Вы находитесь на странице: 1из 25

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK CARDIOVASCULAR DISEASE

PADA LANSIA

Halaman sampul
MAKALAH

Oleh

Kelompok 7

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK CARDIOVASCULAR DISEASE
PADA LANSIA

MAKALAH

disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik


dengan dosen pembimbing: Hanny Rasni., M. Kep

Oleh

Lutfi Indies Purnamasari 152310101108


Qothrun Nada Arifin 152310101214
Efi Kusdian 152310101308
Wirawan Ardi 152310101319
Siti Amaliatul K 152310101349

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kejadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Cardiovaskular
Disease Pada Lansia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gerontik pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Tantut Susanto, M. Kep, Sp. Kep. Kom, Ph.D selaku dosen
penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Gerontik
2. Hanny Rasni., M. Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Gerontik yang telah membimbing dalam penulisan makalah
ini;
3. Bapak dan ibu kami yang telah memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini;
4. teman-teman yang telah memberi dorongan dan semangat;
5. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................3
1.3 Tujuan ....................................................................................................3
1.3.1 Tujuan umum .....................................................................................3
1.3.2 Tujuan khusus ....................................................................................3
BAB 2. ISI ...............................................................................................................5
2.1 Definisi ....................................................................................................5
2.2 Epidemiologi ..........................................................................................6
2.3 Etiologi ....................................................................................................7
2.4 Klasifikasi ...............................................................................................8
2.5 Patofisiologi ............................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................11
2.8 Penatalaksanaan Medis.......................................................................12
2.9 Masalah Keperawatan .......................................................................13
2.10 Intervensi Keperawatan .....................................................................14
BAB 3. PEMBAHASAN ......................................................................................15
BAB 4. PENUTUP................................................................................................18
4.1 Kesimpulan ..........................................................................................18
4.2 Saran .....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk lansia yang disebabkan oleh perbaikan
status kesehatan akibat kemajuan teknologi, perbaikan status gizi, peningkatan
usia harapan hidup, pergeseran gaya hidup dan peningkatan pendapatan perkapita
dapat menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi dai penyakit infeksi menuju
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah penyakit tidak menular yang
salah satunya adalah penyakit sistem kardiovaskular (Fatmah, 2010). Penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia dan prevalensi
terbesar pada populasi usia 65 tahun keatas dengan jumlah kematian terbanyak
ditemukan dinegara berkembang (WHO dalam Hanum, 2018).
Keluhan kesehatan pada lansia tidak hanya mempengaruhi aktivitas
sehari-hari tetapi juga dapat menimbulkan keluhan dimana keluhan ini dapat
menurunkan derajat kesehatan bagi manusia sendiri. Pada lansia ketika
mengalami bertambahnya umur maka fungsi fisiologis akan mengalami
penurunan akibat proses penuaan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
penyakit degeneratif yang muncul (Zaenurrohmah, 2017). Semakin bertambah
umurnya, proporsi lansia yang mengalami keluhan kesehatan semakin besar.
Lansia yang mengalami keluhan kesehatan sebanyak 37,11% penduduk pra lansia,
48,39% lansia muda, 57,65% lansia madya dan 64,01%. Lansia perempuan
mengalami keluhan kesehatan lebih tinggi dari pada lansia laki-laki dan terjadi
pada semua kelompok umur. Kemunduran fungsi organ tubuh pada lansia
menyebabkan mudah terserang berbagai penyakit kronis seperti diabetes melitus,
stroke, gagal ginjal, kanker, hipertensi dan jantung (Zaenurrohmah, 2017).
Menurut data World Health Organization (2012) prevalensi mortalitas
penyakit kardiovaskular mencapai 17 juta jiwa tahun 2008 dan diperkirakan
terjadi peningkatan 2 kali lipat dengan prevalensi 25 juta jiwa pada tahun 2030an.
Penderita kardiovaskuler hampir 80% berada di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Penyakit kardiovaskuler termasuk dalam 10 penyakit tidak menular

