Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
!
!
!
!
!
!
!
!
!
YUSTIN WIDYASTUTI
!
!
!
!
!
!
!
!
SEKOLAH
PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Validasi Spesies dengan
Marka Molekuler Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) dan Potensi Protein
Albumin dari Beberapa Spesies Ikan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Yustin Widyastuti
C351130161
RINGKASAN
YUSTIN WIDYASTUTI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai Desember
2015, dengan judul Validasi Spesies dengan Marka Molekuler Cytochrome
Oxidase Subunit I (COI) dan Potensi Protein Albumin dari Beberapa Spesies Ikan.
Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Dr Wini Trilaksani, MSc selaku Ketua Program Studi THP yang telah
membantu tahapan penyelesaian studi dan penelitian.
3. Dr Eng Uju, SPi MSi selaku Kepala Departemen THP yang telah membatu
dalam penyelesaian studi.
4. Dr Tati Nurhayati SPi MSi, Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Dr Ir Nurlisa A.
Butet MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan
masukan kepada Penulis dari tahap awal pelaksanaan penelitian sampai pada
tahap akhir penulisan karya ilmiah ini.
5. Dr Asadatun Abdullah, SPi MSM MSi selaku GKM/perwakilan program
studi dan Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku dosen penguji luar komisi
yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta pelajaran sehingga penulis
mampu menyelesaikan tesis ini.
6. Seluruh keluarga, terutama kedua orang tua dan adik atas doa dan dukungan
yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
7. Seluruh rekan THP 2013 serta teman-teman lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu atas dukungan yang telah diberikan.
Yustin Widyastuti
!
!
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Bahan dan Alat 3
Bahan 3
Alat 3
Prosedur Penelitian 4
Tahapan Penelitian 5
Penentuan Ciri Morfometrik 5
Isolasi dan Ekstraksi DNA 5
Amplifikasi DNA 6
Sekuensing DNA 6
Pensejajaran Nukleotida 6
Pohon Filogeni 6
Pengujian Kadar Protein 7
Analisis Kadar Serum Albumin 7
SDS-PAGE 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Karakteristik Morfometrik 8
Validasi Spesies 9
Kualitas DNA 9
Visualisasi Hasil PCR 10
Kekerabatan Spesies 10
Pohon Filogeni 14
Kadar Protein 15
Kadar Albumin 16
Profil Protein Albumin 17
4 SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Karakter morfometrik ikan 5
2 Ukuran morfologi dan bobot ikan 8
3 Hasil Identifikasi menggunakan BLASTn 11
4 Polimorfisme situs nukleotida spesifik ikan 12
5 Jarak genetik metode Kimura 2-parameter sampel ikan pada gen COI 12
6 Prediksi berat molekul albumin dengan aplikasi photocap 18
7 Luas area pita albumin diukur dengan ImageJ 19!
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Spesies yang dipakai 24
2 Kurva Standar Uji Bradford 25
3 Komposisi larutan elektroforesis (SDS-PAGE) 26
4 Komposisi separating gel dan stacking gel SDS PAGE 26
5 Aligment hasil sekuensing 27!
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Identifikasi spesies dapat dilakukan secara morfologi maupun molekuler.
Identifikasi morfologi yang dilakukan saat ini terkadang sulit dilakukan karena
banyaknya kemiripan antar spesies dan cirri khas yang penting untuk diagnosa
menghilang sebagai akibat dari adaptasi terhadap lingkungan (Prehadi et al. 2015).
Salah satu alternatif identifikasi yang dapat dipelajari selain identifikasi morfologi
adalah dengan biologi molekuler. Biologi molekuler merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari hubungan antara struktur dan fungsi molekul-
molekul hayati serta kontribusi hubungan tersebut terhadap pelaksanaan dan
pengendalian berbagai proses biokimia. Penemuan struktur DNA menjadi salah satu
alasan pengembangan teknik identifikasi secara molekuler untuk mengatasi masalah
identifikasi (Teletchea et al. 2005). Salah satu cara untuk mengetahui data
molekuler spesies dengan tepat adalah menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) berdasarkan marka gen Cytochrome oxidase I (COI) DNA
mitokondria. COI telah banyak digunakan untuk identifikasi spesies dan berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa COI mengandung cukup variasi sehingga
mampu mengidentifikasi secara akurat berbagai macam hewan (Herbert et al. 2003;
Ward et al. 2005). DNA yang digunakan sebagai barcode harus memiliki
ukuranpendek tapi memiliki variasiyang tinggi antarspesies, dan harus bisa
mengakomodir 10-100 juta spesies (Hollingsworth 2011). Efektifitas COI telah
divalidasi untuk bermacam kelompok fauna dan sebagian besar jenis fauna yang
diteliti bisa dibedakan menggunakan DNA barcode. Efektifitas ini disebabkan oleh
variasi intraspesifik rendah, tetapi variasi interspesifiknya tinggi terutama pada
taksa yang berdekatan (Ward et al. 2005). Identifikasi molekuler dengan
menggunakan marka COI dapat memberikan informasi kekerabatan antar spesies
yang kemudian dapat digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogeni.
