Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS

A. Data Fokus Pengkajian


1. Identitas
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
pernikahan, suku/bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no medrec,
pekerjaan, alamat, serta data penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan Pasien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang dan penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2008).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui
predisposisi penyebab sumber luka. Tanyakan dengan jelas gejala yang
timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, bertambah buruk.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang
sring menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan
dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan
atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin
tetanus yang menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi. Seuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik,
tidakresponsif, dan koma (Muttaqin, 2008).
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami Pasien yang
memungkinkan adanya hubungan atau predisposisi keluhan sekarang
meliputi pernahkah Pasien mengalami luka dan luka tusuk yang dalam
misalnya tertususk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang
menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran. Juga luka bakar

12
13

dan patah tulang terbuka. Adakah port d’entrée lainnya seperti luka
gores yang ringan kenudian menjadi bernanah; gigi berlubang dikorek
dengan benda yang kotor
d. Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama karena faktor genetik atau keturunan
e. Riwayat psikologi
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan Pasien juga penting
untuk menilai respons emosi Pasien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran Pasien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada Pasien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap tindakan invasif yang
sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini memberi dampak
pada stres anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap
tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik
dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi
dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk
mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk
memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.
f. Kebiasaan sehari-hari
1) Bernapas : Apakah Pasien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan
yang sering didapatkan pada Pasien tetanus yang disertai adanya
ketidak efektifan bersihan jalan nafas.
2) Nutrisi : Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan makanan
yang dikonsumsi dan hal apa saja yang dirasakan dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi seperti rasa haus, rasa lapar dan lemah.
Gangguan gastrointesstinal yang sering adalah mual, nyeri lambung
14

yang mneybabkan klien tidak nafsu makan. Mual sampai muntah


dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada Pasien tetanus menurun karena anoreksia
dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan) merupakan
tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan
kesulitan BAB.
3) Eliminasi : Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan
penurunan perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya
retensi urin karena kejang umum. Pada Pasien yang sering kejang
sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
4) Aktivitas : Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas
Pasien dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila
Pasien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan por de
entrée kuman Clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan
luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko pada praktur
pertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.
5) Istirahat dan tidur : Perlu dikaji kebiasaan tidur dan istirahat klien
dan hal-hal yang dirasakan yang dapat mengganggu istirahat dan
tidur pasien.
6) Personal Hygiene : Kebiasaan klien dengan pemeliharaan dan
perawatan kesehatan diri sendiri misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian.
7) Mempertahankan temperatur tubuh dan suhu tubuh : Pada Pasien
tetanus biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal 38-40 0C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proses implamasi dan toksin tetanus yang sudah mengganggu pusat
pengatur suhu tubuh.
8) Berkomunikasi dengan orang lain / sosialisasi : Dalam hubungan
dengan keluarga, teman, tetangga, pasien dengan tetanus dapat
menjadi labil karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya
sehingga akan berpengaruh pada sosialisasi pasien.
15

9) Pekerjaan / kebutuhan bekerja : Dikaji pekerjaan apa saja yang


selalu dilakukan oleh pasien dan apakah pekerjaannya bersifat
ringan, sedang atau berat.
10) Kebutuhan spiritual / beribadah : Kebiasaan dalam melaksanakan
dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaannya.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : biasanya pasien dengan penyakit tetanus keadaan
umumnya sedang.
2. Kesadaran : Kesadaran Pasien biasanya kompos mentis. Pada keadaan
lanjut tingkat kesadaran Pasien tetanus mengalami penurunan pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila Pasien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran Pasien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan.
3. Tanda-tanda vital : Pada Pasien tetanus biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal 38-40 0C. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses implamasi dan toksin tetanus yang sudah
mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai
peninhkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan
peningkatan laju umum. TD biasanya normal.
4. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala
1) Inspeksi : Biasanya tingkat kesadaran pasien tetanus
composmentis, pada keadaan lanjut kesadaran pasien tetanus
mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan
medikamentosa.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus tidak ada kelainan pada
kepala, seperti benjolan, dan massa.
16

b. Telinga
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus tidak terdapat tuli
konduktif dan tuli persepsi.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus tidak ada nyeri tekan
pada telinga.
c. Mata
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus tes fungsi pengelihatan
pada kondisi normal.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus konjungtiva pucat, tidak
ada nyeri tekan.
d. Hidung
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus tidak ada gangguan,
tidak ada gangguan pada fungsi penciuman, sputum hidung
utuh.
2) Palpasi : Biasanya tidak ada gangguan dan tidak ada nyeri tekan.
e. Mulut
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus refleks maseter
meningkat, mulut condong ke depan seperti mulut ikan (ini
adalah gejala khas dari tetanus), penurunan kemampuan
menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut (trismus), lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus bibirnya teraba kaku
karena ada ketegangan otot rahang.
f. Leher
1. Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus didapatkan kaku kuduk,
ketegangan otot rahang dan leher mendadak.
g. Dada/thoraks
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus adanya batuk, adanya
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi napas, yang sering didapatkan pada
17