1
dengan penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi didunia (Kemenkes RI,
2013). Prevalensi kardiovaskular di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan
terjadi di 16 provinsi diatas prevalensi nasional. Dimana dari 16 provinsi tersebut
prevalensi kardiovaskular diduduki oleh provinsi Sulawesi Selatan karena
penyakit kardiovaskular sebagai 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia. Dalam
16 provinsi Jawa Timur juga sebagai estimasi penyakit kardiovaskular (Riskesdas,
2007). Indonesia sebagai negara dengan peringkat mortalitas tertinggi secara
global dengan prevalensi 17,5 juta (31%) akibat Kardiovaskular, selain Indonesia
negara dengan tingkat mortalitas tertinggi akibat Kardiovaskular yaitu Rusia,
Bulgaria, Rumania, Hongaria dan Argentina. Prevalensi mortalitas kardiovaskular
di Indonesia tertinggi terjadi pada penyakit jantung koroner (44%), diikuti
penyakit stroke (32%), penyakit kardiovaskular lain (14%) dan terendah penyakit
jantung rematik (2%) (WHO, 2015).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) mengatakan terjadi peningkatan
prevalensi penderita kardiovaskular pada tahun 2004 yaitu 5,1% meningkat
menjadi 7,2% pada tahun 2007. Penyakit kardiovaskular bisa juga terjadi pada
semua kelompok umur. Kelompok umur yang beresiko terkena penyakit
kardiovaskular yaitu kelompok umur 15-24 tahun sebesar 0,8%, kelompok umur
25-44 tahun sebesar 2,5%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar 2,5%, kelompok
umur 55-64 tahun sebesar 3,5%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 4,5%, dan
kelompok umur ≥ 75 tahun sebesar 3,2%. Data tersebut menunjukkan bahwa
lanjut usia (lansia) memiliki resiko paling besar untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular. Lanjut usia (lansia) beresiko tinggi mengalami penyakit
kardiovaskular karena beberapa faktor resiko yaitu tekanan darah tinggi, obesitas,
diabetes mellitus, dan kolesterol (Hasanah, 2015).
Penyakit kardiovaskular dapat dicegah dengan health lifestyle atau solusi
CERDIK seperti Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin
beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola
stres. Selain itu, masyarakat dihimbau untuk melakukan pengukuran tekanan
darah dan pemeriksaan kolesterol rutin atau minimal sekali dalam setahun di
Pobindu PTM atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang sesuai Instruksi Presiden

2
nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS),
diharapkan seluruh bangsa berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Pasien jantung dan kardiovaskular dapat mengalami kekambuhan. Kebanyakan
kekambuhan pada penyakit jantung dan kardiovaskular karena pasien tidak
memenuhi terapi yang dianjurkan misalnya tidak mampu melaksanakan terapi
pengobatan dengan tepat, melanggar pembatasan diet, tidak mematuhi tindak
lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebih dan tidak dapat mengenali
gejala kekambuahan (Smeltzer dalam Ufara, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Cardiovaskular Disease itu?
2. Bagaimana epidemiologi dari Cardiovaskular Disease tersebut?
3. Bagaimana etiologi Cardiovaskular Disease?
4. Apa klasifikasi dari Cardiovaskular Disease itu?
5. Bagaimana patofisiologi/ patologi Cardiovaskular Disease?
6. Bagaimana manifestasi klinis Cardiovaskular Disease itu?
7. Apa pemeriksaan penunjang Cardiovaskular Disease?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis Cardiovaskular Disease tersebut?
9. Apa Masalah Keperawatan Cardiovaskular Disease?
10. Bagaimana Intervensi Keperawatan Cardiovaskular Disease?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan dan peningkatan
masalah Cardiovaskular Disease pada lansia secara umum

1.3.2 Tujuan khusus


1. Untuk mengetahui definisi Cardiovaskular Disease
2. Untuk mengetahui epidemiologi Cardiovaskular Disease
3. Untuk mengetahui etiologi Cardiovaskul2ar Disease
4. Untuk mengetahui klasifikasi Cardiovaskular Disease
5. Untuk mengetahui patofisiologi/ patologi Cardiovaskular Disease

3
6. Untuk mengetahui manifestasi Cardiovaskular Disease
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Cardiovaskular
Disease
8. Untuk mengetahui Masalah Keperawatan klien dengan
Cardiovaskular Disease
9. Untuk mengetahui Intervensi Keperawatan klien dengan
Cardiovaskular Disease

