Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan di mana kantung gestasi berada di
luar kavum uteri, merupakan keadaan gawat darurat yang paling sering mengancam
hidup pada kehamilan awal. Insidensnya di Amerika Serikat meningkat pesat dalam
lima dekade terakhir, dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi sekitar
19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 2002.
Angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di Indonesia menurut WHO
diperkirakan tidak berbeda jauh dengan di Amerika Serikat, sekitar 60.000 kasus
setiap tahun atau 0,03% dari seluruh populasi masyarakat.
Kehamilan ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian ibu,
yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan setiap
tahunnya di Kanada. Meskipun terdapat frekuensi yang relatif tinggi dari kondisi
serius ini, deteksi dini masih menjadi tantangan. Hingga pada separuh dari semua
perempuan dengan kehamilan ektopik yang datang ke instalasi gawat darurat,
kondisinya tidak teridentifikasi pada penilaian awal. Meskipun insidens dari
kehamilan ektopik pada populasi umum sekitar 2%, pravelensinya di antara pasien-
pasien hamil yang datang ke instalasi gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri
trimester pertama, atau keduanya, adalah 6% hingga 16%.
Dalam penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat
merupakan hal yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan
mempertahankan kualitas reproduksinya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan epidemiologi?
2. Apa yang dimaksud dengan kehamilan ektopik terganggu (KET) ?
3. Bagaimana masalah yang ditinjau dengan segitiga epidemiologi ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan epidemiologi.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).
3. Untuk mengetahui pemecahan timbulnya penyakit dengan segitiga epidemiologi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Epidemiologi
1. Pengertian
Epidemiologi berasal dari kata Yunani, dan secara harfiah berarti :
Epi = di atas/ di antara/ yang ada diantara
Demos = populasi, orang, masyarakat
Logos = ilmu
Jadi epidemiologi secara bebas diartikan sebagai : Ilmu yang
mempelajari sesuatu (penyakit) yang ada di antara (yang melanda)
masyarakat/populasi. Atau :
Ilmu yang mempelajari epidemi/wabah dengan tujuan
mengendalikannya dan mencegah terulangnya kembali. (Slamet, 2005)
Epidemiologi dalam layanan kebidanan mengkaji distribusi serta
determinan peristiwa morbiditas dan mortalitas yang terjadi dalam layanan
kebidanan.
2. Tujuan
Tujuan epidemiologi dalam kebidanan adalah mengenali faktor-faktor
resiko terhadap ibu selama periode kehamilan, persalinan dan masa nifas ( 42
hari setelah berakhirnya kehamilan) beserta hasil konsepsinya dan
mempelajari cara-cara pencegahannya.
3. Manfaat
1) Untuk mempelajari riwayat penyakit
a. Epidemiologi mempelajari tren penyakit untuk memprediksi tren
penyakit yang mungkin akan terjadi.
b. Hasil penelitian epidemiologi dapat digunakan dalam perencanaan
pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.
2) Diagnosis masyarakat
a. Penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, defek/cacat apa
sajakah yang menyebabkan kesakitan, masalah kesehatan, atau
kematian di dalam suatu komunitas atau wilayah
3) Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat
mempengaruhi kelompok maupun populasi
a. Faktor risiko, masalah, dan perilaku apa sajakah yang dapat
mempengaruhi kelompok atau populasi
b. Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap faktor
risiko dan menggunakan tekhnik pemeriksaan kesehatan, misalnya
risiko kesehatan, pemeriksaan , skrining kesehatan, tes kesehatan, dll.
4) Pengkajian, evaluasi, dan penelitian
a. Sebaik apa pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan
dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan populasi atau
kelompok.
b. Untuk mengkaji keefektifan, efisiensi, kualitas, kuantitas, akses,
ketersediaan layanan untuk mengobati, mengendalikan atau mencegah
penyakit, cedera, ketidakmampuan atau kematian.
5) Melengkapi gambaran klinis
a. Proses identifikasi dan diagnosis untuk menetapkan bahwa suatu
kondisi memang ada atau bahwa seseorang memang menderita penyakit
tertentu
b. Menentukan hubungan sebab akibat misalnya radang tenggorokan dapat
menyebabkan demam rematik.
6) Identifikasi sindrom
a. Membantu menyusun dan menetapkan kriteria untuk mendefinisikan
sindrom, misalnya sindrom down, fetal alcohol, kematian mendadak
pada bayi.
7) Menentukan penyebab dan sumber penyakit
Temuan epidemiologi memungkinkan dilakukannya pengendalian,
pencegahan, dan pemusnahan penyebab penyakit, kondisi, cedera,
ketidakmampuan atau kematian. (Timmreck, 2004)
4. Terjadinya Masalah Kesehatan Dalam Pelayanan Kebidanan

