Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK II
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep Dasar Cidera Kepala ”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
Sistem Neurologi I. Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu
baik secara moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Amila M.Kep, Sp.KMB Selaku Dosen pengajar Sistem Neurologi II
5. Ns. Elida Sinuraya, M.Kep Selaku Dosen pengajar Sistem Neurologi II
6. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
7. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, dengan demikian
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh
berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka
mulut, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi. Semua
penderita cedera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cedera vertebrae cervical
sampai terbukti tidak disertai cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil
tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya di atas 90%, jika tidak usahakan untuk
dilakukan intubasi dan support pernafasan.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi cedera kepala
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian riwayat keluhan, riwayat penyakit
3. Mahasiswa mampu pemeriksaan fisik system neurologi
4. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksaanaan pada fase emergency
5. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostic: masalah keperawatan
prioritas
6. Mahasiswa mampu mengetahui tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, terapy
farmakologis, health edukasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak (Borley & Grace,
2006).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang
terjadi (pierce, 1995).
Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang disebabkan kekuatan atau
tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau berubahnya kesedaran, kemampuan
kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi
secara langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau
berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi ringan, sedang,
berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah
1. Cidera kepala ringan (CKR)
Tanda-tandanya adalah:
a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif);
b). Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi);
c). Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat terlarang;
d). Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing;
e). Pasien dapat menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.
Tanda-tandanya adalah
a). Skor glasgow coma scale 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor);
b). Konkusi;
d). Muntah;
e). Kejang
Tanda-tandanya adalah
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan berada dalam kepala.
Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang. Adapun pelindung otak yang lain adalah
lapisan meningen, lapisan ini yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini
terdiri dari duramater, araknoid, piamater.
1. Tengkorak
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi dua bagian kranium
yang terdiri dari tulang oksipital, parietal, frontal, temporal, etmoid dan kerangka
wajah terdiri dari tulang hidung, palatum, lakrimal, zigotikum, vomer, turbinatum,
maksila, mandibula. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal
sebagai kubah tengkorak, yang licin pada permukaan luar dan pada permukaan
dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan
pembuluh darah.
Permukaan bawah rongga dikenal dengan dasar tengkorak permukaan ini dilalui
banyak lubang supaya dapat dilalui serabut saraf dan pembuluh darah (Pearce,
2009).
a. Meningen
Gambar 2. Lapisan otak (Sumber: Lutjen drecoll, 2001). Pelindung lain yang
melapisi otak adalah meningen, ada tiga lapisan meningen yaitu duramater,
araknoid, dan piamater, masing-masing memiliki struktur dan fungsi yang
berbeda
b.
a) Duramater
Duramater adalah membran luar yang liat semi elastis. Duramater melekat
erat dengan pemukaan dalam tengkorak. Duramater memiliki suplai darah
yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea media
yang bercabang dari arteria karotis dan menyuplai fosa anterior. Duramater
berfungsi untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena dan membentuk
poriosteum tabula interna. Diantara duramater dan araknoid terdapat ruang
yang disebut subdural yang merupakan ruang potensial terjadi perdarahan,
pada perdarahan diruang subdural dapat menyebar bebas , dan hanya terbatas
oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena yang melewati otak yang
melewati ruang ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh karena
mudah terjadi cidera dan robek yang menendakan adanya trauma kepala.
b) Araknoid
Araknoid terletak tepat dibawah duramater, lapisan ini merupakan lapisan
avaskuler, mendapat nutrisi dari cairan cerbrospinal, diantara araknoid dan
piamater terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam
pada tempat tertentu, dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal.
Araknoid membentuk tonjolan vilus.
c) Piamater
Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya akan pembuluh darah
halus, piamater merupakan satu-satunya lapisan meningen yang masuk ke
dalam suklus dan membungkus semua girus(kedua lapisan yang hanya
menjembatani suklus).
d) Pada beberapa fisura dan suklus di sisi hemisfer, piamater membentuk sawar
antara ventrikel dan suklus atau fisura. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus koroideus pada setiap ventrikel (price, 1995).
2. Otak
Menurut Pearce (2009) Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena
merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak
(kranium) dan dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat.
a) Cerebrum
Cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari
otak, berbentuk telur terbagi menjadi dua hemisperium yaitu kanan dan kiri
dan tiap hemisperium dibagi menajdi empat lobus yaitu lobus frontalis,
parietalis, temporalis dan oksipitalis. Dan bagian tersebut mengisi penuh
bagian depan atas rongga tengkorak.
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus
sentralis dan di dasar suklus lateralis. Pada bagian ini memiliki area
motorik dan pramotorik. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk
perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang
kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang
dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek vegetatif dari batang otak.
