Вы находитесь на странице: 1из 71

Clinical Science Session

Internasional Standard for Tuberculosis Care 3rd edition

ISTC edisi 3

Oleh:

Tiya Taslisia 1410311074


Ahmad iqram bin
mohamed sufee al qasasy 1110314003

Preseptor:
dr. Yessy Susanty Sabri, Sp.P (K) FISR
dr. Fenty Anggrainy, Sp.P

BAGIAN PARU

RSUP DR. M. DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) adalah pedoman
penanganan tuberkulosis yang disusun oleh Organisasi Internasional yang peduli
terhadap tuberkulosis yaitu World Health Organization (WHO), Ducth
Tuberculosis Foundation (DTF), American Thoracic Society (ATS), International
Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUTLD), US Center for Diseases
Control and Prevention (CDC) dan Stop TB Partnership.1,2
Program ISTC ini edisi pertama dikeluarkan pada tahun 2006 dan edisi
kedua pada tahun 2009 kemudian 5 tahun setelah yaitu pada tahun 2014.
Perubahan ini tidak merubah prinsip yang dipakai pada edisi sebelumnya, tetapi
edisi ketiga ini merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya yang berfungsi
untuk memudahkan baik untuk tenaga profesi ataupun masyarakat dalam
pendekatan dan penatalaksanaan terhadap masalah – masalah TB yang ada saat
ini.1,2
ISTC telah disepakati oleh IDI dan organisasi profesi yang terkait untuk
diterapkan dalam penanganan tuberkulosis di Indonesia. Meskipun demikian
mengingat keterbatasan dalam hal sarana, prasarana, dan letak geografis serta
belum meratanya sumber daya manusia (SDM) dan masih terdapatnya penyulit
penyakit selain TB yang mengenai para pasien tersebut, maka dalam
pelaksanaannya ISTC ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada
demi kepentingan terbaik pasien. 1,2

Tujuan Internasional Standard untuk Tuberkulosis Care (ISTC) adalah


untuk menggambarkan tingkat perawatan yang diterima secara luas yang harus
diupayakan oleh semua praktisi, sama ada secara publik atau pribadi dalam
mengelola pasien yang memiliki, dicurigai memiliki, atau berada pada peningkatan
risiko mengembangkan tuberkulosis. Standar dimaksudkan untuk mempromosikan
keterlibatan yang efektif dari semua penyedia dalam memberikan perawatan
berkualitas tinggi untuk pasien dalam semua kelompok usia, termasuk mereka
dengan sputum BTA-positif dan sputum BTA-negatif, tuberkulosis

3
ekstrapulmoner, tuberkulosis yang disebabkan oleh organisme Mycobacterium
tuberculosis (M. Tuberculosis) yang resistan terhadap obat, dan tuberkulosis yang
dikombinasikan dengan infeksi HIV dan ko-morbiditas lainnya. 1

Tuberkulois (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


di dunia, diperkirakan sepertiga dari penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Situasi TB didunia semakin memburuk dan
meningkat, menyikapi hal tersebut pada tahun 1993, World Health Organization
(WHO) telah merencanakan TB sebagai Global Emergency. Di Indonesia, TB
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia
merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus
TB BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk.2,3

Sekitar 75 % pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif


secara ekonomis ( 15 – 50 tahun ). 1,2 Penyebab utama meningkatnya masalah TB
antara lain adalah :
- Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti negara –
negara yang kurang berkembang.
- Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh :
- Tidak memadai komitmen politik dan pendanaan.
- Tidak memadainya akses pelayanan TB
- Tidak memadainya tatalaksana kasus.
- Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
- Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara – negara yang
mengalami krsis ekonomi dan pergolakan masyarakat.
- Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan
- Dampak pandemi infeksi HIV

1.2 Tujuan

4
Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang penerapan
“ISTC” sehingga dapat menangani penyakit Tuberkulosis dengan baik sehingga
dapat menekan angka prevalensi serendah mungkin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 International Standard for Tuberculosis Care (ISTC)

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan sebuah


pedoman yang ditujukan untuk memfasilitasi keterlibatan efektif dari seluruh
pemberi pelayanan kesehatan sehingga memberikan pelayanan yang berkualitas
tinggi dengan menggunakan sarana yang terbaik dari seluruh pasien dari berbagai
usia dengan beragam bentuk tuberkulosis (TB). Tujuan dari ISTC ini sendiri yaitu
untuk memberi gambaran penanganan TB yang diterima luas di setiap tingkat
pelayanan, semua praktisi (pemerintah dan swasta), dan harus menggunakannya
dalam menangani pasien yang diduga atau menderita TB, serta penanganan TB
harus sesuai standar agar dapat dipertanggungjawabkan.

ISTC terdiri dari enam standar diagnosis (standar 1-6), tujuh standar untuk
pengobatan (standar 7-13), empat standar untuk penanganan TB dengan infeksi
HIV dan komorbid lain (standar 14-17), serta empat standar untuk pelayanan
kesehatan masyarakat.

2.2 Standar Untuk Diagnosis

STANDAR 1

5
Untuk memastikan diagnosis dini, pemberi pelayanan kesehatan harus
menyadari individu dan kelompok yang beresiko untuk TB dan melakukan
evaluasi klinis yang cepat dan tes diagnostik yang tepat untuk orang dengan gejala
dan temuan yang mengarah kepada TB.

Ringkasan Rasional dan Bukti

Pemberi pelayanan kesehatan harus mengakui bahwa dalam mengevaluasi


orang yang mungkin memiliki TB, mereka berasumsi bahwa fungsi kesehatan
publik yang penting yang memerlukan tingkat tanggung jawab yang tinggi kepada
masyarakat serta untuk masing-masing pasien. Diagnosis dini dan akurat sangat
penting untuk perawatan TB dan kontrol. Meskipun secara dramatis terjadi
peningkatan akses ke pelayanan TB selama dua dekade terakhir, ada bukti
substansial bahwa kegagalan untuk mengidentifikasi kasus secara dini
merupakankelemahan utama dalam upaya untuk memastikan hasil yang optimal
untuk pasien dan untuk mengendalikan penyakit ini. Keterlambatan diagnosis
mengakibatkan transmisi berkelanjutan di masyarakat dan penyakit menjadi lebih
berat secara prugresif pada orang yang terkena.

Ada tiga alasan utama keterlambatan dalam mendiagnosis TB: orang yang
terkena tidak mencari atau tidak memiliki akses ke tempat perawatan; pemberi
pelayanan kesehatan tidak mencurigai penyakit; dan kurang tersedianya
sensitivitas dari tes diagnostik yang paling umum, mikroskopik sputum (atau
spesimen lainnya). Pendekatan untuk mengurangi penundaan ini agak berbeda.
Dalam mengurangi penundaan perawatan orang yang terkena, memerlukan
ketersediaan fasilitas perawatan kesehatan yang mudah diakses, meningkatkan
kesadaran individu dan masyarakat, dan secara aktif penemuan kasus pada semua
populasi risiko tinggi yang sebagian besar di luar lingkup dokumen ini.
Mengurangi keterlambatan pemberi pelayanan kesehatan merupakan pendekatan
terbaik dalam meningkatkan kesadaran dari risiko serta gejala TBC dan tes
diagnostik yang disetujui WHO yang sesuai dan tersedia dalam komunitas
mereka. Rapid molecular test yang meningkatkan kecepatan dan sensitivitas untuk
mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis yang semakin tersedia dan dalam

6
beberapa situasi seperti yang dijelaskan dalam Standar 3, 5, dan 6, merupakan tes
awal yang direkomendasikan untuk diagnostik.

Penyedia umumnya gagal untuk memulai penilaian yang tepat ketika


orang dengan gejala sugestif tuberkulosis, terutama gejala pernafasan. Dalam
pengamatan tertentu, setidaknya dalam studi pada salah seorang wanita kurang
mungkin untuk menerima evaluasi diagnosis yang tepat dibandingkan pada pria.
Harus ada kecurigaan klinis tuberkulosis sebelum pemberi pelayanan kesehatan
yang tepat harus menyadari bahwa dalam mengevaluasi orang yang mungkin
memiliki TBC mereka beranggapan suatu fungsi kesehatan publik yang penting
yang memerlukan tingkat tanggung jawab yang tinggi untuk masyarakat seperti
sebaik terhadap individu pasien. Harusnya ada kecurigaan klinis terhadap TB
sebelum dimintakan untuk melakukan tes standar untuk diagnostik. Kecurigaan
klinis diminta terutama dengan adanya gejala klinis, temuan radiografi sugestif,
dan dengan kesadaran komorbiditas dan keadaan epidemiologi yang

7
meningkatkan risiko tuberkulosis pada seorang individu. Risiko ini dirangkum
dalam pedoman WHO untuk skrining TBC. Kelompok yang rentan seperti orang
yang dengan HIV dan penyakit penyerta lainnya, anak-anak,dan populasi pada
berisiko tinggi seperti tahanan dan orang yang tinggal di tempat yang angka
kejadiannya yang tinggi, perkotaan memerlukan perhatian khusus, bahkan tanpa
adanya gejala yang khas, seperti dicatat kemudian.

STANDAR 2

Semua pasien, termasuk anak-anak, dengan batuk yang tidak diketahui


penyebabnya yang berlangsung dua minggu atau lebih atau dengan temuan lain
yang tidak diketahui penyebabnya pada foto toraks yang mendukung ke arah TB
harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

Ringkasan Rasional dan Bukti

Gejala yang paling umum dilaporkan TB paru adalah batuk terus-menerus,


tapi tidak selalu, lendir yang produktif dan kadang-kadang darah (hemoptisis).
Pada orang dengan TBC batuk ini sering disertai dengan gejala sistemik seperti
demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Selain itu, temuan seperti
limfadenopati konsisten bersamaan dengan TB ekstra paru bersamaan, dapat
dicatat, terutama pada pasien dengan infeksi HIV. Namun, batuk kronis dengan
produksi sputum tidak selalu ada, bahkan di antara orang yang mempunyai BTA
menunjukkan basil tahan asam. Data dari beberapa survei prevalensi TB
menunjukkan bahwa proporsi penting dari orang dengan TB aktif tidak memiliki
batuk dari 2 minggu atau lebih yang secara konvensional telah digunakan untuk
mendefinisikan seseorang yang diduga tuberkulosis. Dalam studi ini 10-25%
pasien dengan TB bakteriologis yang dikonfirmasi tidak melaporkan adanya
batuk. Data ini menunjukkan bahwa evaluasi untuk TB, menggunakan review
gejala yang meliputi, selain batuk dari 2 minggu atau lebih, batuk durasi apapun,
demam, berkeringat di malam hari, atau penurunan berat badan, dapat

8
diindikasikan dalam kelompok berisiko, terutama di daerah di mana ada
prevalensi penyakit yang tinggi dan pada populasi yang tinggi seperti individu
dengan peningkatan kerentanan, seperti orang dengan HIV.

9
Meskipun banyak pasien dengan TB paru memiliki batuk, gejala ini tidak
spesifik untuk TB; itu dapat terjadi dalam berbagai kondisi pernafasan, termasuk
infeksi akut saluran pernapasan, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik. Batuk
dalam durasi 2 minggu atau lebih berfungsi sebagai kriteria untuk mendefinisikan
diduga tuberkulosis dan paling digunakan dalam pedoman nasional dan
internasional, terutama di daerah dengan prevalensi TB sedang sampai tinggi,
sebagai indikasi untuk memulai evaluasi untuk penyakit ini. Dalam sebuah survei
yang dilakukan di layanan kesehatan primer dari 9 negara berpenghasilan rendah
dan menengah dengan prevalensi rendah infeksi HIV, keluhan pernafasan,
termasuk batuk, menyumbangkan rata-rata 18,4% dari gejala yang mendorong
kunjungan ke pusat kesehatan untuk orang yang berumur lebih dari 5 tahun. Dari
kelompok ini, 5% dari pasien secara keseluruhan dikategorikan sebagai mungkin
memiliki TBC karena adanya batuk yang tidak jelas penyebabnya selama lebih
dari 2-3 minggu. Persentase ini bervariasi agak tergantung pada apakah ada
pertanyaan pro-aktif mengenai adanya batuk. Kondisi pernafasan, oleh karena itu,
merupakan sebagian besar dari beban penyakit pada pasien untuk pelayanan
kesehatan primer.

