Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmakoterapi merupakan intervensi terapi yang akan paling banyak
dilakukan praktek klinik, sehingga kemungkinan untuk menghadapi kasus efek
samping obat bagi seorang praktisi medik mungkin tidak dapat dihindari
sepenuhnya. Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek
samping, oleh karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat
kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Bila suatu efek farmakologik terjadi
secara ekstrim, maka dapat terjadinya pengaruh yang buruk terhadap sistem
biologik tubuh.
Obat, selain memberikan efek terapi yang diharapkan, juga dapat memberikan
efek yang tidak diinginkan yaitu efek samping obat, atau “adverse drug
reaction”. Efek samping merupakan efek sekunder, efek yang tidak diinginkan,
dapat diprediksi. Kedua efek muncul dengan frekuensi dan durasi yang berbeda
pada setiap individu, tergantung dari dosis obat, frekuensi penggunaan, cara pakai,
kondisi fisik, dan faktor genetis sang pengguna.
Hampir sebagian besar obat memiliki efek samping karena jarang sekali obat
yang bereaksi cukup selektif pada target aksi tertentu. Suatu obat bisa bekerja
pada suatu reseptor tertentu yang terdistribusi luas dalam berbagai jaringan di
tubuh, sehingga walaupun sasarannya adalah reseptor pada pembuluh darah
jantung misalnya, ia bisa juga bekerja pada reseptor serupa yang ada di saluran
napas, sehingga menghasilkan efek yang tak diinginkan pada saluran napas.
Contohnya, obat anti hipertensi propanolol dapat memicu serangan sesak napas
pada pasien yang punya riwayat asma. Misalnya Digitalis: meningkatkan
kontraksi miokard, efek sampingnya: mual, muntah.
Semakin selektif suatu obat terhadap target aksi tertentu, semakin kecil efek
sampingnya. Itulah yang kemudian dilakukan pada ahli produsen obat untuk
membuat suatu obat yang semakin selektif terhadap target aksi tertentu, sehingga
semakin kurang efek sampingnya.

1
Efek samping obat tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi
dapat ditekan atau diegah seminimal mungkin dengan mengenali tanda dan gejala
dari efek samping obat lebih dahulu, serta mengetahui cara mengetahui dan
pencegahannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis menyusun makalah farmakologi
yang akan membahas mengenai efek samping obat seperti tanda dan gejala yang
timbul, cara mengatasi dan mencegahnya, serta bahaya penggunaan/pemberian
obat pada pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas pada makalah ini adalah:
1) Apakah yang dimaksud dengan efek samping obat?
2) Bagaimanakah tanda dan gejala yang timbul dari efek samping obat?
3) Bagaimanakah cara mengatasi dan mencegah efek samping obat?
4) Apa sajakah bahaya penggunaan/pemberian obat pada pasien?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui efek samping obat.
2) Tujuan Khusus
a) Untuk dapat menjelaskan pengertian dari efek samping obat.
b) Untuk dapat menjelaskan tanda dan gejala yang timbul dari efek
samping obat.
c) Untuk dapat menjelaskan cara mengatasi dan mencegah efek samping
obat.
d) Untuk dapat menjelaskan bahaya penggunaan/pemberian obat pada
pasien.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang hendak diperoleh dalam penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut.

2
1) Manfaat Teoretis
a) Manfaat teoretis yang dimaksudkan agar makalah ini dapat dijadikan
sebagai tambahan bahan bacaan serta sebagai dokumentasi bagi
pembaca.
b) Makalah ini dibuat sebagai pengaya wawasan yang menjadi motivasi
bagi penulis untuk melakukan penulisan makalah yang berbasis
keilmuan guna meningkatkan kualitas pendidikan khususnya tentang
efek samping obat.
2) Manfaat Praktis
a) Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat mengetahui tentang efek
samping obat.
b) Manfaat bagi institusi/kampus, diharapkan penulisan makalah ini
dapat dijadikan sebagai salah satu acuan di dalam menyusun materi
khususnya tentang efek samping obat.
c) Manfaat bagi dosen, diharapkan penulisan makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan acuan di dalam mengajar sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan mahasiswa