Dengan menggunakan paradigma epidemiologi klasik yang


menganggap terjadinya penyakit atau masalah kesehatan sebagai hasil akhir
interakis antara penjamu, agen dan lingkungan:
1) Penjamu ( Ibu Hamil )
Adalah faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut
banyak macamnya, antara lain :
a) Faktor keturunan
Dalam dunia kebidanan dikenal berbagai penyakit yang dapat
diturunkan seperti penyakit alergis, kelainan jiwa dan beberapa
penyakit kelainan darah.
b) Mekanisme pertahanan tubuh
Jika pertahanan tubuh baik maka dalam batas – batas tertentu beberapa
jenis menyakit akan dapat diatasi.
c) Umur
Pada ibu hamilm yang primigravida dibawah umur 20 tahun rentan
terjadi abortus, ini di sebabkan karena sistem reproduksinya yang
belum matang.
d) Jenis kelamin
Beberapa penyakit tertentu ditemukan hanya pada jenis kelamin
tertentu saja misalnya tumor leher rahim ditemukan pada wanita.
e) Ras
Beberapa ras tertentu diduga lebih sering menderita beberapa penyakit
tertentu misalnya penyakit hemofili yang lebih banyak ditemukan pada
orang barat.
f) Status perkawinan
g) Pekerjaan
Para manajer yang memimpin suatu perusahaan lebih sering menderita
penyakit ketegangan jiwa daripada bawahan.
h) Kebiasaan hidup
Seseorang yang biasa hidup kurang bersih tentunya lebih mudah
terkena penyakit infeksi.
2) Agen ( hasil konsepsi)
Yaitu janin atau fetus yang ada dalam kandungan ibu hamil.
3) Lingkungan
Adalah lingkungan sosial budaya serta pelayanan kesehatan yang diterima
oleh ibu hamil.
5. Faktor-Faktor Resiko Dalam Pelayanan Kebidanan
Faktor-faktor resiko bagi kematian ibu hamil dapat di klasifikasikan menjadi 4
kategori :
1) Faktor-faktor Reproduksi
a. Usia
Umumnya usia wanita untuk hamil normal adalah 20-35 tahun.
b. Paritas
Semakin banyak paritas dari seorang wanita, maka semakin tinggi
resikonya untuk mengalami komplikasi.
c. Kehamilan tak di inginkan
KTD atau kehamilan tak dinginkan, dalam hal ini sangat beresiko
tinggi. Karena bisa saja calon orang tua, terutama calon ibu akan
berusaha untuk melakukan terminasi kehamilan, yang selanjutnya akan
menimbulkan komplikasi-komplikasi lain.
2) Faktor-faktor resiko kehamilan
a. Perdarahan pada abortus spontan
Dimana terjadi perdarahan ringan atau bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dimana sebagian
atau keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui kavum uteri
melalui kanalis servikalis.
b. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik ialah kehamilan dimana setelah fertilisasi,
implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90%
kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina.kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptura apabila masa kehamilan berkembang
melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : tuba).
c. Perdarahan pada trimester III kehamilan
Untuk menurunkan angka kematian ibu di indonesia, departemen
kesehatan melakukan strategi agar semua asuhan antenatal dan sekitar
60% dari keseluruhan persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan
terlatih. Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali dan
menaggulangi gangguan kehamilan dan persalina sedini mungkin.
Penyiapan sarana pertolongan gawat darurat merupakan langkah
antisipasi terhadap komplikasi yang mungkin keselamatan ibu. Adapun
masalah yang sering ditemukan dalam trimester III kehamilan adalah.
Perdarahan apada kehamilan diatas 22 minggu hingga menjelang
persalinan, perdarahan intrapartum, dan prematuritas serta mortalitas
perinatal.
d. Perdarahan post partum
Adalah perdarahan yang melebihi 500 ml. Ditandai dengan perubahan
tanda vital pasien mengeluh lemah, berekeringat dingin, mengigil,
hiperpnea, sistolik kurang dari 90 mm hg, nadi lebih dari 100 x/menit,
kadar HB kurang dari 8 gr % .
e. Infeksi nifas
Infeksi Puerperalis, dalah infeksi pada traktus genetalia setelah
persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta.
f. Distosia bahu
Adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manoper obstertrik
oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi
tidak berhasil untuk melahirkan bayi.
g. Abortus Provokatus
Abortus yang terjadi dengan sengaja.
3) Faktor-faktor Pelayanan Kesehatan
a. Kesukaran untuk memperoleh pelayanan kesehatan maternal
b. Asuhan medis yang kurang baik
c. Kekurangan tenaga terlatih dan obat-obat esensial
4) Faktor-faktor sosial budaya
a. Kemiskinan dan ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik
b. Ketidaktahuan dan kebodohan
c. Status wanita yang rendah
Pantangan makan tertentu pada wanita hamil.
6. Ukuran Epidemiologi

