Вы находитесь на странице: 1из 48

MAKALAH SGD

KEPERAWATAN INTEGUMEN

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kelenjar Ekrin dan Sebasea

pada Kulit : Acne Vulgaris, Miliaria dan Rosasea

Fasilitator :
Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep

Oleh :
Kelompok 5
A1/2015
Erlinna Nur Syah Putri 131511133009
Cherlys Tin Lutfiandini 131511133016
Rizky Sekar Taji 131511133028
Wahyu Agustin Eka Lestari 131511133033
Risma Wahyuningtyas131511133035
Firdha Lailil Fadila 131511133117
Adilla Kusuma Dewi 131511133124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho , dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Adapun makalah “Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kelenjar Ekrin dan
Sebassea pada Kulit : Acne Vulgaris, Milliaria dan Rosasea” ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas yang diberikan pembimbing kepada penulis. Dalam menyelesaikan
makalah ini , penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Ilya Krisnana, S. Kep, Ns., M. Kep. selaku dosen dari mata kuliah Keperawatan
Integumen yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan penulis.
2. Teman-teman, selaku pendorong motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah ini jauh dari kata
sempurna . Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata semoga ilmu
dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara efektif . Terimakasih

Surabaya, 4 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................4

1.3 Tujuan..................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acne Vulgaris......................................................................................................6

2.2 Miliaria .............................................................................................................15

2.3 Rosasea .............................................................................................................20

BAB III WEB OF CAUTION

3.1 WOC Acne Vulgaris..........................................................................................27

3.2 WOC Milliaria...................................................................................................28

3.3 WOC Rosasea....................................................................................................29

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR


EKRIN DAN SEBASEA PADA KULIT

4.1 Asuhan Keperawatan : Acne Vulgaris...............................................................31

4.2 Asuhan Keperawatan : Miliaria ........................................................................39

4.3 Asuhan Keperawatan : Rosasea ........................................................................44

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan........................................................................................................51

5.2 Saran..................................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................52

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acne vulgaris, miliaria dan rosasea adalah kondisi abnormal kulit akibat
gangguan pada kelenjar minyak (sabesea) dan kelenjar keringat (ekrin). Rosasea
merupakan kondisi krinis, yakni peradangan jangka panjang berupa iritasi, kemerahan,
pembengkakan, hyperplasia (penebalan kulit) dan jerawat yang terjadi di pipi, kelopak
mata, hidung, dagu dan dahi (Marwali, 2000). Belum diketahui secara pasti penyebab
dari kondisi ini, namun perubahan pada kulit melibatkan pelebaran atau pembesaran
pembuluh darah kecil di permukaan kulit. Penyakit kulit yang sering terjadi pada anak
adalah miliria. Pada umumnya miliria sering terjadi di daerah punggung, dahi, leher,
bahu, dada, lipatan-lipatan kuli serta bagian tubuh yang berambut. Dan juga
diperkirakan sekitar 80% penderita miliaria terjadi pada anak dibawah umur 5 tahun
(Sugito, 2007).
Pada gangguan kelenjar ekrin dan sebasea, klien akan mengalami gangguan
integritas kulit, resiko infeksi akibat dari penyebaran virus, sehingga pada penderita
akan mengalami gangguan rasa nyaman berupa nyeri, malaise.
Dari situasi seperti dikemukakan diatas, maka sangatlah penting untuk
melakukan tindakan pencegahan terjadi acne vulgaris, miliria, rosasea dan
menyediakan asuhan keperawatan pada penderita yang berkualitas serta dapat
dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Dengan demikian kejadian acne vulgaris,
miliaria, rosase dapat dicegah dan kematian akibat komplikasi acne, rosasea, miliaria
dapat dikurangi
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep teori Acne Vulgaris ?
1.2.2 Bagaimana konsep teori Miliaria ?
1.2.3 Bagaimana konsep teori Rosasea ?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Acne Vulgaris ?
1.2.5 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Miliaria ?
1.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Rosasea ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang konsep teori Acne Vulgaris
1.3.2 Untuk mengetahui tentang konsep teori Miliaria
1.3.3 Untuk mengetahui tentang konsep teori Rosaseae
1.3.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Acne Vulgaris
1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Miliaria
1.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Rosaseae

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acne Vulgaris


A. Definisi
Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista
pada tempat predileksinya (Syarif, 2007).
Acne merupakan suatu peradangan kronik kelenjar-kelenjar sebasea. Keadaan
ini sering dialami oleh mereka yang berusia remaja dan dewasa muda, dan akan
menghilang dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30 tahun (Price and Wilson,
2005).
Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel
polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, nodus, dan kista
pada tempat predileksinya (Wasitaatmadja, 2010). Tempat predileksinya yaitu pada
kelenjar sebasea berukuran besar, seperti wajah, dada, dan punggung bagian atas
(Tjekyan, 2008). Acne sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu acme yang berarti
sebuah titik (Burns and Brown, 2005).
B. Klasifikasi
Acne Vulgaris (AV) ditandai dengan adanya komedo, papual, kista, dan
pustula (Tahir, 2010).
Komedo adalah bintik-bintik kecil berwarna hitam pada kulit khususnya wajah
yang dihasilkan dari akumulasi sebum dan kotoran sehingga menyumbat pori-pori.
Awalnya komedo ini berupa kumpulan sebum yang tampak seperti nodul putih di
bawah kulit, akan tetepi karena ada interaksi dengan oksigen di udara menyebabkan
reaksi kimia terjadi dan membuat pori-pori beserta isinya menghitam (Jevuska, 2012).
Papula adalah lesi yang padat, menonjol dan teraba kecil karena diameternya
kurang dari 1 cm. Papula terangkat di atas permukaan kulit dapat berupa soliter atau
multipel (Astarina, 2015).
Kista (nodul inflamasi pada lemak) penonjolan pada permukaan kulit yang
mana rongganya berisi cairan baik nanah, darah, atau cairan.
Pustula adalah lesi yang menonjol dansirkumskripta berdiameter kurang dari
1cm dan berisi materi purulen yang membuat pustula menjadi putih kuning (Kowalak,
2011).
Menurut Price and Wilson (2005), acne dibedakan menjadi :
1. Acne Ekskoriata
5
Terjadi pada individu yamg memanipulasi jerawat secara obsesif, yang dapat
menimbulkan jaringan parut yang banyak sekali.
2. Acne konglobata
Bentuk acne kistik yang paling berat dengan kista profunda, komedo multiple
dan jaringan parut yang nyata, keadaan ini dapat disertai dengan demam dan
malaise dan pasien perlu dirawat di Rumah sakit.
3. Acne Koloidalis
Acne koloidalis memiliki jaringan parut dengan keloid multiple di tempat-
tempat terdapat lesi acne.

Klasifikasi acne menurut American Academy of dermatology Concensus


Conference of Acne Classification pada tahun 1990 di Washington D.C :
Komedo Papula/pustula Nodul
Ringan Beberapa-banyak <25 Beberapa <10 -
Sedang Banyak dan/atau luas >25 Beberapa-banyak 10-30 Beberapa >10
Berat Tidak bisa dianggap berat Banyak dan/luas >30 Banyak >10
a. Skala ringan ditandai dengan adanya beberapa papula, pustula, dan tidak ada
nodul
b. Skala sedang ditandai dengan klien dengan jerawat sedang atau moderat memiliki
beberapa banyak papula dan pustula, bersama dengan beberapa beberapa nodul.
c. Sedangkan klien dengan jerawat parah memiliki papula dan pustula yang luas,
serta banyak nodul.
C. Etiologi
Menurut Corwin (2009), penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak
faktor yang berpengaruh.
1. Pembentukan sebum
Pembentukan sebum dirangsang oleh androgen. Pembentukan androgen pada
perempuan dan laki-laki selama pubertas merupakan penyebab munculnya acne.
2. Hormon
Hormon androgen, hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar
sebasea sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon tersebut dapat menstimulasi
pertumbuhan kelnjar sebasea yangmana akan meningkatkan produksi sebum.
3. Bakteria
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah Corynebacterium acnes
(Propionibacterium acnes), staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale.
Dari ketiga mikroba ini, yang terpenting yakni C. acnes, yang bekerja secara tak
langsung.
4. Herediter atau Genetik

6
Faktor herediter diduga berpengaruh pada besar dan aktifitas kelenjar sebasea,
penyebaran lesi dan lamanya kemungkinan mendapat acne. Apabila kedua orang
tua mempunyai bekas acne, kemungkinan besar anaknya akan menderita acne.
5. Stres
Stress dapat meningkatkan produksi sebum baik secara langsung atau melalui
rangsangan terhadap kelenjr hipofisis. Hal ini akan menyebabkan timbulnya acne
maupun memperburuknya.
6. Kosmetika
Pemakaian kosmetik tertentu secara terus menerus dalam kurun waktu lama, dapat
menyebabkan acne. Bahan yang sering menyebabkan acne ini terdapat pada
berbagai kosmetik seperti bedak dasar, pelembab, krim penahan sinar matahari,
krim malam yang mengandung bahan-bahan seperti lanolin, petrolatum, dan
bahan kimia murni.
7. Diet
Faktor diet sebagai penyebab acne vulgaris sampai saat ini masih belum dapat
dipastikan walapun beberapa penderita menyatakan acne bertambah parah setelah
mengkonsumsi beberapa makanan tertentu seperti coklat, susu, kacang-kacangan,
keju, gorengan, alkohol dan makanan berlemak. Lemak yang tinggi pada makanan
akan meningkatkan kadar sebum dan makanan dengan kadar karbohidrat tinggi
akan meningkatkan lemak yang ada di kulit.