Protein pada ikan memiliki kadar yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi
oleh jenis ikan, makanan, umur, dan lingkungan. Steffens (2006) melaporkan
adanya perbedaan nilai protein pada setiap spesies ikan. Protein dalam ikan dibagi
menjadi tiga yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma. Ketiga
protein tersebut memiliki sifat yang berbeda, contohnya protein sarkoplasma yang
merupakan sebagai protein larut air. Albumin merupakan salah satu penyusun
dalam protein sarkoplasma yang memiliki peranan penting. Albumin adalah protein
terlarut air yang kaya akan asam aminomisalnya sistein, glutamat, leusin,
tryptophan dan glisin (Peters 1995). Salah satu hal unik yang membuat albumin
banyak dipelajari adalah tidak adanya karbohidrat di dalamnya. Albumin diproduksi
dalam hati yang kemudian disebarkan ke seluruh tubuh. Albumin terdiri dari rantai
polipeptida tunggal dengan berat molekul albumin plasma manusia 66 kDa,
albumin telur 44 kDa dan di dalam daging mamalia 63 kDa (Muray et al. 2003).
Albumin memiliki fungsi penting bagi tubuh organisme.
Albumin sebagian besar bertanggung jawab untuk menjaga tekanan osmotik
normal dalam aliran darah dan berfungsi sebagai pembawa untuk molekul kecil
(termasuk ion, asam lemak, metabolit, obat-obatan, dan hormon) (Peters 1995).
2
Meskipun fungsi albumin penting namun kadar albumin dalam setiap ikan berbeda.
Hal ini disebabkan oleh lingkungan, bentuk tubuh, dan nutrisiyang tersedia.
Albumin selain memiliki fungsi penting bagi tubuh organisme juga memiliki
fungsi bagi kesehatan manusia sehingga banyak dimanfaatkan sebagai produk
farmasi. Ikan merupakan sumber albumin yang baik bagi penderita hipoalbumin
(rendah albumin) dan luka, baik luka pasca operasi maupun luka bakar
(Kusumaningrum et al. 2014). Penemuan ekstrak albumin ikan gabus kemudian
dijadikan alternatif untuk mendapatkan albumin yang lebih murah (Kusumaningrum
et al. 2014).
Ikan gabus dimasyarakat dikenal sebagai penyembuh luka, anti depresi dan
penghilang rasa sakit (Shafri & Manan 2012). Firlianty et al. (2013) menyatakan
bahwa ikan gabus (Channa striata) memiliki kandungan kadar albumin yang tinggi.
Mustafa et al. (2012) menambahkan bahwa albumin pada ikan gabus memiliki
kadar 27,1 mg/mL. Hasnain et al. (2004) menyebutkan bahwa ikan lele Afrika
(Channa ghacua) memiliki berat molekul albumin sekitar 70 kDa. Menurut
penelitian tersebut albumin ikan memiliki ciri khas yang mirip dengan Human
Serum Albumin (HSA) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk nutraseutikal.
Penelitian lain melaporkan bahwa albumin ikan memiliki khasiat bioaktif untuk
kesehatan kulit, antibakteri, antifungi dan penyeimbang agregasi trombosit
(Susilowati et al. 2015). Untuk menjamin ketersediaan albumin secara
berkelanjutan makan eksplorasi albumin dari ikan lain sangat diperlukan.
Rumusan Masalah
Harga serum albumin yang saat ini digunakan dalam bidang medis sangat
mahal. Hal ini mendorong untuk menemukan sumber albumin yang murah dan
banyak tersedia di alam, salah satunya adalah albumin yang berasal dari ikan.
