Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung. Gastritis bukan penyakit
tunggal, lebih tepatnya suatu kelompok penyakit yang mempunyai perubahan
peradangan pada mukosa lambung yang sama tetapi ciri-ciri klinis, karakteristik
hisologis dan patogenesis yang berlainan. Bentuk gastritis akut yang paling dramatis
adalah gastritis erosif akut. Istilah ini mencerminkan perdarahan dari mukosalambung
hampir selalu ditemukan pada gastritis bentuk ini dan kehilangan integritas yang
karakteristik dari mukosa lambung yang menyertai lesi peradangan.
Erosi lambung dan tempat perdarahan dapat tersebar secara difus ke seluruh
mukosa lambung atau setempat pada korpus atau antrum lambung. Erosi sering terletak
linier pada puncak lipatan mukosa. Pada sebagian besar kasus inflamasi gaster tidak
berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis asien. Sebaliknya, keluhan dan gejala
klinis pasien berkorelasi positif dengan komplikasi gastritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gastritis Erosive
3.1. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi kerusakan
mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel (Lindseth, G., 2006). Gastritis merupakan
penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa
terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein,
alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih
sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung (Lindseth,
G., 2006).

3.2. Etiologi dan Patogenesis


a. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori
pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur
lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan
basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik.
H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisi epitel
(McGuigan,J., 2000). H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion
dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuman terlindungi terhadap faktor
merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini membentuk platelet ectiving faktor
yang merupakan pro inflamatory sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung
pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion (Tarigan, P. 2001).

b. OAINS dan Alkohol


OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan
mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi
mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.
Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa
antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di
antrum (Lindseth, G., 2006). Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih
banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung (Tarigan, P. 2001).

c. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat
stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacam-
macam seperti syok hipotensif setelah 10
trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling), atau
trauma serebral (ulkus Cushing). Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal,
ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat menyebabkan
melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi
2. Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh
rangsang vagus dan ulkus curling dan sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung.
Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah factor etiologi utama
yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk ulserasi (Lindseth, G.,
2006).

3.3. Gambaran Klinis


Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu
sindrom/kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi
menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas,
dyspepsia akibat refluks da dyspepsia tidak spesifik. Pada dyspepsia gangguan motilitas,
keluhan yang paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan,
cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang
menonjol berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien
kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai
muntah. Rasa sakit gastritis erosive timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum
yang lebih enak setelah makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup
menegakkan gastritis erosive, selain itu dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi (Tarigan,
P. 2007).

3.4. Diagnosis
Diagnosis gastritiserosif ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, pemeriksaan
penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil biopsy untuk pemeriksaan kuman H. pylori
(Tarigan, P. 2007). Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat erosive. Dengan
endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus, ukuran,
bentuk dan lokasinya dan dapat menjadi dasar referensi untuk penilaian penyembuhan. Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran niche atau crater. Pemeriksaan tes CLO/PA
untuk menunjukkan apakah ada infeksi H. pylori dalam rangka eradikasi kuman.

3.5. Terapi
Terapi pada gastritis erosif terdiri dari terapi non-medikamentosa, medikamentosa
dan operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan atau
memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi.
a. Non-medikamentosa
1. Istirahat
Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam lambung. Sebaiknya
pasien hidup tenang dan memerima stres dengan wajar.
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik
dari makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam
lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan
rasa sakit.

b. Medikamentosa

1. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan rasa sakit. Dosis 3x1
tablet.
3. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama
protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin. Dosis
2x2 sehari. Efek samping tinja kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan
perdarahan.

4. Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium hidroksida yang
berkaitan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada
dasar ulkus, yang melindungi dari asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesis
prostglandin dan menambah sekresi bikarbonat dan mukus , meningkatkan daya
pertahanan dan perbaikan mukosa.
5. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus,
bikarbonat dan menambah aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa.
Biasanya digunakan sebagai penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan
OAINS.
6. Antagonis Reseptor H2/ ARH2
Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada
sel parietal untuk tidak memproduksi asam lambung. Dosis: Simetidin (2x400 mg),
Ranitidin 300 mg/hari, Nizatidin 1x300 mg, Famotidin (1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
7. Proton Pump Inhibitor/ PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan memecah K+H+- ATP
menjadi energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka
panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam
lambun, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan
PH>4.
 Omeprazol 2x20 mg
 Lanzoprazol/ Pantoprazol 2x40 mg

8. Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori


 Terapi tripel

- PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500


- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
 Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel. Regimen terapinya yaitu:
PPI 2x1, Bismuth 4x2, metronidazol 4x250, tetrasiklin 4x500.

c. Tindakan operasi
Tindakan operasi sat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi
medikamentosa. Prosedur opersai yang dilakukan pada ulkus gaster pada ulkus refrakter,
darurat karena komplikasi perdarahan dan perforasi, dan sangkaan keganasan.
BAB III
KESMIPULAN

1. Berdasarkan anamnesis ditemukan keluhan utama muntah darah atau hematemesis


dan riwayat BAB kehitaman yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna
bagian atas. Adanya riwayat pasien sering minum obat-obatan warung bila merasa
tidak enak badan yang terus menerus dapat menyebabkan erosif lambung sehingga
pasien ini dapat dicurigai menderita gastritis erosif.
2. Untuk menegakkan diagnosa pastinya disarankan untuk endoskopi.
3. Terapi yang diberikan untuk gastritis erosif berupa
 Omeprazole dengan memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan memecah
K+H+- ATP menjadi energi yang digunakan sel parietal untuk mengeluarkan
asam lambung
 Kalnex, berisi asam tranesamic yang mempunyai aktivitas antiplasminik
dengan menghambat aktivitas dari plasminogen dan plasmin. Secara klinis
mempunyai efek mengurangi perdarahan, berkurangnya waktu perdarahan
dan lama perdarahan.
 Inpepsa syrup, berisi sukralfat yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan
polialumunium sebagai pelindung mukosa dari asam lambung, pepsin dan
garam empedu.
 Vitamin K, sebagai koenzim yang mensintesa faktor pembekuan darah,
yakni faktor II (protrombin), VII (prokonvertin), IX (christmas faktor) dan
X (Stuart-Power faktor).
 Laxadin syrup, merupakan obat pencahar yang digunakan untuk
memudahkan pelintasan dan pengeluaran tinja dari kolon ke rektum.
DAFTAR PUSTAKA

CMDT 2013 Gatrointestinal Disorder hal 607-608


Sudono, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

dr. Warih Tjahyono Sp.PD, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Вам также может понравиться