Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK II
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep Dasar Cidera Kepala ”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
Sistem Neurologi I. Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu
baik secara moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Amila M.Kep, Sp.KMB Selaku Dosen pengajar Sistem Neurologi II
5. Ns. Elida Sinuraya, M.Kep Selaku Dosen pengajar Sistem Neurologi II
6. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
7. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, dengan demikian
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh
berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka
mulut, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi. Semua
penderita cedera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cedera vertebrae cervical
sampai terbukti tidak disertai cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil
tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya di atas 90%, jika tidak usahakan untuk
dilakukan intubasi dan support pernafasan.
1.2 Tujuan
3 Mahasiswa mampu mengetahui defenisi cedera kepala
4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian riwayat keluhan, riwayat penyakit
5 Mahasiswa mampu pemeriksaan fisik system neurologi
6 Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksaanaan pada fase emergency
7 Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostic: masalah keperawatan
prioritas
8 Mahasiswa mampu mengetahui tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, terapy
farmakologis, health edukasi
BAB II
PEMBAHASAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi
(pierce, 1995).
Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang disebabkan kekuatan atau
tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau berubahnya kesedaran, kemampuan
kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh
berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi ringan, sedang, berat.
Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah
Tanda-tandanya adalah
a). Skor glasgow coma scale 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor);
b). Konkusi;
d). Muntah;
e). Kejang
3.
3. Cidera kepala berat (CKB)
Tanda-tandanya adalah
b. Aktivitas / istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, ataksia cara berjalan tak tegap,
masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot
spastik
a. Sirkulasi
Gejala: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi bradikardi, disritmia)
b. Integritas Ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda: cemas, mudah tersinggung, derilium, agitasi, bingung, depresi, impulsive
c. Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
makanan/ cairan
d. Nutrisi
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera Tanda: muntah (mungkin
proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas, lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
g. Neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitius, kehilangan pendengaran, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, Fotopobia.
Tanda: perubahan kesadaran dari biasa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku, memori). Perubahan pupil(respon terhadap cahaya, simetri).
Deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti
penciuman, pengcapan dan pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah,
apraksia, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian
anggota tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
i. Pernapasan
Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi hiperventilasi), napas
berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi)
j. Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, perubahan
warna seperti racoon eye, tanda bale disekitar telinga, demam , gangguan
regulasi suhu tubuh.
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, habis
makan, dsb.)
Pada setiap pasien dengan penyakit syaraf, harus dijajaki kemungkinan adanya
keluhan atau kelainan di bawah ini, dengan mengajukan pertanyaan.
9. Nyeri kepala
10. Muntah
11. Vertigo
Spontan 4
Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf supra orbita atau kuku jari) 2
Tidak ada reaksi ( dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata) 1
Kacau (Confused), dapat berbicara dalam kalimat,namun ada disorientasi waktu dan tempat 4
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata,Namun tidak berupa kalimat atau tidak tepat 3
Berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supra orbita. Bila pasien
mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menepis rangsangan tersebut,
berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri
Berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan objek keras seperti ballpoint pada kuku
jari, Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri
Dengan rangsangan nyeri tersebut diatas, terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi
spastic pada pergelangan tangan.
Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing
seperti darah,
1. Kaku kuduk
f. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
2. Tanda laseque
c. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
d. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
e. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau
tahanan.
f. Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70 o
3. Tanda Kerniq
b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan
tungkai atas.
e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135
4. Tanda Brudzinsky I
b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan.
5. Tanda Brudzinsky II
b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi
berada dalam keadaan lurus.
c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi
perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.
1. Inspeksi
-Perhatikan ukuran nya apakah sama bagian tubuh kiri dan kanan
- Perhatikan adanya gerakan abnormal yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor,
khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme, tik, fasikulasi dan miokloni.
2. Palpasi
- Palpasi otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus otot
- Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya dan kita pemeriksa
menahan gerakan tersebut
- Kita pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan disuruh ia
menahan
1. Fungsi motoris dengan menilai : Besar dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan
otot
ekstremitas (skala 0 – 5)
4) 3 = gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa thd tahanan
pemeriksa
5) 4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya
berat
Pada pemeriksaan kekuatan otot digunakan skala dari 0-5. Seperti pada gambar di bawah ini:
5. Koordinasi gerak
e). Pemeriksaan Sensorik
6. Nyeri rujukan
1. Pemeriksaan N. I : Olfaktorius
Cara Pemeriksaan :
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya
ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman penciuman.
b. Gunakan zat pengetes yang dikenal sehari-hari seperti kopi, teh, tembakau dan
jeruk.
c. Jangan gunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N V) seperti mentol,
amoniak,
Tujuan pemeriksaan :
Cara Pemeriksaan :
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan pemeriksaan
nervus II , yaitu :
a. Ketajaman penglihatan
b. Lapangan pandangan
Bila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan
pemeriksaan oftalmoskopik.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka dianggap normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan visus
dengan menggunakan gambar snellen.
c. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman
penglihatannya norma (6/6)
1. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-
kira 1 m.