Penelitian tentang albumin dari ikan air tawar maupun ikan air laut masihterbatas.
Ikan gabus saat ini telah dikenal sebagai alternatif sumber albumin. Namun seiring
dengan kebutuhan albumin yang tinggi maka diperlukan alternatif lain selain ikan
gabus. Kandungan protein yang berbeda pada tiap ikan mendorong perlunya metode
identifikasi yang akurat sehingga dapat tepat sasaran dalam penggunaannya salah
satunya dengan metode molekuler menggunakan marka COI. Validasi molekuler ini
diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui spesies yang memiliki kekerabatan
terdekat dengan ikan gabus.
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur Penelitian
profil protein
!
Gambar 1 Diagram alir penelitian
!
5
Tahapan Penelitian
Penentuan Ciri Morfometrik(Brojo 1999)
Karakter morfometrik yang diukur dan karakter meristik yang dihitung
disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2.
Tabel 1Karakter morfometrik ikan
Panjang baku Jarak antara ujung bagian kepala yang paling depan
dengan pelipatan pangkal sirip caudal
Panjang cagak (fork diukur dari ujung kepala yang terdepan sampai
length) ujung bagian luar lekukan cabang sirip ekor
Gambar 2 Berbagai ukuran pada tubuh ikan : panjang total (PT), panjang baku
(PB), panjang cagak (PC), panjang kepala (PK), tinggi badan (TB).
Isolasi dan Ekstraksi DNA
Isolasi DNA menggunakan The Dneasy Blood & Tissue Kit (Qiagen). Proses
dilakukan dengan mengambil sekitar 0,05 mg potongan otot. Jaringan otot
6
Pohon Filogeni
Jarak genetik antar sampel dianalisis menggunakan pairwise distance
dengan metode kimura2-parameter menggunakan program MEGA 5.0, jarak
genetik antar sampel dan outgrup sampel yang diambil dari GenBank juga
dianalisis. Konstruksi pohon filogenetik dibuat berdasarkan jarak genetik yang
7
(w/v). Marker yang digunakan pada penelitian ini adalah marker dengan bobot
molekul 192 kDa (BenchMark™ Protein Ladder, Invitrogen). Pewarnaan yang
dilakukan adalah pewarnaan coomasie brilliant blue. Ekstrak daging dicampurkan
dengan bufer sampel 1:1 (v/v). Sampel sebanyak 5 µL dimasukkan kedalam gel
poliakrilamid. Elektroforesis dijalankan secara konstan pada arus 15 mA dan
voltase 150 volt menggunakan Mini Protein (SCIE PLAST) selama 3 jam.
Elektroforesis berakhir ketika pewarna sampel mencapai batas 0,5 cm dari bagian
bawah gel. Pewarnaan gel menggunakan 0,125% (w/v) coomassie brilliant blue
(CBB). Pewarna yang tidak terikat pada protein dihilangkan (destaining) dengan
merendam gel pada larutan metanol dan asam asetat sehingga gel berwarna bening
atau pita-pita protein yang telah terbentuk terlihat jelas. Zona protein akan
membentuk pita berwarna biru. Pendeteksian bobot molekul dilakukan dengan
mengukur jarak migrasi pada masing-masing pita protein. Pengukuran berat
molekul dilakukan dengan software Photocapt dan luas area pita menggunakan
software imageJ.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Morfometrik
Karakter morfometrik dapat digunakan sebagai ciri taksonomik saat
mengidentifikasi ikan.Setiap spesies ikan memiliki ukuran mutlak berbeda-beda
yang dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, dan lingkungan hidupnya.
Menurut Turan (1998) karakter morfometrik dapt digunakan untuk menduga fase
pertumbuhan ikan.Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap
pertumbuhan ikan. Walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya
dapat berbeda. Oleh karena itu, standar dalam identifikasi ialah ukuran
perbandingannya, seperti jarak antara panjang kepala (PK) dibandingkan dengan
panjang total (PT).