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Efek Samping Obat
Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya
yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek
obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar pada organ
sasaran.
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO 1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat
yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang
dianjurkan.
Efek samping adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual
pada penggunaan digoksin, ergotamin, atau estrogen dengan dosis yang melebihi
dosis normal. Kadang efek samping merupakan kelanjutan efek utama sampai
tingkat yang tidak diinginkan, misalnya rasa kantuk pada fenobarbital, bila
digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek samping terlalu hebat dapat dilawan
dengan obat lain misalnya obat antimual (meklizine, proklorperazin) atau obat anti
mengantuk (kofein, amfetamin).
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini
terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa
obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak
diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang
dapat berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia
akibat interaksi obat ini.
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan
makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif
yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi
dengan obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John’s Wort (Hypericum
Perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang. Tanaman ini
menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan dalam
metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien yang

4
mengonsumsi St. John’s Wort akan mengalami pengurangan kadar obat lain
dalam darah yang digunakan bersamaan.
Pengertian efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak
dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari
suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali,
tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-
faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping
misalnya:
1) Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),
2) Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang
berlebihan),
3) Osteosporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek
samping karena penggunaan jangka lama),
4) Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian
obat- withdrawal syndrome),
5) Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa
awal kehamilan (efek teratogenik), dan sebagainya.
Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu
saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:
1) Kegagalan
2) Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-
induced disease atau iatrogenic disease), yang semula tidak diderita oleh
pasien.
3) Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi,
memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak
ekonomik).
4) Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi
keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat,
dan lain-lain.
Sayangnya tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam
tahap awal, kecuali bila yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik
yang jelas sekali secara klinis. Golongan umur terbanyak mengalami efek

5
samping obat adalah orang tua. Kelompok ini umumnya menerima jenis obat
cukup banyak, sedangkan respon farmakokinetik dan farmakodinamik tidak sama.

2.2 Tanda dan Gejala yang Timbul


Kebanyakan reaksi alergi obat muncul beberapa menit setelah minum obat.
Akan tetapi, reaksi alergi obat juga bisa muncul setelah beberapa hari bahkan
minggu setelah minum obat. Tanda dan gejala dari efek samping obat ada 2 yaitu
antara lain:
1) Tanda dan gejala yang timbul karena efek samping obat yang dapat
diperkirakan yaitu, pedi, mual, muntah, dan rasa mengantuk.
2) Tanda dan gejala yang timbul karena efek samping obat yang tidak dapat
diperkirakan yaitu:
a) Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit berwarna
merah), urtikaria (bengkak kemerahan), fotosensitifitasi.
b) Gatal-gatal
c) Gatal-gatal biduran/kaligata (urtikaria)
d) Demam, umunya dalam derajat yang tidak terlalu berat, dan akan
hilang dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
e) Wajah bengkak/sembab
f) Sesak napas
g) Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus eritematosus
sistemik, kadang-kadang melibatkan sendir.
h) Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia (atau
agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia aplastika
merupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka
kejadiannya mungkin relatif jarang.
i) Gangguan pernapasan. Asma akan merupakan kondisi yang sering
dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahuo
sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga akan sensitif
terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.