2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup,
misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa
harus selalu melihat mata kanan pasien.
6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu dan
dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya
7. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan tersebut.
8. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.
4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis
Fungsi : Somatomotorik
Menginervasi m. Obliqus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat dilirikkan ke
bawah dan nasal.
5. Pemeriksaan N. V Trigeminus
Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu menutup mulut, menggerakkan
rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut. Bagian sensorik cabang Oftalmik
mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian
mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas,
pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung. Bagian sensorik cabang
mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian
depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi
rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang
dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea
6. Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik mata ke arah
temporal
5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang /
menekan ringan pada kelopak mata.
6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah sama
ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil
mengecil, midriasis = pupil membesar
8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung.,
caranya :
b. Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah
ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
c. Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena
penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutan dahi,
pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
g. Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan telinga. (+) bila ketokan
menyebabkan kontraksi otot mata yang di persyarafi.
Fungsi pengecapan :
b. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
- Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit kaki yang satu berada di
- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam selama 30 detik atau
lebih
- Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan
berjalan seperti biasa
- Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m dari tempat semula atau badan
berputar lebih 30 o
9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
- Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau tidak sama
sekali.
- Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring dan uvula
dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau
bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang sehat.
11. Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
- pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini dan kita tahan
gerakannya.
- Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
1=Menurun
2 = Normal
3 = Hiperreflek
2. Reflek superficial
b. Kremaster ( L 1-2)
Pakai sarung tangan ujung jari dimaasukkan kedalam cincin anus terasa
kontraksi spingter ani
d. Reflek bulbokavernosus
Telapak kaki dirangsang akan timbul fleksi jari kaki seperti pemeriksaan Babinski
h). Pemeriksaan Reflek Patologis
1. Babinski
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari, timbul
dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
2. Chadock
Tanda babinski akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah lateral ke depan
3. Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur kebawah (+
= babinski)
4. Gordon
5. Scahaefer
6. Rosollimo
Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki
7. Mendel Rechterew
Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki
8. Hoffman –Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk atau jari tengah
Prinsip Penatalaksanaan
Pertolongan pertama dari penderita dengan cedera kepala meliputi, anamnese sampai
pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan. Pemeriksaan fisik meliputi Airway,
Breating, Circulatin, Disability, Expoure.
1) Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring,
buka mulut, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi.
Semua penderita cedera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cedera
vertebrae cervical sampai terbukti tidak disertai cervical, maka perlu dipasang
collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya di
atas 90%, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan.
2) Setelah jalan nafas bebas, sedapat mungkin pernafasannya (breating) di
perhatikan frekuensinya normalnya antara 16-18 x /menit, dengarkan suara nafas
bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitorv
terhadap gas darah dan pertahanan PCO2 antara 28-35 mmHg karena jika lebih
dari 35 mmHg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri.
Sedangkan jika kurang dari 20 mmHg akan menyebabkan vasokontroksi yang
berakibat terjadinya iskemia. Periksa tekanan oksigen 100 mmHg, jika kurang
beri oksigen masker 8 liter/menit
3) Pada pemeriksaan sistem sirkulasi, periksa denyut nadi/janting, jika tisak ada
lakukan resusitasi jantung. Bila shok atau tensi <90 mmHg nadi >100 x per menit
dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cedera
kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock.
Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2 x
4) Pada pemeriksaan disabiliti/kelainan kesadaran, pemeriksaan kesadaran memakai
gaslow coma skale, periksa kedua pupil dan besarnya serta catat reaksi terhadap
cahaya langsung maupun tidak langsung. Periksa adanya hemiperase/plegi,
periksa juga adanya reflek patologi kanan kiri, jika penderita sadar baik, tentukan
adanya gangguan sensori maupun fungsi misalnya adanya aphasia
5) Pada pemeriksan exposure perhatikan bagian tubuh yang terluka, apakah ada jejas
atau lebab pada tubuh akibat trauma
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil barudilakukan survey yang lain dengan cara
melakukan sekunder survey/pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorak, foto pelvis,
CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama
GCS
Mata (E):
4 : bisa membuka mata spontan
3 : buka mata kalo diajak ngomong/disuruh
2 : buka mata dg rangsang nyeri
1 : tdk bisa buka mata
Motorik (M):
6 : bergerak mengikuti perintah
5 : gerakan menepis
4 : gerakan menghindar
3 : dekortikasi (fleksi, aduksi bahu)
2 : deserebrasi (ekstensi)
1 : tidak bergerak
Verbal (V):
5 : bicara nyambung
4 : bicara ga nyambung (meracau)
3 : mengeluarkan kata dengan rangsang nyeri
2 : hanya mengerang dengan rangsang nyeri
1 : tidak ada suara
Pemeriksaan Nervus
Komponen sensorik, harus dipastiin kalo pasiennya GCS 15.