Di negara-negara dengan prevalensi tuberkulosis yang rendah, ada


kemungkinan bahwa batuk kronis terjadi karena kondisi selain TBC. Sebaliknya,
di negara-negara prevalensi tinggi, tuberkulosis akan menjadi salah satu diagnosis
terkemuka untuk mempertimbangkan, bersama-sama dengan kondisi lain, seperti
asma, bronkitis, dan bronkiektasis yang umum di banyak daerah. TB juga harus
dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari pneumonia komunitas, terutama
jika pneumonia gagal untuk menyelesaikan dengan pengobatan antimikroba yang
sesuai. Beberapa fitur telah diidentifikasi yang menyarankan tuberkulosis pada
pasien rawat inap bagi pneumonia komunitas. Keadaan ini dapat ditemukan pada
usia kurang dari 65 tahun, keringat malam, hemoptisis, penurunan berat badan,
paparan tuberkulosis, dan kekeruhan lobus atas pada rontgen dada.

Meskipun mikroskopis sputum (atau spesimen lain) merupakan tes yang


paling banyak tersedia untuk membangun diagnosis mikrobiologis, cara lain yang

10
lebih sensitif untuk mengidentifikasi M. tuberculosis yaitu rapid molecular test,
dengan cepat memperoleh penerimaan sebagai kinerja dan penerapan mereka

11
semakin dimengerti. Tabel 2 menyajikan ringkasan singkat dari kinerja dan bukti
dasar untuk berbagai tes diagnostik untuk tuberkulosis.

Dalam banyak pengaturan pemeriksaan radiografi dada adalah tes awal


yang digunakan untuk orang dengan batuk karena merupakan alat yang berguna
untuk mengidentifikasi orang-orang yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan penyebab kelainan radiografi, termasuk tuberculosis. Demikian,
pemeriksaan radiografi (film, digital imaging, atau fluoroskopi) thorax atau situs
lain yang dicurigai terlibat dapat berfungsi sebagai titik masuk untuk evaluasi
diagnostik TBC. Juga, radiografi dada berguna untuk mengevaluasi orang-orang
yang diduga menderita TB tetapi memiliki BTA negatif dan / atau negatif Xpert
MTB / RIF. Radiografi ini berguna untuk menemukan bukti tuberkulosis paru dan
untuk mengidentifikasi kelainan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk
gejala. Namun, diagnosis TB tidak dapat ditentukan oleh radiografi saja.
Meskipun radiografi dada memiliki sensitivitas yang tinggi untuk TB, spesifisitas
rendah, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Ketergantungan pada radiografi
dada sebagai satu-satunya tes untuk diagnosis TB akan mengakibatkan
overdiagnosis TBC dan melewatkan diagnosa TBC dan penyakit lainnya.
Demikian, penggunaan pemeriksaan radiografi sendiri untuk mendiagnosis TB
tidak dapat diterima.

Sistem skoring pada yang kemungkinan tuberkulosis diestimasi


berdasarkan kriteria radiografi yang spesifik, yang masing-masing diberi nilai
preset, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama seperti penilaian radiografi
yang tidak menggunakan sistem skoring. Sistem skoring tersebut berguna dalam
mengesampinganTB paru, terutama untuk tujuan pengendalian infeksi di rumah
sakit, tetapi spesifisitas yang rendah menghalangi dalam menegakkan
tuberkulosis.

12
Tabel 1

13
Tabel 2
Perfomance of chest radiography as a diagnostic test for tuberculosis

STANDAR 3

Semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TB paru dan


mampu mengeluarkan dahak harus memiliki minimal dua spesimen dahak untuk
pemeriksaan mikroskopis sputum atau spesimen dahak tunggal untuk pemeriksaan

14
Xpert®MTB / RIF * di laboratorium yang telah teruji kualitasnya. Pasien yang
beresiko resistensi obat, yang memiliki risiko HIV, atau yang sakit serius, harus
diperiksa Xpert MTB / RIF dilakukan sebagai uji diagnostik awal. Tes serologi
darah dan interferon-gamma release assay tidak boleh digunakan untuk diagnosis
TB aktif.

Ringkasan Bukti dan Pemikiran

Untuk menegakkan diagnosis TB setiap upaya harus dilakukan untuk


mengidentifikasi agen penyebab penyakit. Diagnosis mikrobiologis hanya dapat
dikonfirmasi dengan kultur M. Tuberkulosis kompleks atau mengidentifikasi
sekuens asam nukleat tertentu dalam spesimen dari tempat penyakit. Karena
direkomendasikan pendekatan mikrobiologi awal untuk diagnosis bervariasi
tergantung pada risiko untuk resistensi obat, kemungkinan infeksi HIV dan tingkat
keparahan penyakit, penilaian klinis harus mengatasi faktor-faktor ini. Saat ini,
WHO merekomendasikan bahwa Xpert MTB / RIF assay harus digunakan
dibandingkan mikroskopik konvensional, kultur, dan DST sebagai uji diagnostik
awal pada orang dewasa dan anak-anak yang diduga menderita MDR TB atau TB
terkait HIV. Meskipun ketersediaan Rapid test molecular meningkat pesat, dalam
prakteknya ada banyak keterbatasan sumber daya dimana Rapid molecular test
tidak tersedia saat ini. Pemeriksaan mikroskopis dahak bernoda layak di hampir
semua pengaturan dan, di daerah prevalensi tinggi, menemukan acidfast basil di
dahak bernoda adalah setara dengan konfirmasi untuk diagnosis. Perlu dicatat
bahwa pada orang dengan sputum infeksi HIV mikroskop kurang sensitif
dibandingkan orang tanpa infeksi HIV; Namun, tingkat kematian lebih besar pada
orang dengan infeksi HIV dengan TB klinis didiagnosis yang memiliki BTA
negatif daripada di antara pasien terinfeksi HIV yang memiliki BTA positif.

Data menunjukkan bahwa kombinasi dari mikroskop sputum dan Xpert


MTB / RIF secara substansial dapat meningkatkan hasil diagnostik. Xpert MTB /
RIF sebagai tes tambahan mengikuti hasil mikroskopi sputum yang negative
memiliki sensitivitas 68% dan spesifisitas 99% dibandingkan dengan kultur.

15
Rekomendasi WHO juga menunjukkan bahwa Xpert MTB / RIF dapat digunakan
sebagai tes awal pada semua pasien jika sumber daya yang tersedia.

Metode yang lebih cepat dalam engidentifikasi pertumbuhan M.


tuberculosis seperti tehnik mikro kultur (MODS) dan agar lapisan tipis memiliki
karakteristik kinerja variabel dan tidak disetujui untuk penggunaan umum oleh
WHO pada saat ini.

Umumnya, itu adalah tanggung jawab dari sistem kesehatan pemerintah


(Program TB Nasional [NTP] atau lainnya) untuk memastikan bahwa pemberi
pelayanan kesehatan dan pasien memiliki akses mudah terjamin ke laboratorium
mikrobiologi diagnostik terjamin. Seperti halnya uji laboratorium sangat penting
bahwa pemeriksaan mikrobiologi TB dilakukan di laboratorium kualitas terjamin.

Kegagalan untuk melakukan evaluasi diagnostik yang tepat sebelum


memulai pengobatan untuk TB berpotensi mengekspos pasien untuk risiko yang
tidak perlu atau pengobatan yang salah dengan tidak ada manfaat. Selain itu,
pendekatan seperti itu dapat menunda diagnosis yang akurat dan pengobatan yang
tepat. Standar ini berlaku untuk orang dewasa,remaja, dan anak-anak. Dengan
instruksi yang tepat dan pengawasan banyak anak-anak lima tahun dan lebih tua
dapat menghasilkan spesimen. Dengan demikian, usia saja tidak cukup menilai
gagal dalam mencoba untuk mendapatkan spesimen dahak dari seorang anak atau
remaja.

STANDARD 4

Untuk semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga memiliki TB extra


paru, spesimen yang sesuai dari bagian tubuh yang dicurigai terlibat harus
diperoleh untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologis. Sebuah uji Xpert MTB

/ RIF pada cairan serebrospinal direkomendasikan sebagai tes mikrobiologi awal


yang lebih disarankan pada orang yang diduga menderita meningitis TB karena
dibutuhkan untuk diagnosis yang cepat.

16
Ringkasan Rasional dan Bukti

Tuberkulosis extra paru (tanpa keterlibatan paru terkait) menyumbang


setidaknya 15-20% dari tuberkulosis pada populasi dengan prevalensi rendah
infeksi HIV. Pada populasi dengan prevalensi tinggi infeksi HIV, proporsi kasus
TB extra paru lebih tinggi . Karena spesimen yang tepat mungkin sulit untuk
didapatkan dari beberapa keadaan, konfirmasi bakteriologi TB extra paru sering
lebih sulit daripada untuk TB paru. Terlepas dari kesulitan, bagaimanapun, prinsip
dasar dengan konfirmasi bakteriologi untuk diagnosis masih harus dipegang.

Secara umum, ada sedikit organisme M. tuberculosis yang ada di ekstra


paru sehingga identifikasi basil tahan asam dengan mikroskop pada spesimen dari
tempat ini kurang sering dan yang lebih penting dilakukan yaitu Rapid molecular
test dan / atau kultur. Pemeriksaan mikroskopik dari cairan pleura pada pleuritis
TB mendeteksi basil tahan asam hanya pada sekitar 5-10% kasus, dan hasil
diagnosis adalah sama rendah dengan meningitis TB meskipun beberapa
penelitian telah melaporkan sensitivitas yang lebih tinggi. Mengingat hasil yang
rendah dari mikroskop, baik pemeriksaan mikrobiologi dan histologis atau sitologi
dari spesimen jaringan, seperti yang dapat diperoleh dengan biopsi pleura terbuka
atau tertutup atau biopsi jarum pada kelenjar getah bening merupakan tes
diagnostik yang penting. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan sensitivitas
yang didapatkan dari Xpert MTB / RIF untuk mendeteksi TB pada cairan
serebrospinal (dibandingkan dengan kultur) adalah 79,5%. Meskipun sensitivitas
tidak optimal, hasil yang didapatkan dengan cepat menjadikan tes ini yang sangat
bermanfaat dan dengan demikian lebih dianjurkan untuk tes awal (walaupun
kultur harus bersamaan dilakukan jika spesimen cukup tersedia). Untuk jaringan
kelenjar getah bening dan aspirasi sensitivitas Xpert MTB / RIF adalah 84,9%
dibandingkan dengan kultur. Dalam cairan pleura sensitivitasnya hanya 43,7%,
jauh lebih besar dari sensitivitas mikroskopik cairan pleura, tapi masih tidak
cukup sensitif untuk digunakan sebagai satu-satunya tes dalam evaluasi efusi
pleura.

Mengingat temuan ini disarankan agar Xpert MTB / RIF dapat digunakan
sebagai pengganti tes mikroskopis konvensional, kultur, dan / atau histopatologi

17
untuk pengujian cairan lavage lambung dan specimens non respiratori yang
spesifik. Namun, pasien yang diduga menderita TB extra paru tetapi dengan hasil

18
Xpert MTB / RIF-negatif tunggal harus menjalani tes diagnostik lebih lanjut, dan
mereka dengan kecurigaan klinis tinggi untuk TB (terutama anak-anak) harus
diperlakukan bahkan jika Xpert MTB / hasil RIF negatif atau jika tes tidak
tersedia. Pada pasien yang memiliki penyakit yang kompatibel dengan
tuberkulosis (paru dan / atau extra paru) yang parah atau mengalami progresivitas
pesat, memulai pengobatan tidak harus ditunda sambil menunggu hasil
pemeriksaan mikrobiologi. Bahkan tes terbaik bisa saja tidak mendeteksi TB
ketika ada basiler yang rendah seperti terjadi pada meningitis TB, pada pasien
dengan infeksi HIV, dan pada anak-anak. Dalam situasi ini atau pada pasien sakit
kritis yang diduga TBC, penilaian klinis mungkin membenarkan pengobatan
empiris sambil menunggu hasil tes akhir, atau bahkan ketika hasil tes negatif.