8. Iklim
Cuaca yang panas dan lembab memperburuk acne. Hidrasi pada stratum
koreneum epidermis dapat merangsang terjadinya acne. Pajanan sinar matahari
yang berlebihan dapat memperburuk acne.
9. Lingkungan
Acne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan
pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.
10. Obat- obatan
Kortikosteroid oral kronik yang dipakai untuk mengobati penyakit lain (seperti
lupus eritematosus sistemik) dapat menimbulkan pustule di permukaan kulit
wajah, dada dan punggung. Obat kontrasepsi oral dapat menyembuhkan acne tapi
pada sebagian orang justru memperparah acne. Obat-obat golongan lain yang
memperberat acne bromide, yodida, defenitoin, litium, hidrasit asam isonikotinat.
D. Patofisiologi

7
Secara garis besar terdapat empat faktor yang berperan dalam patogenesis
Acne Vulgaris yaitu produksi sebum yang berlebihan, hiperproliferasi epidermis,
aktifitas Propionibacterium acnes, dan proses inflamasi. (Brown & Burns, 2005).
1. Peningkatan produksi sebum yang berlebihan
Faktor stress dan masa pubertas diduga dapat meningkatkan produksi androgen
dalam tubuh . Peningkatan hormon androgen ini akan menstimulasi pembesaran
kelenjar sebasea sehingga terjadi peningkatan produksi sebum. Produksi sebum ini
akan menyumbat folikel sebasea yangmana akan berakhir dengan terbentuknya
acne (Harahap, 2000).
2. Hiperproliferasi epidermis
Acne juga berhubungan dengan perubahan komposisi lemak. Sebum yang bersifat
komedogenik tersusun dari campuran akualen, lilin, ester dari sterol, kolesterol,
lipid polar, dan trigliserida berbanding terbalik dengan kadar asam linoleat. Saat
kadar sebum meningkat kadar linoleat mengalami penurunan sehingga
menginduksi timbulnya hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier epitel
dari duktus pilosebasea. Hiperkeratosis ini menyebabkan sel tanduk dari stratum
korneum bagian dalam dari duktus pilosebasea menjadi lebih tebal dan lebih
melekat dan akhirnya menimbulkan sumbatan dari saluran folikuler oleh masa
keratin hingga akhirnya terbentuk acne (Harahap, 2000).
3. Aktifitas Propionibacterium acnes
Kenaikan jumlah sebum dan keratin pada folikel menyebabkan peningkatan
proliferasi dan kolonisasi bakteri P. Acnes. P.acnes mengeluarkan enzim lipase
yang berperan dalam mengubah trigliserid dalam sebum menjadi asam lemak
bebas. Asam lemak bebas ini menyebabkan hiperkeratosis dan pembentukan
mikrokomedo. Mikrokomedo ini merupakan suatu proses awal dari pembentukan
lesi acne. Mikrokomedo dapat berkembang menjadi lesi non inflamasi (komedo
tertutup/terbuka) atau lesi inflamasi.
4. Proses inflamasi
Hasil dari bakteri P.Acnes berupa asam lemak bebas yang bersifat inflamatoris,
komedogenik dan sitotoksis sehingga dapat mengiritasi dan merusak epitel folikel
sebasea. Disamping itu asam lemak bebas ini akan melakukan penetrasi ke dermis
sehingga menyebabkan reaksi inflamasi. P.acnes juga membentuk enzim-enzim
lainnya seperti protease, fosftatase, neuraminidase dan hialuronidase yang sangat
berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi.
E. Manifestasi Klinis

Menurut Corwin (2009) :


8
1. Lesi berupa komedo terbuka atau tertutup
Komedo tertutup lebih nudah diraba daripada dilihat. Komedo ini berupa
paula yang sangat kecil dengan titik atau penonjolan di tengah. Lesi ini paling
banyak terdapat di dahi dan pipi. Sedikit sekali terjadi peradangan atau bahkan
tidak ada. Komedo terbuka adalah folikel rambut tertutup dan melebar, tetapi tidak
jelas apa penyebab bercak-bercak hitam yang khas itu. Lesi peradangan yang
sembuh akan meninggalkan banyak bintik hitam, terutama pada bahu dan tubuh
bagian atas. Adanya komedo hitam bersifat patognomonik (menimbulkan gejala
atau keluhan) untuk acne pada usia muda.
2. Papula dan Pustul
Pada sebagian besar pasien akne, timbul papula dan pustula. Papula dan
pustula dikenal baik sebagai bintik kecil berwarna merah atau pustula berwarna
dasar kemerahan. Keluhannya adalah rasa gatal atau sampai terasa sakit. Papula
cepat sekali timbul , sering hanya dalam beberapa jam kemudian biasanya
berkembang menjadi pustula. Sesudah beberapa hari akan hilang. Seringkali lesi
bisa muncul kembali di tempat yang benar-benar sama.
3. Nodul, kista
Dengan semakin bertambah parahnya keadaan dan semakin parahnya
peradangan, maka semakin bertambah besarlah lesi yang yang dapat diraba dan
dilihat yang berakibat pada terbentuknya nodul dan kista yang sangat dalam. Pada
kebanyakan pasien hanya timbul beberapa saja, tapi pada beberapa orang bisa
sangat banyak, keadaan ini disebut acne konglobata. Lesi tersebut sering sangat
menganggu dan juga bertahan jauh lebih lama dibandingkan kebanyakan kelainan
kulit superfisial yang lain, beberapa lesi akan menjadi kronis dan akibatnya bisa
terbentuk kista yang permanen.
4. Timbulnya jaringan parut (Scar)
5. Lesi terdapat di wajah, punggung dan bahu
6. Pada wanita sering meningkat pada sebelum atau selama periode haid sewaktu
kadar estrogen rendah
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosa acne ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum,
yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor. Sebum yang
menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih
lunak seperti nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam (Wasitaatmadja dalam
Djuanda, et al. 2007).
2. Pemeriksaan hispatologis mamperlihatkan adanya gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa

9
sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan
jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan
mati, dan keratin yang lepas (Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
3. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada
etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi
yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan
(Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
4. Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada acne vulgaris kadar asam lemak bebas
(free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya (Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
5. Pemeriksaan penunjang hanya diindikasikan apabila dicurigai adanya sindrom
Cushing atau viriliasi. Ultrasonografi pelvis dapat menunjukkan ovarium
polikistik (Davey, 2005).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan acne meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi
(preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua
usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat bahwa kelainan ini terjadi akibat
pengaruh berbagai faktor, baik faktor internal dari dalam tubuh sendiri (ras, hormonal,
dll), maupun faktor eksternal (makanan, stres,musim) yang kadang tidak dapat
dihindari oleh penderita.
1. Terapi Diet
Meskipun pembatasan makanan terus dianjurkan dalam penanganan acne, diet
tidak memainkan peranan yang utama dalam terapi. Penghindaran jenis atau
produk makanan tertentu yang berkaitan dengan peningkatan intensitas acne,
seperti cokelat, cola, gorengan atau produk susu harus digalakkan.
2. Higiene Kulit
Pada kasus-kasus acne yang ringan, tindakan yang diperlukan mungkin hanya
dengan membasuh muka dua kali sehari dengan sabun pembersih muka.
Penggunaan krim atau produk kosmetik yang berbahan dasar minyak tidak
dianjurkan.
3. Farmakoterapi Topikal

10
Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo,
menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi. Obat topikal terdiri
atas :
1) Benzoil Peroksida
Preparat benzoil peroksida banyak digunakan karena preparat ini
mengurangi lesi inflamasi dengan cepat dan berkelanjutan. Preparat tersebut
mengurangi produksi sebum dan menguraikan sumbat komedo. Obat ini juga
mempunyai efek antibakteri dengan menekan pertumbuhan
Propionicbacterium acnes. Pada awalnya, benzoil peroksida menimbulkan
kemerahan dan deskuamasi, tetapi kulit kemudian menyesuaikan dirinya
secara cepat dengan pemakaian preparat tersebut. Kombinasi benzoil
peroksida, benzoil eritromisin dan benzoil sulfur dapat dibeli dengan bebas di
toko obat atau dengan resep di apotik.
2) Asam vitamin A
Asam vitamin A (tretinoin) yang dioleskan secara topikal digunakan untuk
menghilangkan sumbat keratin dari duktus pilosebaseus. Preparat ini akan
mempercepat proses pergantian sel, menghilangkan komedo dan mencegah
pembentukan komedo yang baru. Jadi, asam vitamin A merupakan preparat
yang efektif untuk mengobati acne yang disertai pembentukan komedo.
4. Antibiotik Topikal
Pemakaian antibiotik topikal akan menekan pertumbuhan Propionicbacterium
acnes, menurunkan kadar asam lemak bebas pada permukaan kulit, menguarngi
komedo, papula dan pustula, dan tidak menimbulkan efek samping sistemik.
Preparat topikal yang mengandung tertrasiklin (1%), klindamisin (1%),
eritromisin atau meklosiklin (1%) kerapkali digunakan (Brunner and Suddarth,
2001).
5. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik
di samping dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan
mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik :
a. Anti bakteri sistemik, tetrasiklin (250 mg-1 g/hari), eritromisin (4x250
mg/hari), doksisiklin (50 mg/hari), trimetoprim (3x100 mg/hari).