6
j) Syok Anafilaksis, reaksi yang mengancam jiwa
Anafilaksis jarang terjadi, tetapi kondisi tersebut merupakan reaksi
alergi obat yang paling serius dan merupakan keadaan darurat medis.
Gejala anafilaksis biasanya mulai dalam beberapa menit setelah
terpapar obat.
Tanda dan gejala anafilaksis diantaranya:
 Penyempitan saluran napas dan tenggorokan, menyebabkan
kesulitan bernapas (SESAK)
 Shock, dengan penurunan tekanan darah
 Nadi cepat dan lemah
 Mual, muntah atau diare
 Pusing, rasa melayang atau kehilangan kesadaran
Jika terjadi reaksi anafilaksis terhadap obat, itu artinya sistem
kekebalan tubuh merespon obat dengan menganggapnya sebagai zat
berbahaya. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dan bahan
kimia lainnya yang menyebabkan gejala alergi. Sistem kekebalan
tubuh kemudian menjadi kunci untuk bereaksi dengan cara yang
sama jika meminum obat yang sama di kemudian hari. Namun,
perubahan sistem kekebalan tubuh dari waktu ke waktu bisa saja
terjadi dan akhirnya mungkin saja alergi obat tidak terjadi lagi.
Anafilaksis merupakan kondisi kegawatdaruratan medis sehingga
pasien harus segera di bawa ke UGD untuk mendapatkan
pertolongan segera.

2.3 Cara Mengatasi dan Mencegahnya


Saat ini sangat banyak pilihan obat yang tersedia untuk efek famakologik
yang sama. Masing-masing obat meempunyai keunggulan dan kekurangan
masing-masing, baik dari segi manfaat maupun kemungkinan efek sampingnya.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan terlaly terpaku pada obat baru,
dimana efek-efek samping yang jarang namun fatal kemungkinan besar belum
ditemukan. Sangat bermanfaat untuk selalu mengikuti evaluasi atau penelaahan

7
mengenai manfaat dan risiko obat, dari berbagai pustaka standar maupun dari
pertemuan-pertemuan ilmiah.
Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang paling sering dijumpai
atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat bemanfaat dalam melakukan
evaluasi pengobatan.
1) Cara Mengatasi
Tidak banyak buku-buku yang memuat pedoman penanganan atau cara
mengatasi efek samping obat, namun dengan melihat jenis efek samping
yang timbul serta kemungkinan mekanisme terjadinya, pedoman
sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya seperti berikut ini:
a) Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek
samping.
Telah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping
dicurigai sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu besar, maka
setelah gejala menghilang dan kondisi pasien pulih pengobatan dapat
dimulai lagi secara hati-hati, dimulai dengan dosis kecil. Bila efek
samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau idiosinkratik, obat harus
diganti dan obat semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi.
Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan lebih berat dan fatal pada
kontak berikutnya terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya
digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti obat yang mana
penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi secara satu-persatu.
b) Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan
kondisi penderita.
Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan
dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi
diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk
mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi,
diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin
atau kortikosteroid (bila diperlukan), dll. Petunjuk-petunjuk
penanganan klinik untuk efek samping masing-masing obat juga
dapat dibaca dalam buku Meyler's Side Effects of Drugs.

8
2) Upaya Pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu
dianjurkan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut.
a) Selalu harus ditelusuri riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh
pasien pada waktu-waktu sebelum pemerikasaan, baik obat yang
diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
b) Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada
alternatif non-farmakoterapi.
c) Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi
sekaligus.
d) Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respon pengobatan
pada anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga
menderita gangguan ginjal, hepar, dan jantung. Pada bayi dan anak,
gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya
kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.
e) Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan dan segera
hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.
f) Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau penyakit baru, atau
penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah
perubahan tersebut karena perjalanan penyakit, komplikas, kondisi
pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat.
2.4 Bahaya Penggunaan/ Pemberian Obat pada Pasien
Berikut adalah bahaya penggunaan atau pemberian obat pada pasien:
a) Reaksi anafilaktik
Ditandai syok anafilaktik (bahkan meninggal) dengan urtikaria akut,
edema laring, asma akut, hipotensi. Obat yang menyebabkan reaksi
anafilaktik paling sering adalah penisilin, dekstran, kantras beryodium
(radiologi), tiopenton, relaksan otot.
b) Reaksi Sitotoksik
Reaksi ini ditandai penghancuran sel darah merah dan trombosit. Contoh
reaksi ini adalah penyakit hemolitik pada neonates, reaksi transfus darah,
anemia hemolitik tertentu, purpura akibat obat, agranulositosis akibat