Secara subtantif menurut peristiwa yang dipelajari, ukuran


epidemiologi dibedakan atas ukuran fertilitas (peristiwa kelahiran), ukuran
mordibitas, dan ukuran mortalitas, sedangkan berdasarkan aspek statistik
yang akan dievaluasi, ukuran epidemiologi dibedakan atas ukuran
frekuensi, ukuran asosiasi, dan ukuran dampak.
a. Kasus insidens dan prevalens
Kasus insidens adalah jumlah kasus baru yang didapatkan selama
periode tertentu, sedangkan kasus prevalens adalah jumlah kasus (lama)
yang ada pada suatu titik waktu pengamatan tertentu
b. Mortalitas
Death risk dan death rate menyatakan tingkat kematian secara umum
tanpa memandang sebab kematian, biasanya digunakan untuk populasi
atau kelompok berukuran besar.

7. Surveilans Epidemiologi

Surveilans adalah proses pengumpulan, analisis, interpretasi, dan


penyebaran informasi deskriptif secara kontinu dan sistimatik untuk
pemantauan masalah kesehatan . sistem surveilans adalah jaringan orang dan
kegiatan yang memelihara proses ini dan dapat berfungsi pada berbagai
tingkatan, dari yang lokal sampai dengan internasional.
Tujuan surveilans dapat berupa :
a. Epidemiologi deskriptif masalah kesehatan.
Sasaran utama disini adalah pemantauan trend. Adanya peningkatan
kejadian kesehatan yang tak dinginkan akan mewaspadakan petugas
kesehatan untuk melkukan penyelidikan lebih lanjut
b. Kaitan dengan pelayan kesehatan:
Ditingkat komunitas, surveilans acap kali merupakan bagian integral
penyampaian pelayanan preventif dan terapeutik atau pun profilaksisnya
dapat diberikan. Intervensi demikian dilaksanakan berdasarkan laporan
kasus dari surveilans.
c. Kaitan dengan penelitian:
Data surveilans saja umumnya tidak cukup rinci bagi kebutuhan penelitian,
namun dapat memberi arahan bagi peneliti untuk melakukan penyelidikan
lebih lanjut
d. Evaluasi intervensi
Evaluasi efek intervensi bersifat kompleks, namun evaluasi berskala penuh
sering tidak layak untuk dikerjakan. Pemantauan trend dengan surveilans
disini dapat menghasilkan penilaian dampak intervensi yang memadai
dengan biaya yang relatif murah.
e. Proyeksi:
Data pemantauan trend dibutuhkan oleh perencana untuk mengantisipasi
kebutuhan pelayanan kesehatan diwaktu mendatang
f. Pendidikan dan kebijakan kesehatan
Dengan penyebarluasan secara efektif, data surveilans dapat dimanfaatkan
pula oleh pablik, media, dan pemimpin politik. Informasi demikian bersifat
mendidik bagi mereka yang secara langsung bertanggung jawab atas
pemberian pelayan kesehatan dan mereka yang mengendalikan
atau mempengaruhi alokasi sumberdaya kesehatan.