11
b. Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif
menduduki reseptro organ target di kelenjar sebasea, misalnya estrogen atau
antiandrogen siproteron asetat. Pengobatan ini ditujukan untuk penderita
wanita dewasa acne vulgaris beradang yang gagal dengan terapi lain.
Kortikosteroid sistemik diberikan untuk menekan peradangan dan menekan
sekresi kelenjar adrenal, misalnya prednison atau deksametason.
c. Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai anti keratinisasi.
Isotretinoin merupakan derivat retinoid yang menghambat produuksi sebum
sebagai pilihan pada acne nodulokistik atau konglobata yang tidak sembuh
dengan pengobatan lain (Syarif, 2007).
d. Obat lainnya misalnya antiinflamasi non-steroid ibuprofen (600mg/hari),
dapson (2x100mg/hari), seng sulfat (2x200mg/hari).
6. Terapi bedah
Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki
jaringan parut acne maeradang yang berat (sering menimbulkan jaringan parut
baik secara hipertrofik maupun hipotrofik). Jenis bedah kulit disesuaikan dengan
macam dan kondisi jaringan parut yang terjadi.
a. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol
atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
b. Ekstraksi komedo atau bedah listrik. Komedo dapat dihilangkan dengan alat
ekstraktor komedo. Dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum atau pada nodulo kistik untuk drainase cairan isi yang
mempercepat penyembuhan. Lokasi lesi pertama-tam dibersihkan dengan
spons alkohol. Komedo kemudian ditusuk dengan jarum suntik ukuran-18 atau
dengan ujung skalpel untuk membuka lubang folikel, melebarkannya dan
mempermudah pengeluaran komedo. Mulut ekstaktor kemudian ditempatkan
pada lesi, dan dilakukan penekanan langsung agar isi kelenjar yang
menyumbat komedo dapat terpijat keluar lewat ekspresor.
c. Kriosurgesi atau bekah beku, yaitu merupakan bedah beku dengan bubur CO2
atau N2 cair untuk mempercepat penyembuhan radang
d. Dermabasi atau disebut terapi abrasi dalam, dimana epidermis dan sebagian
lapisan dermis superfisial dibuang sampai setinggi sikatrik (Bunner&Suddarth,
2001).

12
H. Komplikasi
Komplikase acne dapat meliputi (Kowalak, et al. 2011) :
1. Akne konglobata.
2. Pembentukan parut (jika kondisi jerawat parah).
3. Kehilangan kepercayaan diri.
4. Abses atau infeksi sekunder oleh bakteri.

2.2 Miliaria
A. Definisi
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, di tandai adanya vesikel
milier, berukuran 1-2 mm pada bagian badan yang banyak berkeringat. Pada keadaan
yang lebih berat, dapat timbul papul merah atau papul putih. (Sudoyo, 2009).
Miliaria adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat
dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau
selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab.
Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan
pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan
sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri
yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar
(E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
B. Klasifikasi
1. Miliaria kristalina
Milliaria kristalina ini timbul pada pasien yang mengalami peningkatan
jumlah keringat, seperti pasien demam yang terbaring ditempat tidur. Lesinya
berupa vesikel yang sangat superfisial, bentuknya kecil, dan menyerupai titik
embun berukuran 1-2 mm. Umumnya lesi ini timbul setelah keringat, vesikel
mudah pecah karena trauma yang paling ringan, misalnya akibat gesekan dengan
pakaian. Vesikel yang pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan,
asimptomatik, dan berlangsung singkat. Biasanya tidak ada keluhan dan dapat
sembuh dengan sendirinya.
2. Miliaria rubra
Millia ruba memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema di
sekitarnya. Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal
dan pedih pada daerah ruam dan daerah disekitarnya, sering juga diikuti dengan
infeksi sekunder lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya impetigo dan
furunkel.
13
3. Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya
timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran
1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi
keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada
vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema (Djuanda, 1987).
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki.
Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi
maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis.
Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul
setelah menderita miliaria rubra yang hebat. (Hassan, 1984).
C. Etiologi
1. Faktor lingkungan: suhu dan kelembapan tinggi. Keringat keluar berlebihan dan
tersumbatnya saluran keringat ketika udara panas dan lembab disertai ventilasi
ruangan yang kurang baik.
2. Olahraga berlebihan atau aktivitas meningkat
3. Stapilococus epidermis
4. Faktor lainnya: pakaian yang terlalu tebal. Pakaian yang tebal dan ketat
menyebabkan suhu tubuh meningkat.
5. Faktor usia: balita
6. Faktor kimia seperti obat transdermal
D. Patofisiologi
Terjadinya milliaria diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat,
sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai
dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan
timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian
diabsorpsi oleh stratum korneum. (Vivian, 2010)
Rangsangan utama bagi pengembangan Miliaria adalah kondisi kelembapan
panas yang tinggi dan menyebabkan berkeringan berlebihan. Terjadi occlusion kulit
karena pakaian, obat transdermal yang dapat mengakibatkan pengumpulan keringan
pada permukaan kulit dan lapisan overhydration dari corneum. Orang yang rentan
termasuk bayi, yang relatif belum matang eccrine kelenjar, overhydration dari stratum
corneum dianggap sebagai penyebab penyumbatan sementara dari acrosyringium.
Pada saat kondisi lembab panas bertahan, individu terus memproduksi
keringat berlebihan tetapi tidak dapat mengeluarkan keringat ke permukaan kult
karena penyumbatan ductus. Sumbatan ini menyebabkan kebocoran keringat ke
permukaan kult di dalam dermis atau epidermis dengan anhidrosis

14
Ketika kebocoran di lapisan corneum atau hanya dibawahnya, seperti pada
Miliaria Crystallina sedikit adanya peradangan dan lesi tidak menunjukkan gejala.
Pada Miliaria Rubra kebocoran kerinagt ke lapisan subcorneal menghasilkan
spongiotic vesikula dan sel inflamasi kronis periductal menyusup pada papiler
menghasilkan substansial, masuk kedalam periductal limfositik spongiosis dari
saluran intra-epidermis.
E. Manifestasi Klinis
1. Miliaria Crystalline
a. Lesi yang jelas, vesikula dangkal yang berdiameter 1-2 mm.
b. Lesi yang terjadi sering bertemu (confluent), tanpa eritema sekitarnya.
c. Pada bayi, lesi cenderung terjadi pada kepala, leher, dan bagian atas
tubuh.
d. Pada orang dewasa, lesi terjadi pada tubuh.
e. Lesi pecah dengan mudah dan sembuh dengan desquamation dangkal.
2. Miliaria Rubra
a. Lesi seragam, kecil, vesikula eritem dan veskular papula pada latar belakang
atau dasar eritema.
b. Lesi terjadi dalam distribusi nonfollicular dan tidak menjadi konfluen.
c. Pada bayi, lesi terjadi pada leher dan di pangkal paha dan ketiak.
d. Pada orang dewasa, lesi terjadi pada kulit tertutup di mana gesekan terjadi,
daerah ini antara lain leher, kulit kepala, bagian atas tubuh, dan siku atau
persendian.
e. Pada tahap akhir, anhidrosis dapat diamati di kulit yang terkena.
3. Miliaria Profunda
a. Lesi tegas, berwarna daging, papula nonfollicular yang berdiameter 1-3 mm.
b. Lesi terjadi terutama pada tubuh, tetapi mereka juga dapat muncul pada
ekstremitas.
c. Lesi sementara waktu ada setelah melakukan aktifitas atau rangsangan lain
yang mengakibatkan berkeringat.
d. Kulit yang terkena menunjukkan penurunan produksi atau tidak ada keringat.
e. Pada kasus yang parah yang menyebabkan kelelahan panas, hyperpyrexia dan
takikardia dapat diamati.

15
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan :
a. Anjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 kali sehari
menggunakan air dingin dan sabun.
b. Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan
handuk (lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang
lembut. Setelah itu dapat diberikan bedak tabur.
c. Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat
terlebih dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga
mempermudah terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri.
d. Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon, atau wol yang tidak
menyerap keringat (FKUI, 2002).
e. Menjaga kebersihan kuku dan tangan (kuku pendek dan bersih,
sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk)
Biang keringat bisa tidak dialami bayi asalkan orang tua rajin menghindari
penghalang penguapan keringat yang menutup pori-pori bayi dengan cara:
a. Bayi harus dimandikan secara teratur pada pagi dan sore hari.
b. Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak, leher,
paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak keseluruhan
tubuh dengan tipis.
c. Jaga tubuh bayi agar tetap kering.
d. Jika bayi berkeringat jangan keringkan dengan menggunakan bedak.
Sebaiknya dengan waslap basah, lalu dikeringkan, dan diolesi dengan bedak
tipis.
e. Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
f. Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara kamar
yang tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi mengalir
dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
g. Pada saat memandikan bayi yang menderita biang keringat, sebaiknya
gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan partikel.
Jika menggunakan sabun padat bisa meninggalkan partikel yang dapat
menghambat penyembuhan.

