89-92 persen dan kecepatan angin antara 5-6 knot/jam. Curah hujan tinggi dan relatif turun
hujan sepanjang tahun dan sering kali disertai dengan musim badai laut biasanya berkisar
antara bulan September sampai Nopember, namun kadang badai terjadi juga pada bulan
Agustus, karena cuaca bisa berubah secara mendadak.
16
BAB 3
17
menghargai dan melestarikan hak-hak masyarakat di dalamnya. Selain itu
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pemahaman
terhadap pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal di Kabupaten Nias Barat.
3. Manfaat praktis bagi penulis:
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan
pengetahuan penulis mengenai daerah tertinggal khususnya pada Kabupaten Nias
Barat.
18
BAB 4
METODE PENELITIAN
19
4.2 Informan
Dalam penelitian ini, pihak-pihak yang menjadi informan adalah Bupati, Camat,
Kepala Desa, Perangkat Desa, Badan Pemusyawaratan Desa dan tokoh-tokoh masyarakatdi
Kabupaten Nias Barat.
20
4.5 Bagan Alir Penelitian
2120
BAB 5
22
Kabupaten Nias Barat sendiri mempunyai 10 pulau-pulau kecil yang terdiri dari 5
pulau berpenghuni: Pulau Hinako, Imana, Bawa, Bogi, dan Pulau Asu serta 5 pulau tak
berpenghuni yaitu Pulau Si’ite, Lawandra, Langu, Heruanga dan Hamutala. Topografi
Kabupaten Nias Barat didominasi wilayah perbukitan dengan ketinggian 0-800 m. Tinggi
wilayah di atas permukaan laut menurut kecamatan di Kabupaten Nias Barat terdiri dari:
0 m – 50 m = 25%
51 m – 150 m = 25%
151 m – 300 m = 37,5%
301 m ke atas = 12,5%
Luas wilayah Kabupaten Nias Brat 520, 34 Km2 dengan kecamatan terluas adalah
Kecamatan Sirombu. Jumlah penduduk Kabupaten Nias Barat pada tahun 2016 adalah
80.785 jiwa. Keadaan topografi wilayah Kabupaten Nias Barat yaitu berbukit-bukit sempit
dan terjal serta pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut bervariasi antara 0-800
m, terdiri dari dataran rendah sampai tanah bergelombang mencapai 48 persen, dari tanah
bergelombang sampai berbukit-bukit 35 persen dan dari berbukit-bukit sampai pegunungan
16 persen dari keseluruhan luas daratan.6
Di samping itu struktur struktur batuan dan susunan tanah di Kabupaten Nias pada
umumnya bersifat labil mengakibatkan sering terjadinya patahan pada jalan aspal dan
longsor, demikian juga sering ditemui daerah aliran sungai yang berpindah-pindah.
Secara administrative seluruh desa-desa di Kabupaten Nias Barat tergolong dalam
klasifikasi Desa Swadaya. Klasifikasi ini merupakan ukuran kemajuan yang dicapai suatu
desa dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban, dan social
budaya, dan kedaulatan politik masyarakatnya. Dikatakan desa swadaya apabila tingkat
kemajuan indikator tersebut dibawah ringkat kemajuan kota dan nasional, desa swakarya
apabila tingkat kemajuan indiakator tersebut di atas sama atau lebih besar disbanding
tingkat kemajuan di kabupaten/ kota tetapi lebih rendah dibanding dengan nasional, dan
Desa Swasembada apabila tingkat kemajuan indikator tersebut di atas sama atau lebih
besar bila dibanding dengan kemajuan tingkat nasional.7
6
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Nias Barat Lahomi 2016, Nias
Barat Dalam Angka Tahun 2016, hal. 8.
7
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Nias Barat Lahomi 2016, Nias
Barat Dalam Angka Tahun 2016, hal. 20.