2) Lobus parietalis
Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang suklus
sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi
raba dan pendengaran.
3) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan
diatas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus
ini merupakan pusat asosiasi visual utama yang diterima dari retina mata
4) Lobus Temporalis
Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis
merupakan asosiasi primer untuk audiotorik dan bau.
b) Cerebelum
Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak belakang.
Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi tentorium cerebri
yang merupakan lipatan duramater yang memisahkan dari lobus oksipitalis
serebri.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian
yang melebar pada bagian lateral disebut hemisfer. Cerebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pedunkulus cerebri inferior (corpus retiform).
Permukaan luar cerebelum berlipat-lipat seperti cerebrum tetapi lebih
lipatanya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan cerebelum ini mengandung
zat kelabu.
Korteks cerebelum dibentuk oleh substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan
yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf
yang masuk dan yang keluar dari cerbrum harus melewati cerebelum.
c) Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon)pons varoli dan medula
oblongata. Otak tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak
akuaduktus cerebriyang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat
melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah mengandung pusat-pusat yang
mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan bola mata.
3. Saraf kranial
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial jika mengenai
batang otak karena edema otak atau perdarahan pada otak. Macam saraf kranial
antara lain
2.3 Etiologi
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal
diantaranya adalah
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi
yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai
dinding yang berlawanan (contrecoup injury) (hudak & gallo, 1996);
2. Rotasi / deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang
menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang
sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi
putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik
perdarahan intraserebral;
3. Tabrakan
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada
anak-anak yang elastis)
4. Peluru
2.4 Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan otak sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh sistem dalam
tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan.
Apabila perdarahan yang terjadi terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya
aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami edema
serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur
yang dapat menyebabkan desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini
dapat menyebabkan cidera intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan
intra kranial, dampak peningkatan tekanan intra kranial antaralain terjadi
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas
(Borley & Grace, 2006)
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan pada klien dengan cidera kepal
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik
d. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin)
e. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
f. Pembedahan.
1. Pengakajian
a. Dasar data pengkajian pasien
Pengkajian data dasar meliputi tipe, lokasi, keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ vital
b. Aktivitas / istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, ataksia cara berjalan tak tegap,
masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot
spastik
c. Sirkulasi
Gejala: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi bradikardi, disritmia)
d. Integritas Ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda: cemas, mudah tersinggung, derilium, agitasi, bingung, depresi, impulsif
e. Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
makanan/ cairan
f. Nutrisi
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera Tanda: muntah (mungkin
proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
g. Neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitius, kehilangan pendengaran, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, Fotopobia.
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
i. Pernapasan
Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi hiperventilasi), napas
berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi)
j. Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, perubahan
warna seperti racoon eye, tanda bale disekitar telinga, demam , gangguan
regulasi suhu tubuh.
2. Prinsip Penatalaksanaan
Pertolongan pertama dari penderita dengan cedera kepala meliputi, anamnese sampai
pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan. Pemeriksaan fisik meliputi Airway,
Breating, Circulatin, Disability, Expoure.
1) Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring,
buka mulut, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi.
Semua penderita cedera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cedera
vertebrae cervical sampai terbukti tidak disertai cervical, maka perlu dipasang
collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya di
atas 90%, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan.
2) Setelah jalan nafas bebas, sedapat mungkin pernafasannya (breating) di
perhatikan frekuensinya normalnya antara 16-18 x /menit, dengarkan suara nafas
bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitorv
terhadap gas darah dan pertahanan PCO2 antara 28-35 mmHg karena jika lebih
dari 35 mmHg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri.
Sedangkan jika kurang dari 20 mmHg akan menyebabkan vasokontroksi yang
berakibat terjadinya iskemia. Periksa tekanan oksigen 100 mmHg, jika kurang
beri oksigen masker 8 liter/menit
3) Pada pemeriksaan sistem sirkulasi, periksa denyut nadi/janting, jika tisak ada
lakukan resusitasi jantung. Bila shok atau tensi <90 mmHg nadi >100 x per menit
dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cedera
kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock.
Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2 x
4) Pada pemeriksaan disabiliti/kelainan kesadaran, pemeriksaan kesadaran memakai
gaslow coma skale, periksa kedua pupil dan besarnya serta catat reaksi terhadap
cahaya langsung maupun tidak langsung. Periksa adanya hemiperase/plegi,
periksa juga adanya reflek patologi kanan kiri, jika penderita sadar baik, tentukan
adanya gangguan sensori maupun fungsi misalnya adanya aphasia
5) Pada pemeriksan exposure perhatikan bagian tubuh yang terluka, apakah ada jejas
atau lebab pada tubuh akibat trauma
6) Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil barudilakukan survey yang lain dengan
cara melakukan sekunder survey/pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto
thorak, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara
stimultan dan seksama
3. Pemeriksaan Fisik Cedera Kepala
Pemeriksaan Fisik Neurologi
1. GCS
2. Tanda Rangsang Meningeal
3. Pemeriksaan Nervus Kranial
4. Pemeriksaan Sensorik
5. Pemeriksaan Motorik
6. Pemeriksaan Otonom
7. Pemeriksaan Keseimbangan
GCS
Mata (E):
4 : bisa membuka mata spontan
3 : buka mata kalo diajak ngomong/disuruh
2 : buka mata dg rangsang nyeri
1 : tdk bisa buka mata
Motorik (M):
6 : bergerak mengikuti perintah
5 : gerakan menepis
4 : gerakan menghindar
3 : dekortikasi (fleksi, aduksi bahu)
2 : deserebrasi (ekstensi)
1 : tidak bergerak
Verbal (V):
5 : bicara nyambung
4 : bicara ga nyambung (meracau)
3 : mengeluarkan kata dengan rangsang nyeri
2 : hanya mengerang dengan rangsang nyeri
1 : tidak ada suara
Nervus II (optikus):
Visus Snellen chart,, atau bisa jg pemeriksaan visus bedside dg hitung jari
(hasilnya nanti …/60; pelaporannya misalnya visus 2/60 bedside harus ditulis
bedside karena artinya bukan visusnya bener2 2/60)
Refleks cahaya (jalur aferen)
Lapang pandang (kampimetri)
Warna : tes ishihara, atau tanya warna dasar aja (bedside) misalnya pake pulpen
yang warna merah trs tanya ini warna apa pak
Nilai satu per satu, mata yang tidak diperiksa ditutup dg telapak tangan tanpa
ditekan
Nervus III (okulomotor), IV (trochlear), VI (abducens)
Fiksasi kepala pasien
Liat kelopak (ada ptosis/tidak)
Liat ukuran pupil dan refleks cahaya
Lihat kedudukan bola mata
Suru mata pasien ikutin gerakan tangan pasien (bentuk H)
Nervus V (trigerminus)
Komponen sensorik: frontalis, zigomatik, mandibularis utk tiap area dilakukan
pemeriksaan sensorik raba halus (tissue dipilin), nyeri (jarum), suhu (tabung
reaksi), getar; bandingkan dengan kontralateral
Komponen motorik: m.masseter dan m.temporalis (pelipis) pasien suru gigit
yang kuat, amati kontraksi pelipis
Nervus XI (aksesorius)
M.trapezius angkat bahu
M.sternocleidomastoideus kalo cek yang sebelah kiri: pasien suru nengok ke kiri
sementara kita tahan dagunye; kalo cek yang kanan ya sebaliknya
Pemeriksaan Keseimbangan
Romberg : berdiri kaki rapat, buka mata 30 detik tutup mata 30 detik
(Romberg + kalau jatuh) interpret: kalau tutup mata terus jatuh, kelainan
pada proprioseptif atau vestibular; kalau buka mata jatuh, kelainan pada
cerebellum
Romberg dipertajam: berdiri dengan 1 kaki tepat pada ujung kaki yang lain,
buka mata 30 detik tutup mata 30 detik
Fukuda : jalan 30 langkah sambil tutup mata Fukuda + kalau orangnya muter
> 30⁰ atau geser > 1 meter
Tandem gait
Past pointing
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pola nafas b/d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata (Doenges, 1999).
2) Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d edema cerebri, meningkatnya aliran darah
ke otak (Doenges, 1999).
3) Nyeri kepala b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, dan alat traksi
(Doenges, 1999).
4) Perubahan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial (Doenges, 1999).
5) Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik
(Doenges, 1999).
6) Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala (Carpenito, 2006).
7) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d haluaran urine dan elektrolit
meningkat (Carpenito, 2006).
8) Gangguan kebutuhan nutrisi b/d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan
(Carpenito, 2006)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh
berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
3.2 Saran
Sebagai perawat agar lebih memperhatikan keselamatan pasien cidera kepala karena
perawat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Perawat
juga dapat teliti dalam melakukan tindakan pelayanan yang dapat menjaga kesehatan diri
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Ani Haryani, S.Kep., Ners. Irma Halimatussaidah, S.Kep., Ners & Santy Sanusi, S.Kep.,
Ners, 2009, Anatomi Fisiologi Manusia, Cakra, Bandung.
Tarwono, Ns.S.Kep,M.Kep,dkk, perawatan medikal bedah, sistem endokrin, jakarta:tim
2012
Nurarif,Amin H.dkk.2013. Panduan Penyusunan Askep Profesional : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta:
Mediaction
Price, Sylvia A.dkk.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta : EGC
Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, ECG, Jakarta.