2. Pengobatan
a. Perawatan kulit secara benar
b. Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau
bedak kocok setelah mandi

16
c. Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk
memperparah sumbatan kelenjar
d. Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotic.
Seluruh bentuk miliaria berespon baik terhadap pendinginan penderita dengan
pengaturan suhu lingkungan, melepas pakaian yang berlebiha. Pengobatan yang
paling efektif adalah dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk
mengatasi sebab ini
Penting untuk menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi
yang baik dan menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Untuk miliaria
kristalina tidak diperlukan pengobatan. Untuk miliaria rubra dapat diberikan
bedak salisil 2 % dibubuhi menthol ¼ - 2 %.
Sebagai antipruritus dapat ditambahkan menthol ½ - 1% atau kamper 1-2%
dalam losio feberi. Untuk miliaria dapat digunakan losio calamin dengan atau
tanpa menthol 0,25%, dapat pula resorsin 3% dalam alkohol. (Mansyoer, 2000)
G. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dari Miliaria adalah infeksi sekunder dan
intoleransi panas.
1. Periporitis staphylogenes : Infeksi sekunder dapat muncul sebagai impetigo
atau karena beberapa abses terpisah.
2. Anhidrotic tropis asthenia : adalah bentuk yang paling parah, intoleransi
panas. Intoleransi panas yang paling mungkin untuk berkembang pada pasien
dengan Miliaria profunda.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sitologi dari pustula mengungkapkan isi sel-sel inflamasi.
2. Pewarnaan Gram dapat mengungkapkan cocci gram positif (misalnya,
staphylococcus).
3. Biopsi kulit yaitu pengambilan sample jaringan pada kulit untuk mengetahui
adanya kelainan
4. Uji temple adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilaksanakan dengan
mengoleskan sediaan uii pada kulit normal panel/subjek manusia dengan maksud
untuk mengetahui apakah sediaan itu dapat menimbulkan iritasi atau kepekaan
kulit atau tidak.
5. Uji kultur dan sensitivitas untuk mengetahui adanya infeksi pada kulit.
2.3 Rosasea
A. Definisi

17
Rosasea adalah kondisi kulit non-jaringan parut tahan lama dari wajah yang
sering salah didiagnosis sebagai jerawat dewasa. Ini bervariasi dalam tingkat
keparahan dan tidak selalu memburuk dengan waktu (Paul M. Friedman, MD, 2015).
Rosasea adalah penyakit kulit yang menyebabkan flusing ( kemerahan ) di
wajah. Dibagian yang terkena, terjadi dilatasi kronik kapiler superficial dan hipertropi
folikel sebasea, erupsi populopustula merupakan komplikasi tersering (Brooker,
2005).
Rosasea adalah penyakit kulit yang biasanya terjadi pada seseorang antara usia
40 dan 60 tahun ditandai dengan adanya eritema yang jelas dan pustule dan papula
superfisial pada bagian tengah wajah. (Price, 2005)
B. Klasifikasi
1) Rosasea Eritematotelangiektasis
Merupakan jenis yang ditandai dengan wajah kemerahan permanen. Pembuluh
darah pasien mungkin dapat terlihat di permukaan kulit. Kulit menjadi bersisik,
kering dan mudah akan memerah.
2) Rosasea Papulopustular.
Pasien dengan jenis ini memiliki kemerahan terus-menerus dari wajah, kadang
terdapat benjolan seperti jerawat (pustula).
3) Rosasea Fimatosa.
Berkaitan dengan penebalan kulit wajah.
4) Rosasea Okular.
Pada jenis ini, berpengaruh pada area mata. Pasien dapat memiliki kombinasi
lebih dari satu jenis rosacea pada waktu tertentu. Salah satu jenis juga dapat
berkembang menjadi jenis lain. Rosasea jarang terjadi pada seseorang yang
berusia kurang dari 30 tahun. Selain itu, faktor keturunan turut berperan dalam
Rosasea. Walaupun belum ada studi tertentu yang telah dilakukan untuk
menunjukkan bahwa Rosasea diturunkan, survei menunjukkan bahwa sekitar
sepertiga dari pasien mengalami gejala yang relatif sama. Rosasea lebih sering
terjadi pada wanita. Akan tetapi, laki-laki yang mengalami Rosasea cenderung
memiliki gejala lebih parah.
C. Etiologi
Etiologi Rosacea tidak diketahui secara pasti namum ada beberapa faktor
presipitasi yang dapat memicu timbulnya Rosacea yaitu kopi, makanan pedas, alkohol
dan cuaca buruk. Kelainan ini bisa timbul karena kerusakan kosmetik jangka panjang
pada hidung terlihat ada pembesaran disertai perubahan warna (rinofima).
Penyebab Rosacea kurang dipahami. Para ahli percaya bahwa ada penyebab
vaskular atau pembuluh darah adalah komponen yang signifikan terhadap penyebab
rosasea (Paul M. Friedman, MD, 2015).

18
Menurut Friedman (Paul M. Friedman, MD, 2015) ada beberapa faktor yang
dapat memperburuk Rosacea, yaitu:
a. Paparan cuaca, matahari, dingin dan angin
b. Makanan pedas, minuman panas, keju, coklat dan alcohol
c. Obat-obatan (hindari obat-obatan yang dapat memperluas pembuluh darah dan
steroid topical)
d. Kosmetik (hindari kosmetik yang menyebabkan kulit berminyak, kulit kering,
atau produk yang berbau wangi)
e. Stress, kecemasan
f. Menopause
D. Patofisiologi
Rosacea dimulai dengan timbulnya erythema di wajah, pipi dan hidung.
Flushing dan kemerahan di wajah adalah gejala paling umum. Papula, pustula, cysts,
dan pembesaran pembuluh darah pada wajah (telangiectasia) juga muncul pada kasus
Rosacea. Rosacea kronis bisa menimbulkan penebalan kulit distal pada hidung secara
ireguler dan bulat (rhinophyma), dengan warna-merah keunguan dan folicle yang
melebar (Monahan, et. al, 2007).
Rosacea adalah penyakit kronis yang etiologinya tidak diketahui yang
mempengaruhi pusat wajah dan leher. Berdasarkan manifestasi klinisnya (flushing,
inflamasi kronis, fibrosis). Penyakit ini tidak mematikan, namun setidaknya sudah 13
juta orang terkena oleh penyakit yang tidak bisa disembukan ini. Hal ini
dikarakteristikkan oleh dua komponen yang tampak yaitu perubahan pembuluh darah
meliputi eritema yang hilang timbul atau menetap dan kemerahan dan erupsi dari
pembentukan acne dengan papula, pustula, kista dan hiperplasia sebum. Tidak ada
korelasi antara jumlah ekskresi sebum dan keparahan dari rosacea. Onset paling
banyak terjadi antara umur 30-50 tahun. Kasus pediatrik juga telah dilaporkan.
Walaupun perempuan terkena 3x lebih sering dibanding laki-laki tetapi penyakit ini
lebih parah ketika terjadi pada laki-laki. Rosacea lebih umum terjadi pada kulit yang
terang, individu yang berkulit putih tetapi juga mungkin terjadi pada tipe kulit gelap.
Diperkirakan 10% masyarakat Swedia mengalami rosacea (Arndt, 2002).
Terdapat spekulasi bahwa cacat dalam jalur saraf aferen trigeminal
berkontribusi atas kecenderungan kemerahan pada wajah. Seiring berjalannya waktu,
setelah serangan kemerahan berulang, pembuluh menjadi ektatis dan ada vasodilatasi
permanen. Cairan panas diperkirakan meningkatkan eritema dan kemerahan ketika

19
mereka memanaskan jaringan mukosa mulut, mengarah ke pertukaran panas yang
berlawanan dengan arteri karotid. Sinyal lebih lanjut dari tubuh karotid kemudian
diteruskan ke hipotalamus (termostat tubuh), dimana sinyal tubuh untuk mengusir
panas melalui pembilasan dan vasodilatasi karena peningkatan dirasakan dalam suhu
inti tubuh.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Jhonson (2012) manifestasi yang muncul diantaranya adalah:

1. Tipe Eritematotelangiektasis (Erythematotelangiectatic type):


a) Flushing dan kemerahan di tengah wajah
b) Pembuluh darah terlihat rusak
c) Kulit bengkak
d) Kulit tampak sensitif
e) Kulit terasa menyengat dan terbakar
f) Kulit bersisik kering dan kasar

Gambar 1.Persistent erythema and actinic damage


(Wollina, 2011)
2. Tipe papulopustular (Papulopustular rosasea):
a) Kulit yang sangat merah dengan inflamasi persisten yang dikarakterkan oleh
papula kecil
b) Kulit berminyak
c) Kulit sensitif
d) Pembuluh darah rusak yang terlihat
e) Edem dapat muncul