4
BAB 2. ISI

2.1 Definisi Cardiovaskular Disease


Menurut definisi kardiovaskuler dari WHO, penyakit kardiovaskuler
adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah
(Kesehatan, 2014). Penyakit kardiovaskuler merupakan pembunuh nomor satu
pada laki-laki dan perempuan. Perbedaan antara kedua gender adalah usia.
Menurut American Heart Association, laki-laki memiliki satu dari 3 kemungkinan
untuk menderita penyakit kardiovaskuler utama sebelum berusia 60 tahun. Pada
perempuan resiko ini satu dari sepuluh. Adanya esterogen sebelum masa
manopose dianggap merupakan faktor pelindung utama untuk menghindari
penyakit kardiovaskuler (Price & M.Wilson, 2005).
Bersamaan dengan bertambahnya umur, organ-organ juga mengalami
penuaan. Memasuki usia paruh baya, mulai terjadi kemunduran fungsi-fungsi
organ tubuh secara perlahan. Jaringan tubuh mengalami degenerasi, dan sel-sel
mengalami apoptosis (kemtian sel) (Pandji, 2012). Pada proses penuaan
berpengaruh pada sistem kardiovaskuler yaitu antara jantung dan pembuluh darah
baik mengalami perubahan secara struktural maupun fungsional (Stanley & Beare,
2006).
Pada perubahan struktural diantaranya yaitu pertama ketebalan dinding
ventrikel kiri cenderung sedikit mengalami peningkatan karena adanya
peningkatan densitas kolgen dan hilangnya fungsi sert-serat elastis, sehingga
penuaan pada jantung menjadi kurang mampu untuk distensi, dengan kekuatan
kontraktil yang kurang efektif. Kedua, area permukaan didalam jantung yang telah
mengalami aliran darah dengan tekanan tinggi, seperti pada katup aorta dan katup
mitral mengalami penebalan dan terbentuknya penonjolan sepanjang garis katup.
Ketiga, jumlah total sel-sel pacemaker mengalami penurunan seiring
bertambahnya usia, sehingga berkas His kehilangan serat konduksi yang
membawa impuls ke ventrikel. Keempat, sistem aorta dan arteri perifer menjadi
kaku dan tidak lurus, hal ini diakibatkan karena peningkatan serat kolagen dan
hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri (Stanley & Beare, 2006).

5
Pada fungsional jantung yang mengalami perubahan yaitu berhubungan
dengan penurunan kemampuan untuk meningkatkan keluaran sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan tubuh. Curah jantung pada saat beristirahat tetap
stabil atau sedikit menurun seiring bertambahnya usia, dan denyut jantung
istirahat juga menurun, hal tersebut dikarenakan miokardium mengalami
penebalan dn kurang dapat diregangkan, dengan katup-katup yang lebih kaku,
peningkatan waktu pengisian diastolik dan peningkatan tekanan pengisia diastolic
diperlukan untuk mempertahankan preload yang adekuat. Prinsip mekanisme yang
digunakan oleh jantung yang mengalami penuaan untuk meningkatkan curah
jantung adalah dengan meningkatkan volume akhir diastolic, yang meningkatkan
volume sekuncup (Stanley & Beare, 2006).

2.2 Epidemiologi
Survei Sample Regristration System (SRS) pada 2014 di Indonesia
menunjukkan, Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab kematian
tertinggi pada semua umur yang diisebabkan stroke yakni sebesar 12,9% dan
11,4% dengan total kematian yang diakibatnya sebesar 13,2 juta jiwa. Prevalensi
penyakit kardiovaskular cenderung meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan
hingga tahun 2030 penyakit kardivaskular akan menyebabkan kematian lebih dari
23 juta jiwa per tahun (WHO, 2013) Di Amerika penyakit jantung menempati
urutan pertama penyebab kematian pada tahun 2008 dengan total sekitar 616 ribu
jiwa. Penyakit stroke menempati urutan keempat dengan total kematian 141 ribu
jiwa (National Vital Statistics Report, 2012).
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk
penyakit Kardiovaskuler di Indonesia adalah PJK yakni sebesar 1,5%, gagal
jantung tertinggi pada kelompok usia lebih dari 75 tahun yakni sebesar 1,1% dan
stroke menunjukkan peningkatan prevalensi dari tahun 2007 yaitu 8,3 per mil
menjadi menjadi 12,3 per mil pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Dari prevalensi
tersebut, angka tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%) dan
terendah di Provinsi Riau (0,3%).Sedangkan menurut kelompok umur, PJK paling
banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti kelompok umur

6
75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55-64 tahun (2,1%) dan kelompok umur
35-44 tahun (1,3%). Sedangkan menurut status ekonomi, terbanyak pada tingkat
ekonomi bawah (2,1%) dan menengah bawah (1,6%). Data World Health
Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta orang di dunia
meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta kematian di
seluruh dunia.
Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi di negara
berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Dari seluruh kematian
akibat penyakit kardiovaskuler 7,4 juta (42,3%) di antaranya disebabkan oleh
Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan oleh stroke.