9
obat. Obat penyebab yang paling sering adalah penisilin, sefalotin,
quinidine, rifampicin, metildopa.
c) Reaksi Kompleks Imun
Tipe ini jarang ditemukan, ditandai oleh demam, urtikaria, arthralgia,
trombi, hemoragi, nefritis, artritis rheumatoid. Obat penyebab yang
paling sering:
1) Penisilim
2) Sulfonamide
3) Streptomisin
4) Hidralazin
5) Tiourasil
6) Isoniazid
7) Rifampisin
d) Reaksi Hipersensitivitas Tertunda
Paling sering, berupa dermatitis kontak, reaksi penolakan, reaksi
autoimun.

Penggunaan pemberian obat tanpa resep dokter atau dengan dosis yang
tidak tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain
seperti:
1. Sensitasi / hipersensitif
Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapat mengakibatkan
kepekaan yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan
secara oral atau suntikan maka ada kemungkinan terjadi reaksi
hipersentitiv atau allergi seperti gatal-gatal kulit kemerah-merahan, bentol-
bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi syok, contohnya Penisilin dan
Kloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka sebaiknya salep-salep
menggunakan antibiotika yang tidak akan diberikan secara sistemis (oral
dan suntikan).
2. Resistensi
Jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi
kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi

10
artinya bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan. Untuk
mencegah resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis
yang tepat atau dengan menggunakan kombinasi obat.
3. Super infeksi
Infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan
penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama. Supra
infeksi terutama terjadi pada penggunaan antibiotika broad spektrum
yang dapat mengganggu keseimbangan antara bakteri di dalam usus
saluran pernafasan dan urogenital. Spesies mikroorganisme yang lebih
kuat atau resisten akan kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan
infeksi baru misalnya timbul jamur Minella albicans dan Candida
albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis tubuh yaitu
kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dapat menimbulkan supra
infeksi. Khususnya,anak-anak dan orangtua sangat mudah dijangkiti
supra infeksi ini.

Ada 5 bahaya dari penggunaan obat yang terbilang aneh atau berbeda
dari yang biasa terjadi (Dikutip dari Howstuffworks), yaitu:
1) Amnesia
a. Kondisi ini terjadi jika seseorang secara tiba-tiba tidak ingat siapa
dirnya atau darimana ia berasal. Biasanya amnesia yang terjadi akibat
efek samping obat bukanlah amnesia total tapi kehilangan memori
jangka pendeknya.
b. Efek samping ini bisa terjadi pada orang yang mengonsumsi obat
Mirapex (dengan nama generik pramipexole) yang digunakan untuk
mengendalikan gejala Parkinson dan pada orang
2) Restless Leg Syndrome (RLS).
Obat lainnya adalah statin yang digunakan untuk menurunkan kolesterol.
Beberapa peneliti berteori bahwa statin dapat menghalangi pembentukan
kolesterol yang diperlukan untuk saraf. Tapi diyakini obat ini masih
memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan efek sampingnya.
3) Rasa nyeri dan sakit