Sampel ikan mas, lele, patin, toman, kakap, baronang, tongkol, tuna dan
tenggiri dalam penelitian ini masing-masing berjumlah tiga ekor. Data morfometrik
ikan yang meliputi berat total, panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi
badan, dan panjang kepala dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel&2&Ukuran&morfologi&dan&bobot&ikan
Kualitas DNA
Kualitas DNA genom dilakukan melalui pengujian terhadap sampel DNA
genom yang dimigrasikan pada chamber elektroforesis menggunakan agarosa 1,2%
pada larutan TAE 1x (Gambar 3). Gambar 3 menunjukkan bahwa ektraksi DNA
berhasil dilakukan, hal ini dapat dilihat dari kualitas DNA pada semua sumur
menunjukkan ketebalan pita DNA. Elektroforesis menunjukkan pita DNA pada
sampel baronang (Sg) lebih tipis dibandingkan dengan pita DNA pada sampel
lainnya. Adanya perbedaan pada ketebalan pita DNA tersebut terjadi karena
perbedaan jumlah konsentrasi DNA hasil ekstraksi, hal ini berarti jumlah
konsentrasi DNA pada sampel lain lebih tinggi dibanding konsetrasi DNA pada
sampel baronang (Sg).
Gambar 3 Kualitas DNA menggunakan agarose 1,2%, gabus (Gab), toman (To),
patin (P), lele (L), (M) mas, tongkol (Tong), tenggiri (Tg), baronang
(Sg), tuna (Tu), kakap (K).
10
750 bp
500 bp
250 bp
Gambar 4 Visualisasi amplifikasi DNA fragmen gen COI, gabus (Gab), toman (To),
patin (P), lele (L), mas (M), tongkol (Tong), tenggiri (Tg), baronang
(Sg), tuna (Tu), kakap (K)
Kekerabatan Spesies
Identifikasi spesies menggunakan Basic Local Alignment Search Tool
nucleotide (BLASTn) (Tabel 3) untuk gen COI menunjukkan bahwa semua sampel
teridentifikasi sebagai dengan tingkat identity (homologi) sebesar 98-100%.
Menurut Hebert et al. (2003), perbedaan jarak genetik kurang atau sama dengan 3%
menunjukkan spesies identik secara molekuler.
Jarak genetik yang dihitung berdasarkan metode Kimura 2-parameter
disajikan pada Tabel 5. Jarak genetik berdasarkan gen COI pada masing-masing
sampel dan referensi sekuen dari GenBank menunjukkan kesesuaian dengan hasil
BLASTn, dengan jarak genetik antara sampel dan referensi sekuen pada sampel
ikan menunjukkan nilai 0-0,025%, sedangkan jarak genetik antar sampel pada
sampel ikan menunjukkan nilai yang berkisar antara 0,100-0,225%. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa jarak antar spesies dan sekuen referensi memiliki nilai yang
11
lebih kecil dibandingkan jarak genetik antar spesies pada masing-masing sampel,
yang artinya sampel dapat diindentifikasikan sebagai spesies referensi contohnya
sampel kode P memiliki jarak genetik 0,000 dengan Pangasius hypothalamus. Hasil
tersebut sesuai dengan hasil BLASTn antara sampel kode P dengan Pangasius
hypophthalmus yang memiliki nilai identity 99%. Nilai jarak genetik (p-distance)
yang semakin besar diantara populasi atau individu maka semakin terisolasi antara
satu dengan lainnya, jarak genetik menunjukan kemungkinan adanya pengaruh
geografis terhadap populasi (Laltanpuii et al. 2014)
Jarak genetik antar sampel yang lebih tinggi menunjukkan bahwa gen COI
efektif untuk identifikasi pada tingkat spesies. COI telah banyak digunakan sebagai
alat identifikasi spesies hewan.Menurut Ward et al. (2005) COI efektif digunakan
sebagai alat identifikasi karena variasi intraspesifik rendah, tetapi memiliki nilai
variasi interspesifik yang tinggi terutama pada taksa yang berdekatan.Semakin besar
jarak genetik antar sampel, maka kesamaan basa nukleotidanya semakin kecil dan
hubungan kekerabatannya semakin jauh (Nugroho & Rahayu 2015). Cawthorn et al.
(2012) juga melaporkan jarak genetik intraspesies ikan komersial yang diteliti di
Afrika Selatan memiliki jarak genetik antara 0%-0,60%, satu genus 0,8-3.24%
berada dalam satu famili sebesar 5,10%-14,5%.