B. Kehamilan Ektopik Terganggu

1. Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi implantasi
terjadi diluar endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik adalah implantasi hasil konsepsi pada tempat di luar
rongga uterus (misalnya, di tuba fallopi, ovarium, serviks, atau rongga
peritoneum). (Barbara R Stright,cetakan I:2005:244)
Kehamilan ektopik atau kehamilan extrauterine ialah kehamilan yang dapat
terjadi di luar rahim, misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut,tetapi dapat
terjadi di dalam cervix, pars interslitialis tubae atau dalam tanduk rudimenter
rahim. (obstetric patologi,hal :21)
Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy) adalah
kehamilan intrauterine yang terjadi pada waktu bersamaan dengan kehamilan
ekstrauterine.
Kehamilan ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy) adalah
kehamilan intrauterine dengan kehamilan ekstrauterine yang lebih dulu terjadi
tapi janin sudah mati dan terjadi litopedion.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan :
a. Tuba Fallopii
b. Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
f. Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
2. Etiologi
a. Faktor dalam lumen tuba :
1) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
2) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia
uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping
3) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi yang tidak sempurna.
b. Faktor pada dinding tuba :
1) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba
2) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi ditempat itu.
c. Faktor diluar dinding tuba :
1) Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
2) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
d. Faktor lain :
1) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature
2) Fertilisasi in vitro
3. Manifestasi klinis
a. Nyeri perut
Gejala ini yang paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua
penderita. Nyeri perut ini datang setelah mengangkat berat,buang air besar
tapi kadang kadang juga waktu pasien sedang beristirahat. Gejala ini
berhubungan dengan apakah kehamilan ektopik sudah ruptur.
b. Shock karena hypovolaemia
(obstetri William international edition, hal: 890)
c. Amenorhoe
d. Perdarahan pervaginam
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan
dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit,
perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke
abortus yang biasa
e. Nyeri bahu dan leher karena perangsangan digfragma
f. Nyeri pada palpasi
Perut pendeita biasanya tegang dan agak gembung, ada tanda – tanda
perdarahan intra abdominal(shifting dullness).
g. Tanda – tanda akut abdomen : nyeri tekan yang hebat (defance musculair),
muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak
terukur (syok).
h. Tanda Cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
i. Pada pemeriksaan dalam :
1) Adanya nyeri ayun: dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan
merasa sakit yang sangat
2) Douglas crise : rasa nyeri hebat pada penekanan kavum douglasi
3) Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula
teraba masa retrouterin (masa pelvis)
4. Patofisologi
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang
paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian
berturut-turut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah
intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan
ektopik non tuba sangat jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering
berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang
muncul lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya
menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila terjadi rupture.
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan
desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan
mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium
dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan
pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar
dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur.
Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu.
5. Komplikasi
Pada pengobatan konsevatif yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung 9
4-6 minggu ) terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding) ini merupakan
indikasi operasi.
a. Infeksi
b. Sub ileus karena masaa pelvis
c. Sterilitas
6. Pemeriksaan penunjang
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnsosi
kehamilan ektopik :
a. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG (Human Chorionic Gonadotropin-
Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan
ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterine dengan kehamilan
ektopik
b. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya yang diisap
berwarna hitam (darah tua) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi
c. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan setelah amenore terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
d. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagi alat bantu diagnosis terakhir
apabila hasil – hasil penilaian prosedur diagnotik lain untuk kehamilan
ektopik terganngu meragukan. Namun beberpa dekade terakhir alat ini juga
dipakai untuk terapi.
e. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laporaskopi ialah tidak
invasive, artinya tidak perlu memasukkan rongga kedalam rongga perut.
Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya
massa dikanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
f. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan
adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemerikasaan bimanual, diluar
kantong janin dapat diraba suatu tumor.
g. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak
paksa. Pada foto lateral tampak bagian- bagian janin menutupi vertebra ibu.
h. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis
kehamilan ektopik terganggu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono
Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine). Trias klasik yang sering
ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore.
7. Penanganan
a. Penderita yang disangka KET harus segera dirawat inap dirumah sakit untuk
penanggulanggannya
b. Bila wanita dalam keadaan syok perbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian cairan yang cukup ( dekstrose 5%, glukosa 5%, garam fisiologis)
dan transfusi darah.
c. Setelah didiagnosis jeals atau sangat disangka KET dan keadaan umum baik
atau lumayan, segera lakukan laparatomi untuk menghilangkan sumber
perdarahan ; dicari,diklem dan dieksisi sebersih mungkin ( salpingektomi )
kemudian diikat sebaik-baiknya.
d. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat
e. Berikan antibiotika sesuai indikasi dan obat anti inflamasi
BAB III
PEMBAHASAN
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. HOST (PENJAMU)
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi
faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Dalam penyakit kehamilan ektopik
memiliki faktor resiko yaitu:
a. Kerusakan pada Tuba Fallopi