23
Penetapan Kabupaten Nias Barat sebagai daerah tertinggal dapat diukur
berdasarkan beberapa kriteria dan indicator. Ketertinggalan daerah tersebut dapat diukur
berdasarkan enam kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur,
kapasitas keuangan daerah, aksesbilitas dan karakteristik daerah. Oleh karena itu
diperlukan upaya pembangunan daerah yang terencana dan sistematis agar daerah
tertinggal tersebut pada akhirnya setara dengan daerah lainnya di Indonesia yang telah
maju terlebih dahulu. Isu Utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih
besarnya Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kondisi
ini didukung oleh fakta bahwa sebagian besar persebaran persebaran daerah tertinggal
berada di KTI khususnya di wilayah Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku,
Papua.
Beberapa isu strategis pembangunan daerah tertinggal yang akan menjadi focus
penanganan dalam lima tahun kedepan, diantaranya adalah:
a. Adanya regulasi yang tidak memihak/ disharmonis terhadap percepatan
pembangunan daerah tertinggal
b. Masih lemahnya koordinasi antarpelaku pembangunan untuk percepatan
pembangunan daerah tertinggal
c. Belum optimalnya kebijakan yang afirmatif pada percepatan pembangunan
daerah tertinggal
d. Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraan
masyarakat di daerah tertinggal
e. Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana publik dasar di daerah tertinggal
f. Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah tertinggal
g. Belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya local dalam
pengembangan perekonomian di daerah tertinggal
h. Kurangnya aksesbilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan
wilayah
i. Belum adanya insentif terhadap sector swasta dan pelaku usaha untuk
berinvestasi di daerah tertinggal
Untuk mengurangi adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah di masing-
masing wilayah pulau, sasaran pembangunan daerah tertinggal ditujukan untuk
24
mengentaskan daerah tertinggal minimal 80 kabupaten dengan target outcome sebagai
berikut:
1) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar
7,24 persen
2) Menurunnya presentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata
14,00 persen
3) Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal menjadi
rata-rata sebesar 69,59 persen
Adanya perbedaan kualitas sumberdaya manusia antar wilayah, perbedaan
kemampuan perekonomian antar daerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur
antarwilayah mendukung fakta kesenjangan antar wilayah. Dengan memperhatikan isu
strategis pembangunan daerah tertinggal, arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal di
fokuskan pada:
a) Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga
terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan
mendorong masyarakat semakin mengentahui potensi daerah tersebut dan aktif
dalam membantu pembangunan
b) Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik
c) Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antar daerah
tertinggal dan kawasan strategis
Untuk mendukung kebijakan tersebutdi atas maka diperlukan strategi dan program
pembangunan yang lebih difokuskan pada upaya percepatan pembangunan di daerah
tertinggal. Dalam rangka memfasilitasi dan mendukung pelaksanaan Program Percepatan
Pembangunan Daerah (P2DT) khususnya dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan
program-program pembangunan daerah tertinggal terhadap pencapaian sasaran
pembangunan dalam RPJMN 2015-2019.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sesuai dengan amanat PP 78/2014 tentang
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, maka perlu disusun Strategi Nasional dan
Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas dan RAN
25
PPDT) sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan percepatan pembangunan di kabupaten
daerah tertinggal.
Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut, maka telah dilakukan serangkaian
pendukung yang terkait langsung antara lain penetapan 122 kabupaten daerah tertinggal
melalui Perpres No. 131 Tahun 2015 dan penyusunan Petunjuk Teknis Penentuan Indikator
Daerah Tertinggal Secara Nasional (Permendesa No. 3 Tahun 2016).
Untuk mendukung kegiatan-kegiatan di atas, dipandang perlu untuk dilakukan kegiatan
desk study. Kegiatan ini lebih ditujukan untuk mencari permasalahan ketertinggalan
kabupaten berdasarkan 6 kriteria dan 27 indikator.