Hasil pensejajaran 10 sekuen sampel ikan dengan sekuen ikan gabus dari
GenBank menghasilkan jumlah situs bervariasi sebanyak 270 situs (34,78%), situs
konservatif sebanyak 440 situs (58,94%) dan situs singleton sebanyak 53 situs
(7,22%). Tabel 4 menunjukkan bahwa situs spesifik yang terdapat pada masing-
masing sampel berbeda jumlahnya. Situs spesifik merupakan situs yang memiliki
satu taksa berbeda (Kauripan et al. 2015). Jumlah situs nukleotida spesifik
terbanyak didapat pada ikan mas, patin, dan lele, masing-masing 9, 9 dan 7 situs.
Hasil dari kadar protein menujukkan hasil tertinggi pada patin dan mas, sedangkan
untuk kadar albumin menunjukkan nilai tertinggi pada ikan patin dan lele. Hasil ini
menunjukkan kemungkinan keterkaitan polomorfisme situs nukleotida dengan
kandungan protein dan juga albumin. Kovyshina & Redneva (2012) melaporkan
bahwa faktor genetik berpengaruh terhadap kadar albumin yang ada pada ikan,
12
kecenderungan faktor genetik dapat dilihat dari jarak genetik dan kekerabatan pada
masing-masing sampel. Hal ini diperkuat jug bahwa ikan patin dan ikan lele yang
memiliki jarak genetik terkecil dibanding yang lainnya juga memiliki kadar albumin
yang tidak berbeda jauh begitu pula dengan karakteristik profil protein albuminnya.
Metcalf et al. (2007) melaporkan bahwa albumin pada ikan lungfish (Neoceratodus
fosteri) memiliki karakterisasi yang sama dengan tetrapod dillihat dari hubungan
kekerabatannya.
Tabel 4 Polimorfisme situs nukleotida spesifik ikan sampel dengan Channa Striata
dari GenBank berdasarkan marka COI
Posisi basa nukleotida
1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4
Lokasi
9 2 2 3 4 6 9 1 2 2 5 8 0 1 2 3 6 8 3 7 7 8
6 0 6 6 2 5 2 6 0 8 9 8 3 8 8 1 9 1 5 1 9 1
Channa striata
(HM345931.1) C A C G C T A A A A A A C C C C A A A A G G
Gab* C A C G C T A A A A A T C C C C A A G A G G
Tom* C A C G C T A A A A A A C C C C A G A A G G
M* C A C T C C A T C A A A C C C C A C A A G G
Tu* C A C G C T A A A A A A C C C C A A A A G G
Sg* T A C G C T A A A A A A C A T C A A A A G G
Tong* C A C G C T A A A A A A C C C C G A A A G G
K* C A T G C T A A A G A A C C C C A A A A G G
Tg* C A C G C T C A A C A A C T C C A A A A G G
L* C A A G T T A A A T C A C C C T A A A A C T
P* C G C G C T A A A A A A T G C C A T A C G G
Posisi basa nukleotida
4 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7
Lokasi
9 0 1 6 8 8 9 2 4 7 8 9 1 1 2 2 2
5 3 6 8 0 6 5 4 3 8 8 6 4 7 1 5 7
Channa striata
(HM345931.1) T T A A C C C G C G C A C A C A G
Gab* T T A A C C C G C A C A T C - - -
Tom* T T A A C C C G C - - - - - - - -
M* T C A G T C T G C A C A T C C A A
Tu* C T A A C C C G C A C A T C C A A
Sg* T T A A C C C G C T C A T C C A A
Tong* T T G A C C C G C A C G T C C G A
K* T T A A C C C G T A C A T C C A A
Tg* T T A A C C C G C A C A T C C A A
L* T T A A C C C G C A C A T C C A A
P* T T A A C T C A C A T A T C A A A
Tabel 5 Jarak genetik metode Kimura 2-parameter sampel ikan pada gen COI
Keterangan :
Tom = toman, P = patin, M = mas, L= lele, Sg = baronang, K =kakap, Tu = tuna, Tg = tenggiri, Tong = tongkol
= jarak genetik antara sampel dan referensi sekuen
14
Pohon Filogeni
Konstruksi pohon filogeni menggunakan 12 sekuen referensi gen COI DNA
mitokondria panjang sekuen antara 650-700bp. Analisis filogeni berdasarkan
metode neighbor-joining dengan model Kimura 2-parameter. Hasil konstruksi
pohon filogeni menunjukkan bahwa analisis dengan neighborjoining semua spesies
membentuk unit yang kohesif dengan masing-masing sekuen referensi
pasangannya.