2.3 Etiologi
Ada beberapa faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler yaitu
(Stanley & Beare, 2006):
a. Riwayat keluarga, riwayat keluarga pasien perlu dikaji tentang insidensi
penyakit kardiovaskuler pada keluarga tingkat pertama (orangtua dan anak).
b. Umur, dengan meningkatnya usia jantung dan pembuluh darah mengalami
perubahan baik structural maupun fungsional.
c. Jenis kelamin, sepanjang rentang kehidupan, insidensi penyakit kardiovaskuler
lebih tinggi pada kaum pria daripada wanita. Namun, pada usia 80 tahun,
angka prevalensi antara pria dan wanita sama, yang menunjukkan peningkatan
insidensi penyakit diantara lansia wanita.
d. Obesitas, faktor resiko yang independen untuk penyakit kardiovaskuler.
e. Hipertensi, faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler.
f. Diabetes mellitus, merupakan faktor independen untuk penyakit
kardiovaskuler.
g. Hyperlipidemia, bukti peningkatan tingginya kadar kolestrol LDL dan
rendahnya kadar kolestrol HDL adalah predictor yang paling pentig untuk
penyakit arteri coroner baik pada pria maupun wanita yang berusia diatas 65
tahun.

7
h. Merokok, tembakau memiliki efek yang berbahayakan bagi jantung dengan
menurunkan kadar HDL.
i. Gaya hidup monoton, dengan penurunan aktivitas fisik dapat terjadi penurunan
tonus dan kehilangan massa otot tak berlemak kemudian digantikan dengan
jaringan lemak yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung.
j. Kondisi setelah menopause, setelah menopause wanita nondiabetik terlindungi
oleh hormone alami terutama esterogen.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit kardiovaskuler yang sering terjadi pada lansia yaitu
sebagai berikut (Stanley & Beare, 2006):
a. Aterosklerosis
Arterosklerosis sejauh ini merupakan proses patologis paling sering
mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan secara umum memiliki dampak pada
hampir semua arteri. Aterosklerosis mempengaruhi tunika intima (bagian
paling dalam) dari arteri, yang memiliki permukaan endothelial yang halus
untuk memfasilitasi aliran darah. Pada kondisi normal, hanya plasma darah
yang melakukan kontak dengan permukaan endothelial, sedangkan komponen
seluler (misalnya faktor koagulasi) tetap berada ditengah-tengah aliran darah.
Ketika permukaan endothelial menjadi kasar, walaupun plasma darah yang
melakukan kontak dengan endotel, maka timbul potensi untuk terbentuknya
thrombus ketika faktor koagulasi melakukan kontak endothelium.
b. Penyakit katup jantung
Penyakit katup jantung sering terjadi pada kelompok usia lebih dari 65 tahun
terutama merupakan kombinasi dari kekakuan yang berhubungan dengan
penuaan dan perusakan dari aliran darah bertekanan tinggi. namun, demam
reumatik tetap merupakan penyebab yang penting terhadap masalah katup
jantung seperti stenosis mitral dan regurgitasi aortic dan mitral.

8
2.5 Patofisiologi
A. Pasokan Darah Ke Jantung
Otot jantung (miokardium) sendiri menerima sebagian dari sejumlah
volume darah yang mengalir melalui atrium dan ventrikel. Suatu sistem arteri
dan vena (sirkulasi koroner) menyediakan darah yang kaya akan oksigen
untuk miokardium dan kemudian mengembalikan darah yang tidak
mengandung oksigen ke dalam atrium kanan. Arteri koroner kanan dan arteri
koroner kiri merupakan cabang dari aorta, vena kardiak mengalirkan darah ke
dalam sinurskoroner, yang akan mengembalikan darah ke dalam atrium
kanan. Sebagian besar darah mengalir ke dalam sirkulasi koroner pada saat
jantung sedang mengendur diantara denyutnya (selama diastol ventrikuler).