Oleh karena itu disusunlah kegiatan Identifikasi Masalah-masalah Ketertinggalan di
Kabupaten daerah tertinggal yang pada awalnya akan meliputi 25 kabupaten terpilih yang
dipandang dapat mewakili dari 6 kriteria ketertinggalan dan 27 indikator tersebut8:
A. Kriteria Infrastruktur
a) Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas aspal
b) Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas diperkeras
c) Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas tanah
d) Jumlah desa dengan permukaan jalan terluas lainnya
e) Jumlah desa mempunyai pasar tanpa bangunan permanen
f) Jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk
g) Jumlah dokter per 1000 penduduk
h) Jumlah SD/SMP per 1000 penduduk
i) Persentase Rumahtangga Pengguna Listrik
j) Persentase Rumahtangga Pengguna Telepon
k) Persentase Rumahtangga Pengguna Air Bersih
B. Kriteria Aksesbilitas
a) Rata-rata jarak ke Kantor Desa ke Kantor Kabupaten
b) Jumlah desa dengan akses ke pelayanan kesehatan > 5 km
c) Akses ke pelayanan kesehatan (km)
C. Kriteria Karakteristik Daerah
8
Direktorat Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)
Identifikasi Masalah-Masalah Ketertinggalan Kabupaten Daerah Tertinggal, 2016, hal. 11-12.
26
a) Persentase jumlah desa terkena bencana gempa bumi
b) Persentase jumlah desa terkena bencana tanah longsor
c) Persentase jumlah desa terkena bencana banjir
d) Persentase desa dengan terkena bencana lainnya
e) Persentase desa di kawasan hutan lindung
f) Persentase desa mempunyai lahan kritis
g) Persentase desa yang mempunyai konflik
D. Kriteria Ekonomi
a) Presentasi penduduk miskin
b) Pengeluaran Penduduk Per Kapita
E. Kriteria Sumber Daya Manusia
a) Angka Harapan Hidup
b) Rata-rata Lama Sekolah
c) Angka Melek Huruf
F. Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah (KKP)
2. Permasalahan yang Dihadapi Oleh Masyarakat Daerah Tertinggal di Kabupaten
Nias Barat
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Pemerintah Kabupaten Nias Barat,
pemerintahan kecamatan, pemerintahan desa, serta masyarakat maka diperoleh hasil
identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat daerah tertinggal di Kabupaten
Nias Barat sebelum dan sesudah keluarnya Perpres No. 131 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019. Identifikasi permasalahan diklasifikasi
berdasarkan 6 kriteria dan 27 indikator yang ditetapkan oleh Juklak Identifikasi Masalah-
Masalah Ketertinggalan Kabupaten Daerah Tertinggal.
1. Kriteria Aksesbilitas.
Blunden dan Black seperti dikutip Tamin menyatakan bahwa“Aksesibilitas adalah
konsep yang menggabungkan sistempengaturan tata guna lahan secara geografis dengan
sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatuukuran
kenyamanan atau kemudahan mengenai caralokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama
27
lain dan ‘mudah’ atau ‘susah’ nyalokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi.9
Kriteria Aksesbilitas yang menjadi masalah dari penduduk kabupaten Nias Barat
adalah akses ke pelayanan pendidikan dasar yang terbilang cukup jauh10 serta
mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Nias Barat. Sealin
itu diakui oleh pemerintah desa bahwa tenaga pendidik sangat terbatas dan kurang
sejahtera kehidupannya.11
9
O.Z, Tamin, (1997). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Teknik Sipil Institut Teknologi
Bandung, hal. 52.
10
Wawancara dengan BPD Balowondrate: Angandrowa War
11
Wawancara dengan Kaur Umum Desa Wango: Yulisokhi Halawa
28
pengangkutan hasil ekonomi12, fasilitas pendidikan yang masih kurang13, seringnya terjadi
pemadaman listrik14, kurangnya persediaan air bersih15
3. Kriteria Sumber Daya Manusia (SDM)
Terdiri dari 3 indikator yaitu:
a) Angka Harapan Hidup/ AHH (tahun)
b) Rata-rata lama sekolah/ RLS (tahun)
c) Angka melek huruf/ AMH (persen)
Kriteria Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi masalah dari penduduk
kabupaten Nias Barat adalahmayoritas masyarakat Nias Barat banyak yang tidak bisa
membaca dan menulis/ buta huruf16
4. Kriteria Perekonomian
Terdiri dari 2 indikator yaitu:
a) Persentase penduduk miskin
b) Pengeluaran per kapita penduduk
Pengeluaran per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua
anggota rumah tangga salaam sebulan baik yang berasal dari pembelian, pemberian
maupun produksi sendiri dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga dalam rumah
tangga tersebut.
