Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
JAPANESE ENCHEPALITIS BERKORELASI DENGAN BANYAKNYA AREA PERSAWAHAN, PETERNAKAN BABI DAN
BURUNG RAWA
DIPUBLIKASIKAN PADA : SENIN, 03 APRIL 2017 00:00:00, DIBACA : 9.070 KALI
Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak disebabkan oleh virus Japanese
Encefalitis termasuk Family Flavivirus dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Asia termasuk di Indonesia. Jumlah kasus JE di Indonesia Tahun 2016 yang dilaporkan
sebanyak 326 kasus. Kasus terbanyak dilaporkan terdapat di Provinsi Bali dengan jumlah
kasus 226 (69,3%).
Penularan virus tersebut sebenarnya hanya terjadi antara nyamuk, babi, dan atau burung
rawa. Manusia bisa tertular virus JE bila tergigit oleh nyamuk Culex Tritaeniorhynchus yang
terinfeksi. Biasanya nyamuk ini lebih aktif pada malam hari. Nyamuk golongan Culex ini
banyak terdapat di persawahan dan area irigasi. Kejadian penyakit JE pada manusia
biasanya meningkat pada musim hujan.
'Di Bali, tingginya kejadianJapanese Encephalitis dikaitkan dengan banyaknya persawahan dan peternakan babi di area tersebut,' tutur Direktur Surveilans dan
Karantina Kesehatan, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Dsc, dalam keterangannya kepada Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, Senin
(3/4).
Sebagian besar penderita JE hanya menunjukkan gejala yang ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Gejala dapat muncul 5-15 hari setelah gigitan
nyamuk yang terinfeksi virus berupa demam, menggigil, sakit kepala, lemah, mual, dan muntah. Kurang lebih 1 dari 200 penderita infeksi JE menunjukkan gejala
yang berat yang berkaitan dengan peradangan pada otak (encephalitis), berupa demam tinggi mendadak, sakit kepala, kaku pada tengkuk, disorientasi, koma
(penurunan kesadaran), kejang, dan kelumpuhan. Gejala kejang sering terjadi terutama pada pasien anak-anak. Gejala sakit kepala dan kaku pada tengkuk
terutama terjadi pada pasien dewasa. Keluhan-keluhan tersebut biasanya membaik setelah fase penyakit akut terlampaui, tetapi pada 20-30% pasien, gangguan
saraf kognitif dan psikiatri dilaporkan menetap. Komplikasi terberat pada kasus Japanese Encephalitis adalah meninggal dunia (terjadi pada 20-30% kasus
Encephalitis).
'Tidak bisa sembarangan menyatakan seseorang didiagnosis JE, selain berdasarkan pemeriksaan fisik atas gejala, juga diperlukan pemeriksaan laboratorium dan
tidak bisa dilakukan di laboratorium klinik biasa,' imbuh dr. Jane.
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2/2 31-07-2018
Hingga saat ini, belum ada obat untuk mengatasi infeksi JE, pengobatan bersifat suportif untuk mengurangi tingkat kematian akibat JE. Pengobatan yang
diberikan adalah berdasarkan gejala yang diderita pasien (simtomatik), istirahat, pemenuhan kebutuhan cairan harian, pemberian obat pengurang demam, dan
pemberian obat pengurang nyeri. Pasien perlu dirawat inap supaya dapat diobservasi dengan ketat, sehingga penanganan yang tepat bisa segera diberikan bila
timbul gejala gangguan saraf atau komplikasi lainnya.
Sebanyak 85% kasus JE yang dilaporkan pada Tahun 2016 terjadi pada kelompok umur 15 tahun. Hal ini menyebabkan JE dianggap sebagai penyakit pada anak.
Padahal, sebenarnya JE juga dapat berjangkit pada semua umur, terutama bila virus tersebut baru menginfeksi daerah baru di mana penduduknya tidak
mempunyai riwayat kekebalan sebelumnya.
Intervensi yang paling utama dalam penanggulangan JE adalah pengendalian vektor, eliminasi populasi unggas, vaksinasi pada babi, eliminasi pemaparan
manusia pada vektor, dan imunisasi JE pada manusia. Imunisasi merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah JE pada manusia.
'Pada September 2017 mendatang, Kemenkes akan mulai mengkampanyekan imunisasi JE di 9 Kabupaten/Kota di Bali dengan sasaran sebanyak 897.050 anak
usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun,' terang dr. Jane.
Ditambahkan oleh dr. Jane, setelah selesai dilakukan kampanye imunisasi JE, maka langkah selanjutnya adalah introduksi imunisasi JE ke dalam program
imunisasi rutin pada anak usia 9 bulan yang dilaksanakan bersamaan dengan imunisasi campak. Perluasan introduksi imunisasi JE akan dilaksanakan
berdasarkan kajian endemisitas wilayah masing-masing.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes
melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.