STANDAR 5

Pada pasien yang diduga menderita TB paru dengan sputum BTA negatif,
uji Xpert MTB / RIF dan / atau kultur dahak harus dilakukan. Di antara pasien
dengan BTA negatif dengan pemeriksaan Xpert MTB / RIF yang negatif namun
memiliki bukti klinis sangat mendukung ke arah TB, pengobatan anti tuberkulosis
harus dimulai setelah pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan kultur.

Ringkasan Bukti dan Pemikiran

Penunjukan "TB sputum BTA-negatif" (sekarang diperluas untuk


mencakup pasien dengan tes Xpert MTB / RIF negatif) menyajikan keulitan
dalam diagnostik. Dalam review sistematis sensitivitas mikroskopik BTA sputum
berkisar antara 31% sampai 69%, dengan demikian, banyak kasus tidak dapat
diidentifikasi dengan hanya pemeriksaan mikroskopik. Namun, mengingat sifat
spesifik dari gejala TBC dan banyaknya penyakit lain yang bisa menjadi penyebab
penyakit pasien, maka penting bahwa pendekatan yang ketat akan diambil dalam
mendiagnosis TB pada pasien, di antaranya setidaknya dua spesimen dahak yang
memadai negatif secara mikroskopik atau satu spesimen negatif oleh Xpert MTB /

19
RIF. Karena pasien dengan infeksi dan tuberkulosis HIV sering memiliki BTA
negatif, dan karena diagnosis banding yang luas, termasuk pneumonia
Pneumocystis jiroveci dan bakteri dan infeksi jamur saluran

20
napas bawah, maka pendekatan sistematis untuk diagnosis sangat penting. Seperti
ditunjukkan dalam Standar 3, orang yang memiliki risiko HIV, atau yang sakit
parah, Xpert MTB / RIF harus dilakukan sebagai uji diagnostik awal.

Hal ini penting untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk pendekatan yang


sistematis, untuk menghindari over diagnosis atau under diagnosis TB, dengan
kebutuhan untuk pengobatan yang tepat pada pasien dengan penyakit yang
berkembang pesat. Over-diagnosis TB saat penyakit memiliki penyebab lain akan
menunda diagnosis dan pengobatan penyakit yang benar, sedangkan di under-
diagnosis akan menyebabkan akibat yang lebih parah pada tuberkulosis, termasuk
kecacatan dan mungkin kematian, serta transmisi berkelanjutan M. tuberculosis .
Perlu dicatat bahwa dalam membuat diagnosis TB BTA-negatif, seorang dokter
yang memutuskan untuk mengobati dengan penuh antituberkulosis kemoterapi
harus melaporkan ini sebagai kasus TB paru BTA-negatif kepada otoritas
kesehatan setempat (seperti yang dijelaskan dalam Standard 21).

Algoritma, termasuk pendekatan yang digunakan secara luas yang


dikembangkan oleh WHO, 94 dapat menyajikan pendekatan sistematis untuk
diagnosis. Kinerja dari algoritma WHO telah variabel dalam kondisi lapangan,
dan ada sedikit informasi atau pengalaman pada pendekatan dasar untuk diagnosis
TB BTA-negatif pada orang dengan infeksi HIV ketika kultur atau Xpert MTB /
RIF tidak tersedia secara rutin.

Ada beberapa poin dari hati-hati tentang penggunaan algoritma untuk


diagnosis TB BTA-negatif. Pertama, penyelesaian semua langkah membutuhkan
banyak waktu; dengan demikian, mungkin tidak sesuai untuk pasien dengan
penyakit yang progresivitasnya pesat. Hal ini terutama berlaku pada pasien
dengan infeksi HIV pada siapa tuberkulosis dan infeksi lainnya mungkin juga
progresif. Kedua, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan
tuberkulosis dapat merespon, setidaknya secara sementara, untuk pengobatan
antimikroba spektrum luas. Jelas respon tersebut merupakan salah satu yang akan
menyebabkan tertundanya diagnosis TB. Fluoroquinolones, khususnya, adalah
bakterisida untuk kompleks M. tuberculosis. Empirik monoterapi fluorokuinolon

21
untuk infeksi saluran pernapasan telah dikaitkan dengan keterlambatan dalam
inisiasi terapi antituberkulosis yang tepat dan terjadinya resistensi terhadap

22
fluoroquinolones. Ketiga, menerapkan semua langkah dalam algoritma mungkin
mahal dan mencegah pasien dalam melanjutkan dengan evaluasi diagnostik.
Mengingat semua kekhawatiran ini, penerapan urutan langkah diagnostik pada
pasien dengan setidaknya dua pemeriksaan dahak spesimen negatif dan / atau satu
tes Xpert MTB / RIF negatif harus dilakukan dengan cara yang fleksibel.
Idealnya, evaluasi TB BTA-negatif harus dipandu oleh pendekatan lokal
divalidasi, sesuai dengan kondisi lokal, dan kebutuhan (keuangan atau sebaliknya)
dari pasien.

Idealnya, jika Xpert MTB / RIF negatif, kultur harus dimasukkan dalam
algoritma untuk mengevaluasi pasien dengan BTA negatif. Sebuah positif Xpert
MTB / RIF akan sangat mengurangi waktu untuk diagnosis dan memulai
pengobatan yang tepat, mungkin menyelamatkan uang serta waktu staf. Kultur
menambahkan signifikansi dari kompleksitas dan biaya tetapi juga meningkatkan
sensitivitas, yang harus menghasilkan deteksi dini pada kasus penyakit.
Umumnya, hasil kultur tidak tersedia sampai setelah keputusan untuk memulai
perawatan harus dibuat, pengobatan dapat dihentikan selanjutnya jika hasil kultur
dari laboratorium terbukti negatif, pasien tidak menanggapi secara klinis, dan
dokter telah dicari bukti lain dalam menegakkan diagnosis banding. Harus
ditegaskan bahwa, untuk pasien sakit parah (terutama pasien dengan infeksi HIV),
keputusan klinis untuk memulai pengobatan sering harus dilakukan tanpa
menunggu hasil kultur. Pasien tersebut dapat meninggal jika perawatan yang tepat
tidak dimulai segera. Sebuah tes molekuler cepat seperti Xpert MTB / RIF,
meskipun kurang sensitif dibandingkan kultur pada media cair (tapi sama dalam
sensitivitas terhadap kultur pada media padat), terutama untuk spesimen BTA-
negatif, memiliki keuntungan yang jelas memberikan hasil yang sangat cepat,
sehingga , memungkinkan perawatan yang tepat secara tepat.

Radiografi dada juga dapat berperan penting dalam evaluasi orang yang
diduga menderita TB yang memiliki BTA negatif. Batuk adalah gejala tidak
spesifik; radiografi dada dapat membantu dalam menentukan penyebab batuk
pada orang dengan mikroskopik dahak negatif. Umumnya, di daerah di mana

23
fasilitas radiografi yang memadai tersedia radiografi dada diperoleh sebagai
pemeriksaan pertama. Menemukan kelainan konsisten dengan TB harus meminta

24
pemeriksaan spesimen sputum. Meskipun radiografi merupakan tambahan yang
berguna dalam mendiagnosis TB, seperti disebutkan di atas, radiografi saja tidak
bisa membangun diagnosis. Namun, dalam kombinasi dengan penilaian klinis,
radiografi dapat memberikan bukti penting untuk diagnosis.

STANDAR 6

Untuk semua anak yang diduga menderita TB intratoraks (yakni paru,


pleura, dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus) , konfirmasi
bakteriologi harus dicari melalui pemeriksaan sekresi saluran pernapasan
(ekspektorasi dahak, dahak hasil induksi, bilas lambung) untuk pemeriksaan
mikroskopik, tes Xpert MTB / RIF, dan / atau kultur.

Ringkasan Bukti dan Pemikiran

Diagnosis TB pada anak bergantung pada evaluasi menyeluruh terhadap


semua bukti yang berasal dari riwayat paparan, pemeriksaan klinis, dan
investigasi terkait lainnya. Meskipun sebagian besar anak-anak dengan
tuberkulosis memiliki keterlibatan paru, mereka umumnya memiliki penyakit
paucibacillary tanpa kavitasi paru jelas tapi sering dengan keterlibatan kelenjar
getah bening intrathoracic. Akibatnya, dibandingkan dengan orang dewasa,
sediaan apus dahak dari anak-anak lebih cenderung negatif. Meskipun konfirmasi
bakteriologi TB pada anak tidak selalu layak, itu harus dicari bila memungkinkan
dengan sputum (atau spesimen lain) pemeriksaan dengan Xpert MTB / RIF,
mikroskopi, dan kultur. Karena banyak anak-anak kurang dari lima tahun tidak
batuk dan menghasilkan sputum efektif, kultur bilasan lambung diperoleh tabung
naso-lambung atau induksi sputum memiliki hasil yang lebih tinggi daripada
sputum spontan. Sebuah percobaan pengobatan dengan obat antituberkulosis tidak
dianjurkan sebagai sarana mendiagnosis TB pada anak-anak. Keputusan untuk
mengobati anak untuk TBC harus dipertimbangkan dengan cermat dan setelah
keputusan dibuat, anak harus diperlakukan dengan terapi penuh. Pendekatan untuk

25
mendiagnosis TB pada anak-anak yang direkomendasikan oleh WHO dirangkum
dalam Tabel 3.

26
Sebagai komponen dari mengevaluasi anak untuk TBC, situasi sosial dan
status gizi anak harus diperhitungkan dan kebutuhan untuk layanan dukungan
yang dinilai. Orang tua atau orang dewasa yang bertanggung jawab harus
diinformasikan mengenai pentingnya pengobatan agar menjadi pendukung
pengobatan yang efektif.

Tabel 3 Pedoman tentang pendekatan untuk mendiagnosis TB pada anak

1. Kewaspadaan terhadap riwayat (termasuk riwayat kontak TB dan gejala


konsisten dengan TB)

2. Pemeriksaan klinis (termasuk penilaian pertumbuhan)

3. Tes kulit tuberkulosis

4. Rontgen toraks jika tersedia


5. konfirmasi bacteriologis bila memungkinkan

6. Investigasi relevan untuk dicurigai TB paru dan diduga TB paru


7. tes HIV

Beberapa ulasan telah meneliti efektivitas berbagai alat diagnostik,sistem


penilaian, dan algoritma untuk mendiagnosis TB pada anak-anak. Banyak dari
pendekatan ini kurang standardisasi dan validasi, dan dengan demikian penerapan
ini terbatas. Meskipun sistem penilaian dan kriteria diagnostik tetap banyak
digunakan dalam diagnosis TB pada anak-anak, validasi telah sulit karena
kurangnya gold standar yang ditetapkan dan dapat diakses. Perkiraan sensitivitas
dan spesifisitas bervariasi, terutama pada populasi dengan koinfeksi HIV yang
tinggi.

27
Pada anak-anak risiko TB meningkat bila ada yang kasus aktif (menular,
BTA positif tuberkulosis) di rumah yang sama, atau ketika anak kekurangan gizi,
terinfeksi HIV, atau telah memiliki campak di beberapa bulan yang lalu. Program
WHO Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), yang secara luas digunakan
dalam fasilitas tingkat pertama pada negara dengan pendapatan rendah dan
menengah menyatakan bahwa tuberkulosis harus dipertimbangkan dalam setiap
anak dengan:

28
 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan atau kegagalan untuk
tumbuh normal;

 Demam yang tidak dapat dijelaskan, terutama ketika terus selama lebih
dari 2 minggu;

 Batuk kronis;

 Paparan dengan orang dewasa yang mungkin atau pasti terinfeksi TBC.

Temuan pada pemeriksaan yang mengarah kepada tuberkulosis meliputi:

 Cairan di salah satu sisi dada (mengurangi masuknya udara, redup pada
perkusi);

 Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri atau abses kelenjar
getah bening, terutama dileher;

 Tanda-tanda meningitis, terutama berkembang dalam beberapa hari dan
cairan serebrospinal mengandung sebagian besar limfosit dan protein
tinggi;

 Perut bengkak, dengan atau tanpa benjolan yang teraba;

 Pembengkakan progresif atau deformitas pada tulang atau sendi, termasuk
tulang belakang.