Pendapatan per kapita per bulan di Kabupaten Nias Barat mengalami peningkatan
dari tahun-tahun sebelumnya. Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku dan konstan
pada tahun 2013 masing-masing sebesar Rp. 840.250,92 dan Rp. 299.655,91. Hal ini
mengalami kenaikan dari tahun 2012 yaitu Rp. 622.512,39 untuk pendapatan per kapita
atas dasar harga berlaku dan sebesar Rp. 237.205,34 atas dasar harga konstan.17
12
Wawancara dengan Kepala Desa Hikimbowo Ma`u, Wawancara dengan Kepala Desa Hiliwa’ele:
Adil Safaat Waruwu, Wawancara dengan Sekretaris Desa Tugalagawu: Nirema Hia, Wawancara dengan
BPD Balowondrate: Angandrowa War, Wawancara dengan Sekretaris Camat Lolotifu Moi: Yeremia Gulo
13
Wawancara dengan Kepala Desa Hikimbowo Ma`u, Wawancara dengan Kaur Umum Desa
Wango: Yulisokhi Halawa
14
Wawancara dengan Sekretaris Desa Tugalagawu: Nirema Hia
15
Wawancara dengan BPD Sisobawino II: Apelius Gulo
16
Wawancara dengan Kepala Desa Hiliwa’ele: Adil Syafaat Waruwu
17
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Nias Barat Lahomi 2016, Nias
Barat Dalam Angka Tahun 2016, hal. 296.
29
Sementara pengeluaran per kapita di Kabupaten Nias Barat yang bersumber dari Indeks
Pembangunan Manusia adalah sebeasr Rp. 618.170,96. Meskipun ada peningkatan dari
tahun sebelumnya namun nilai pengeluaran per kapita ini masih tergolong rendah.
5. Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah (KKD)
Pendapatan keuangan pemerintah Kabupaten Nias Barat berasal dari Pendapatan
Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Pendapatan
asli daerah pada tahun 2015 berasal dari pajak, retribusi dan penerimaan lain sebanyak Rp.
14. 492.750.129,76.18
Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Nias Barat Tahun Anggaran
2015 adalah sebesar Rp. 37.343.872.491,82 belanja daerah sebesar Rp. 449.951.260.470.
6. Kriteria Karakteristik Daerah
Di samping enam karakteristik daerah tertinggal ditemukan beberapa permasalahan
masyarakat di Kabupaten Nias Barat antara lain turunnya harga hasil perkebunan
masyarakat dimana mayoritas penduduk Nias Barat bermata pencaharian sebagai petani
karet. Harga getah karet yang sangat rendah diakui masyarakat sebagai penyebab
rendahnya pendapatan per kapita masyarakat. Selain itu sedikitnya variasi mata
pencaharian penduduk dimana tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai
sehingga sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani karet. Di samping
itu rumah penduduk yang tidak layak huni juga menjadi penyebab rendahnya tingkat
kesadaran akan kesehatan serta sulitnya mendapatkan jaringan komunikasi pada beberapa
desa di Kabupaten Nias Barat menjadikan beberapa wilayah sulit untuk menerima
informasi. Selain itu beberapa sumber daya alam di Kabupaten Nias Barat yang sebenarnya
berpotensi untuk dijadikan objek pariwisata namun dikarenakan kurangnya dana dan
koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat menyebabkan daerah tersebut tidak
berkembang.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa baik sebelum dan sesudah keluarnya
Perpres 131 tahun 2015 tidak ditemukan perbedaan yang signifikan mengenai keadaan
Kabupaten Nias Barat sebagai daerah tertinggal.
18
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Nias Barat Lahomi 2016, Nias
Barat Dalam Angka Tahun 2016, hal. 273
30
3. Usaha yang Dilakukan untuk Mengatasi Permasalahan Masyarakat di Daerah
Tertinggal di Kabupaten Nias Barat
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemerintah dan masyarakat maka diketahui usaha
yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan masyarakat di daerah tertinggal di
Kabupaten Nias Barat.