11
Beberapa obat memang ada yang berfungsi untuk menghilangkan rasa
sakit atau nyeri di tubuh, tapi ada obat yang tidak berhubungan dengan
nyeri justru menimbulkan rasa sakit. Orang-orang yang mengonsumsi
antihistamin Allegra (dengan nama generik fexofenadine) untuk
menghilangkan demam dan gejala alergi lain, ada kemungkinan
mengalami rasa sakit otot dan sakit punggung.
4) Gangguan penglihatan dan indera lainnya
Beberapa obat yang diminum terkadang menimbulkan rasa pahit di mulut,
tapi jika obat tersebut meninggalkan rasa yang buruk atau bisa mendistorsi
indera perasa maka ada kemungkinan hal tersebut akibat efek samping dari
obat yang diminum. Salah satu obat yang bisa mempengaruhi fungsi
indera seseorang adalah vasotec (dengan nama generik enalapril) yang
digunakan untuk mengobati darah tinggi dan gagal jantung kongestif. Obat
ini bisa mempengaruhi kelima indera seperti mengurangi rasa penciuman
(anosmia), mengganggu pendengaran (tinnitus) dan masalah mata seperti
gangguan penglihatan dan mata kering.
5) Perubahan warna urine
a. Warna urine memang bisa menunjukkan adanya hal yang tidak beres
dengan tubuh, misalnya ada infeksi atau keracunan zat besi. Jika urine
berwarna hitam ada kemungkinan efek samping akibat mengonsumsi
obat flagyl, furazolidone atau antibiotik lainnya. Urine berwarna ungu
ada kemungkinan sebagai efek samping dari obat phenolphthalein
yang digunakan dalam jangka waktu lama.
b. Jika urine berwarna hijau ada kemungkinan sebagai efek samping dari
obat elavil dan beberapa antidepresan. Sedangkan jika urine berwarna
biru ada kemungkinan sebagai efek samping dari obat dyrenium,
diuretik atau metilen biru yang digunakan untuk mengurangi iritasi
akibat infeksi kandung kemih
6) Halusinasi
Kondisi ini terjadi jika seseorang melihat atau mendengar sesuatu yang
tidak benar-benar ada, halusinasi yang terjadi bisa berupa visual atau
auditori. Beberapa obat yang bisa menyebabkan halusinasi adalah mirapex

12
dan lariam (dengan nama generik mefloquine) yang diciptakan untuk
mencegah atau mengobati malaria di Angkatan Darat AS.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
 Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
 Pendarahan usus, akibat Aspirin.
 Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
 Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
 Kematian, akibat Propofol.
 Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
 Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
 Diare, akibat penggunaan Orlistat.
 Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
 Demam, akibat vaksinasi.
 Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
 Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau
leukemia.
 Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA
mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai
suplemen makanan.
 Kerusakan hati akibat Parasetamol.
 Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan
antihistamin.
 Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
 Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Obat selain memberikan efek terapi yang diharapkan, juga dapat memberikan
efek yang tidak diinginkan yaitu efek samping obat, atau “adverse drug
reaction”. Efek samping merupakan efek sekunder, efek yang tidak diinginkan,
dapat diprediksi. Kedua efek muncul dengan frekuensi dan durasi yang berbeda
pada setiap individu, tergantung dari dosis obat, frekuensi penggunaan, cara pakai,
kondisi fisik, dan faktor genetis pengguna. Jadi, efek samping obat adalah suatu
reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu
pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan,
merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.
Tanda dan gejala dari efek samping obat yaitu tanda dan gejala yang timbul
karena efek samping obat yang dapat diperkirakan yaitu pedi, mual, muntah dan
rasa mengantuk dan tanda dan gejala yang timbul karena efek samping obat yang
tidak dapat diperkirakan yaitu, gatal-gatal, syok anafilaksis, demam, ruam kulit,
penyakit jaringan ikat, dan gangguan pernapasan.
Efek samping obat dapat diatasi dengan cara segera hentikan semua obat bila
diketahui atau dicurigai terjadi efek samping dan upaya penanganan klinik
tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita. Cara mencegah efek
samping obat salah satunya adalah selalu harus ditelusuri riwayat rinci mengenai
pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat
yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
Bahaya penggunaan atau pemberian obat pada pasien ada empat, yaitu reaksi
anafilaktik, reaksi sitotoksik, reaksi kompleks imun, dan reaksi hipersensitivitas
tertunda.
3.2 Saran
Perawat seharusnya lebih mampu dalam memahami bagaimana efek samping
obat karena hal tersebut merupakan dasar bagi perawat yang harus diketahui
bahwa dalam melakukan pemberian obat tersebut tidak melupakan prinsip benar
obat sehingga perawat dapat memberikan obat secara benar.

14

Вам также может понравиться