B. Review Fungsi Jantung Normal


Jantung mempunyai empat kamar. Dua kamar bagian atas adalah atrium,
dan dua kamar lebih bawah adalah ventrikel. Darah kembali ke jantung dari
tubuh dalam superior dan inferior melalui vena cava yang mengandung
tingkat oksigen rendah dan tingkat karbon dioksida yang tinggi. Darah ini
mengalir kedalam atrium kanan dan kemudian kedalam ventrikel kanan yang
bersebelahan. Ventrikel kanan kemudian berkontraksi dan memompa darah
ke paruparu dimana darah mengambil oksigen dan melepaskan karbon
dioksida. Darah kemudian mengalir dari paruparu ke atrium kiri dan kedalam
ventrikel kiri yang bersebelahan. Ventrikel kiri kemudian berkontraksi dan
memompa darah keseluruh tubuh. Denyut jantung (pulse) yang kita rasakan
disebabkan oleh kontraksi dari ventrikel. Ventrikel harus memasok cukup
darah ke tubuh supaya tubuh berfungsi secara normal. Jumlah darah yang
dipompa tergantung pada beberapa faktorfaktor. Faktor yang paling penting
adalah angka kontraksi dari jantung (denyut jantung). Ketika denyut jantung
meningkat, lebih banyak darah yang dipompa. Sebagai tambahan, jantung
memompa lebih banyak darah dengan setiap denyutan ketika atria
berkontraksi dan mengisi ventrikel dengan darah tambahan tepat sebelum
ventrikel berkontraksi. Dengan setiap denyut jantung, pelepasan elektrik (arus

9
listrik) jalan melalui sistim elektrik jantung. Pelepasan elektrik menyebabkan
otot dari atrium dan ventrikel berkontraksi dan memompa darah. Sistim
elektrik jantung terdiri dari SA node (sinoatrial node), AV node
(atrioventricular node) dan jaringan khusus pada atria dan ventrikel yang
mengantar arus listrik. SA node adalah pemicu elektrik. Ia adalah potongan
kecil dari sel-sel yang berlokasi pada dinding atrium kanan; frekuensi SA
node melepaskan elektrik menentukan angka pada denyut jantung. Arus
elektrik lewat dari SA node, melalui jaringan-jaringan khusus dari atrium dan
kedalam AV node. AV node melayani sebagai stasiun relai elektrik antara
atrium dan ventrikel. Sinyal elektrik dari atrium harus lewat melalui AV node
untuk mencapai ventrikel. Pelepasan elektrik dari SA node menyebabkan
atrium berkontraksi dan memompa darah kedalam ventrikel. Pelepasan
elektrik yang sama kemudian melalui AV node untuk mencapai ventrikel
yang berjalan melalui jaringan khusus dari ventrikel dan menyebabkan
ventrikel berkontraksi. Pada jantung yang normal, angka dari kontraksi atrium
adalah sama seperti angka kontraksi ventrike. Pada waktu istirahat, frekwensi
dari pelepasan elektrik yang berasal dari SA node adalah rendah, dan jantung
berdenyut pada batasan normal yang lebih rendah (60- 80 denyut/menit).
Selama latihan atau kegembiraan (hiperira), frekwensi dari pelepasan elektrik
dari SA node meningkatdan hal ini meningkatkan angka pada denyut jantung.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda penyakit yang biasanya dijumpai pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuler yaitu sebagai berikut (Price & M.Wilson, 2005):
a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium.
Sebagian penderita biasanya menyangkal adanya nyeri tetapi menjelaskan ada
rasa kekakuan, rasa penuh, tertekan, atau berat pada dada. Angina biasanya
dijumpai sebagai nyeri yang menjalar da nada angina silent yang timbul tanpa
rasa tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah. Angina biasanya
dikarenakan pasien beraktivitas dan berkurang ketika istirahat.

10
b. Dyspnea (kesulitan bernapas) akibat kongesi pembuluh darah paru dan
perubahn kemampuan pengembangan paru, ortopnea (dapat dikurangi ketika
meninggikan badan dengan bantal), dyspnea nocturnal paroksimal terjadi
akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk disisi tempat tidur.
Dyspnea biasanya dihubungkan dengan kegiatan fisik, tetapi juga dapat terjadi
ketika perubahan posisi tubuh dan redistribusi cairan tubuh sesuai gravitasi.
c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan
kecepatan, keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.
d. Edema perifer (pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial) jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi
dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
e. Sinkop, kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah keotak yang tidak
adekuat
f. Kelelahan dan kelemahan, sering kali akibat curah jantung yang rendah dan
perfusi aliran darah perifer yang berkurang.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang untuk menegakkan diagnosa gagal jantung antara
lain :
a. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut
jantung. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia
san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
b. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran
dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup
jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
c. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan
cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
d. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic
peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.