100 Tu*
100 Tong*
89
Euthynnus affinis (KM055422.1)
100 Tg*
100 Sg*
100 M*
52
Cyprinus carpio (JF915568.1)
100 Gab*
100 Tom*
Channa micropeltes (KM213040.1)
100 P*
Siluriformis 100 L*
Clarias gariepinus(HM345933.1)
Triaenodon obesus
dikatakan stabil jika nilai bootstrap di atas 95% dan dikatakan tidak stabil jika nilai
bootstrap berada di bawah 70%. Sampel dan sekuen referensinya masing-masing
membentuk cabang yang stabil karena memiliki nilai boostrap 100% sehingga dapat
diartikan bahwa setiap pengulangan dari konstruksi pohon filogeni akan
membentuk hasil yang sama.
Kadar Protein
Pengujian kadar protein total dilakukan pada ekstrak daging pada semua
sampel dilakukan dengan menggunakan metode Bradford (1976). Hasil pembacaan
spektrofotometri larutan standar BSA pada metode Bradford menghasilkan kurva
standar dan memiliki persamaan regresi y = 0,051x + 0,193 dengan nilai R2 sebesar
0,998. Pengujian dilakukan terhadap ekstrak kasar masing-masing ikan segar.
Gambar 6 Kadar protein total ikan air tawar dan ikan air laut.
Hasil analisis dari 9 sampel ikan yang terdiri dari masing-masing 5 sampel
ikan air tawar dan 5 ikan air laut menunjukkan kandungan protein berada antara
16,26-23,28 mg/mL. Gambar 6 menunjukkan bahwa protein dari ikan patin
memiliki nilai tertinggi. Menurut David (1962) Pangasius sp. sangat toleran
terhadap salinitas, derajat keasaman (pH) air, keterbatasan oksigen, temperatur juga
polusi. Ikan ini juga merupakan ikan omnivora yang memakan ikan kecil lain,
crustacea dan tanaman. Perbedaan kadar protein dapat disebabkan oleh jenis ikan,
makanan, umur, dan lingkungan. Jenis makanan ikan mempengaruhi kadar protein
pada ikan, seperti pada tongkol, tenggiri dan tuna yang merupakan jenis ikan
pelagis memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan kakap dan baronang yang
merupakan ikan demersal. Menurut Steffens (2006) setiap ikan memiliki perbedaan
nilai protein bergantung dari masing-masing spesiesnya. Putri et al. (2015)
menambahkan kandungan protein yang tinggi pada ikan mempengaruhi kandungan
albuminnya.
16
Kadar Albumin
Pengujian albumin dilakukan pada semua sampel ekstrak daging dengan
analisis bromocresol green (BCG) melalui photometer. Pengujian dilakukan
terhadap ekstrak kasar masing-masing ikan dengan perlakuan segar. Analisis kadar
albumin menunjukkan bahwa konsentrasi albumin antara 10,07-22 mg/mL dengan
kadar albumin tertinggi pada ikan patin (famili: Schilbeidae) dan terendah pada ikan
tuna (famili: Scombridae). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kadar albumin pada
ikan memiliki nilai yang lebih rendah daripada kadar albumin pada mamalia yaitu
sekitar 30-40 mg/ml. Menurut Kovyshina & Rudneva (2012), keragaman
konsentrasi albumin bisa disebabkan oleh karakteristik genetik, ekologi dan biologi
dari habitatnya.
Gambar 7 Kadar albumin pada ekstrak daging segar ikan air laut dan ikan air.
Gul et al. (2011) menunjukkan bahwa kadar albumin pada ikan gabus non
budidaya memiliki nilai 12,9 mg/mL. Sampel rata-rata yang ditemukan memiliki
kadar albumin diatas 10 mg/mL sehingga dari hasil analisis kadar albumin dapat
dikatakan bahwa semua sampel memiliki kadar yang tidak jauh berbeda dengan
ikan gabus.Saat ini gabus di Indonesia sudah dimanfaatkan sebagai obat pasca
operasi (Mustafa et al. 2012). Ikan patin yang memiliki kadar albumin paling tinggi
diantara sampel lainnya yaitu 22 mg/mL. Nilai tersebut melebihi kadar albumin
pada ikan gabus non budidaya. Ikan patin dikenal sebagai ikan omnivora yang
mampu hidup dalam kondisi perairan yang kurang bagus. Ikan tersebut memiliki
17
Ikan patin, toman dan mas memiliki karakteristik yang hampir sama, namun
untuk patin dan ikan mas tidak memiliki berat molekul yang sama dengan HSA,
sedangkan pada ikan toman memiliki berat molekul yang sama pada level albumin
dengan HSA yaitu 69 kDa. Pada ikan patin memiliki fraksi yang tebal pada level
albumin. Menurut Albert et al. (2002), ketebalan pita protein dipengaruhi oleh jenis
sampel dan kadar protein yang berbeda, dengan pita yang lebih tebal diduga
memiliki kadar protein yang tinggi.