B. STANDAR UNTUK PENGOBATAN

STANDAR 7

29
Agar tanggung jawab kesehatan masyarakat terpenuhi dan juga tanggung
jawab kepada pasien secara individu maka penyedia layanan kesehatan harus
menyediakan rejimen yang tepat, memonitor kepatuhan pengobatan, dan jika
diperlukan dapat mengatasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan pengobatan
berhenti atau terputus. Untuk memenuhi kewajiban ini maka diperlukan
koordinasi antara pemberi pelayanan kesehatan masyarakat daerah setempat dan
atau agen pelayanan kesehatan lainnya.

Ringkasan rasional dan bukti

Pengobatan efektif tuberkulosis mencegah penularan infeksi yang


berkelanjutan dan pengembangan resistensi obat dan mengembalikan kesehatan

30
pasien. Seperti dijelaskan dalam pendahuluan, intervensi utama untuk mencegah
penyebaran TB di masyarakat adalah deteksi dini pasien dengan TB dan
penyediaan pengobatan yang efektif untuk memastikan obat yang cepat dan
jangka panjang. Akibatnya, pengobatan tuberkulosis tidak hanya masalah
kesehatan individu, misalnya : pengobatan hipertensi atau asma yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Dengan demikian, semua penyedia pelayanan
kesehatan baik RS umum dan RS swasta, yang mengobati pasien dengan TB harus
memiliki pengetahuan untuk meresepkan rejimen pengobatan yang dianjurkan dan
sarana untuk menilai kepatuhan kepada paduan dan untuk mengatasi
ketidakpatuhan untuk memastikan perawatan yang komplit. Program TB Nasional
dan lokal umumnya memiliki cara dengan pendekatan dan alat-alat, termasuk
insentif dan enabler, serta bantuan lainnya guna untuk memastikan kepatuhan
pengobatan terorganisir dengan baik, hal ini dapat ditawarkan untuk penyedia
pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai program. Kegagalan pelayanan
kesehatan untuk memastikan kepatuhan pengobatan sama seperti misalnya,
kegagalan dalam memastikan anak menerima imunisasi lengkap. Masyarakat dan
pasien dapat mengetahui dan yakin bahwa pelayanan kesehatan mengobati
tuberkulosis melakukannya sesuai dengan prinsip dan standar yang baik.

STANDAR 8

Semua pasien yang belum pernah mendapat terapi sebelumnya dan tidak
memiliki risiko resistensi obat dapat diobati dengan rejimen terapi standar WHO
yaitu menggunakan obat yang telah teruji kwalitasnya.Fase awal selama dua bulan
diberikan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Fase lanjutan
diberikan isoniazid dan rifamisin selama 4 bulan. Dosis obat anti tuberkulosis
mengikuti rekomendasi WHO. Pemberian dalam bentuk kombinasi dosis tetap
akan memberikan kemudahan dalam pemberian obat.

31
Ringkasan rasional dan bukti

Sebagian besar uji klinis yang dirancang dengan baik telah memberikan dasar
bukti untuk standar ini dan beberapa rekomendasi pengobatan, berdasarkan studi

32
ini yang telah diulis dalam beberapa tahun terakhir.Semua data ini menunjukkan
bahwa dengan pilihan pengobatan saat ini, rejimen mengandung rifampisin adalah
tulang punggung antituberkulosis kemoterapi dan sangat efektif dalam mengobati
tuberkulosis yang disebabkan oleh obat-obatan yang resistensi M. tuberculosis.
Hal ini juga jelas dari studi ini bahwa durasi minimal pengobatan tuberkulosis
smear- dan / atau kultur bakteri positif adalah enam bulan. Rejimen kurang dari
enam bulan memiliki tingkat kekambuhan sangat tinggi.Dengan demikian, saat ini
waktu standar internasional pengobatan tuberkulosis adalah minimal enam bulan.
Untuk aktu pengobatan enam bulan menjadi lebih efetif maka rejimen harus
menyertakan pirazinamid

Sebuah tinjauan retrospektif dari hasil pengobatan TB pada pasien dengan


infeksi HIV menunjukkan bahwa kekambuhan dapat diminimalkan dengan
menggunakan rejimen yang mengandung rifampisin dengan waktu pengobatan
seluruh enam bulan.Temuan ini dikonfirmasi dalam review sistematis lebih ketat
pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV yang menunjukkan bahwa hasil
yang lebih baik terkait dengan penggunaan sehari-hari dari rifampisin dalam fase
awal pengobatan dan dengan durasi rifampisin dari ≥ 8 bulan. Namun, efek
rifampisin tidak terlihat ketika pasien juga menerima pengobatan antiretroviral.

Ada beberapa variasi dalam frekuensi pemberian obat yang telah terbukti
untuk menghasilkan hasil yang dapat diterima.administrasi intermiten obat
antituberkulosis memungkinkan pengawasan yang akan diberikan lebih efisien
dan ekonomis tanpa pengurangan khasiat, meskipun pemerintahan sehari-hari
memberikan batasan yang lebih besar keselamatan. Bukti efektivitas regimen
intermiten telah ditinjau.ulasan tersebut, berdasarkan beberapa percobaan,
menunjukkan bahwa pengobatan anti tuberkulosis dapat diberikan tiga kali
seminggu sepanjang terapi atau dua kali seminggu di fase lanjutan tanpa
kehilangan jelas efektivitas kecuali di antara orang dengan infeksi HIV
lanjut.Namun, WHO tidak merekomendasikan penggunaan rejimen intermiten dua
kali seminggu karena konsekuensi yang berpotensi besar kehilangan satu dari dua
dosis.

33
Dasar bukti untuk dosis obat antituberkulosis saat ini direkomendasikan
berasal dari percobaan manusia klinis, model hewan, dan studi farmakokinetik

34
dan toksisitas. Bukti pada dosis obat dan keselamatan dan dasar biologis untuk
rekomendasi dosis telah banyak diulas dalam publikasi oleh WHO, ATS, Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), and the Infectious Diseases Society of
America (IDSA)dan lain-lain. Direkomendasikan setiap hari dan tiga kali dosis
mingguan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3
Doses of the first-line antituberculosis drugs in adults and children

35
Pengobatan tuberkulosis dalam situasi klinis khusus seperti penyakit hati,
penyakit ginjal, kehamilan, dan infeksi HIV mungkin memerlukan modifikasi dari
rejimen standar atau perubahan dosis atau frekuensi pemberian obat. Untuk
panduan dalam situasi ini melihat pedoman pengobatan WHO dan ATS / CDC /
IDSA. Dalam percobaan klinis membandingkan kombinasi dosis tetap/fixed-dose
combination (FDC) dari isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid dengan
regimen obat yang sama diberikan sebagai pil terpisah, tidak ada perbedaan di
hasil pengobatan atau efek samping. Namun, karena FDC mengurangi jumlah pil
diminum setiap hari pada fase intensif pengobatan 9-16 3-4, kenyamanan pasien
meningkat dan potensi kesalahan pengobatan menurun.

36
STANDAR 9

Pendekatan pengobatan dengan prinsip keutamaan pasien sebaiknya


diterapkan untuk seluruh pasien agar terjadi kepatuhan berobat, meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi penderitaan. Pendekatan ini sebaiknya
berdasarkan kepada apa yang dibutuhkan pasien dan juga atas dasar saling
menghormati antara pasien dan pemberi layanan kesehatan.

Ringkasan rasional dan bukti

Pendekatan yang dijelaskan dalam standar ini dirancang untuk mendorong dan
memfasilitasi kemitraan yang positif antara pelayan kesehatan dan pasien, bekerja
sama untuk meningkatkan kepatuhan. Kepatuhan terhadap pengobatan adalah
faktor penting dalam menentukan keberhasilan pengobatan.Sebuah hasil yang
sukses dari pengobatan tuberkulosis, dengan asumsi rejimen obat yang sesuai
yang diresepkan, tergantung pada kepatuhan pasien terhadap rejimen.Mencapai
kepatuhan bukanlah tugas yang mudah, baik untuk pasien atau penyedia.Rejimen
obatAntituberkulosis, seperti dijelaskan di atas, terdiri dari beberapa obat yang
diberikan selama minimal enam bulan, sering ketika pasien merasa baik (kecuali,
mungkin, untuk efek samping dari obat).Umumnya, perawatan semacam ini tidak
konsisten dengan latar belakang pasien budaya, sistem kepercayaan, dan keadaan
hidup.Akibatnya, tidak mengherankan bahwa, tanpa dukungan perawatan yang
tepat, proporsi yang signifikan dari pasien dengan TB tidak melanjutkan
pengobatan sebelum menyelesaikan durasi direncanakan atau tidak menentu
dalam mengambil obat.Namun, kegagalan untuk menyelesaikan pengobatan
tuberkulosis dapat menyebabkan infektivitas berkepanjangan, hasil yang buruk,
dan resistensi obat.

Kepatuhan adalah fenomena multi-dimensi ditentukan oleh interaksi dari


beberapa faktor.Dalam review sistematis penelitian kualitatif pada kepatuhan
pasien terhadap pengobatan TBC, delapan tema utama yang diidentifikasi di
seluruh studi Ulasan (Tabel 6). Tema ini kemudian lebih disempurnakan menjadi
empat berinteraksi faktor yang mempengaruhi kepatuhan: faktor struktural

37
termasuk kemiskinan dan diskriminasi gender, konteks sosial, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor personal. Dari sintesis ini dapat disimpulkan bahwa

38
sekelompok faktor ini cenderung untuk meningkatkan kepatuhan pasien.Ini
tercantum dalam Tabel 7.Meskipun bukti sebaliknya, ada kecenderungan luas
untuk fokus pada faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien sebagai
penyebab utama ketidakpatuhan.penelitian sosiologis dan perilaku selama 40
tahun terakhir telah menunjukkan bahwa pasien perlu didukung, bukan
menyalahkan. Kurang perhatian dibayar untuk penyedia dan kesehatan sistem
terkait faktor.Beberapa studi telah mengevaluasi berbagai intervensi untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap terapi tuberkulosis. Di antara intervensi
dievaluasi, DOT telah dihasilkan perdebatan yang paling dan
kontroversi.Keuntungan utama dari DOT adalah bahwa pengobatan dilakukan
sepenuhnya di bawah dekat, pengawasan langsung.Ini menyediakan sebuah
penilaian yang akurat dari tingkat kepatuhan dan jaminan yang lebih besar bahwa
obat benar-benar telah tertelan.Ketika individu kedua langsung mengamati pasien
menelan obat ada kepastian yang lebih besar bahwa pasien benar-benar menerima
obat yang diresepkan.Juga, karena ada kontak dekat antara pasien dan pendukung
pengobatan, efek samping obat dan komplikasi lainnya dapat dikenali dengan
cepat dan dikelola dengan tepat dan kebutuhan untuk dukungan sosial tambahan
dapat diidentifikasi. Selain itu, manajemen kasus tersebut juga dapat berfungsi
untuk mengidentifikasidan membantu dalam mengatasi masalah-masalah lain
segudang dialami oleh pasien dengan TB seperti kurang gizi, perumahan yang
buruk, dan hilangnya penghasilan, untuk beberapa nama.

Penggunaan eksklusif DOT berbasis fasilitas kesehatan dapat berhubungan


dengan kerugian yang harus diperhitungkan dalam merancang pendekatan
berpusat pada pasien. Misalnya, kelemahan ini mungkin termasuk hilangnya
pendapatan dan waktu, stigma dan diskriminasi, penderitaan fisik, dan kesulitan
perjalanan, faktor-faktor yang dapat memiliki efek penting pada
kepatuhan.Idealnya campuran fleksibel fasilitas-kesehatan dan DOT berbasis
masyarakat, sering dengan anggota keluarga yang melayani sebagai pendukung
pengobatan, harus tersedia. Dalam review sistematis Cochrane dari bukti dari
enam percobaan terkontrol yang membandingkan DOT dengan terapi diberikan
diri, penulis menemukan bahwa pasien dialokasikan untuk DOT dan mereka
dialokasikan untuk terapi dikelola sendiri memiliki tingkat kesembuhan yang

39
sama dan tingkat kesembuhan ditambah selesai pengobatan. Mereka
menyimpulkan bahwa pengamatan langsung menelan obat tidak meningkatkan
hasil. Yang lebih sistematis terbaru mencapai kesimpulan yang sama. Sebaliknya,
penilaian program di beberapa negara telah menemukan DOT terkait dengan
kesembuhan yang tinggi dan pengobatan selesai. Kemungkinan bahwa
inkonsistensi ini karena fakta bahwa studi utama sering tidak dapat memisahkan
efek DOT saja dari DOTS secara keseluruhan strategi.