Nervus I (olfaktorius):
Dengan rangsang kopi, the, atau tembakau. JANGAN pake alkohol atau bahan lain
yang menimbulkan iritasi mukosa (nanti jadi rangsang n.V)
Nilai 1 per 1 (1 hidung ditutup, mata ditutup), bandingkan kiri dan kanan “ Ada
bau ga pak? Bau apa?”
Laporan: normosmia, hiposmia, anosmia
Nervus II (optikus):
Visus Snellen chart,, atau bisa jg pemeriksaan visus bedside dg hitung jari
(hasilnya nanti …/60; pelaporannya misalnya visus 2/60 bedside harus ditulis
bedside karena artinya bukan visusnya bener2 2/60)
Refleks cahaya (jalur aferen)
Lapang pandang (kampimetri)
Warna : tes ishihara, atau tanya warna dasar aja (bedside) misalnya pake pulpen
yang warna merah trs tanya ini warna apa pak
Nilai satu per satu, mata yang tidak diperiksa ditutup dg telapak tangan tanpa
ditekan
Nervus V (trigerminus)
Komponen sensorik: frontalis, zigomatik, mandibularis utk tiap area dilakukan
pemeriksaan sensorik raba halus (tissue dipilin), nyeri (jarum), suhu (tabung
reaksi), getar; bandingkan dengan kontralateral
Komponen motorik: m.masseter dan m.temporalis (pelipis) pasien suru gigit
yang kuat, amati kontraksi pelipis
Nervus XI (aksesorius)
M.trapezius angkat bahu
M.sternocleidomastoideus kalo cek yang sebelah kiri: pasien suru nengok ke kiri
sementara kita tahan dagunye; kalo cek yang kanan ya sebaliknya
Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan motorik terbagi atas pemeriksaan: Tonus, Trofi, kekuatan otot
Pemeriksaan tonus
Palpasi tonus otot pasien
Gerak-gerakin tangan dan kaki pasien dgn cepat dan lambat (fleksi dan ekstensi)
o Eutoni : normal
o Hipotoni : ngeplek
o Hipertoni : rigid (lagpipe atau cogwheel phenomenon), atao spastis (clasp
knife phenomenon)
Pemeriksaan trofi: diliat aja terutama di otot dorsum manus dan pretibial
hipertrofi, eutrofi, hipotrofi
a) Kekuatan otot :
o Yang diperiksa : Tangan dan bahu, siku, pergelangan, jari; Kaki dan
gelang panggul, lutut, gelang kaki, jari kaki.
o Berikan tahanan sedistal mungkin dari segmen yang diperiksa.
o Penilaian:
o 5 : melawan tahanan normal
o 4 : melawan tahanan ringan
o 3 : melawan gravitasi
o 2 : gerakan horizontal
o 1 : tidak bergerak tapi bisa kontraksi
o 0 : tidak ada kontraksi
Refleks :
b) Refleks fisiologis: patella, achilles, biseps, triseps
o + 1 : menurun
o + 2 : normal
o + 3 : hiperrefleks
o + 4 : klonus
c) Refleks patologis:
Babinsky-group (positif kalo ekstensi jempol kaki dan fleksi 4 jari lainnya)
o Babinsky
o Chaddock sama seperti babinsky tetapi di dorsum pedis
o Schaeffer dipencet di achilles
o Openheim diteken sepanjang medial tibia
o Gordon pencet di m.gastrocnemius
Pemeriksaan Keseimbangan
d) Romberg : berdiri kaki rapat, buka mata 30 detik tutup mata 30 detik
(Romberg + kalau jatuh) interpret: kalau tutup mata terus jatuh, kelainan
pada proprioseptif atau vestibular; kalau buka mata jatuh, kelainan pada
cerebellum
e) Romberg dipertajam: berdiri dengan 1 kaki tepat pada ujung kaki yang lain,
buka mata 30 detik tutup mata 30 detik
f) Fukuda : jalan 30 langkah sambil tutup mata Fukuda + kalau orangnya muter
> 30⁰ atau geser > 1 meter
g) Tandem gait
h) Past pointing
Masalah prioritas
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh
berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
1.2 Saran
Sebagai perawat agar lebih memperhatikan keselamatan pasien cidera kepala karena
perawat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Perawat
juga dapat teliti dalam melakukan tindakan pelayanan yang dapat menjaga kesehatan diri
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Ani Haryani, S.Kep., Ners. Irma Halimatussaidah, S.Kep., Ners & Santy Sanusi, S.Kep.,
Ners, 2009, Anatomi Fisiologi Manusia, Cakra, Bandung.
Tarwono, Ns.S.Kep,M.Kep,dkk, perawatan medikal bedah, sistem endokrin, jakarta:tim
2012
Nurarif,Amin H.dkk.2013. Panduan Penyusunan Askep Profesional : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta:
Mediaction
Price, Sylvia A.dkk.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta : EGC
Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, ECG, Jakarta.