1) Pemerintah
Dari sudut pandang pemerintah diketahui bahwa permasalahan daerah tertinggal di
Kabupaten Nias Barat dapat diselesaikan apabila aspirasi masyarakat ditanggapi dan
dipenuhi sebagaimana hasil penelitian yan benar. Modelnya perlu penelitian langsung dan
direspon sebagaimana adanya.19 Sedangkan pendapat lain mengatakan usaha yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah kabupaten membuka peluang
untuk pendidik yaitu pendidik formal dan non formal paket B, paket A, untuk orang-orang
buta huruf, sehingga hasilnya oleh masyarakat ada peningkatan pemikiran dan dapat
ditindaklanjuti kepada anak generasi muda.20
Di lain pihak diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui
sosialisasi dan koordinasi, akan tetapi ada sedikit kendala yaitu hanya berupa sosialisasi
secara lisan/ teori semata tidak langsung merujuk kepada masyarakat karena mayoritas
masyarakat Nias Barat banyak yang tidak bisa membaca dan menulis/ buta
huruf.21Ditemukan juga pendapat yang mengatakan bahwa tidak adanya usaha untuk
mengatasi permasalahan daerah tertinggal dikarenakan tidak adanya anggaran.22
Program pemerintah yaitu 1 Miliar 1 Desa sebenarnya telah memberikan kontribusi
dalam mengatasi permasalahan daerah tertinggal di Kabupaten Nias Barat 23 namun hal ini
tidak dapat secara cepat mengatasi permasalah daerah tertinggal. Masih ditemukan kendala
berupa SDM yang kurang potensial serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang
manfaat pengurusan izin, baik usaha maupun lainnya.
2) Masyarakat
19
Wawancara dengan Camat Sirombu: Fatizaro Hia
20
Wawancara dengan Camat Moroi: Yamina Waruwu
21
Wawancara dengan Kepala Desa Hiliwa’ele: Adil Syafaat Waruwu
22
Wawancara dengan Sekretaris Desa Tugalagawu: Nirema Hia
23
Wawancara dengan Kepala Desa Sisobawiho II: Fanolo Gulo
31
Dari sudut pandang masyarakat diketahui bahwa ditemukan masyarakat pesimis
dan pasif terhadap usaha yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan daerah tertinggal
di Kabupaten Nias Barat. Hal ini nampak dari beberapa pendapat masyarakat yang
menyerahkan masalah daerah tertinggal kepada pemerintah sepenuhnya dikarenakan
bukan wewenangnya sebagai masyarakat.24
Sedangkan berdasarkan hasil studi literatur diketahui bahwa guna terlaksananya
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal, Presiden Joko Widodo pada tanggal 4 November 2015 telah menandatangani
Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun
2015 – 2019.
24
Wawancara dengan Ketua BPD: Ofasiwa Hia
25
Ikhsan Dwi Kuncoro, http://kaktuskribo.blogspot.com, Upaya Pemerintah dalam Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal.
32
c) Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan sosial budaya
masyarakat dan keadilan.
3. Perwujudan Tata Kelola Daerah Tertinggal yang Baik.
a) Mempersiapkan peraturan teknis pendukung pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang
Desa, PP No 43/2014 tentang peraturan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa,
dan PP No 60/2014 tentang Dana Desa.
b) Memfasilitasi peningkatan kapasitas pemerintah desa.
c) Memfasilitasi peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
lembaga lembaga lainnya di tingkat desa.
d) Mempersiapkan data, informasi, dan indeks desa yang digunakan sebagai acuan
bersama dalam perencanaan dan pembangunan, serta monitoring dan evaluasi
kemajuan perkembangan desa.
e) Memastikan secara bertahap pemenuhan alokasi Dana Desa.
f) Memfasilitasi kerjasama antar desa
4. Pengembangan Ekonomi Daerah Tertinggal.
a) Meningkatkan kegiatan ekonomi yang berbasis komoditas unggulan, melalui
pengembangan rantai nilai, peningkatan produktivitas, serta penerapan ekonomi
hijau.
b) Menyediakan dan meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan
pasar.
c) Meningkatkan akses masyarakat desa terhadap modal usaha, pemasaran dan
informasi pasar.
d) Mengembangkan lembaga pendukung ekonomi seperti koperasi dan lembaga
ekonomi mikro lainnya.