11
e. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
f. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
g. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas
Manifestasi PJK disebabkan karena ketidak seimbangan antara kebutuhan O2
sel otot jantung dengan masukannya. Masukan O2 untuk sel otot jantung
tergantung dari O2 dalam darah dan pembuluh darah arteri koroner. Penyaluran
O2 yang kurang dari a. Koroner akan menyebabkan kerusakan sel otot jantung.
Hal ini terutama disebabkan karena proses pembentukan plak aterosklerosis
(sumbatan di pembuluh darah koroner). Sebab lainnya dapat berupa spasme
(kontraksi) pembuluh darah atau kelainan kongenital (bawaan). Iskemia
(kerusakan) yang berat dan mendadak akan menimbulkan kematian sel otot
jantung, yaitu disebut dengan infark jantung akut yang ireversibel (tidak dapat
sembuh kembali). Hasil dari kerusakan ini juga akan menyebabkan gangguan
metabolik yang akan berefek gangguan fungsi jantung dengan manifestasi gejala
diantaranya adalah nyeri dada.

2.8 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi Medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti artimia kelas I : sodium channel blocker.
Kelas I A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide untuk
ventrikel ekstra sistole atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai
anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang.

12
Kelas I B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT.
Kelas I C
a. Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
b. Anti aritmia kelas 2 (beta adrenergik blokade). Atenolol, metoprolol,
propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris dan hipertensi.
c. Anti aritmia kelas 3 (prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi
VT, SVT berulang.
d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil, indikasi
supraventrikular aritmia.
2. Terapi mekanis
a. Kardioversi : Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan
prosedur elektif.
b. Defibrilasi : Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat.
c. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi
dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa
atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
d. Terapi pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus
listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

2.9 Masalah keperawatan


1. Penurunan curah jantung 00029
a. Definisi: ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik (Herdman & Kamitsuru, 2015).
b. Batasan karakteristik: gangguan pada perubahan frekuensi/irama
jantung, perubahan preload dan afterload, perubahan kontraktilitas, dan
perilaku/emosi (Herdman & Kamitsuru, 2015).

13
2. Intoleransi aktivitas
a. Definisi: ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang harus
atau yang ingin dilakukan (Herdman & Kamitsuru, 2015).
b. Batasan karakteristik: biasanya yang muncul yaitu dyspnea, keletihan,
perubahan EKG, respon frekuensi jantung abnormal, dan respon
tekanan darah abnormal (Herdman & Kamitsuru, 2015).

2.10 Intervensi Keperawatan


Dalam jurnal yang berjudul Perspectives of older people engaging in nurse-
led cardiovascular prevention programmes: a qualitative study in primary care in
the Netherlands, mengatakan bahwa ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan
pada pasien kardiovaskuler yaitu sebagai berikut (Ligthart, et al., 2015):
a. Pada masalah tekanan darah maka dianjurkan bagi perawat untuk memberi
saran cara mengontrol tekanan darah dan menyarankan konsumsi obat ketika
dibutuhkan.
b. Pada poin merokok perawat dianjurkan melakukan konseling dan saran untuk
berhenti mapun mengurangi konsumsi rokok,
c. Pada masalah latihan fisik, yaitu dengan memberikan saran untuk mengontrol
berat badan dan juga merujuk pasien untuk menerima program olahraga.
d. Pada masalah berat badan, ketika BMI (body mass index) >25 maka berikan
saran untuk mengontrol pola makan pasien, dan apabila BMI >30 maka
dilakukan rujukan di ahli gizi.
e. Pada bagian kolestrol maka disarankan untuk memberikan saran pada pasien
dan berikan obat ketika dibutuhkan.
f. Untuk glukosa perawat dianjurkan melakukan protocol stepwise sesuai dengan
pedoman.
g. Bagi pengkonsumsi alcohol perawat dapat memberikan saran dan lakukan
rujukan saat adanya masalah serius.