Intervensi selain DOT bantuan rekan juga menjanjikan (misalnya,


menggunakan pasien sembuh), motivasi pasien berulang, dan pelatihan staf dan
motivasi, semua telah ditunjukkan untuk meningkatkan kepatuhan secara
signifikan. Selain itu, kepatuhan dapat ditingkatkan dengan penyediaan perawatan
primer lebih komprehensif (seperti yang dijelaskan dalam Manajemen Terpadu
Remaja dan Penyakit Dewasa), serta oleh penyediaan layanan khusus seperti
substitusi opiat untuk pengguna narkoba suntikan. Menyediakan setiap pasien
dengan salinan versi pendek PCTC dalam bahasa mereka juga dapat berfungsi
untuk meningkatkan kepatuhan.tinjauan sistematis dan pengalaman program
ekstensif menunjukkan bahwa tidak ada pendekatan tunggal untuk manajemen
kasus yang efektif untuk semua pasien, kondisi, dan pengaturan. Akibatnya,
intervensi yang menargetkan kepatuhan harus disesuaikan atau disesuaikan
dengan situasi tertentu dan konteks budaya dari pasien yang diberikan.Pendekatan
seperti harus dikembangkan dalam konser dengan pasien untuk mencapai
kepatuhan optimal.berpusat pada pasien, pendekatan ini individual untuk
dukungan pengobatan saat ini merupakan elemen inti dari semua upaya perawatan
TB dan kontrol. Penting untuk dicatat bahwa langkah-langkah dukungan
pengobatan, dan bukan rejimen pengobatan sendiri, harus individual untuk
memenuhi kebutuhan unik dari pasien.teknologi mobile dapat menyediakan
sarana menerapkan "remote DOT" bentuk pengawasan. Sebagian besar petugas
kesehatan dan banyak pasien bahkan negara-negara termiskin yang akrab dengan
teknologi ponsel dan banyak menggunakannya secara teratur dalam kehidupan
sehari-hari mereka.pesan suara, atau mungkin di pengingat video yang masa
depan, dapat berfungsi baik untuk mendukung pengobatan dan untuk memantau
efek samping obat. Selain satu-satu dukungan untuk pasien yang dirawat untuk

40
TB, dukungan masyarakat juga penting dalam menciptakan lingkungan terapeutik
dan mengurangi stigma. Tidak hanya harus masyarakat berharap bahwa
pengobatan yang optimal untuk TB disediakan, tapi, juga, masyarakat harus
berperan dalam mempromosikan kondisi yang memfasilitasi dan membantu
memastikan bahwa pasien akan mematuhi rejimen yang ditentukan. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan TB mungkin menimbulkan
bencanabiaya dalam mencari diagnosis dan pengobatan yang tepat.asuransi
kesehatan, hibah cacat, dan skema perlindungan sosial lainnya tersedia di banyak
negara, meskipun mereka mungkin tidak mencakup seluruh penduduk. Orang
dengan TB mungkin memenuhi persyaratan untuk dukungan keuangan melalui
skema seperti itu, tapi mungkin tidak menyadari mereka atau memiliki
kemampuan untuk mengaksesnya. Penyedia layanan kesehatan harus membantu
pasien untuk mengakses skema yang ada, termasuk bantuan dengan prosedur
administrasi, mengeluarkan sertifikat sakit, dll.

STANDAR 10

Respons pengobatan pada pasien TB paru (termasuk pasien yang didiagnosis


dengan menggunakan tes molekular cepat) harus dimonitor pada saat
menyelesaikan tahap awal pengobatan (dua bulan) dengan menggunakan
pemeriksaan mikroskopi sputum.Jika hasilnya positif pada akhir fase awal
pengobatan maka dilakukan pemeriksaan sputum ulangan pada akhir bulan ketiga,
dan jika masih positif, maka pemeriksaan sensitifitas obat secara molekuler cepat
(lin strapulmonal dan pada anak-anak, respons terapi terbaik adalah berdasarkan
klinis e probe assay atau Xpert MTb/RIF) harus dilakukan.Pada pasien dengan TB
ek pasien

Ringkasan rasional dan bukti

Pemantauan pasien dan pengawasan pengobatan dua fungsi yang


terpisah.pemantauan pasien perlu untuk mengevaluasi respon dari penyakit untuk

41
pengobatan dan untuk mengidentifikasi efek samping obat. Untuk menilai respon
pengobatan tuberkulosis paru, metode yang paling cepat adalah sputum BTA.
Idealnya, di mana laboratorium kualitas terjamin yang tersedia, kultur dahak,

42
usapan, harus dilakukan untuk pemantauan tes molekuler, termasuk Xpert MTB /
RIF, tidak cocok untuk pemantauan pasien karena tes ini mendeteksi DNA sisa
dari basil non-layak. Namun, Xpert MTB / RIF berguna untuk mendeteksi
resistensi rifampisin pada pasien yang tetap BTA positif setelah 3 bulan atau lebih
pengobatan. Pasien yang diagnosis TB dikonfirmasi oleh Xpert MTB / RIF dan
yang telah organisme rentan rifampisin harus dipantau selama pengobatan dengan
sputum BTA. Untuk pasien ini, mikroskop harus dilakukan pada penyelesaian
fase intensif pengobatan lima bulan pengobatan dan pada akhir pengobatan sesuai
pedoman WHO. Pasien dengan TB dan resistensi rifampicin dikonfirmasi oleh
Xpert MTB / RIF dan disesuaikan pada pengobatan TB MDR harus dipantau
dahak dan kultur. Jika sumber daya memungkinkan, kultur bulanan selama
pengobatan dianjurkan.

Sekitar 80% pasien dengan sputum TB paru BTA positif harus memiliki
apusan negatif dahak pada saat tahap awal pengobatan (2 bulan terapi). Pasien
yang tetap BTA positif memerlukan perhatian khusus. BTA positif pada akhir fase
awal pengobatan harus memicu penilaian kepatuhan pasien dan reevaluasi-hati
untuk menentukan apakah kondisi co-morbid, terutama infeksi HIV atau bentuk
lain dari imunosupresi dan diabetes mellitus, yang hadir yang mungkin
mengganggu dengan respon terhadap pengobatan. Namun, BTA positif pada saat
penyelesaian tahap awal bukan merupakan indikasi untuk memperpanjang fase
pengobatan.Jika BTA positif bulan dua, pemeriksaan BTA harus diulang pada
bulan tiga. Memiliki BTA positif setelah selesai tiga bulan pengobatan
meningkatkan kemungkinan resistensi obat dan Xpert MTB / RIF, kultur, dan tes
kerentanan terhadap obat harus dilakukan di laboratorium kualitas terjamin.

Radiografi dada mungkin merupakan tambahan yang berguna dalam menilai


respon terhadap pengobatan, tetapi bukan pengganti untuk evaluasi mikrobiologis.
Demikian pula, penilaian klinis dapat diandalkan dan meragukan dalam
pemantauan pasien dengan TB paru terutama pada kondisi co-morbid yang dapat
mengacaukan penilaian klinis. Namun, pada pasien dengan TB ekstra paru dan
pada anak-anak, evaluasi klinis mungkin satu-satunya cara yang tersedia untuk
menilai respon terhadap pengobatan.

43
STANDAR 11

Penilaian kemungkinan adanya resistensi obat, berdasarkan anamnesis riwayat


pengobatan, kasus terpajan dengan sumber yang kemungkinan memiliki resistensi
obat, dan prevalensi komunitas resisten obat (bila diketahui), harus dilakukan
pada seluruh pasien.Tes kepekaan obat harus dilakukan pada awal pengobatan
terhadap seluruh pasien dengan risiko resistensi obat.

Pasien dengan sputum masih tetap positif pada akhir bulan ketiga pengobatan,
pasien dengan gagal pengobatan, pasien yang tidak terlacak (putus pengobatan),
atau kambuh harus selalu dicurigai sebagai resisten obat. Pada pasien yang seperti
ini, maka Xpert MTB/RIF merupakan tes diagnostik awal Jika terdeteksi resisten
Rifampisin, maka kultur dan tes kepekaan harus segera dilakukan untuk isoniazid,
florokuinolon, dan obat-obat injeksi lini kedua. Konseling dan edukasi pasien
serta pemberian terapi empiris lini kedua harus diberikan sesegera mungkin untuk
meminimalisir kemungkinan penyebaran. Langkah-langkah pengendalian infeksi
yang tepat harus diterapkan

Ringkasan rasional dan bukti

Resistensi obat sebagian besar disebabkan oleh ketidak patuhan pasien dan
menjadi penyebab tidak optimal pengobatan dan putus obat. Manifestasi klinis
yang umum muncul karena resistensi obat adalah : kegagalan untuk memberikan
suport pengobatan yang efektif dan menjamin kepatuhan, rejimen obat yang tidak
memadai, menambahkan obat baru tunggal apabila terdapat kegagalan dari
rejimen pengobatan dan kegagalan untuk mengenali resistensi obat yang ada.

STANDAR 12

Pasien dengan atau kemungkinan besar mengidap tuberculosis yang


disebabkan oleh organisme yang resisten obat (terutama MDR/XDR) harus

44
diterapi dengan menggunakan rejimen obat anti tuberculosis lini kedua yang
terjamin efektifitasnya Dosis obat anti tuberculosis ini sesuai dengan rekomendasi
WHO. Pemilihan rejimen dapat yang telah terstandar baku atau berdasarkan
kecurigaan atau berdasarkan pola kepekaan obat. Sekurang-kurangnya lima obat –
pirazinamid dan empat obat lainnya yang diketahui atau diperkirakan masih peka

45
termasuk obat injeksi- harus digunakan dalam 6-8 bulan fase intensif dan
sekurang-kurangnya tiga obat yang diketahui atau diperkirakan masih peka harus
digunakan dalam fase lanjutan. Pengobatan diberikan dalam 18-24 bulan setelah
terjadi konversi kultur. Penilaian berfokus pada pasien, termasuk observasi
pengobatan, dibutuhkan agar patuh berobat. Konsultasi kepada spesialis yang
berpengalaman menangani pasien TB MDR/XDR harus dilakukan

Ringkasan rasional dan bukti

Uji coba random pengobatan terkontrol untuk MDR/XDR TB adalah kultur


dan obat OAT lini kedua. Ada tiga pilihan strategis untuk pengobatan MDR/XDR
TB : standarisasi, empiris dan pengobatan individual. Pilihan antara tiga
pendekatan harus didasarkan pada ketersediaan obat lini kedua dan DST, sejarah
penggunaan obat lini kedua dan resistensi pola obat. Prinsip dasar dalam
pengobatan penggunaan setidaknya empat obat dengan baik, pemberian obat
setidaknya enam hari seminggu, dosis obat yang ditentukan dengan berat badan
pasien, penggunaan obat suntik (aminoglikosida atau kapreomisin) selama 6-8
bulan, durasi pengobatan sekitar 20 bulan dan berpusat pada pasien DOT seluruh
program perawatan.

STANDAR 13

Suatu sistem pencatatan yang sistematis dan mudah diakses meliputi obat-
obatan yang diberikan, respons bakteriologis, hasil akhir pengobatan, dan adanya
efek samping obat, harus dilaksanakan untuk setiap pasien.

Ringkasan rasional dan bukti

Pencatatan dan pelaporan data merupakan komponen penting dari perawatan


pasien dengan TB dan untuk mengkontrol penyakitnya. Pencatatan dan pelaporan

46
diperlukan untuk memantau TB baik dari tingkat global, nasional, dan daerah,
memantau progres dalam pengobatan dan kualitas perawatan untuk pasien,
menjamin kelangsungan ketika pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan,
untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program, untuk
mendukung advokasi dan pendanaan yang adekuat pada program kontrol TB.

47
Apabila data berkualitas tinggi, keberhasilan dapat didokumentasikan dan
tindakan korektif maka dapat diambil untuk mengatasi masalah yang
diiidentifikasi.