(a) (b)
Gambar 8(a) Profil protein ikan tawar lele (L), patin (P), gabus (Gab), toman (To),
(M) mas (b) Profil protein ikan laut tuna (Tu), tenggiri (Tg), tongkol
(Tong), kakap (K), baronang (Sg).
Umumnya semua fraksi hasil pemisahan ini menunjukkan karakteristik
posisi yang hampir sama. Menurut Shamssudin et al.(2011), kesamaan karakteristik
hasil SDS-PAGE mengindikasikan bahwa gen yang memproduksi protein memiliki
kesamaan pada ikan tersebut. Hal ini diperkuat oleh Cek et al. (2007) yang
melaporkan pada tingkat taksonomi studi ikan teleost memiliki banyak persamaan
yang menghubungkan kekerabatan diantaranya.
Hasil SDS PAGE diukur menggunakan aplikasi photocap, menunjukkan pada ikan
tuna dan ikan tongkol memiliki dua pita protein pada berat molekul sekitar 57 kDa.
Kemiripan tersebut dimungkinkan karena kedua ikan memiliki karakteristik yang
sama, ikan pelagis dan berasal dari famili yang sama yaitu Scombridae, sedangkan
pada ikan kakap dan ikan kakap dan ikan baronang yang memiliki berat molekul
yang sama dengan albumin pada manusia, kedua ikan tersebut merupakan ikan
berdaging putih dan merupakan ikan golongan demersal. Menurut Silva et al.
(2015), keberadaan albumin pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal, seperti tingkat salinitas, bentuk tubuh, dan makanan.
Hasil profil protein menunjukkan bahwa setiap pita memiliki ketebalan yang
berbeda. Ketebalan pita protein dipengaruhi oleh jenis sampel dan kadar protein
yang berbeda (Albert et al. 2002). Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari pita
protein menunjukkan kandungan atau volume protein yang mempunyai berat
molekul yang sama yang berada pada posisi pita yang sama.Ketebalan pita dapat
diukur mengunakan ImageJ. Hasil uji regresi statistika menunjukkan hubungan
antara kadar albumin dan ketebalan/ luas area pita mengikuti persamaan regresi y =
6,92E-16+0,788x dengan R2 = 0,62. Berdasarkan tingkat korelasinya maka luas
area pita berpengaruh terhadap kadar albumin ikan.Tabel 7 menunjukkan bahwa
pada ikan patin, kakap dan baronang memilki ketebalan yang paling besar diantara
yang lain, yang artinya kadar albumin dari ikan tersebut diduga memiliki
kandungan yang tinggi.
!
kadar albumin tertinggi terdapat pada ikan patin. Profil protein untuk albumin
menunjukan berat molekul antara 55-66 kDa. Hasil SDS-PAGE menunjukkan
bahwa toman, kakap dan baronang memiliki berat molekul yang mendekati berat
molekul Human Serum Albumin (HSA).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang albumin dari ikan terutama
yang berasal dari Siluformis agar dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai produk
nutraseutikal. Selain hal tersebut perlu juga dilakukan metode untuk dapat
mengindentifikasi albumin secara spesifik salah satunya dengan Western Blot.
Metode ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan ekstrak albumin ikan dengan
kualitas yang sesuai untuk medis perlu dikaji lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Alberts B, Johnsons A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular
Biology of The Cell. New York (USA): Garland Science
Andreeva AM. 2010. Structure of fish serum albumin. Journal of Evolution Biology
and Physiology. 46:135-144.
Asmah R, Sumaiyah S, Nurul SR. 2014. Comparison of protein, total fat and
omega-3 fatty acids content in yellowtail catfish (Pangasius pangasius) and
long tail shad (Hilsa (clupea) macrura) in raw and pressurized fish.
International Food Research Journal. 21(6): 2146-2153.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive mothod for quantification of microgram
quantities of protein utilizing the principle of protein dye binding. Analysis
Biochemistry. 72: 234-254.