Agar kebijakan kebijakan yang dibuat itu mengarah tepat sesuai target, maka dari
itu pemerintah bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
bekerjasama untuk membuat Indeks Desa Membangun.
IDM (Indeks Desa Membangun) merupakan indeks komposit yang dibangun dari
dimensi terdiri dari variabel, dan setiap variabel diturunkan menjadi indikator
operasional. Indeks Desa Membangun memliki tiga dimensi pada pembagian klasifikasi
desa yaitu dimensi sosial, dimensi ekonomi, dan dimensi ekologi. Dan pada dimensi itu
dikembangkan lagi menjadi 22 variabel dan 52 indikator. Dan dalam klasifikasi untuk
desa terdapat lima status yakni:
a) Desa Sangat Tertinggal
33
b) Desa Tertinggal
c) Desa Berkembang
d) Desa Maju
e) Desa Mandiri
Dari hasil data yang diperoleh penulis menyimpulkan bahwa pemerintah telah
mengusahakan pelaksanaannya percepatan pembangunan pada daerah tertinggal dengan
membuat peraturan dan kebijakan kebijakan dibantu dengan lembaga lembaga terkait.
Untuk tercapainya semua itu bukan hanya peran pemerintah saja, tetapi juga harus
didukung oleh peran masyarakat agar terlibat dalam pelaksanaanya Pasal 6 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal. Nilai yang terpenting adalah saling membantu antara pemerintah dengan
masyarakat agar terciptanya hubungan yang harmonis dengan semangat saling
mendukung antara keduanya untuk membangun daerah yang tertinggal.
34
(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang
lebih luas seperti perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobi,
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, merupakan beberapa strategi dalam
pendekatan ini.26
Dalam memahami pembangunan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat,
ditemukan sejumlah pengetahuan faktual mengenai beberapa hal antara lain:
a. Aspek fisik seperti perbukitan yang berkapur dapat memberi kemanfaatan tertentu.
b. Pengetahuan tentang potensi SDA dan SDM, permasalahan-permasalahan serta
kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan pemberdayaan.
c. Pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan ragam mata pencaharian, tingkat
pendidikan, tingkat mobilitas serta akses atau kemudahan dalam proses mobilitas,
tingkat sosial ekonomi.
d. Pemahaman terhadap kehidupan serta mengenali kebutuhan.27
Konsep pemberdayaan pada awalnya muncul sebagai kritik terhadap paradigma
pembangunan yang menepatkan negara terlalu domino dalam melaksakan pembangunan.
Posisi sentral negara terlihat dari mulai perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan dan
evaluasi. Konsep pemberdayaan ini berasumsi bahwa pembangunan akan berjalan lancar
apabila masyarakat di beri kesempatan atau berhak mengelolah sumber daya yang ada
untuk kepetingan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyaraka yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu melepaskan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat
dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan
diri dari perengkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan
adalah meningkatkan kemampuan dan meningkatakan kemandirian masyarakat.28
Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal (DT) merupakan perwujudan dari
dimensi pemerataan dan kewilayahan yang tersalin khusus pada Nawacita ketiga, yakni
26
Yusuf Adam Hilman, Op. cit., hal. 57.
27
S. Wisni Septiarti dan Widyaningsih, Jurnal, Pengembangan Masyarakat Desa Tertinggal
Berbasis Keterpaduan dan Otonomi Daerah (Studi Pemberdayaan Masyarakat di Kecamatan Gedangsari
Gunung Kidul), Diklus Edisi 6, Tahun XI, September 2007, hal. 2.
28
Manat Rahim; Madjiani Tahir; Waly Aya Rumbia, Jurnal, Model Pemberdayaan Masyarakat di
Wilayah Pesisir dalam Menanggulangi Kemiskinan di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, Journal The
WINNERS, Vol. 15 No. 1, Maret 2014, hal. 25.
