Вы находитесь на странице: 1из 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLESTASIS

Nama : Silvia Febriannur

NIM : PO.62.24.2.11.149

Kelas : Reguler XIII B

Jurusan : Kebidanan

Ruang : Melati 4 RSUP Dr. Sardjito

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN


KESEHATAN PALANGKA RAYA
2014
KOLESTASIS

A. Definisi
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari
saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan
bahan-bahan yang harus diekskresi hati.

B. Epidemiologi
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis
neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin
1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang
pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.

C. Etiologi/Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis.
1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat:
infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus
hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-
obatan yang menginduksi cholestasis.
2. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur
(penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor
atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu
penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir
mungkin juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat
memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati. Cholestasis
dapat terjadi akibat atresia biliary yang merupakan suatu kondisi kongenital.

D. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu
sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu
adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal
(kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi
sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah
satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi
(bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh
transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang
mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam
empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap
aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam
empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu
menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti
inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada
transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi
terkonjugasi.
Perubahan fungsi hati pada kolestasis, pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi
kerusakan fungsional dan struktural:
1. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas
dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu,
dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
2. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan
konyugasi akan terganggu.
3. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat
HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu
primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas
hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi
produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
5. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu
karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
6. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga
kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas
kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi
pada ginjal.
7. Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan
kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan
melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas
membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti
Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran
dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga
terganggu.Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang
mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl
leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam
empedu.
8. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara
abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran
empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel
kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.

E. Klasifikasi
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik.
Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,infeksi virus
terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan
genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir,
aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu.
10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi
dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier
sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan.
Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik
disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu
intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak
menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam
duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi
langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik : Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)
Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut)
maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai
kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,
dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang
(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu
yang sempit).Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ
lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis
neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.
Kelainan hepatosit : Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam
empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam
empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab
utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan
akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang
serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler
dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan
kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa
akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan.

F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
2. Tinja akolis/hipokolis
3. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negative
4. Urobilin dalam air seni negative
5. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
6. Steatore
7. Hipoprotrombinemia
8. Akumulasi empedu dalam darah
9. Ikterus
10. Gatal-gatal
11. Hiperkolesterolemia
12. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu,
a. Anatomis
 Akumulasi pigmen
 Reaksi peradangan dan nekrosis
b. Fungsional
 Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase
meningkat)
 Transaminase serum meningkat (ringan)
 Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
 Asam empedu dalam serum meningkat
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma
polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidaka ada), sering bersamaan
dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya bising
pulmunal stenosis perifer, sering bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile
ductules” (arterio hepatic displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek dengan
muntah, “irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti
galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.
Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia bilier ekstrahepatal
lebih banyak pada anak perempuan.

G. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila
kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera
mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga
pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota
pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada
epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang
normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena
edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal,
penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis
hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan
adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus
dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis,
purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra- atau
ekstrahepatal dengan tujuan utama memperbaiki/ mengobati keadaan-keadaan yang
memang dapat diperbaiki/diobati.
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada
kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Hapusan darah tepi
2. Bilirubin dalam air seni
3. Sterkobilinogen dalam air seni
4. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase
serta serum protein
Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan lanjutan
yang lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas
dapat hanya dengan melihat pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan
adanya kelainan hepatobilier.
Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk
membuktikan:
1. Kelainan intra/ekstrahepatal
2. Mencari kemungkinan etiologi
3. Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati
4. Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
5. Terhadap infeksi/bahan toksik
6. Terhadap kemungkinan kelainan metabolic
7. Mencari data tentang keadaan saluran empedu
8. Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah:
Virus:
1. Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta
2. TORCH
3. Virus lain: EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster
Bakteri: terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik
Parasit: toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid
Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik
Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:
1. Galaktosemia, fruktosemia
2. Tirosinosis: asam amino dalam air seni
3. Fibrosis kistik
4. Penyakit Wilson
5. Defisiensi alfa-1 antitripsin
Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan:
1. Rose Bengal Excretion (RBE)
2. Hida Scan
3. USG
4. Biopsi hepar
Ket: no. 1 dan 2 belum dapat dilakukan di Indonesia
Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan
kolangiografi.

I. Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier
ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti
sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.

J. Penatalaksanaan
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal
yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
Tindakan medis :
1. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic
acid (UDCA).
2. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
3. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)

Tindakan bedah :

Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu


yang ada. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure), diperlukan untuk
mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung dari
hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk mencegah
terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera
mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi
Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini
dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati.
DAFTAR PUSTAKA

http://ijammeru.blogspot.com/2011/06/makalah-mata-kuliah-askeb-iv-b-kolestasis.html?m=1

Diakses hari Senin 2 Juni 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yogyakarta, .................................................

Pembimbing Lahan Praktik Mahasiswa yang Mengkaji

(.........................................) (SILVIA FEBRIANNUR)

NIP........................................ NIM. PO 62 24 2 11 149

Pembimbing Praktik dari Institusi

( )

NIP.

Вам также может понравиться