Kerusakan pada Tuba Fallopi dapat disebabkan oleh riwayat bedah pada Tuba
Fallopi seperti sterilisasi dan rekanalisasi tuba. Riwayat infeksi pada tuba juga
menjadi salah satu penyebab kerusakan ini, misalnya pada PID ( pelvic
inflammatory disease). Adanya peradangan pada tuba dapat menyebabkan
hipoplasia saluran tuba dan disfungsi silia tuba.

Selain itu, endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat
kongenital serta tumor (miomi uteri atau tumor ovarium) di sekitar saluran tuba
juga dapat menyebabkan hambatan proses implantasi intrauterine.

b. Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya

Penelitian menunjukkan bahwa seorang perempuan dengan riwayat kehamilan


ektopik sebelumnya memiliki kemungkinan 10-25% untuk kembali mengalami
kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya. Hal ini dikaitkan dengan adanya
proses cedera pada jaringan tuba yang dapat meninggalkan defek anatomis
maupun fisiologis pada saluran tuba falopii.

c. Abnormalitas Zigot

Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.

d. Pemakaian Intrauterine Device (IUD) Dan Pil KB Progestin-Only


Jika terjadi kehamilan pada akseptor intrauterine device (IUD) dan pil KB
progesteron ( mini pil), risiko terjadinya kehamilan ektopik akan meningkat
karena dua kontrasepsi tersebut mengakibatkan gerakan silia tuba melambat.

e. Riwayat Terapi Infertilitas

Kehamilan yang merupakan hasil konsepsi yang dibantu seperti pada IVF (in
vitro fertilisation ) dan ICSI ( intracytoplasmic sperm injection ) dapat
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

f. Merokok

Merokok diduga dapat mengganggu motilitas silia tuba yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

g. Riwayat Infeksi Menular Seksual


Pasien dengan riwayat infeksi klamidia dan gonorrea memiliki risiko kehamilan
ektopik empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Adanya
infeksi berulang juga meningkatkan risiko karena meningkatkan kerusakan
gerakan silia, obstruksi tuba, dan adhesi pelvis. Infeksi klamidia meningkatkan
produksi protein yang disebut prokineticin receptor 2 (PROKR2) yang memiliki
efek kemotaktik sehingga meningkatkan kemungkinan implantasi pada wilayah
yang terinfeksi.