Gambar 2.Numerous Inflamatory papules and


pustules,
3. Rosasea phymatous persistentrosasea):
(phymatous erythema (Wollina, 2011)

a) Tekstur kulit bergelombang


b) Kulit tebal di hidung
c) Kulit tebal di dagu, dahi, pipi, dan telinga
d) Pori-pori besar
e) Pembuluh darah terlihat rusak

20
Gambar 3.Centrofacial erythema resembling rash but
with persistence (Wollina, 2011)
4. Rosasea okular (Ocular rosasea):
a) Mata merah dan berair
b) Mata yang terasa berpasir
c) Terbakar atau menyengat sensasi di mata
d) Mata kering dan gatal
e) Mata yang sensitif terhadap cahaya
f) Pembuluh darah rusak pada kelopak mata
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnostic rosasea bisa dilihat
dari tampilan atau keadan kulit saja namun bisa menggunakan biopsy kulit untuk
memastikan diagnostic sudah benar atau belum. Kultur bakteri dapat dilakukan jika
dicurigai terdapat infeksi Staphylococcus aureus dan secara khusus infestasi
Demodexfolliculorum. (Wolff &Johnson 2012).
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan non medikamentosa
Klien rosasea memiliki dasar kulit yang rentan terhadap bahan kimia dan
cedera fisik, jadi hindari agen yang menyebabkan iritasi, seperti sabun, kosmetik,
parfum dan iritasi lainnya. Tabir surya dianjurkan pada penderita rosasea, karena
dapat menahan sinar UVA dan UVB dengan (sun protection factors) SPF 15 atau
lebih tinggi. Klien harus diberikan edukasi tentang bagaimana penggunaan tabir
surya tersebut dan konseling penggunaan kosmetik. Massase fasial dahulu
dianjurkan dilakukan, namun hasilnya tidak jelas. Diet rokok, alkohol, kopi, pedas
dapat dilakukan untuk mengurangi rangsangan eritem. Bedah kulit, skalpel atau
dermabrasi dilakukan untuk rinofima dan bedah listrik untuk telangiektasis
(Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
2. Topikal
Antibiotik topikal kadang-kadang efektif seperti tetrasiklin, klindamisin dan
eritromisin, dalam bentuk salap 0.5-2.0%. Eritromisin lebih baik hasilnya
dibandingkan yang lainnya (Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).

21
Metronidazol 0,75% gel atau krim aman dan efektif untuk lesi papul dan
pustul tetapi tidak mempengaruh eritema, telangiektasis atau flushing (Barankin &
Freiman 2006).
Imidazol mempunyai efek anti inflamasi, pada bakteri gram positif dan dapat
ditoleransi dengan baik pada penderita rosasea dengan kulit yang sensitif.
Ketokonazol dalam bentuk krim dipakai 1-2kali/hari (Harahap 2000).
Isotretinoin krim 0.2% juga dapat diberikan dan memberikan efek yang baik.
Antiparasit juga dapat diberikan untuk membunuh D. folikulorum, misalnya
lindane, krotamitone, atau benzoil benzoat. Pemberian kortikosteroid kekuatan
rendah (krim hidrokortison 1%) hanya dianjurkan pada stadium berat
(Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
3. Pengobatan sistemik
Obat-obat yang diberikan yaitu seperti tetrasiklin, dosis yang diberikan 4x250
mg selama 3-4 minggu sebelum makan, diturunkan perlahan-lahan dengan dosis
250 mg/1-2hari, eritromisin(4x250 mg/hari), doksisiklin(50mg/hari), dan
minosiklin,dosis yang sama dengan dosis akne vulgaris, memberikan efek yang
baik karena efek antimikroba dan anti-inflamasinya. Kemudian dosis diturunkan
bila keadaan membaik (Wasitaatmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
Isotretinoin (13-cis-retinoic acid) merupakan suatu retinoid sintetis derivate
dari retinol (Vitamin A) yang terutama digunakan peroral dalam terapi akne
vulgaris nodulokistik refraktori. Isotretinoin juga diberikan untuk penderita
rosasea yang resisten terhadap antibiotik, tetapi pemakaiannya perlu
dipertimbangkan karena dapat menyebabkan kelainan pada mata. Dosis
isotretinoin 0.5-1.0/kgBB. Penggunaannya harus diamati secara ketat (Wasita
atmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
Metronidazol oral biasanya efektif untuk semua tipe rosasea, terutama yang
tidak respon terhadap tertasiklin, karena memiliki efek samping metronidazol
digunakan sebagai obat pilihan kedua dan tidak dianjurkan pada wanita hamil.
Dosis metronidazol 2x500 mg/hari diberikan selama 6 hari, efektif baik stadium
awal maupun lanjut (Wasita atmaja dalam Djuanda, et al. 2007).
Kortikosteroid tidak boleh diberikan kecuali pada akne fulminans. Pada
keadaan ini kortikesteroid peroral dapat diberikan dalam jangka pendek. Dosis 1
mg/hari selama 1 minggu untuk menekan reaksi, kemudian diikuti dengan
pemberian isotretinoin (Harahap 2000).

H. Komplikasi
22
Rinofima/fimatosa sering terdapat pada rosacea yang hebat dan mungkin
merupakan satu-satunya gejala. Sering ditemukan pada laki-laki dan merupakan suatu
pembengkakan yang menonjol dan tidak rata pada hidung. Jaringan parut dapat
terbentuk pada kasus yang parah, dan rasa percaya diri dapat terganggu meski kondisi
tidak buruk (Corwin, 2009).

23
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)


3.1 WOC Acne Vulgari

Kosmetik Diet : Genetik Pubertas, Penurunan Unit


makanan Stress kadar asam polisebasea
berlemak linoleat
Besar dan
Peningkatan Penumpukan
aktifitas
hormone Defisiensi sebum dan keratin
kelenjar
androgen asam lemak
sebasea
esensial lokal Peningkatan proliferasi
Pembesaran epitelium dan kolonisasi bakteri
kelenjar folikular P. Acnes
sebasea
Hiperkeratosis
folikuler Produksi enzim
Peningkatan protease,
produksi sebum hyaluronidase, dan
Peningkatan
produksi keratin lipase
Penumpukan sebum
Menghidrolisis
Penebalan sel
trigliserid pada sebum
Obstruksi folikel tanduk
menjadi asam lemak
sebasea
bebas
Non Inflamatory Acne Inflamatory
MK : Nyeri Akut
Komedo  Papula
 Pustular Lesi pada jaringan
 Nodular

Terbentuknya
scar/jaringan parut
Acne Konglobata Acne Koloidalis Acne Ekskoriata
MK : Kerusakan
Bentuk acne paling berat, Adanya jaringan Jaringan parut yag Integritas Kulit
keadaan ini dapat parut disertai banyak sekali
mengakibatkan demam keloid akibat tindakan
(tanda adanya inflamasi) manipulatif

MK : Hipertermia MK : Gangguan Citra


Tubuh

24
3.2 WOC Miliaria

3.3 WOC Rosaseae


25
Iklim Makanan Obat-obatan Infeksi Wanita Penggunaan
Menopous Kosmetik
e
Perubahan Makanan pedas, Kortikosteroid Infeksi
suhu dingin, kopi, alcohol, dan obat yang Demodex Defisiensi Produk yang
panas dan alcohol, dapat Folliculorum hormonal berbau wangi,
radiasi minuman panas, melebarkan (tungau berminyak pada
matahari keju dan coklat pembuluh wajah) kulit dan
darah Penurunan menyebabkan
produksi kulit kering
hormone
Timbul flushing Stimulasi estrogen
(kemerah-merahan bradikinin
pada wajah) yang
dihasilkan
oleh adrenalin

Dilatasi pembuluh darah wajah dan


diikuti peradangan

Merusak pembuluh darah


kulit dan jaringan ikat
dermal

Degenerasi elastotik
pada dermis yang diikuti
Erythemato oleh vasodilatasi dan
telangiectatic peradangan
Ocular Rosacea
Vasodilatasi pembuluh darah
Wajah seperti dan teleangiektasis
terbakar Mata kering/ berair,
Papulo pustular terasa terbakar dan
rosacea ROSASEA Phymatous gatal
Terasa perih ROSASEA Rosacea
pada wajah
Terjadi inflamasi Sensitive terhadap
cahaya
Penebalan pada
MK : Nyeri Akut wajah Ocular Rosacea
Muncul Papula pada
muka Gangguan
26
penglihatan
Mata kering/ berair,
MK : KerusakanMK : Gangguan Citra terasa terbakar dan
Integritas Kulit Tubuh MK : Risiko Cedera
gatal
Sensitive terhadap
cahaya

Gangguan
penglihatan

MK : Risiko Cedera

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR EKRIN
DAN SEBASE PADA KULIT