35
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka Negara kesatuan.29
Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, pemerintah telah pula menyiapkan
arah kebijakan agar program kerja seluruh sektor lebih tepat sasaran. Arah kebijakan itu
antara lain; percepatan pembangunan infrastruktur/konektivitas; promosi potensi daerah
tertinggal untuk mempercepat pembangunan; pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar
publik; dan pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung SDM yang
berkualitas.
Kebijakan terkait Revolusi Mental mengarahkan pada; peningkatan kreativitas
masyarakat di daerah tertinggal untuk mampu menghasilkan produk yang bernilai tambah
berbasis pada keunggulan/potensi setempat; membangun semangat kompetisi untuk
mengejar ketertinggalan; dan penegakan hukum dan disiplin.
Demi mendukung sasaran dan arah kebijakan tersebut, maka disiapkanlah sejumlah
program prioritas dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal yang akan dijalankan
pada tahun 2017 mendatang yang akan dilaksanakan oleh Kemendes PDTT,
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan LSM.
Program prioritas itu antara lain:
a. Pengembangan Ekonomi Lokal.
Program ini menjadi prioritas kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga
lainnya seperti Kementerian UKM (KUKM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perdagangan (Kemendag),
Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin),
Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), BKPM,
Pemerintah Daerah (Pemda) dan LSM.
b. Peningkatan Aksesibilitas/Konektivitas.
Program ini menjadi prioritas kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan
(Kemenhub), Kementerian PUPR, BNPB dan Pemerintah Daerah.
29
Administrator, http://ditjenpdt.kemendesa.go.id, Tahun 2017, 5 Daerah Tertinggal Dapatkan
Fokus Pananganan Lintas Sektor, dipost pada 14 November 2016
36
c. Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik.
Program ini menjadi prioritas kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga
lainnya seperti Kementerian PUPR, Kemendikbud, Kementerian ESDM, Kemenristekdikti,
Kemenhub, Kemensos, Kemenkes dan Pemda.
d. Peningkatan SDM dan Iptek.
Program ini menjadi prioritas kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga
lainnya seperti Kemendikbud, Kemenkominfo, Kemenristekdikti, Kemenkes, Kemenaker,
KUKM dan Pemda.
Agar tidak berdiri sendiri, pemerintah juga telah menyusun sejumlah kegiatan
prioritas untuk menunjang program prioritas tersebut. Begitu pula dengan sasaran-sasaran
dari kegiatan-kegiatan program prioritas itu. Intinya, agar seluruh kegiatan dapat fokus dan
terukur sehingga Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dapat terlaksana sesuai
dengan target yang telah ditetapkan.
Untuk pendanaan program prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal, berdasarkan
RKP 2017 yang telah tersusun, pemerintah telah mengalokasikan dana yang bersumber
dari Kemendes PDTT, kementerian dan lembaga lainnya.
Misalnya, untuk program prioritas Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik, sumber
pendanaannya berasal dari Kemendesa PDTT, Kemen PUPR dan K/L lainnya. Sementara
itu, untuk pendanaan program prioritas Pengembangan Ekonomi Lokal akan bersumber
dari Kemendes PDTT dan K/L lainnya. Sedangkan untuk program prioritas Peningkatan
Aksesibilitas dan Konektivitas, pendanaannya bersumber dari Kemendes PDTT, Kemen
PUPR, Kemenhub dan K/L lainnya. Dan untuk program prioritas Peingkatan SDM dan
Iptek, pendanaannya akan bersumber dari Kemendes PDTT, Kemenkes dan K/L lainnya.
Di sisi lain model pemberdayaan masyarakat dalam konteks keterpaduan dan
otonomi daerah terbagi menjadi 2 yaitu30:
a) Pemberdayaan Masyarakat Melalui Sistem Kelembagaan
b) Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Potensi Desa
30
S. Wisni Septiarti dan Widyaningsih, Op.cit., hal. 11-15.
37
Sedangkan pendapat masyarakat terhadap program pemberdayaan masyarakat di
desa tertinggal belum memuaskan sesuai yang diharapkan.31 Hal ini disebabkan dampak
akan program tersebut tidak langsung dirasakan masyarakat di Kabupaten Nias Barat.