Brojo M. 1999. Ciri-ciri morfometrik ikan nila (Oreochromis niloticus) strain
chitralada dan strain gift. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. 6 (2):21-38.
Cawthorn DM, Steinman HA, Witthuhn RC. 2012. DNA barcoding reveals a high
incidence of fish species misrepresentation and substitution on the South
African market. Food Research International. 46 (12):30-40
Cek S, Yilmaz E. 2007. Gonad development and sex ratio of sharptooth catfish
(Clarias gariepinus Burchell, 1822) cultured under laboratory conditions.
Turkish Journal of Zoology. 31: 35-46.
David A. 1962. Brief taxonomic account of the Gangetic Pangasius pangasius
(Ham.) with description of a new sub-species from the Godavari.Proculer.
Indian Academy Science. 34(3), 136-156.
Firlianty, Suprayitno E, Nursyam H, Hardoko, Mustafa A. 2013. Chemical
composition and amino acid profile of channidae collected from Central
Kalimantan, Indonesia. International Journal of Science and Technology.
2(4), 25–29.
21
Gul Y, Gao ZX, Qian XQ, Wang WM. 2011. Haematological and serum
biochemical characterization and comparison of wild and cultured northern
snakehead (Channaargus Cantor, 1842). Journal Application Ichthyology.
27:122–128.
Harahap JP, Soewoto H, Sadikin M, Kurniaty MMV, Wanadi SJ, Retno D, Abadi P
Jusman SWA, Prijanti R. 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta
(ID): Widya Medika.
Herbert PDN, Cywinska A, Ball SL, de Waard JR.2003. Biological identifications
through DNA barcodes. Proceedings of the Royal Society of London Series B
– Biological Sciences. 270: 313–321.
Hollingsworth PM. 2011. Refining the DNA barcode for land plants. Proceedings
of the National Academy of Sciences. 108(49):19451-19452.
Jais Mat AM. 2007. Pharmacognosy and pharmacology of Haruan (Channa
striatus), amedicinal fish with wound healing properties. Review. Boletín
Latino americano y del Caribe dePlantas Medicinales Aromáticas. 6(3): 52–
60.
Kekkonen M, Mutanen M, Kaila L, Nieminen M, Hebert PDN. 2015. Delineating
spesies with DNA barcodes : a case of taxon dependent method performance
in Moths. Plos One Jounal. 10(4):1-32
Kovyrshina TB, Rudneva II. 2012. Comparative study of serum albumin level in
round Gobyneobius Melanostomus form Black sea and Azov sea.
International Journal Advanced Biology. 2:203-208.
Kusumaningrum GA, Alamsyah MA, Masithah ED. 2014. Uji kadar albumin dan
pertumbuhan ikan gabus (Channa striata) dengan kadar protein pakan
komersial yang berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 6(1):25-29
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the head
of bacterophage T4. Nature. 227: 680-685.
Laltanpuii, Kumar NS, Mathai MT. 2014. Molecular and phylogenetic analysis of
the genus Orthetrum (Odonata: Anisoptera: Libellulidae) using mitochondrial
COI gene. Science Vision. 14(3): 152-257
Metcalf VJ, Brennan S, Chambers G, George P. 1998. The albumins of chinook
salmon (Oncorhynchus tshawytscha) and brown trout (Salmotrutta) appear to
lack a propeptide. Archives Biochemical Biophysis. 350:239–244.
Metcalf VJ, Gemmell. 2005. Fatty acid transport in cartilaginous fish : absence of
albumin and possible utilization of lipoproteins. Fish Physiology and
Biochemistry. 31(10) : 55-64.
Metcalf VJ, Peter M, George, Brennan SO. 2007. Lungfish albumin is more similar
to tetrapod than to teleost albumins: purification and characterization of
albumin from the Australian lungfish, Neoceratodus fosteri. Comparative
Biochemistry and Physology Part B. 147: 428-437.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA dan Rodwell VW. 2003. Harper’s illustrated
biochemistry (26th edition). McGraw-Hill Companies, Inc.
Mustafa AS, Widodo MA, Yohanes, Kristanto. 2012. Albumin and zinc content of
snakehead fish (Chana striata) extract and Its role in health. International
Journal of Science and Technology. 1 :1-8.
22
LAMPIRAN
Keterangan :
!
25
!
26
!
27
RIWAYAT HIDUP