B. Agent
Agent dapat berasal dari berbagai unsur seperti unsur biologis yang disebabkan oleh
mikro organisme, unsur nutrisi karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar
gizi yang ditentukan, unsur kimiawi yang disebabkan karena bahan dari luar tubuh
maupun dari dalam tubuh sendiri, unsur fisika, serta unsur psikis atau genetik yang
terkait dengan heriditer atau keturunan.
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka akan memiliki risiko 10 kali
lipat untuk mengalami kehamilan ektopik kembali.
b. Riwayat operasi tuba atau operasi dalam rongga panggul. Jika ligasi tuba
falopii bilateral yang diikuti dengan kehamilan yang tidak diharapkan akibat
kegagalan ligasi atau adanya rekontruksi kembali pada tuba
khususnya apabila dilakukan pada wanita usia di bawah 30 tahun, maka dapat
meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Begitu pula, jika ada
riwayat operasi dalam rongga panggul, seperti miomektomi.
c. Riwayat infeksi pelvis. Pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat merusak tuba
falopii. Chlamydia dan Gonorrhea adalah kuman yang mampu tumbuh dalam
tuba falopii dan mengakibatkan kerusakan berat pada endosalping, aglutinasi
lipatan mukosa tuba dan adhesi perituba akibat pembentukan jaringan parut.
d. Riwayat menggunakan AKDR. Penggunaan AKDR adalah salah satu faktor
risiko untuk terjadinya kehamilan ektopik. Sebenarnya, semua AKDR, kecuali
AKDR yang mengandung progesteron, cukup protektif mencegah kehamilan
ektopik, selama AKDR terpasang dengan benar. AKDR progestasert
melepaskan sekitar 65 ng progesteron tiap hari. Penggunaan AKDR jenis ini
dapat meningkatkan risiko 2 kali lipat untuk terjadinya kehamilan ektopik.
Pergerakan otot-otot pada tuba falopii di pengaruhi oleh aktivitas mioelektrik,
aktivitas mioelektrik ini menyebabkan gerakan zigot menuju cavum uterus.
Keseimbangan estrogen dan progeteron adalah faktor utama yang
mempengaruhi aktivitas mioelektrik. Estrogen dapat meningkatkan aktivitas
tonus sebaliknya progesteron menurunkan aktivitas tonus otot-otot pada tuba
falopii. Sehingga AKDR yang mengandung progesteron dapat meningkatkan
implantasi pada tuba karena hasil konsepsi tidak dapat mencapai cavum
uterus. Selain itu, penggunaan AKDR juga dapat dikaitkan dengan kejadian
infeksi dalam kavum uteri dan tuba falopi.
e. Riwayat uterus terpapar DES (diethylstilbestrol) misalnya pada pengobatan
endometriosis dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik, mekanisme
ini belum jelas. Namun suatu studi kasus melaporkan bahwa lebih dari 327
wanita yang terpapar DES lebih dari 2 kali akan mengalami abnormalitas pada
cavum abnormal. Hal ini menyebabkan wanita wanita tersebut 13% lebih
rentan mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita dengan uterus
normal. Kerusakan kavum uterus akan membatasi kemampuan hasil konsepsi
untuk berimplantasi.

C. Environment
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit,
hal ini karena faktor ini datangnya dari luar atau bisa disebut dengan faktor ekstrinsik.
.

Hubungan antara kebiasaan merokok dan kehamilan ektopik akhirnya berhasil


ditemukan oleh sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Dr. Andrew Horne dan Colin
Duncan dari Medical Research Council (MRC) Center for Reproductive Health di
Edinburgh, Inggris. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada pertemuan ESHRE
(Eurpean Society of Human Reproduction and Embryology) yang berlangsung di
Istanbul, akhir tahun 2014 lalu.
Berdasarkan presentasi tersebut pertumbuhan janin yang seharusnya terjadi di
rahim, berlangsung di dalam Tuba Fallopi, karena dalam perjalanan melalui Tuba
Fallopi, embrio menemukan bahwa Tuba Fallopi dapat dijadikan lokasi untuk
berkembang. Hal ini disebabkan turunnya produksi gen BAD yang menyebabkan
Tuba Fallopi menjadi mirip rahim, sehingga embrio terkecoh, dan menempelkan diri
pada dinding Tuba Fallopi. Penurunan produksi gen BAD ini, ternyata terjadi akibat
paparan zat kotinin, turunan nikotin yang terdapat di dalam rokok.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-
40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi
pada wanita 20-30 tahun dengan sosial ekonomi rendah dan tinggi di daerah
prevalensi gonore dan prevalensi tuberkalusa yang tinggi. Di antara kehamilan
ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%). (Wiknjosastro,
2005)
Insiden kehamilan ektopik terganggu lebih tinggi daripada jumlah kasus yang
dilaporkan karena pada stadium sangat dini biasanya pasien tidak mengalami
perdarahan yang serius dan rasa nyeri yang sangat minimal.
DAFTAR PUSTAKA

https:// academia.edu.documents/35729375/
EPIDEMIOLOGI_KEHAMILAN_EKTOPIK.docx?AWSAccessKeyId= 3D&response-
contentdisposition=attachment%3B%20filename%3DMAKALAH_EPIDEMIOLOGI_KEH
AMILAN_EKTOPIK_T.docx diakses pada tanggal 20 agustus 2018

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125891-S-5384-Pola%20cidera-Literatur.pdf diakses pada tanggal 20

agustus 2018

Вам также может понравиться