Banyak manfaat yang jelas apabila setiap pasien mendapatkan sistem


pencatatan terpelihara dengan baik. Namun, ketika sistematis dievaluasi sering
terlihat bahwa hanya sebagian kecil pasien telah berhasil menyelesaikan
pengobatan dengan rejimen penuh. Pencatatan dan pelaporan sistem
memungkinkan ditargetkan untuk tindak lanjut identifikasi pasien yang gagal
dalam terapi. Hal ini juga membantu dalalm memfasilitasi kesinambungan
perawatan khususnya dalam sistem pengaturan (misalnya : Rumah Sakit Pusat).
Sebuah catatan yang baik dari obat yang diberikan, hasil dari pemeriksaan smear,
kultur, rontgen dada dan catatan kemajuan perbaikan klinis, efek samping dan
kepatuhan akan menunjang peningkatan monitoring dan perawatan dengan standar
yang tinggi.

C. STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV


DAN KONDISI KOMORBID LAIN

STANDAR 14

Tes HIV dan konseling harus diberikan pada semua pasien dengan atau masih
suspek memilki tuberkulosis,kecuali terdapat konfirmasi hasil tes negatif pada dua
bulan sebelumnya. Karena terdapat hubungan yang dekat anatara TB dengan
infeksi HIV, sehingga pendekatan terintegrasi untuk mencegah, diagnosis dan
tatalaksana tuberkulosis dan HIV direkomendasikan pada daerah yang memiliki
prevalensi HIV yang tinggi. Tes HIV merupakan suatu manajemen khusus untuk
pasien yang berada pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi pada poplasi
umum, pada pasien dengan gejala dan atau tanda dari suatu kondisi yang berkaitan
dengan infeksi HIV dan pasien yang memiliki riwayat sugestif dengan resiko
tinggi terkena HIV .

48
TBC sangat terkait dengan infeksi HIV dan diperkirakan menyebabkan lebih
dariseperempat kematian di antara orang dengan HIV. Infeksi HIV meningkatkan
kemungkinan perkembangan dari infeksi M. Tuberculosisuntuk TB aktif.

49
Meskipun di negara prevalensi HIV yang rendah beberapa pasien tuberkulosis
memiliki hubungan cukup kuat untuk terinfeksi HIV, sehingga konseling dan tes
HIV harus selalu dilakukan. Di negara-negara yang memiliki prevalensi tinggi
infeksi HIV, diperlukan pemberian kotrimoksazoluntuk pencegahan infeksi
oportunistik di antara dugaankasus TB. Studi tuberkulosis terpadu dan layanan
HIV telah menunjukkan bahwa perawatanterpadu yang memfasilitasi deteksi dini

dan pengobatan yang tepat untuk tuberkulosis mengakibatkan


penguranganmortalitas dan perawatan .

STANDAR 15

Pada orang dengan infeksi HIV dan TB yang memiliki imunosupresi yang
sangat berat (hitung CD4 <50sel/mm3), ART harus diinisisikan dalam 2 mkngu
saat tatalaksana untuk tb akan dimulai, kecuali terdapat menigitis tb. Untuk semua
pasien dengan HIV dan TB, tanpa memerhatikan hitung CD4, terapi anti retriviral
harus diinisiasikan dalam 8 minggu saat tatalaksana untuk TB akan dimulai.
Pasien dengan TB dan infeksi HIV juga seharusnya mendapatkan kotrimoksazol
sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.

Ringkasan rasional dan bukti

Bukti tentang efektivitas pengobatan tuberkulosis pada pasien dengan HIV


koinfeksidibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki infeksi HIV telah
ditinjau secara ekstensifulasan ini menunjukkan bahwa, secara umum, hasil

pengobatan tuberkulosis adalah yang terinfeksi HIV dan non-terinfeksi


HIVkematian lebih besar pada yang terinfeksi HIV. Tarif yang lebih besar di
antara pasien dengan infeksi HIV, mungkin karena sebagian besar
komplikasiinfeksi HIV. Rejimen pengobatan tuberkulosis yang sebagian besar
sama untuk terinfeksi HIV dan pasien non-terinfeksi HIV; Namun, hasilnya lebih

50
baik jika rifampisindigunakan di seluruh dan pengobatan diberikan setiap hari
setidaknya di fase intensif. Pada pasien dengan TB terkait HIV, mengobati
tuberkulosis adalah prioritas pertama.Dalam pengaturan infeksi HIV lanjut, TB
yang tidak diobati dapat berkembang dan cepat mati. ART dapat menyelamatkan
nyawa pasien dengan infeksi HIV lanjut. Oleh karena itu, semua

51
pasientuberkulosis dan infeksi HIV harus menerima terapi antiretroviralsedini
mungkin terlepas dari hitung CD4.Dengan terapi ART terdapat hasil pengurangan
luar biasa dalam mortalitas dan morbiditas terkait AIDS,dan sangat meningkatkan
kelangsungan hidup dan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV.ART dimulai 2
minggu dibandingkan dengan 8 minggu setelah inisiasi tuberkulosispengobatan
pada pasien dengan imunosupresi berat (jumlah CD4 median dari 25sel / mm3)
0,232 Dengan demikian, bukti dari percobaan ini menunjukkan bahwa ART harus
dimulaidalam waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB untuk pasien
dengan jumlah CD4 kurangdari 50 sel / mm3 dan sedini mungkin dalam waktu 8
minggu untuk yang lain HIV-positif TB. Perhatian harus diberikan untuk inisiasi
dini ART di HIV-positifmeningitis TB karena hubungannya dengan tingkat
kejadian yang tidak dikehendaki yang lebih tinggi daripada peristiwa dengan
inisiasi ART 2 bulan setelah dimulainya pengobatan tuberkulosis.

Ada beberapa isu penting terkait dengan terapi bersamaan untuk TBdan
infeksi HIV yang harus dipertimbangkan. Ini termasuk profil toksisitas yang
tumpang tindih untukobat yang digunakan, interaksi obat-obat (terutama dengan
rifampisin dan protease inhibitor),Potensi masalah dengan kepatuhan terhadap
beberapa obat, dan pemulihan kekebalan, dan reaksi inflamasi Ada beberapa
interaksi obat tuberkulosis dan obat nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NRTI).Pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV juga harus menerima
kotrimoksazol (trimetoprim-sulfametoksazol)sebagai profilaksis untuk infeksi
lainnya. Beberapa studi telah menunjukkanmanfaat profilaksis kotrimoksazol, dan
intervensi ini saat dianjurkanoleh WHO sebagai bagian dari Tpaket manajemen
TB.

STANDAR 16

Orang dengan infeksi HIV, setelah evaluasi yang ketat, tidak memiliki TB
harus di tatalaksana untuk dugaan infeksi TB laten , yaitu dengan isoniazid
sekurangnya 6 bulan.

52
Ringkasan rasional dan bukti

Identifikasi awal dari gejala yang konsisten dengan TB diikuti oleh tes
diagnostik cepat dan pengobatan yang tepat penyakit antara orang yang hidup
dengan HIVmeningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup.
Dengan demikian, skrining untuk gejala antara orangdengan infeksi HIV sangat
penting untuk mengidentifikasi kedua kasus tuberkulosis dan orang-orang
yangharus menerima terapi pencegahan isoniazid. Sebuah tinjauan sistematis
komprehensifdan meta-analisis ditemukan bahwa tidak adanya empat gejala:
batuk saat, keringat malam,demam, atau penurunan berat badan diidentifikasi
subset besar ODHA yang sangat tidak mungkin untuk memiliki TB aktif. Semua
orang dengan infeksi HIV harus secara teratur diperiksa untuk TBC menggunakan
algoritma klinis dengan empat gejala: batuk saat, keringat malam, demam
ataupenurunan berat badan, pada setiap kunjungan ke fasilitas kesehatan atau
kontak dengan petugas perawatan kesehatan. ODHA yang melaporkan salah satu
dari gejala harus dievaluasi untuk tuberkulosis danpenyakit lainnya. Demikian
pula, anak-anak yang hidup dengan HIV yang memiliki salah satu dari gejala
berikut miskin, berat badan, demam, batuk saat ini, atau riwayat kontak dengan
seseorang yangtelah didiagnosis TBC menular harus dievaluasi untuk tuberkulosis
dan kondisi lainnya.

Evaluasi diagnostik untuk tuberkulosis harus dilakukan sesuai dengan


pedoman nasionaldan internasional. Dalam pengaturan HIV-lazim, Xpert MTB /
RIF harus digunakan sebagai Tes awal. ODHA yang tidak memiliki salah satu dari
empat gejala skrining dikutipdi atas atau riwayat kontak dengan seseorang yang
memiliki TB menular tidak mungkin untukmemiliki TB aktif (nilai prediksi
negatif 97,7%, 95% CI 97,4-98,0) dan, karena itu,adalah kandidat untuk
IPT.Isoniazid, diberikan kepada ODHA ang telah diekslusi dapat mengurangi
risikoTBC sekitar 33% dibandingkan dengan placebo.Efek pelindungberkurang
dengan waktu setelah pengobatan, tetapi dapat bertahan selama 2-3 tahun.
Setelahtidak termasuk TB aktif, isoniazid (sekitar 5 mg / kg / hari, 300 mg / hari
maksimumuntuk orang dewasa dan 10 mg / kg / hari sampai 300 mg / hari untuk
anak-anak) harus diberikan untukorang dengan infeksi HIV yang diketahui

53
memiliki infeksi TB laten atau yang memilikikontak dengan kasus tuberkulosis
menular.

STANDAR 17

Semua pelayanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan untuk kondisi


komorbid dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi respon pengobatan TB
atau hasil dan mengidentifikasi pelayanan tambahan yang dapat mendukung hasil
yang optimal untuk setiap pasien. Pelayanan ini harus disatukan menjadi suatu
perencanaan pelayanan individu yang termasuk didalamnya penilaian dan rujukan
untuk tatalaksana penyakit lainnya. Perhatian khusus harus dilakukan untuk
penyakit atau kondisi yang telah diketahui akan mempengaruhi hasil pengobatan,
contohnya diabetes melitus, obat-obatan dan penyalahgunaan alkohol, kurang gizi
dan merokok. Rujukan ke pelayanan psikososial atau ke pelayanan untuk antenatal
atau perawatan bayi seharusnya dilakukan.

Ringkasan rasional dan bukti

Selain lokasi, keparahan, dan tingkat tuberkulosis, sejumlah faktor laindapat


mempengaruhi respon dan hasil pengobatan. Faktor-faktor ini termasuk penyakit
komorbid (seperti diabetes mellitus), masalah psikososial, dan hambatan sosial
ekonomi untukpengobatan selesai. Dalam bekerja dengan pasien untuk mengobati
tuberkulosis, penyedia harusmenilai dan mengatasi kontribusi faktor lainnya untuk
memastikan bahwa ada kesempatan terbesarpenyembuhan. Mengatasi kondisi co-
morbid terkait dengan tuberkulosis dapatmenurunkan standar pengobatan,
mencegah resistensi obat, dan mengurangi kegagalan pengobatan
dankematian.Ada beberapa kondisi yang merupakan faktor risiko TBC atau yang
umumpada pasien dengan penyakit. Hal ini dapat mempengaruhi hasil
pengobatan.Ini termasuk HIV (dibahas sebelumnya), gangguan imunosupresif
lainnya, diabetesmellitus, malnutrisi, alkoholisme, penyalahgunaan zat lainnya,
dan penggunaan tembakau. Dokter mengevaluasi kondisi co-morbid relevan

54
dengan respon pengobatan TB. Ini harus diberikan secara gratis kepada
pasien.Karena prevalensi DM meningkat, sehingga diabetes mellitus adalah
perhatian utama. DM dapat meningkatakan tiga kali lipat risiko tuberkulosis dan

55
dapat meningkatkan keparahan tuberkulosis.Sebaliknya, TBC dapat memperburuk
kontrol glukosa darah pada orang dengan diabetes.