pasien tetanus dan disertai dengan ketidak efektifan bersihan


jalan napas.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus thorax terdapat taktil
premitus seimbang kiri dan kanan.
3) Auskultasi : Biasanya pada pasien tetanus terdapat bunyi
tambahan seperti ronchi, peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk menurun.
h. Abdomen
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus terdapat mual sampai
muntah, disebabkan peningkatan asam lambung.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus terjadi kaku dinding perut
(perut papan) merupakan tanda khas pada tetanus, dan sapasme
otot menyebabkan kesulitan BAB.
3) Auskultasi : Biasanya pada pasien tetanus bising ususnya
meningkat di atas normal 16-20x/menit.
i. Genetalia
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus penurunan volume urin
output berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal, adanya retensi urine karena kejang
umum, biasanya akan terpasang kateter urin.
j. Ekstremitas
1) Inspeksi : Biasanya pada pasien tetanus adanya kejang umum
sehingga mengganggu mobilitas pasien, tidak ditemukan adanya
tremor.
2) Palpasi : Biasanya pada pasien tetanus pemeriksaan refleks
profunda, pengetukan pada tendon, ligamen atau periostium,
derajat refleks pada repons normal.
18

C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Obstruksi jalan Bersihan jalan
a. Pasien biasanya napas napas tidak
akan mengeluh efektif
sesak. Spasme jalan napas
b. Biasanaya pasien
akan mengeluh Adanya jalan napas
Batuk, adanya buatan
penumpukan sekret
DO : Mokus dalam
a. Sekresi pada mulut jumlah berlebihan
b. Sputum dalam
jumlah yang Eksudat dalam jalan
berebihan alveoli
c. Pernafasan spontan
dan ngorok Jalan nafas tidak
d. Pemeriksaan paru efektif (aspiksia)
RR : 24-35 x/ menit
2 DS: - Trauma Ketidakefektifan
DO: termoregulasi
a. frekuensi suhu Penyakit
tubuh dia atas
normal 38-400C Kuman berkembang
b. Kulit kemerahan biak dan
c. Akaral hangat memperbanyak diri
d. Menggigil dan
kejang Menghasilkan
toksin tetanus yang
menyebar ke
seluruh tubuh
19

Ketidak efektifan
termoregulasi
3 DS:- Menghambat Gangguan
DO: penghantaran ventilasi
a. penurunan neurotransmiter spontan
kerjasama
b. Penurunan PO2 Spasme otot
c. Penurunan SaO2
d. Penurunan volume Timbul gejala
tidal kejang
e. Dispnea
f. Peningkatan Kehilanagan
frekuensi jantung koordinasi otot
g. Peningkatan besar dan kecil paru
gangguan otot
aksesorius Keletihan otot
pernapasan

Gangguan ventilasi
spontan
4 DS: Spasme otot Nyeri akut
a. pasien melaporkan
rasa nyeri secara Timbul gejala kejag
verbal
b. Pasien mengatakan Kekakuan
sulit tidur karena
nyeri Nyeri akut
DO:
a. pasien tampak
meringis kesakitan
b. b. Pasien tampak
sulit tidur karena
20

nyeri
5 DS: Spasme otot Intoleransi
a. pasien mengatakan aktivitas
merasa lemah Timbul gejala
b. Pasien mengatakan kejang
merasa letih
c. Pasien mengatakan Otot
tidak nyaman saat gerak/ekstremitas
beraktivitas
DO: Kekakuan
a. respon tekanan
darah abnormal Immobilisasi
terhadap aktivitas
b. Ketidak nyamanan Intoleransi aktivitas
saat beraktivitas.
c. Tampak letih dan
lemah

D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas,spasme jalan napas.
2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan efek toksin.
3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan Menghambat
penghantaran neurotransmiter, Spasme otot.
4. Nyeri akut berhubungan dengan Spasme otot, Timbul gejala kejag,
Kekakuan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Otot gerak/ekstremitas,
Kekakuan, Immobilisasi.
21

E. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Diagnosa I : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi jalan napas,spasme jalan napas.
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dansuara napas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dispneu (manpu mengeluarkan sputum, mampu
bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
b. Menunjukkan jalan napas yang paten ( pasien tidak merasa tercekik,
irama napas, perkuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Bebaskan jalan nafas Secara anatomi posisi kepala ekstensi
dengan mengatur posisi merupakan cara untuk meluruskan
kepala ekstensi rongga pernafasan sehingga proses
respiransi tetap berjalan lancar dengan
menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
Pemeriksaan fisik Ronchi menunjukkan adanya gangguan
dengan cara auskultasi pernafasan akibat atas cairan atau sekret
mendengarkan suara yang menutupi sebagian dari saluran
nafas (adakah ronchi) pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
tiap 2-4 jam sekali untuk mengoptimalkan jalan nafas.
Bersihkan mulut dan Suction merupakan tindakan bantuan
saluran nafas dari sekret untuk mengeluarkan sekret, sehingga
dan lendir dengan mempermudah proses respirasi
melakukan suction
Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
22

Observasi tanda-tanda Dyspneu, sianosis merupakan tanda


vital tiap 2 jam terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill time
yang memanjang/lama.
Observasi timbulnya Ketidakmampuan tubuh dalam proses
gagal nafas. respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical ventilation)
Kolaborasi dalam Obat mukolitik dapat mengencerkan
pemberian obat sekret yang kental sehingga
pengencer mempermudah pengeluaran dan
sekresi(mukolitik) memcegah kekentalan

2. Diagnosa II : Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan efek


toksin.
Kriteria hasil :
a. Temeperatur stabil : 36,5-37oC.
b. Tidak ada kejang
c. Tidak ada perubahan warna kulit.
d. Glukosa darah stabil.
e. Pengendalian resiko : hipertermia.
f. Pengendalian resiko : hipotermia.
g. Pengendalian resiko : proses menular.
h. Pengendalian resiko : paparan sinar matahari.
Inervensi Rasional
Monitor suhu minimal Mengkaji terjadi perubahan suhu
tiap 2 jam
Monitor tanda-tanda Mengkaji terjadinya perubahan keadaan
vital vital sign pasien.
Monitor warna dan Mencegah terjadinya resiko inflamasi.
suhu kulit
23

Monitor tanda Mencegah terjadinya resiko kejang akibat


hipertermi dan hipertermi.
hipotermi
Kolaborasi pemberian Pemberian antipiretik dapat menurunkan
antipiretik suhu tubuh klien.

3. Diagnosa III : Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan


Menghambat penghantaran neurotransmiter, Spasme otot.
Kriteria hasil :
a. Respon alergik sistemik : tingkat keparahan respon hipersensitivitas
imun sistemik terhadap antigen lingkungan (eksogen).
b. Respon ventilasi mekanik : pertukaran alveolar dan perfusi jaringan
didukung oleh ventilasi mekanik.
c. Status pernafasan pertukaran gas : pertukaran CO2 atau O2 di
alveolus untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri dalam
rentang normal
Intervensi Rasional
Observasi tingkat Perubahan kesadaran menunjukkan
kesadaran peningkatan kekurangan O2 dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit
Observasi vital sign tanda vital merupakan acuan untuk
terutama nafas, mengetahui keadaan umum pasien dan
frekuensi nafas, dispnea mendeteksi secara dini
Kolaborasi dalam Suplai O2 yang cukup mampu untuk
pemberian O2 memenuhi kebutuhan O2 dalam jaringan
sehingga mencegah terjadinya gagal
nafas
24

4. Daignosa IV : Nyeri akut berhubungan dengan Spasme otot, Timbul


gejala kejag, Kekakuan.
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
management nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri yang untuk menentukan pilihan intervensi
dialami oleh klien yang tepat.
Ajarkan klien metode Berguna dalam intervensi selanjutnya.
distraksi selama nyeri,
seperti nafas dalam dan
teratur.
Ciptakan lingkungan Merupakan suatu cara pemenuhan rasa
tidur yang nyaman aman nyaman kepada klien dengan
dan tenang. mengurangi stressor yang berupa
kebisingan

5. Diagnosa V : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Otot


gerak/ekstremitas, Kekakuan, Immobilisasi.
Kriteria hasil :
a. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
b. Tanda-tanda vital normal.
c. Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat
25

Intervensi :
Bantu untuk memilih Mencegah terjadi nya kekakuan otot
aktivitas konsisten yang berlanjut.
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mendapatkan Mencegah terjadinya resiko cidera.
alat bantuan aktivitas
Bantu pasien untuk Membantu pasien agar mampu
membuat jadwal latihan bergerak akibat kekauan otot.
diwaktu luang

F. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas klien efektif, tidak adanya secret, tidak mengeluh
sesak.
2. Klien tidak mengalami kejang
3. Suhu tubuh klien dalam batas normal (336,5-370C)
4. Klien tidak mengeuh nyeri akibat bakteri dari tetanus.

Вам также может понравиться