27
4.1 Asuhan Keperawatan : Acne Vulgaris
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas, meliputi
 Nama
 Jenis kelamin, puncak keparahan acne terjadi lebih dini pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.
 Usia, acne umum terjadi pada masa remaja namun pada orang dewasa juga
dapat terjadi acne
 Pekerjaan, orang yang memiliki pekerjaan yang sering berhadapan
langsung dengan debu lebih sering mengalami acne, seperti pertambangan
 Alamat, orang yang tinggal ditengah lingkungan yang berpolusi memiliki
risiko lebih tinggi mengalami acne
b. Keluhan utama : biasanya keluhan yang dirasa paling mengganggu yaitu
adanya rasa nyeri dan kurangnya rasa percaya diri.
c. Riwayat penyakit sekarang tanyakan kepada klien tanda atau gejala yang
dialami dan sejak kapan munculnya acne itu sendiri, serta usaha apa saja yang
telah dilakukan klien untuk menangani acne yang dideritanya. Sebagian besar
pesien menyadari adanya fluktuasi yang besar baik dalam hal jumlah maupun
tingkat keparahan bintik-bintik, sedangkan pada gadis remaja, hal itu
seringkali berhubungan dengan siklus menstruasi. Keadaan ini sering manjadi
bertambah buruk karena adanya tekanan psikologis.
d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan kepada klien apakah pernah menderita
acne sebelumnya atau tidak pada saat anak-anak. Acne yang khas kadang-
kadang timbul pada bayi dan anak-anak (terutama laki-laki), biasanya usia 3-
12 bulan. Walaupun lesi ini menghilang sesudah 4-5 tahun, anak remaja sering
kembali mendapatkan gangguan acne yang sangat parah.
e. Riwayat kesehatan keluarga : sebagian individu mungkin secara genetis rentan
terhadap acne, yang mungkin berkaitan dengan sensitivitas berlebihan kelenjar
sebasea terhadap androgen.
f. Pola hidup (Life style) : pemakaian kosmetika tertentu, secara terus-menerus
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk acne ringan yang
terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi pada pipi dan dagu.

28
Kebiasaan jarang menjaga kebersihan kulit juga dapat memicu timbulnya
acne.
g. Pengkajian psikososial : acne sering terjadi di bagian wajah dan sering terjadi
pada kelompok usia remaja. Bagian wajah bagi sebagian orang bernilai
penting dan ini dapat mempengaruhi pengembangan citra dirinya karena
dampak dari timbulnya acne. Seseorang dapat menghabiskan waktunya di
depan cermin, tidak peduli apakah yang tampak hanya beberapa bintik
maupun ratusan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Observasi
- TD : normal
- Nadi : normal
- RR : normal
- Suhu : normal
- Kesadaran : compos mentis
b. Kepala dan leher
1. Rambut : -
2. Wajah : adanya papula, pustular, nodul kaji
- Warna : Bila muncul komedo, warnanya tergantung dari tipenya, yaitu
tertutup (whitehead) dan terbuka (blackhead). Kaji juga adanya
kemerahan tanda inflamasi.
- Moisture : Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit
terhadap basah dan minyak.
- Temperatur : Pada area yang terdapat lesi, suhunya lebih tinggi
daripada area kulit yang lainnya sebagai akibat inflamasi.
- Texture : Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan
ujung jari . Pada acne, ada lesi superficial yang biasanya muncul 5
sampai 10 hari dan tidak menimbulkan bekas, tapi lesi yang lebih besar
biasanya sampai berminggu-minggu dan menimbulkan bekas.
- Turgor : Biasanya pada kasus acne, turgor kulit normal yaitu < 3 detik.
- Edema : Biasanya pada kasus acne, tidak ditemukan edema.
- Odor : Biasanya apabila lesi acne dipencet, akan mengeluarkan cairan
yang berbau.

29
- Lesi : Akan terbentuk lesi (polimorf). Lesi yang khas adalah komedo.
3. Leher : -
4. Dada : tanyakan apakah acne juga muncul sampai ke bagian ini
5. Abdomen : -
6. Genitalia : -
7. Ekatremitas : -
8. Punggung : tanyakan apakah acne juga muncul di punggung karena
sebagian orang juga dapat menderita acne pada punggungnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (infeksi) (Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1.
Kenyamanan fisik, Kode 00132)
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan hormonal (Domain 11.
Keamanan/Perlindungan, Kelas 2. Cedera Fisik, Kode 00046)
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan persepsi diri (Domain 6. Persepsi diri, Kelas
3. Citra tubuh, Kode 00118)
4. Hipertermia b.d Penyakit (Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 6.
Termoregulasi, Kode 00007)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Pemberian Analgesik
biologis (infeksi) keperawatan 3 x 24 jam nyeri (2210)
akut yang dirasakan klien - Menentukan lokasi,
(Domain 12. teratasi dengan kriteria hasil : karakteristik, kualitas,
Kenyamanan, Kelas 1. Kontrol Nyeri : dan keparahan nyeri
Kenyamanan fisik, Kode 1. Klien mampu sebelum mengobati
00132) menggunakan tindakan pasien.
pengurangan [nyeri]. - Cek perintah
2. Klien menggunakan pengobatan meliputi
analgesik yang obat, dosis, dan
direkomendasikan. frekuensi obat
Pengetahuan: Manajemen analgesic yang
Nyeri : diresepkan.
1. Klien mengetahui strategi - Cek adanya riwayat

30
untuk mengontrol nyeri. alergi obat.
2. Klien mengetahui efek - Dokumentasikan
teraupetik obat. respon terhadap
3. Klien mengetahui efek analgesic dan adanya
samping obat. efek samping.
- Lakukan tindakan-
tindakan untuk
menurunkan efek
samping analgesic.
- Ajarkan penggunaan
analgesik.
2. Manajemen Nyeri
(1400)
- Lakukan pengkajian
komprehensif yang
meiputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor
pencetus.
- Ajarkan prisip-prinsip
manajemen nyeri.
- Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat.
- Berikan individu
penurun nyeri
yangoptimal dengan
peresepan analgesik.
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Pemberian Obat:
b.d perubahan hormonal keperawatan 5 x 24 jam Kulit (2316)
kerusakan integritas kulit - Ikuti prinsip 5 benar
31
(Domain 11. yang dirasakan klien teratasi pemberian obat.
Keamanan/Perlindungan, dengan kriteria hasil : - Catat riwayat medis
Kelas 2. Cedera Fisik, Integritas Jaringan: Kulit pasien dan riwayat
Kode 00046) dan Membran Mukosa : alergi.
1. Tidak terdapat lesi pada - Tentukan kondisi kulit
kulit klien. pasien di atas area
2. Tidak terdapat jaringan dimana obat akan
3. Tidak terdapat jaringan diberikan.
parut pada kulit klien. - Berikan agen topical
sesuai yang diresepkan.
- Monitor adanya efek
samping local dan
sistemik dari
pengobatan.
- Dokumentasi
pemberian obat dan
respon pasien.
2. Perawatan Luka
(3660)
- Monitor karakteristik
luka, termasuk drinase,
warna, ukurn, dan bau.
- Ukur luas luka, yang
sesuai.
- Berikan perawatan
perawatan ulkus pada
kulit, yang diperlukan.
- Oleskan salep yang
sesuai dengan kulit/lesi.
- Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka.
- Anjurkan pasien atau
anggota keluarga pada

32
prosedur perawatan
luka.
- Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran, dan
tampilan.
Gangguan citra tubuh b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan Citra
perubahan persepsi diri keperawatan 5 x 24 jam Tubuh (5220)
gangguan citra tubuh yang - Bantu pasien untuk
(Domain 6. Persepsi diri, dirasakan klien teratasi mendiskusikan
Kelas 3. Citra tubuh, Kode dengan kriteria hasil : perubahan-perubahan
00118) Citra Tubuh : [bagian tubuh]
1. Klien merasa puas dengan disebabkan adanya
penampilannya. penyakit atau
Harga Diri : pembedahan, dengan
1. Tingkat kepercayaan diri cara yang tepat.
klien meningkat. - Bantu pasien untuk
mengidentifikasi bagian
dari tubuhnya yang
memiliki persepsi
positif terkait dengan
tubuhnya.
- Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
tindakan-tindakan yang
akan meningkatkan
penampilan.
- Identifikasi kelompok
pendukung yang
tersedia bagi pasien.
2. Peningkatan Harga
Diri (5400)
- Dukung pasien untuk
bisa mengidentifikasi
kekuatan.
33
- Bantu pasien untuk
menemukan
penerimaan diri.
- Kuatkan kekuatan
pribadi yang
diidentifikasi pasien.
- Bantu pasien untuk
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain.
- Jangan mengkritisi
[pasien] secara negatif.
- Buat pernyataan positif
mengenai pasien.
Hipertermia b.d Penyakit Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan demam
keperawatan 2x24 jam,  Pantau suhu dan tanda
tanda vital lainnya
(Domain 11. diharapkan suhu tubuh klien
(lakukan TTV)
Keamanan/Perlindungan, kembali normal dengan
 Monitor asupan dan
Kelas 6. Termoregulasi, kriteria hasil:
Termoregulasi: keluaran, sadari
Kode 00007)
1. Suhu tubuh normal (36.5- perubahan kehilangan
37.5 C) cairan yang tak
2. Denyut nadi radial
dirasakan
normal (60-100x/menit) 2. Manajemen cairan
Kontrol resiko Hipertemia  Jaga intake/asupan

1. Dapat memodifikasi yang akurat dan catat

lingkungan sekitar untuk output klien. Pastikan

mengkontrol suhu tubuh agar balance cairan


2. Memodifikasi intake normal
cairan sesuai kebutuhan  Monitor reaksi klien
terhadap terapi
elektrolit yang
diresepkan
3. Manajemen
pengobatan
 Kolaborasi dengan
dokter untuk
34
menentukan obat apa
yang diperlukan, dan
kelola menurut resep
 Monitor efektifitas
pemberian obat

D. Evaluasi
1. Nyeri klien teratasi atau skala nyeri menurun.
2. Integritas kulit klien kembali normal.
3. Klien tidak mengalami gangguan citra tubuh
4. Hipertermia klien teratasi

4.2 Asuhan Keperawatan : Miliaria


A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan
pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada kasus miliaria biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri.
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
b. Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah
pernah menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya
selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.
c. Riwayat Kesehatan keluarga.
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit
yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
a) kemerahan (rubor),
b) gangguan fungsi kulit (function laisa).