Sementara itu model pemberdayaan masyarakat yang diharap oleh Camat Sirombu adalah
“Modelnya adalah koordinasi antara pemerintah kecamatan dengan pihak pemerintah
Kabupaten Nias Barat tetap ada, namun untuk menanggulangi agar keluar dari daerah
tertinggal belum dapat dilakukan yang disebabkan karena keterbatasan antara lain: sumber
daya manusia, kurangnya dana kepada pemerintah dan sarana prasarana yang sangat jauh
dari yang diharapkan.”32
31
Wawancara dengan Kepala Desa Sisobawi II: Fanolo Gulo.
32
Wawancara dengan Camat Sirombu: Fatizaro Hia.
38
ketrampilan manusianya sangat jauh, kurang dari yang diharapkan sebagaimana mestinya.
Maka dengan itu sangat diharapkan penyuluhan pertanian dan hukum.33
Ada koordinasi antara pihak kecamatan dengan pihak pemerintah kabupaten Nias
Barat usaha menanggulangi yaitu: Pemerintah memberikan bantuan kepada orang atau
masyarakat tidak mampu seperti pendidikan, sekolah di luar daerah, pemerintah mencari
pekerjaan yang tidak mampu baik di dalam daerah dan di luar daerah.34
Koordinasi antara pihak pemerintah kecamatan dengan pihak kabupaten ada sangat
menentukan untuk menanggulangi segala keluhan masyarakat Kabupaten Nias Barat baik
secara moril pemikiran berupa barang/alat pertanian oleh dinas terkait.35Koordinasi sering
dilaksanakan dari desa ke kecamatan sampai ke kabupaten tetapi upaya untuk keluar dari
zona daerah tertinggal belum ada karna masih banyak yang perlu dibenahi. 36Ada
koordinasi.37Koordinasi antara kelurahan/desa dengan pihak kecamatan adalah masih
hanya sebatas melengkapi administrasi pemerintahan desa, kalua bentuk kegiatan yang
konkrit di lapangan masih belum dilaksanakan.38
33
Wawancara dengan Camat Sirombu: Faizahro Hia
34
Wawancara dengan Sekretaris Camat Lalafifu Moi: Yeremia Gulo
35
Wawancara dengan Camat Moroi: Yamina Waruwu
36
Wawancara dengan Kepala Desa Hiliwa’ele: Adil Syafaat Waruwu
37
Wawancara dengan Sekretaris Desa Tugalagawu: Nirema Hia
38
Wawancara dengan Kepala Desa Sisobawino II: Fanolo Gulo
39
BAB 6
40
BAB 7
7.1 Kesimpulan
41
ada. Koordinasi pemerintah kabupaten dengan masyarakat belum ada dikarenakan
pemerintah menganggap SDM masyarakat di Kabupaten Nias Barat masih rendah.
Oleh karena itu pemerintah kabupaten berusaha untuk meningkatkan SDM masyarakat
melalui peningkatan pendidikan terlebih dahulu lalu kemudian apabila masyarakat
telah berada pada tingkat pendidikan yang dianggap mampu diajak berkoordinasi
dalam pengembangan daerah tertinggal.
7.2. Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
Fajar ND, Mukti dan Achmad, Yulianto.Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
O.Z, Tamin, (1997). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Teknik Sipil Institut
Teknologi Bandung.
Manat Rahim; Madjiani Tahir; Waly Aya Rumbia, Jurnal, Model Pemberdayaan
Masyarakat di Wilayah Pesisir dalam Menanggulangi Kemiskinan di Kabupaten
Buton Sulawesi Tenggara, Journal The WINNERS, Vol. 15 No. 1, Maret 2014.
Nandang Mulyana, Moch Zainuddin, Jurnal, PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME:
4 NOMOR: 1, ISSN: 2442-4480, Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Program Coorporate Social Reponsibility (Kasus Pelaksanaan CSR oleh PT
Pertamina UP-IV Balongan)
Yusuf Adam Hilman, Jurnal, Model Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis
Komunitas, Vol. 6. No. 1. Tahun 2018.
Peraturan Presiden No. 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2015 –
2019 (Studi di Kabupaten Nias Barat).
43
Wawancara dengan BPD Sisobawino II: Apelius Gulo
44
LAMPIRAN
45