14
BAB 3. PEMBAHASAN

Risiko peningkatan penyakit kardiovaskular pada lansia memiliki efek


yang menguntungkan pada kejadian penyakit kardiovaskular, kecatatan dan
mungkin pada demensia. Namun, pada lansia kepatuhan manajemen risiko
penyakit kardiovaskular rendah dalam pencegahannya. Berbagai program
pencegahan kardiovaskular dalam intervensi pencegahan dapat menyebabkan
pendekatan yang lebih berpusat pada pasien dan, kepatuhan (Ligthart et al., 2015).
Berbagai masalah yang diakibatkan oleh system kardiovaskuler pada
lansia sehingga membutuhkan solusi yang dapat mengurangi kejadian penyakit
kardiovaskuler dengan menggunakan program kunjungan rumah dengan
memberikan pemeriksaan rutin, karena salah satu penyakit pada sistem
kardiovaskuler yang paling banyak terjadi pada lansia akibat dari proses penuaan
dan dampak kumulatif dari gaya hidup lansia ketika muda adalah hipertensi.
Upaya-upaya ini dilakukan diseluruh tatanan pelayanan kesehatan baik
institusional maupun non institusional.
Perawat komunitas adalah tenaga kesehatan yang memiliki peran utama
dalam pemberian pelayanan perawatan kesehatan dirumah. Bentuk pelayanan
yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan t lansia
di rumah adalah kunjungan rumah. Pelayanan kesehatan melalui kunjungan rumah
yang diberikan antara lain pendidikan kesehatan, coaching dan counselling, serta
pembentukan kelompok swabantu dan pemberian terapi keperawatan yang
ditujukan kepada masyarakat khususnya lansia sesuai dengan masalah kesehatan
yang dialami. Hasil akhir dari pelayanan kunjungan rumah diharapkan angka
kesakitan pada lansia mengalami penurunan sehingga beban negara untuk
pembiayaan kesehatan lansia menjadi berkurang (Utami, et.al, 2013).
Pencegahan kardiovaskular semakin sering ditawarkan dengan adanya
pemeriksaan rutin gratis, motivasi keluarga untuk mengambil bagian dalam
program sangat diperlukan. Selain itu hubungan perawat dengan lansia memiliki
dampak yang penting dalam partisipasi program dengan menggunakan

15
pendekatan pembinaan. Memberikan informasi mengenai gaya hidup sehat tidak
cukup untuk mengubah perilaku gaya hidup sehingga diperlukannya diskusi dan
rencana untuk konseling.
Menurut Ligthart et al., 2015 komponen program perawatan pembuluh
darah intensif yang diberikan yaitu: pemerikasan tekanan darah; merokok;
olahraga; berat badan; kolestrol; glukosa; dan alcohol. Solusi yang dapat diberikan
oleh perawat misalnya pada komponen tekanan darah perawat dapat memberikan
saran untuk mengkonsumsi makanan yang dapat menurunkan tenanan darahnya
dan mengurangi pemakaian garam dapur. Pada komponen merokok, perawat
dapat memberikan konseling pada lansia agar dapat berhenti merokok. Selain itu
Risiko CVD pada orang dewasa yang lebih tua dapat sangat dikurangi melalui
tepat manajemen faktor risiko terkait CVD, seperti pada penelitian yang dilakukan
Yong, et.al 2017 dapat dilakukan pencegahan penyakit kardiovaskuler melalui
modifikasi gaya hidup atau menerima obat. Modifikasi gaya hidup seperti berhenti
merokok, diet sehat, asupan alkohol yang ketat dan moderat latihan fisik telah
direkomendasikan untuk efektif meningkatkan kondisi kesehatan lansia.
Perbaikan pelayanan keperawatan pada lansia dapat ditingkatkan dengan
dibutuhkannya pendekatan perawat dengan lansia selain keahlian medis perawat,
kemampuan lain yang dibutuhkan yaitu untuk mendengarkan dan membangun
hubungan pribadi yang sangat terkait dengan kepercayaan dan partisipasi
selanjutnya. Perawat memiliki pembinaan dan sikap yang mendukung dalam
mengkhawatirkan tentang kesehatan klien dan dapat bernegosiasi baik sangat
diperlukan dalam peningkatan pelayanan kesehatan
Pembinaan yang dilakukan oleh perawat dapat berpengaruh pada
keterlibatan keluarga dalam perawatan primer. Dalam aspek gaya hidup perawat
sangat berpengaruh dengan mempromosikan aktivitas fisik dalam komunitas,
mendiskusikan masalah pribadi dan social. Upaya perawat menghasilkan hasil
yang lebih baik melalui perilaku sehat berkelanjutan, kepatuhan pengobatan yang
lebih baik, dan perbaikan kecil dalam gaya hidup.
Implikasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan konsultasi jangka
panjang pencegahan kardiovaskular dapt dihargai oleh lansia apabila dilakukan

16
oleh seorang perawat yang berdedikasi yang mampu mengintegrasikan perawatan
dengan kebutuhan dan keyakinan pribadi dari lansia. Elemen-elemen yang
dilakukan dalam sebuah program untuk keberhasilan, sehubungan dengan
kepuasan peserta dan kepatuhan, Pada program pelayannan sebagai kekuatan
pendekatan dengan mendengarkan keluh kesah dari lansia dengan berusaha
memberikan contoh-contoh konkret dalam hidup sehat.