35
c) biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang dapat
timbul secara serentak atau beturut-turut.
d) terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian
membesar.
e) Terdapat bula atau pustule,
f) ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti miliaria menjadi kering disebut
ematiti sika.
b. Palpasi
a) Nyeri tekan
b) edema atau pembengkakan
c) Kulit bersisik

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi kulit.
b. Uji temple.
c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus.
d. Uji kultur dan sensitivitas.
3. Pola kegiatan sehari-hari
a. Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi
maka/hari,nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak
minuman dalam sehari serta apakah ada perubahan.
b. Aktivitas
Pada penderita penyakit miliaria biasanya akan mengalami gangguan dalam
aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan
mengalami gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
c. Istirahat
Klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya
nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
d. Pola Interaksi social
Secara umum klien yang mengalami miliaria biasanya pola interaksi sosialnya terganggu
biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.
e. Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain
dan biasanya klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit
yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji
seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang,
bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana pola
interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.
f. Kegiatan keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan
cobaan untuknya dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada

36
kegiatan keagamaan seperti klien menganut agama apa selama sakit klien
sering berdoa.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
2. Kerusakan integritas kulit b.d kelembapan
3. Gangguan citra tubuh b.d penyakit
C. Intervensi keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nyeri


dengan agen cidera keperawatan 2 x 24 jam - Gunakan strategi komunikasi
biologis diharapkan nyeri klien dapat terapetik untuk mengetahui
berkurang dengan kriteria hasil : pengalaman nyeri dan
Tingkat ketidaknyamanan sampaikan penerimaan pasien
1. Nyeri hilang (skala 0) terhadap nyeri
2. Klien dapat beristirahat
3. Rasa gatal hilang - Berikan informasi mengenai
4. TTV normal: nyeri
- Nadi 60-80 x/mnt
- Kendalikan factor lingkungan
- TD 120/70 mmHg
- Suhu 36-37 C yang dapat mempengaruhi
- RR 16 – 20 x/menit
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
- Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri seperti
tehnik relaksasi
- Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
- Monitor TTV
2. Pemberian analgesic
- Cek perintah pengobatan
meliputi nama, obat, dosis,
frekuensi obat yang
diresepkan
- Monitor TTV sebelum

37
pemberian analgesic
- Berikan kebutuhan
kenyamanan dan aktifitas lain
yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
- Dokumentasikan respon klien
terhadap pemberian analgesic
- Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian analgesik
Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Obat
kulit berhubungan keperawatan 2 x 24 jam - Monitor efektifitas cara
dengan kelembaban diharapkan integritas kulit pemberian obat yang sesuai
kembali normal dengan kriteria - Ajarkan pasien dan keluarga
hasil : mengenai metode pemberian
Integritas Jaringan : kulit & obat yang sesuai
membrane mukosa - Berikan informasi untuk
1. Suhu kulit normal 36 C meningkatkan pengetahuan
2. Integritas kulit normal
3. Kemerahan pada kulit hilang pasien mengenai penyakit dan
4. Perfusi jaringan pada kulit cara pemberian obat
normal - Dorong pasien untuk bersedia
melakukan uji skrining dalam
menentukan efek obat
- Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian obat
2. Perawatan kulit :
pengobatan topical:
- Jangan menggunakan alas
kasur bertekstur kasar
- Mandikan/seka dengan sabun
antibakteri dengan tepat
- Berikan obat topical/bubuk
untuk daerah yang terkena
dengan tepat
38
- Tambah kelembaban
lingkungan dengan humidifier
yang diperlukan
- Dokumentasikan derajat
kerusakan kulit
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan harga diri
berhubungan dengan keperawatan 2 x 24 jam - Tentukan kepercayaan diri
penyakit diharapkan klien tidak mengalami pasien dalam hal peningkatan
gangguan pada citra tubuhnya harga diri
dengan kriteria hasil : - Berikan pengalaman yang

Harga Diri akan meningkatkan otonomi

1. Mempertahankan penampilan pasien dengan tepat


- Fasilitasi lingkungan dan
dan kebersihan diri
2. Tingkat percaya diri konsisten aktifitas yang akan

Tingkat kecemasan social meningkatkan harga diri


- Bantu pasien untuk menjaga
1. Tidak cemas menghadapi
kebersihan diri
orang lain
2. Klien dapat merasa nyaman 2. Peningkatan kecemasan
berada di lingkungan social - Sediakan lingkungan yang
3. Panik dapat hilang tidak mengancam
- Berikan informasi yang sesuai
untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan
keluarga
- Tawarkan pasien untuk tetap
berada dilingkungan baru
selama interaksi awal dengan
yang lain
- Jelaskan semua prosedur
kepada pasien dan keluarga

D. Evaluasi
1. Nyeri klien dapat teratasi
2. Integritas kulit klien kembali normal
3. Klien tidak mengalami gangguan pada citra tubuh

39
4.3 Asuhan Keperawatan : Rosasea
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, agama, pendidikan, suku dan
bangsa. Menurut Graham-Bown (2005) dalam bukunya menjelaskan bahwa yang
paling sering terkena rosasea adalah wanita usia pertengahan, walaupun juga
dapat menyerang laki-laki tanpa memandang usia.
2. Keluhan Utama
Kulit kemerahan (eritema), disertai papul dan pustule terutama pada dahi, hidung,
pipi, dan dagu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tidak didapatkan adanya komedo. Wajah mudah menjadi merah akibat kepanasan
atau alkohol. Pada laki-laki bisa timbul kelainan yang hebat pada hidung, yaitu
hyperplasia sebasea yang luas yang dikenal dengan nama rinofima. Wajah dapat
kembali merah terang, bahkan jika terpajan sedikit sinar matahari atau alkohol,
dan papul serta pustule dapat timbul.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Rosacea tidak berhubungan dengan jerawat dan kista jerawat tetapi orang-orang
yang memiliki rosacea mungkin juga memiliki jerawat. Jerawat dan rosacea sering
diobati dengan obat-obatan yang sama.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat kecenderungan genetis pada populasi berkulit terang khususnya yang
rentan, mengalami rosasea. Sering didapatkan adanya riwayat keluarga.
6. Pola Hidup
Sering mengkonsumsi kopi, makanan pedas, dan alkohol dapat memicu timbulnya
rosasea. Selain itu, penggunaan kosmetik yang tidak cocok dengan kulit juga
dapat memicu timbunya rosasea. Rosasea berhubungan dengan sensitivitas yang
tinggi terhadap sinar matahari. Kondisi tersebut dapat timbul dan hilang terutama
diperburuk oleh minuman panas dan beralkohol.
7. Pengkajian Psikososial
Orang yang mengidap rosasea mudah sekali wajahnya memerah ketika terkena
panas matahari. Sehingga mereka memerlukan dukungan dan pendekatan khusus
agar mereka tidak sampai menarik diri dari lingkungannya.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Warna
Menurut National Rosacea Society, rosacea merupakan gangguan kulit yang
bersifat kronik terutama pada bagian wajah, sering ditandai dengan kemerah-
merahan di sekitar hidung dan pipi.
b. Moisture

40
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan
minyak. Tidak ada korelasi antara jumlah ekskresi sebum dan keparahan dari
rosacea.
c. Temperature
Dikaji dengan dorsal tangan. Pada area yang terdapat lesi, suhunya lebih tinggi
daripada area kulit yang lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya proses
inflamasi pada lesi tersebut.
d. Tekstur
Palpasi tekstur kulit dengan menekan secara lembut dengan ujung jari.
Rosacea kronis bisa menimbulkan penebalan kulit distal pada hidung secara
ireguler dan bulat (rhinophyma), dengan warna-merah keunguan dan folicle
yang melebar. Fibrosis merupakan langkah penting ke dalam edema limfatik
yang dapat dilihat pada banyak klien rosacea.
e. Turgor
Cara mengkajinya adalah dengan mengukur seberapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk awal setelah ditarik. Biasanya pada kasus
rosacea turgor kulit tidak normal.
f. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan. Area
edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperature, bentuk,
mobilisasi. Edema dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea.
Pada tahap lanjut (stadium III) terlihat eritema, papul, pustule, nodus, dan
edema.
g. Odor / bau
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa bau menyengat berhubungan
dengan gangguan fungsi barrier kulit.
h. Lesi
Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu,
kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan tangan
atau kaki. Lesi umumnya simetris.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (Domain 11 :
Keamanan / Perlindungan, Kelas 2 : Cedera Fisik, Kode : 00046)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (Domain 12 : Kenyamanan,
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik, Kode : 00132)
3. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi integrasi sensori (Domain 11 :
Keamanan / Perlindungan, Kelas 2 : Cedera Fisik, Kode : 00035)
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (Domain 6 : Persepsi Diri,
Kelas 3 : Citra Tubuh, Kode : 00118)