TBC harus dipertimbangkan pada penderita diabetes, dan begitu sebaliknya


TB. Individu dengan kedua kondisi membutuhkan manajemen klinisuntuk
memastikan bahwa perawatan yang optimal disediakan untuk kedua penyakit.
Rejimen pengobatan TB yang sama harus diresepkan untuk pasien dengan
diabetes. Namun, karena potensi untuk konsentrasi rifampisinberkurang,
pengamatan yang cermat dari respon klinis sangat penting. Bila
memungkinkan,pasien dengan TB harus diskrining untuk diabetes pada awal
pengobatan mereka.Manajemen diabetes pada pasien dengan TB harus disediakan
sesuaidengan guidelines.Hidup bersama penyakit paru-paru non-infeksi, seperti
penyakit paru obstruktif kronik(PPOK), dapat meningkatkan risiko tuberkulosis
dan menyulitkan manajemen. kedua klinisdan penilaian radiografi respon dapat
dikacaukan oleh berdampingan penyakit paru-paru.Tuberkulosis juga berisiko
untuk COPD dan mungkin menjadi kontributor utama untuk masalah ini

Kekurangan makro dan mikronutrien, keduanya merupakan penyebab dan


konsekuensi darituberkulosis dan karena itu sangat umum pada saat diagnosis
TB.Semua pasien TB harus memiliki penilaian gizi termasukberat dan tinggi
untuk menentukan indeks massa tubuh. Perawatan giziharus disediakan sesuai
dengan status gizi pasien sejalandengan pedoman perawatan gizi bagi penderita
TBC. Gizidukungan, misalnya paket makanan, harus dipertimbangkan untuk
pasienyang tidak memiliki sarana keuangan untuk memenuhi kebutuhan gizi
merekaselama pengobatan tuberkulosis.Faktor sosial juga mungkin penting dalam
mempengaruhi respon pengobatandan hasil, dan intervensi harus dipertimbangkan
untuk mengurangi merekadampak. Tunawisma, isolasi sosial, migrasi untuk
bekerja, riwayatpenahanan, dan pengangguran semuanya telah disebut sebagai
hambatan untuk pengobatankepatuhan dan faktor risiko perlakuan hasil buruk.
Dengan memberikan pasien dengan rujukan ke layanan yang dapat diakses untuk
kondisi co-morbid dari setiapjenis, penyedia meningkatkan peluang mereka untuk
menyembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin dan memberikan kontribusiuntuk
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dari masyarakat.

56
Hal ini diakui bahwa tidak semua layanan yang diperlukan saat ini tersedia di
daerah yang paling membutuhkan dukungan ini. Sejauh layanan ini tersedia, harus
dimanfaatkan sepenuhnyauntuk mendukung perawatan pasien tuberkulosis. Jika
tidak tersedia, berencana untuk meningkatkankapasitas yang relevan harus
dimasukkan ke dalam strategi pengendaliantuberkulosislokal, regional, dan
nasional.Penyakit lain dan perawatan, perawatan terutama imunosupresif seperti
kortikosteroid dan tumor necrosis factor (TNF) inhibitor alpha, meningkatkan
risiko tuberkulosis dan dapat mengubah fitur klinis dari penyakit. Dokter yang
merawat pasiendengan penyakit atau mengambil obat yang mengubah respon
kekebalan tubuh harus menyadaripeningkatan risiko tuberkulosis dan waspada
untuk gejala yang mungkin mengindikasikan kehadiran tuberkulosis. Pengobatan
pencegahan isoniazid dapat dipertimbangkan untuk pasien tersebut jikaTB aktif
terekslusi.

D. STANDAR UNTUK PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT


STANDAR 18

Semua pelayanan seharusnya memastikan orang-orang yang berkontak dekat


dengan pasien yang terinfeksi TB dievaluasi dan di tatalaksana sesuai dengan
rekomendasi internasional, kontak yang merupakan prioritas tertinggi adalah :

- Orang-orang dengan gejala yang sugestif tb

- Anak-anak usia di bawah 5 tahun

- Kontak yang diketahui atau suspek imunokompromais

- Kontak dengan pasien dengan MDR/XDR TB

Ringkasan rasional dan bukti

57
Penentuan prioritas untuk penyelidikan kontak didasarkan pada kemungkinan
bahwa kontak tersebut 1) telah terdiagnosis tuberkulosis; 2) berisiko tinggi
terkena tuberkulosis jikaterinfeksi; 3) berisiko mengalami TB berat jika penyakit
ini berkembang; dan 4) pada risiko tinggiyang telah erinfeksi oleh kasus indeks.
Risiko tertular infeksi M.TB berkorelasi dengan intensitas dan durasi paparan
seseorang dengan infeksiTBC, umumnya disebut kasus indeks. Kontak adalah
setiap orang yang telahterkena kasus indeks. Umumnya kontak dibagi menjadi

58
dua kelompok, rumah tanggadan non-rumah tangga. Seseorang yang berbagi
ruang hidup tertutup yang sama untuk satu malamataulebih, atau untuk waktu
yang sering atau beberapa hari dengan kasus indeks selama3 bulan sebelum
dimulainya episode pengobatan saat ini, didefinisikan sebagaikontak rumah
tangga. kontak non-rumah tangga juga berbagi ruang tertutup, sepertipertemuan
sosial tempat, tempat kerja, atau fasilitas, untuk waktu yang lama selama hari
dengankasus indeks selama 3 bulan sebelum dimulainya episode pengobatan saat
inidan dengan demikian juga berada pada risiko mengalami infeksi yang didapat
dengan M. tuberculosis. Penyelidikan kontakdianggap sebagai kegiatan yang
penting, baik untuk menemukan orang dengan sebelumnyatuberkulosis terdeteksi
dan orang yang adalah kandidat untuk pengobatan infeksi TB laten. Kurangnya
staf yang memadai dan sumber daya di banyak daerah membuat penyelidikan
kontak adalah tugas yang menantang.

Manfaat utama dari penyelidikan kontak untuk kontak dari MDR kasus index /
XDR adalah deteksi awalTB aktif yang harus menghasilkan penurunan transmisi
organisme MDR / XDR. Dalam review sistematis, lebih dari 50% dari kontak
dengan TB aktifmemiliki profil kerentanan terhadap obat yang sesuai dengan
kasus indeks. Namun, tidak ada rekomendasi saat ini untuk pengobatan infeksi
laten yang diduga organisme MDR / XDR

STANDAR 19

Anak-anak usia <5 tahun dan orang-orang pada semua umur dengan
infeksi HIV yng memiliki kontak dekat dengan orang yangbterinfeksi tuberkulosis
dan yang setelah evaluasi ketat tidak memiliki tuberkulosis aktif, seharusnya
dilakukan tatalaksana untuk mencegah adanya infeksi TB laten dengan isoniazid
minimal 6 bulan.

Ringkasan rasional dan bukti

59
Anak-anak (terutama yang berusia di bawah lima tahun) adalah kelompok
rentan karenakemungkinan tinggi dari infeksi laten menjadi TB aktif. Anak-anak
terutama jika sangat muda, juga lebih mungkin untuk berkembangnya TB yang
berat seperti meningitis TB. Untuk alasan ini disarankan bahwa, setelah TBC

60
aktifdikecualikan, anak-anak di bawah usia lima tahun yang tinggal di rumah yang
samasebagai pasien TB BTA positif dahak harus ditangani dengan isoniazid, 10
mg /kg / hari (hingga maksimum 300 mg), selama 6 bulan dengan anggapan
bahwa mereka telahterinfeksi oleh kasus indeks. Skrining anak untuk TB aktif
dapatdicapai dengan riwayat medis yang cermat dan pemeriksaan fisik. Demikian
juga, ODHA sangat rentan untuk mengembangkan TB jika terinfeksi dan, dengan
demikian,harus dievaluasi cermat untuk kehadiran TB aktif. Orang dengan
HIVinfeksi harus dievaluasi dan diobati seperti yang dijelaskan dalam Standar 16,
Monitoring dan evaluasi IPT sebagai intervensi program harus dilakukan seperti
yang dijelaskan dalamRekomendasi Investigasi Kontak Penyandang Infeksi
Tuberkulosis dinegara berpenghasilan rendah dan menengah.

Pada anak usia<5 tahun dan ODHA, tes kulit tuberkulin danuji pelepasan
interferon-gamma dapat digunakan untuk mengidentifikasi mereka pada
peningkatan risiko untukTB aktif dan yang karena itu adalah prioritas utama untuk
pengobatan Infeksi sekali TB aktif adalah excluded. Karena manfaat kesehatan
masyarakat pengobatanuntuk infeksi TBlaten, selain untuk anak-anak dan ODHA,
di negaraberpenghasilan rendah dan menengahtidak terbukti, itu tidak dianjurkan
sebagai pendekatan programatik. Namun, sebagai bagian dari perawatan untuk
individu dengan faktor risiko TB yang terpapar dengan TBC menular, dokter
dapat memilih untuk menguji untuk infeksi latendengan tes tuberkulin kulit atau
interferon-gamma release assay dan, jika hasilnya positifdan TBC aktif
dieksklusikan, diberikan pengobatan untuk infeksi TB laten sebagai intervensi
pencegahan

STANDAR 20

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan peduli terhadap pasien yang memiliki


atau suspek memiliki infeksi tuberkulosis seharusnya mengembangkan dan
mengimplemenasikan suatu rencana kontrol infeksi TB untuk meminimalisirkan
kemungkinan transmisi M. Tuberculosis ke pasien dan petugas kesehatan.

61
Ringkasan rasional dan bukti

M. tuberculosis tersebar hampir sebagiann besar melalui udara, dengan


demikian, tindakan sederhana berbagi udaradengan orang yang memiliki TB
menular dapat menyebabkan penularan infeksi.Ada sejumlah wabah
terdokumentasi dengan baik termasuk tuberkulosis MDRdantuberkulosis XDR
yang telah terjadi di fasilitas perawatan kesehatan.Pengendalian infeksi untuk TB
terdiri dari kegiatan manajerial ditingkat fasilitas dan kategoritiga tindakan
pengendaliantermasuk kontroladministratif (yang paling penting), kontrol
lingkungan,dan penggunaan respirator (masker khusus yang dirancang untuk
melindungipemakai).

Kontrol manajerial: kegiatan manajerial Fasilitas tingkat


merupakankerangka kerja untuk menyiapkan dan melaksanakan dua kategori
lainnyakontrol dan harus mencakup sebagai berikut: identifikasi dan
penguatanbadan koordinasi lokal; pengembangan rencana fasilitas (termasuk
manusiasumber) untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi; dan kebijakan
danprosedur untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah pengendalian. Sebagai
tambahan,kebijakan yang meminimalkan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan, baik untuk pasien rawat inap dan rawat jalan,harus dikembangkan dan
diimplementasikan. Komunitas pendekatan untuk menyediakan perawatan
untukorang dengan, atau diduga telah, tuberkulosis harus ditekankan sebagai
saranamengurangi kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan tindakan pengendalian sebagai sebuah kelompok mengurangi


penularan M. Tuberculosis dalam fasilitas perawatan kesehatan. Namun, di
fasilitas perawatan kesehatan, kontrol administratifharus dilaksanakan sebagai
prioritas pertama karena mereka telah terbukti menjadi yang paling penting dalam
mengurangi penularan tuberkulosis. Akibatnya, semua fasilitas,publik dan swasta,
merawat pasien dengan, atau yang diduga memiliki, TBC menularharus
menerapkan set langkah-langkah dengan cara yang paling cocok dengan
kondisiyang berlaku di fasilitas, program khususnya lokal, iklim, dan
kondisisosial ekonomi. Misalnya, persyaratan pengendalian infeksi akan kurang

62
dalam program yang mengelolakebanyakan pasien dengan TB di masyarakat
dibandingkan dengan program-program yang secara rutinmemanfaatkan rawat

63
inap. Intervensi harus konsisten dengan dan melengkapi upaya pengendalian
infeksi umum secara keseluruhan dan, khususnya, upaya tersebut menargetkan
lainnya udarainfeksi.