17
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Menurut definisi kardiovaskuler dari WHO, penyakit kardiovaskuler
adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah
(Kesehatan, 2014). Menurut American Heart Association, laki-laki memiliki satu
dari 3 kemungkinan untuk menderita penyakit kardiovaskuler utama sebelum
berusia 60 tahun. Pada perempuan resiko ini satu dari sepuluh. Adanya esterogen
sebelum masa manopose dianggap merupakan faktor pelindung utama untuk
menghindari penyakit kardiovaskuler (Price & M.Wilson, 2005). Ada beberapa
faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler menurut (Stanley & Beare, 2006)
yaitu : riwayat keluarga,umur, jenis kelamin, obesitas, hipertensi, diabetes melitus,
hyperlipidemia, merokok, gayahidup monoton, kondisi stelah menopos. Dan
pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi EKG, Echokardiogram, foto rontgen,
tes darah BNP.
Bentuk pelayanan yang digunakan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai kebutuhan lansia di rumah adalah kunjungan rumah. seorang
perawat yang berdedikasi yang mampu mengintegrasikan perawatan dengan
kebutuhan dan keyakinan pribadi dari lansia. Elemen-elemen yang dilakukan
dalam sebuah program untuk keberhasilan, sehubungan dengan kepuasan peserta
dan kepatuhan, Pada program pelayanan sebagai kekuatan pendekatan dengan
mendengarkan keluh kesah dari lansia dengan berusaha memberikan contoh-
contoh konkret dalam hidup sehat.

4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat menambah pengetahuan terkait penyakit kardiovaskuler
pada lansia sampai dan tindakan penanganannya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Agar dapat diterapkan pada institusi tempat kerjanya untuk penerapan
intervensi pada pasien khususnya lansia.

18
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat khususnya lansia supaya dapat memahami penyakit
kardiovaskuler.

19
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Hanum, P. L. (2018). Hubungan Karakteristik Dan Dukungan Keluarga Lansia


Dengan Kejadian Stroke Pada Lansia Hipertensi Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. JUMANTIK (Jurnal Ilmiah Penelitian
Kesehatan), 72-88.

Hasanah, H. (2015). Identifikasi Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular Pada


Kelompok Lanjut Usia (Lansia) Di Kawasan Malioboro. Skripsi.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi Dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/hasil_riskesdas_201
3.pdf [Diakses tanggal 28 April 2018].

Kesehatan, K. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta Selatan: Pusat Data dan
Informasi.

Ligthart, S. A., Eerenbeemt, K. D., Pols, J., Bussel, E. F., Richard, E., &
Charante, E. P. (2015). Perspectives of older people engaging in nurse-led
cardiovascular prevention programmes: a qualitative study in primary care
in the Netherlands. British Journal of General Practice, 41-48.

Pandji, D. (2012). Menembus Dunia Lansia. Jakarta: Gramedia.

Price, S. A., & M.Wilson, L. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

20
Rokaheni H, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi I.
Jakarta: Jantung Harapan Kita

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar-Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume
1. Jakarta: EGC.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.

Syaifudin. (1997). Anatomi Fisiologi, Edisi 2. Jakarta: EGC

Ufara, A. P. (2016). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kejadian Rawat


Inap Ulang Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Rsu Kabupaten
Tangerang. JKFT, 77-88.

Utami, et.al. (2013). Pengendalian Faktor Risiko Hipertensi Pada Agregat Lansia
Melalui Kunjungan Rumah. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 16 No 1.

WHO. (2015). Cause-spesifi c Mortality and Morbidity In: World Health


Statistics 2015. Geneva : WHO Press, p. 60 Tersedia di:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/170250/1/9789240694439_eng.pd
f [Diakses tanggal 28 April 2018] .

WHO. (2004). Introducing the WHOQOL Instrument. Retrieved from Diakses


dari hhtp://dept.washington.edi/yqol/whoqol/.infopdf Diakses tanggal 28
April 2018]

WHO. (2012). World Health Statistics 2012. Geneva: WHO Press, p. 68 Diakses
tanggal 28 April 2018.

Yong, et.al. (2017). Primary prevention of cardiovascular disease in older adults


in China. World J Clin Cases 2017 September 16; 5(9): 349-359.

Zaenurrohmah, D. H. (2017). Hubungan Pengetahuan Dan Riwayat Hipertensi


Dengan Tindakan Pengendalian Tekanan Darah Pada Lansia. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 174-184.

21

Вам также может понравиться