Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA
OLEH :
PEMBIMBING :
Kandidiasis adalah infeksi jamur tersering pada manusia. Di Amerika Serikat, 80 juta
penduduk menderita gangguan kesehatan yang disebabkan Candida. Kandidiasis terjadi di
seluruh dunia dan menyerang segala usia, baik laki-laki maupun wanita, tetapi data menunjukkan
70% penderitanya adalah wanita. Di Indonesia, dialaporkan 84%penderita AIDS yang dirawat di
RSCM juga menderita kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur oportunistik candida
albicans.2
Candida merupakan jamur komensal yang antara lain hidup dalam rongga mulut, saluran
pencernaan, dan vagina. Akan tetapi, jika keseimbangan flora normal seseorang terganggu
atatupun pertahanan imunnya menurun, maka sifat komensal candida ini d ini dapat berubah
menjadi pathogen. Beberpaa spesies antara lain C. albicans, C. stellatoidea, dan C. tropicalis
yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Dari beberapa spesies tersebut, C. albicans
dianggap sebagai spesies paling pathogen dan menjadi penyebab utama terjadinya kandidiasis.2,5
A. Definisi
Kandidiasis (kandidosis) adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronkus dan paru, kadang-kadang dapat menyebabkan
septicemia, endokarditis, maupun meningitis.3
B. Etiologi
Penyebab yang tersering ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut,
selaput mukosa vagina. Genus Candida merupakan sel ragi uniseluler yang termasuk ke
dalam Fungi imperfecti atau Deuteromycota, kelas Blastomycetes yang memperbanyak diri
dengan cara bertunas, famili Cryptococcaceae. Genus ini terdiri lebih dari 80 spesies, yang
paling patogen adalah C. albicans selain itu adalah C. Glabrata, C. tropicalis, C.
parapsilosis, C. guillermondii dan C. Krusei. C.albicans merupakan penyebab tersering (60-
75%) berbagai manifestasi klinis.12
Candida adalah penyebab tersering ruam bokong pada bayi, dimana daerah tersebut
sangat lembab. Infeksi kandida umumnya terjadi terutama pada penderita diabetes dan
obesitas. Antibiotik dan kontrasepsi oral meningkatkan risiko terjadinya kandidiasis
kutaneus.8
C. Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insidensi diduga
lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis
dengan kelembaban udara yang tinggi.3 Infeksi superfisialis pada umumnya disebabkan oleh
Candida albicans, sedangkan infeksi sistemik lebih bervariasi, kurang dari 50 % disebabkan
oleh Candida non Candida albicans.11
D. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berperan dalam perubahan sifat Candida dari komensal menjadi
patogen meliputi faktor endogen dan faktor eksogen. Pada faktor endogen dipengaruhi oleh
keadaan fisiologik, faktor yang berpengaruh antara lain kehamilan, usia pasien yang sangat
muda atau sangat tua serta siklus menstruasi pada pasien wanita, selain itu beberapa faktor
yang turut mempengaruhi perubahan tersebut diantaranya adalah keadaan malnutrisi
(defisiensi riboflavin) penyakit endokrin seperti diabetes melitus serta penyakit keganasan.
Di samping itu pengobatan dengan antibiotik, kortikosteroid, sitostatik maupun
imunosupresan juga dapat meningkatkan prevalensi kandidiasis.
Sementara faktor eksogen yang berpengaruh terhadap terjadinya kandidiasis antara lain
adalah iklim panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat, kebersihan kulit,
kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur, ontak dengan penderita (misal pada trush atau balanopositis)
.3 Faktor risiko berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta
memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan
dalam sistem pertahanan tubuh.11
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat hebat. Terdapat
lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan semakin meluas, makula atau papul,
mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi
terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara atau di daerah kulit
yang lain. Infeksi folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti “pimple like appearance”.8
Berdasarkan tempat yang terkena Conant dkk. (1971), membaginya menjadi kandidiasis
selaput lendir, kandidiasis kutis, kandidiasis sistemik, dan reaksi id. (kandidid).
Pada penelitian yang dilakukan National Skin Centre Singapura pada tahun 1999–
2003 didapatkan 12.903 kasus mikosis superfisialis. Kasus yang paling banyak adalah tinea
pedis (27,3%), kemudian pitiriasis versikolor (25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Kandidiasis
juga sering didapatkan dengan kasus terbanyak adalah kandidiasis intertriginosa.14
F. Patogenesis
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek
antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu. Terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan gejala klinis, yaitu:
3. Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen,
antara:2,5
a. Faktor endogen :
1) Perubahan fisiologik (Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan,
karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, gangguan gula darah
kulit, penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum
yang buruk).
2) Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status imunologiknya
tidak sempurna.
3) Imunologik : penyakit genetik.
b. Faktor eksogen :
1) Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
2) Kebersihan kulit
3) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur.
4) Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta
memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan
dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan
dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi.
Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam
jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik
seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.5
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di
bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik
dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat
dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau
sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih
lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya
Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua
bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu
percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas,
tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa.5
G. Penegakkan Diagnosis
Efloresensi atau sifat-sifatnya yaitu kulit berupa daerah eritematosa, erosif, kadang-
kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik, daerah-daerah likenifikasi,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura. Sedangkan pada kuku berupa kuku
tak bercahaya, berwarna hitam coklat, menebal, kadang-kadang bersisik. Sekitar kuku
eritematosa, erosif dengan vesikel.9
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya
pemeriksaan penunjang, antara lain:2
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat
pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37°C, koloni tumbuh setelah
24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan
membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
3. Pemeriksaan pH vagina
H. Penatalaksanaan
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini
adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis
tinggi. Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya
krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan
bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum
memilih bentuk yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan pada vulva yang
ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim. Hendaklah mengingatkan
pasien untuk menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.7
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain:2
Non Medikamentosa :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi :
a. Pemakaian antibiotik secara hati-hati
b. Menghindari obesitas
c. Menghindari bekerja pada tempat-tempat yang lembap/banyak air (Siregar, 2004).
2. Higiene sanitasi yang baik :
3. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang tidak perlu
4. Mengobati penyakit sistemik yang mendasari
Medikamentosa
1. Topikal
Obat topikal untuk kandidiasis meliputi:
a. Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2
kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain:
1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas (Kuswadji, 2006).
2. Sistemik
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak
diserap oleh usus.
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis
tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan
itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2
x 100 mg sehari selama 3 hari.
3. Khusus:
a. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering
dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari.
Pasien dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama
1-2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b. Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab.
Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak bayi atau
pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang
efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.
b. Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba
untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi dapat
digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin.4
I. Pencegahan
Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan infeksi kandida,
yaitu dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak yang kering mungkin membantu
pencegahan infeksi jamur pada orang yang mudah terkena. Penurunan berat badan dan
kontrol gula yang baik pada penderita diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi
tersebut.8
J. Prognosis
Terjadi di lipatan ketiak, lipat paha, lipat payudara, antara jari tangan dan kaki dan
umbilikalis. Biasanya terjadi pada orang-orang gemuk. Gejalanya berupa bercak kemerahan
berbatas tegas, bersisik, basah, dan dikelilingi lesi-lesi satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-
pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang
kasar dan berkembang seperti lesi primer.3
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada kasus ini adalah eritrasma, tinea kruris, dan dermatitits
intertriginosa. Berikut akan dijelaskan masing-masing dari diagnosis tersebut:2
1. Eritrasma
Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, yang ditandai dengan eritema miliar sampai plakat
dengan skuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklatan. Perluasan lesi
terlihat pada pinggir eritematousa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat
vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak.
Tempat predileksinya di daerah ketiak dan lipatan paha. Kadang-kadang berlokasi di
daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Pada pemeriksaan lampu wood,
lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral-red).
2. Tinea Kruris
Tinea kruris adalah penyakit kulit yang termasuk dermatofitosis pada lipatan paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas, peradangan pada tepi lebih nyata dari pada bagian tengah dan adanya
peninggian lesi. Efloresensinya terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder (polimorf). Lesi kulit dapat berbatas pada genito-krural saja, atau dapat meluas ke
daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lain. Kelainan
ini dapt bersifat menahun, dan lesi dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Infeksi ini juga bisa bersamaan dengan tinea
korporis (Tinea cruris et corporis). Pada pemeriksaan KOH didapatkan hifa yang panjang dan
besekat dengan spora yang berderet-deret (artrospora).
3. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa, dengan predileksi di daerah
kaya akan kelenjar sebasea scalp, wajah, badan. Lokasi yang sering terkena adalah di
daerah kulit kepala yang berambut, namun juga dapat mengenai liang luar telinga, daerah
lipatan nasolabial, lipatan mammae, lipatan paha, ling luar telinga, interskapula, umbilikus,
dan daerah angogenital. Kelainan kulit ditandai dengan eritema dan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat. Ketombe
merupakan tanda awal manifestasi dari dermatitis seboroik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Conny, Riana. 2006. Karakteristik Candida Albicans. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran,
Volume 151. PP 33-5
2. Kuswadji. 2006. Kandidiasis. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., Aishah A., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakulats Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. PP: 103-6
3. Kuswadji. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta
4. Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam:
Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005 ; 55-66
5. Madgalena, Maria. 2009. Candida Albicans. Departemen Mikrobiologi: Fakultas
Kedokteran USU
6. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2002. Oral & Maxillofacial Pathology.
2nd ed. Pennsylvania: Saunders. 187-199
7. Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah. 2000. Mekanisme
Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica
Indonesiana, Jakarta; 187-92
8. Scott L F. 2009. Cutaneous Candidiasis. Available from http:// www. emedicine. com/
(2009).
9. Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. ECG. Jakarta
10. SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Atlas
Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press. Pp:86-92
11. Sutanto, I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K. dan Sungkar S. 2008. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran Edisi 4. Balai Penerbit FK UI, Jakarta
12. Syarifuddin. 2002. Epidemologi Kandidosis. J Mikol Ked Indon Vol 3, No.1 dan No.2,
Desember; 20-3
13. WolfK, Richard AJ, Dick S. 2007. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill Company
14. Nurul Hidayati, Afif. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003–2005. Jurnal Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol. 21 No. 1 April 2009.