Kontrol administratif: Ada beberapa kontrol administratif yang layak di


semuapengaturan itu, diambil bersama-sama, dapat diprediksi untuk
meminimalkan kemungkinan penularanterjadi dalam tindakan-tindakan di

fasilitas administratif. Termasuk skrining yang cermat dan identifikasi awal pasien
dengan, atau diduga memiliki, tuberkulosis dan memisahkan merekadari pasien
lain, terutama dari pasien yang sangat rentan terhadap TBC.Pengorganisasian
aliran pasien melalui bagian dari fasilitas, misalnya, identifikasi cepatbatuk
pasien, penggunaan sistematis masker bedah untuk batuk pasien, dan
mengarahkanpasien ini jauh dari daerah tunggu ramai (fast-tracking) dapat
meminimalkan potensiuntuk eksposur dan transmisi. Pemisahan pasien yang
diduga menderita tuberkulosisakan menurunkan risiko untuk pasien lain dan akan
memungkinkan petugas kesehatan untuk mengambil tindakan pencegahanyang
tepat. Pasien dengan infeksi HIV dan bentuk lain dari imunosupresi, harus secara
fisik dipisahkan dari pasien yang diduga atau telah dikonfirmasiTBC menular.
Pasien yang memiliki atau berisiko memiliki MDR TBharus dipisahkan dari
pasien lain, termasuk pasien lain dengantuberkulosis.Pasien diajarkan etiket batuk
yang tepat akanberfungsi untuk mengurangi penyebaran aerosol menular.
Pengumpulan Prompt sputum spesimen untuk mikroskopi atau evaluasi

mikrobiologi lainnyamerupakan langkah penting dalam pengendalian infeksi. Di


daerah yang ada prevalensi tinggi resistensi obat, kerentanan obat cepat / resisten
pengujian akan memungkinkan identifikasi dan treatment yang tepat. Penundaan
diagnostik dapatdiminimalkan dengan menggunakan tes molekuler cepat
(termasuk tes kerentanan obat cepat),dengan mengurangi waktu penyelesaian
laboratorium untuk pemeriksaan dahak, dan dengan melaksanakaninvestigasi
diagnostik secara paralel bukan urutan.

64
Semua petugas kesehatan harus diberikan informasi yang tepat dan
didorong untuk menjalaniskrining rutin untuk TB dan tes HIV dan konseling.
Mereka yang terinfeksi HIV harus diberikan layanan pencegahan dan perawatan
yang tepat. Petugas kesehatan denganInfeksi HIV tidak harus bekerja di daerah di

65
mana paparan TB yang kemungkinan tidak diobati dan terutama tidak harus
merawat pasien dengan MDR dan XDR TBC,atau dalam pengaturan di mana
resistensi obat mungkin terjadi.Pekerja tersebut harus disediakan dengan
pekerjaandi daerah risiko yang lebih rendah.

Kontrol lingkungan: Pilihan kontrol lingkungan sangat ditentukan


olehdesain bangunan dan penggunaan yang dimaksudkan, detail konstruksi, iklim
lokal dan kondisisosial ekonomi, dan sumber daya yang tersedia. Ventilasi yang
efektif merupakan prioritas tinggi.Ventilasi efektif mengurangi jumlah partikel
menular di udara dan mungkindicapai dengan ventilasi alami dalam beberapa
pengaturan, oleh ventilasi alami dan mekanik campuran,dan dengan sistem
ventilasi mekanis. Manfaat yang jelas dari ventilasi alami sebagaipendekatan
untuk pengendalian infeksi adalah yang dapat diterapkan untuk semua daerah
yang memiliki jendela danpintu yang terbuka.Dalam pengaturan di mana ventilasi
alami yang optimal tidak dapat dicapai, baikditempatkan dan terlindung ruang atas
ultraviolet kuman perlengkapan iradiasi harus dipertimbangkansebagai kontrol
pelengkap. Ini mungkin sangat berguna di iklim dingin di manaventilasi luar
ruangan .

Dispossable Particulate Respirator (masker): Respirator partikulat


melindungi orangmemakai perangkat dengan menyaring partikel keluar dari udara
terinspirasi yang memenuhiatau melebihi . Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit / Lembaga Nasional untuk KeselamatanLayanan dan Kesehatan (CDC /
NIOSH) memberikan sertifikat untuk masker N95 atau CE- masker bersertifikat
standar FFP2 (filter Setidaknya 95% dari partikel udara ≥ 0,3 m dengan diameter)
harus dipakai oleh penyedia layanan kesehatandi daerah di mana risiko penularan
tinggi setelah training. Semua pasien TB harus dipikirkan untuk menderita
resisten obat.

STANDAR 21

66
Semua penyedia layanan harus melaporkan baik kasus baru maupun TB
yang berulang dan hasil pengobatannya ke otoritas kesehatan masyarakan
lokalsesuai dengan persyaratan hukum dan kebijakan yang berlaku.

67
Ringkasan rasional dan bukti

Pelaporan kasus tuberkulosis dengan program pengendalian TB lokal


adalah suatu fungsi kesehatan masyarakat yang penting dan di banyak negara
secara hukum diamanatkan.Idealnya, desain sistem pelaporan, didukung oleh
kerangka hukum, harusmampu menerima dan mengintegrasikan data dari
beberapa sumber termasuklaboratorium dan lembaga perawatan kesehatan, serta
dari individupraktisi.Sistem pelaporan yang efektif yang mencakup semua
penyedia memungkinkan tekadefektivitas keseluruhan program pengendalian TB,
darikebutuhan sumber daya, dan distribusi yang benar dan dinamika
penyakitdalam populasi secara keseluruhan, bukan hanya penduduk yang dilayani
olehprogram pengendalian TB pemerintah. Di sebagian besar negara, TBCadalah
penyakit yang harusdilaporkan. Sistem seperti ini berguna tidak hanya untuk
memantau kemajuandan hasil pengobatan pasien individu, tetapi juga untuk
mengevaluasi keseluruhankinerja program pengendalian TB di tingkat lokal,
nasional, dantingkat global, dan untuk menunjukkan kelemahan program.

Sebuah rekaman dan pelaporan sistem diperbarui secara teratur


memungkinkan untuk ditargetkan, individualtindak lanjut untuk membantu pasien
yang tidak membuat kemajuan yang memadai (misalnya, terapi gagal). Sistem ini
juga memungkinkan untuk evaluasi kinerja praktisi, rumah sakitatau lembaga,
sistem kesehatan setempat, dan negara secara keseluruhan. Sistem pencatatandan
pelaporan menjamin akuntabilitas.Fungsi penting tambahan dari pencatatan dan
pelaporan sistem untuk mengidentifikasi serius. Efek samping yang dihasilkan
dari antituberkulosis drugs.Pengawasan ini sangatpenting sebagai obat baru dan
rejimen diperkenalkan. Dalam kedua rekomendasi WHO dan CDCmengenai
penggunaan bedaquiline, sangat disarankan bahwa adapengawasan dan pelaporan
yang merugikan events.Pengalaman klinis dengan berkelanjutanobat terbatas,
tetapi karena kebutuhan mendesak untuk obat baru untuk mengobati MDR
TB,bedaquiline dirilis untuk digunakan dalam kondisi tertentu. Ada banyak
contohefek samping yang serius dari obat yang iidentifikasi oleh surveilans pasca-
pemasaran (fase IVstudi). Demikian pula ada sedikit informasi yang sistematis
tentang efek yang merugikan dari banyakobat dan rejimen yang digunakan dalam

68
mengobati MDR TB, sehingga pharmacovigilance penting dalam kelompok
ini juga.

Meskipun, pada pelaporan satu tangan untuk otoritas kesehatan


masyarakat sangat penting, di sisi laintangan itu juga penting bahwa
kerahasiaan pasien dipertahankan. Dengan demikian, pelaporan harusikuti
saluran yang telah ditetapkan dengan menggunakan prosedur standar yang
menjamin bahwa hanya berwenang orang melihat informasi. Perlindungan
tersebut harus dikembangkan oleh lokal danprogram pengendalian TB
nasional untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien.
BAB III

KESIMPULAN

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) adalah pedoman


untuk penanganan tuberkulosis yang disusun oleh Organisasi Internasional yang
peduli terhadap tuberculosis, yang berfungsi untuk menjelaskan ke semua
kalangan baik praktisi, pemerintah dan swasta, dalam penanganan dan
perawatan tuberkulosis serta memfasilitasi hubungan kerjasama yang efektif
antar provider dalam memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien TB :

 Semua usia
 BTA positif atau negatif
 Ekstra paru
 MDR/XDR
 Ko – infeksi TB – HIV

ISTC berisi 21 standar yang terdiri dari :

 Standar diagnosis (standar 1-6)


 Standar terapi / pengobatan (standar 7-13)
 Standar Penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain
(standar 14-17)
 Standar kesehatan masyarakat (standard 18-21)

70
DAFTAR PUSTAKA

1. International Standard for Tuberculosis Care (ISTC), Eds 3, 2014


2. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis di Indonesia 2011.
Jakarta, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011
3. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Parofisiologi Konsep Klis Prose – Proses
Penyakit Eds 6. Jakarta, EGC, 2005 : Vol 2 852 – 862

71

Вам также может понравиться

  • CRS Tinea Korporis
    CRS Tinea Korporis
    Документ44 страницы
    CRS Tinea Korporis
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Kelainan Kongenital
    Kelainan Kongenital
    Документ14 страниц
    Kelainan Kongenital
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Abnormal Labour CRS Fifi Agung Ivan
    Abnormal Labour CRS Fifi Agung Ivan
    Документ81 страница
    Abnormal Labour CRS Fifi Agung Ivan
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Crs Stemi Kelompok 1 Jantung-1
    Crs Stemi Kelompok 1 Jantung-1
    Документ25 страниц
    Crs Stemi Kelompok 1 Jantung-1
    Sri Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Promosi Kesehatan
    Promosi Kesehatan
    Документ11 страниц
    Promosi Kesehatan
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • CSS Distosia-Padang Panjang
    CSS Distosia-Padang Panjang
    Документ36 страниц
    CSS Distosia-Padang Panjang
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Omaomeomsk 2
    Omaomeomsk 2
    Документ27 страниц
    Omaomeomsk 2
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • GC Ca Mame
    GC Ca Mame
    Документ42 страницы
    GC Ca Mame
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • CRS Tinea ALAI Fix
    CRS Tinea ALAI Fix
    Документ24 страницы
    CRS Tinea ALAI Fix
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Omaomeomsk 2
    Omaomeomsk 2
    Документ27 страниц
    Omaomeomsk 2
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Materi TB
    Materi TB
    Документ25 страниц
    Materi TB
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Sindrom Perilaku
    Sindrom Perilaku
    Документ60 страниц
    Sindrom Perilaku
    wayanlinas
    Оценок пока нет
  • GC Ca Mame
    GC Ca Mame
    Документ42 страницы
    GC Ca Mame
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • S1 2014 297344 Conclusion PDF
    S1 2014 297344 Conclusion PDF
    Документ3 страницы
    S1 2014 297344 Conclusion PDF
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Документ7 страниц
    Presentation 2
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Torch Fifi
    Torch Fifi
    Документ32 страницы
    Torch Fifi
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Abnormal Labour FIFI
    Abnormal Labour FIFI
    Документ40 страниц
    Abnormal Labour FIFI
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Документ7 страниц
    Presentation 2
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Metode DNA
    Metode DNA
    Документ3 страницы
    Metode DNA
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • ABSES HEPAR Referat
    ABSES HEPAR Referat
    Документ31 страница
    ABSES HEPAR Referat
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Patofisiologi Gagal Ginjal Akut: GGA Prerenal
    Patofisiologi Gagal Ginjal Akut: GGA Prerenal
    Документ6 страниц
    Patofisiologi Gagal Ginjal Akut: GGA Prerenal
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Sindrom Perilaku - 2
    Sindrom Perilaku - 2
    Документ37 страниц
    Sindrom Perilaku - 2
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Jurnal
    Jurnal
    Документ8 страниц
    Jurnal
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Mte Anisometropia DG Kesimpulan
    Mte Anisometropia DG Kesimpulan
    Документ25 страниц
    Mte Anisometropia DG Kesimpulan
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • KP 4.3.3.2a Bahann Makanan Minangkabau Dan Pengolahannya
    KP 4.3.3.2a Bahann Makanan Minangkabau Dan Pengolahannya
    Документ26 страниц
    KP 4.3.3.2a Bahann Makanan Minangkabau Dan Pengolahannya
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Bahan Tutorial Minggu 1
    Bahan Tutorial Minggu 1
    Документ22 страницы
    Bahan Tutorial Minggu 1
    Rahma Afifah
    Оценок пока нет
  • Panduan KK Blok 4.2 - 2017
    Panduan KK Blok 4.2 - 2017
    Документ37 страниц
    Panduan KK Blok 4.2 - 2017
    Adila Hanna
    Оценок пока нет
  • Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam
    Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam
    Документ16 страниц
    Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam
    whitelily
    Оценок пока нет
  • GANGGUAN KESADARAN Power Point
    GANGGUAN KESADARAN Power Point
    Документ48 страниц
    GANGGUAN KESADARAN Power Point
    Nurdaily Moslem
    Оценок пока нет