41
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukantindakan 1. Manajemen Nyeri (1400) :


- Lakukan pengkajian nyeri
dengan agens cedera keperawatan selama 3 x 24 jam,
meliputi lokasi, karakteristik,
biologis nyeri dapat teratasi dengan
onset, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil :
intensitas dan faktor
Tingkat Nyeri (2102) :
pencetusnya.
1. Nyeri yang dilaporkan
- Gunakan strategi komunikasi
berkurang (210201)
2. Ekspresi nyeri wajah terapeutik untuk mengetahui

berkurang (210206) pengalaman nyeri dan

Kontrol Nyeri (1605) : sampaikan penerimaan pasien

1. Dapat mengenali kapan nyeri terhadap nyeri.


- Gali bersama pasien faktor-
terjadi (160502)
2. Dapat melaporkan nyeri yang faktor yang dapat menurunkan

terkontrol (160511) atau memperberat nyeri


3. Dapat mengenali apa yang - Berikan informasi mengenai

terkait dengan gejala nyeri nyeri, seperti penyebab nyeri,

(160509) lama nyeri yang dirasakan,


dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
- Kurangi atau eliminasi faktor-
faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
- Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Pengecekan kulit (311) :
kulit berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, - Periksa kulit terkait dengan
dengan perubahan kerusakan integritas kulit dapat kemerahan, edema
hormonal teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor warna dan suhu kulit
Integritas jaringan: kulit & - Monitor kulit terhadap
membran mukosa (1101) : perubahan warna,memar
1. Sensasi kulit tidak terganggu - Ajarkan anggota

42
(110102) keluarga/pemberi asuhan
2. Integritas kulit tidak mengenai tanda-tanda
terganggu (110113) kerusakan kulit,dengan tepat
3. Elastisitas tidak terganggu
(110103)
4. Tidak ada eritema (110121)
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan keperawatan selama 5 x 24 jam, (5220) :
penyakit gangguan citra tubuh dapat - Bantu pasien untuk
teratasi dengan kriteria hasil : mendiskusikan perubahan-
Citra tubuh (1200) : perubahan disebabkan adanya
1. Penyesuaian terhadap penyakit, dengan cara yang
perubahan tampilan fisik tepat
positif (120007) - Monitor frekuensi dari
2. Penyesuaian terhadap pernyataan mengkritisi diri
perubahan status kesehatan - Tentukan persepsi pasien dan
positif (120009) keluarga terkait dengan
Harga diri (1205) : perubahan citra diri dan
1. Tingkat kepercayaan diri realitas
positif (120511) - Identifikasi kelompok
pendukung yang tersedia bagi
pasien
2. Peningkatan harga diri
(5400)
- Monitor pernyataan pasien
mengenai harga diri
- Tentukan kepercayaan diri
pasien dalam hal penilaian diri
- Jangan mengkritisi pasien
secara negatif
- Bantu pasien untuk mengatasi
bullying atau ejekan
- Bantu pasien untuk

43
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Pencegahan jatuh (6490)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, - Identifikasi perilaku dan
gangguan penglihatan risiko cedera dapat teratasi faktor yang mempengaruhi
dengan kriteria hasil : risiko jatuh
Kejadian jatuh (1912) : - Dukung pasien untuk
1. Tidak jatuh saat berjalan menggunakan tongkat atau
(191202) walker dengan tepat
2. Tidak jatuh saat naik tangga - Letakkan benda-benda dalam
(191206) jangkauan yang mudah bagi
3. Tidak jatuh dari tempat tidur pasien
(191204) - Ajarkan pasien bagaimana
4. Tidak jatuh saat ke kamar jika jatuh, untuk
mandi (191209) meminimalkan cedera
- Hindari meletakkan sesuatu
secara tidak teratur
dipermukaan lantai
- Sediakan pencahayaan yang
cukup dalam rangka
meningkatkan pandangan
- Sediakan pegangan pada
tangga dan pegangan tangan
yang dapat dilihat pasien
- Sediakan alas kaki yang tidak
licin untuk memfasilitasi
kemudahan menjangkau
- Ajarkan anggota keluarga
mengenai faktor risiko yang
berkontribusi terhadap adanya
kejadian jatuh dan bagaimana
keluarga bisa menurunkan
risiko ini

44
- Anjurkan adaptasi dirumah
untuk meningkatkan
keamanan
- Instruksikan keluarga akan
pentingnya pegangan tangan
untuk tangga, kamar mandi
dan jalur untuk berjalan
D. Evaluasi keperawatan
1. Nyeri akut dapat teratsi
2. Klien tidak mengalami kerusakan integritas kulit
3. Gangguan citra tubuh dapat teratasi
4. Risiko cedera dapat teratasi

45
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Acne dan rosasea merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh peradangan
pada volikel sebasea, sementara miliariasis merupakan kelainan kulit yang disebabkan
karena penyumbatan pada kelenjar keringat. Acne dapat dipastikan dengan
menemukan komedo, papul, pustule, nodus dan kista pada daerah wajah, leher,
punggung dan bahu, Angka kejadiannya lebih banyak ditemukan pada usia remaja,
tetapi pada kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan pada usia bayi dan dewasa muda.
Rosasea dapat ditemukan pada daerah tengah wajah, pipi, kelopak mata dan juga dahi,
kejadian rosasea lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda dan usia
pertengahan. Miliaria dapat dipastikan dengan menemukan vesikel miler pada area
intertriginosa seperti pada ketiak, leher, badan, dan lebih banyak ditemukan pada bayi
dan anak-anak.
Akibat dari proses peradangan pada folikel sebasea dan sumbatan pada
kelenjar keringat muncul masalah keperawatan yang harus ditangani dengan segera
yaitu nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, gangguan citra diri yang berhubungan
dengan keadaan yang menyebabkan rasa malu dan frustrasi karena penampilan,
ketidakefektifan penatalaksaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan
insufisiensi pengetahuan tentang kondisi dan penyebab, perjalanan penyakit,
pencegahan dan perawatan kulit, resiko infesi berhubungan dengan destruksi jaringan,
hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, dan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan kelembapan yang berlebihan.
Intervesi keperawatan disertai dasar pemikiran yang rasional untuk masing-
masing masalah keperawatan tersebut bisa menjadi panduan bagi perawat dalam
usaha untuk membantu pasien memperoleh kesembuhan.
5.2 Saran
Dari makalah ini kelompok ingin menyarankan kepada teman-teman untuk
tetap membaca dan mencari tahu informasi terbaru tentang masalah yang berkaitan
dengan acne, rosasea dan miliariasis dengan harapan agar kita semua dapat
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif untuk tiga kasus masalah kulit
ini.

DAFTAR PUSTAKA
46
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Brown, RG dan Tony Burns. 2005. Dermatologi ed 8. Jakarta: EMS.

Brunner and Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Burns T, Graham B, Brown. 2005. Lecture Notes Dermatologi Edisi Ke-3. Jakarta: Erlangga.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisologi edisi 3. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia. A, dkk. Jakarta:
Erlangga.

Deslidel, Hasan Zuchrah, Hevrialni Rully, Sartika Yan. 2008. Asuahan Kebidanan Neonatus,
Bayi, dan Balita. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.

Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta.: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Djuanda, A, Hamzah, M & Aisah, S. 2007. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima

dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Djuanda, Prof. DR. Adhi, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates


Harahap Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. 2000. Jakarta. EGC
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh. Andry
Hartono. Jakarta: EGC.

Mansyoer, arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Jilid 2.

Petrus Andrianto dan Tan Eng Tie (E. Sukardi). 1989. Dasar-Dasar Histologi Kulit. Dalam
Petrus Andrianto dan Tan Eng Tie (E. Sukardi): Kapita Selekta Dermatovenerologi.
Jakarta: EGC. Hal 1-7

Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta: EGC.
Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak 1 .bagian
Ika UI . Jakarta 1985

47
Sudarti, khoirunnisa Endang 2010. Asuahan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Syarif, Amir. 2007 . Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia.

Tahir, CM. 2010. Pathogenesis of acne vulgaris : simplified, vol. 20, pp. 93–97. Journal of
Pakistan Association of Dermatologists.

Tjekyan SRM. 2008. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media Medika Indonesiana.
43(1): 28.

Wasitaatmadja SM. Akne, akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam: Djuanda, Adhi, editors.
2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Wasitaatmadja, S.M. 2010. Acne: Clinical sign, classification and grading. Dalam: Makalah
National Symposium and workshop in cosmetic dermatology: Acne new concepts and
challenges. Jakarta.

Wolff K & Johnson RA. 2009. Rosacea. Disorders of Sebaceous and Apocrine Glands. In:
Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies.

48

Вам также может понравиться