Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tonsil adalah jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit 0,1-0,2 % dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Tonsil disusun oleh jaringan
limfoid yang diliputi oleh epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta
didalamnya. Terdapat beberapa tonsil yang harus diingat yaitu tonsil
faringeal (adenoid, tonsil palatina, tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius
(lateral band dinding faring /Gerlach’s tonsil yang membentuk cincin Waldeyer
Salah satu bagian dari cincin Waldeyer, tonsil palatina merupakan suatu
jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut orofaring yang
lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lainnya. Permukaan
lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan dipermukaan medial
terdapat kripta. Kripta tonsil terbentuk saluran tidak sama panjang dan
masuk kebagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan
kebanyakan terjadi penyatuan beberapa k r i p t a . P e r m u k a a n k r i p t a d i t u t u p i
o l e h e p i t e l y a n g s a m a d e n g a n e p i t e l p e r m u k a a n m e d i a l tonsil.
To n s i l d a p a t m e n j a d i s e b a g a i s u m b e r i n f e k s i k a r e n a k r i p t a
t o n s i l d a p a t m e n y i m p a n bakteri yang mengakibatkan inflamasi kronis dan
akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi organ lain. Peradangan tonsil
atau tonsilitis dapat berkembang menjadi kronis karena kegagalan atau
ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut
sehingga merubah struktur pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi
faktor predisposisi bahkanfaktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis.
2. Tujuan Penulisan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas penulisan
laporan kasus di SMF THT-KL
2
BAB II
LAPORAN KASUS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED
SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
Jl. PrabuKiansantang No. 4, Waled Kota Babakan Cirebon
2.2. ANAMNESIS
alloanamnesa tanggal 6 september 2016 pukul 11.00 WIB di Poli THT.
2.2.1. Keluhan utama
Nyeri menelan.
2.2.2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dibawa oleh ibunya ke poli THT RSUD waled
dengan keluhan nyeri menelan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu,
keluhan nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri menelan biasanya dirasakan
terutama saat menelan makanan, sehingga menurut ibunya pasien susah
makan. Pasien juga mengeluhkan ada yang terasa mengganjal di
tenggorokan. 2 hari terakhir ini keluhan nyeri menelan disertai demam
3
yang dirasakan naik turun, keluhan juga disertai dengan batuk berdahak
dan pilek. Dahak berwarna putih dan tidak terdapat darah.
Menurut ibu pasien, keluhan seperti ini sering dirasakan pasien
sejak kurang lebih 3 bulan terakhir dan ini merupakan keluhan yang ke
3, ibu pasien juga mengatakan anaknya sering mendengkur jika tidur.
Keluhan kering pada tenggorokan, sesak saat bernapas, sering
terbangun malam hari, sering mengantuk, napas yang terasa bau, nyeri
dan keluar cairan dari telinga, sariawan, sulit menela, mudah lelah jika
berjalan, nyeri dada, nyeri pada sendi, penurunan berat badan disangkal
2.2.3. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan
Pasien memiliki riwayat nyeri menelan yang kadang disertai
demam dan batuk pilek yang cukup lama dan hilang timbul sejak 3 bulan
terakhir. Pasien sebelumnya telah berobat ke dokter klinik. Setelah
diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan
disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun
pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih untuk diberi pengobatan
mengurangi gejala. 2 hari yang lalu obatnya habis dan keluhan muncul
lagi. Pasien tidak memliki riwayat alergi seperti alergi makanan, obat-
obatan, bersin pada pagi hari dan gatal-gatal pada kulit. Riwayat asma
dan pengobatan paru disangkal.
2.2.4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat alergi dalam keluarga seperti alergi makanan,
obat-obatan, bersin pada pagi hari dan gatal-gatal pada kulit. Riwayat
asma dan pengobatan paru dalam keluarga disangkal.
2.2.5. Riwayat kebiasaan
Pasien sering makan goreng-gorengan di sekolahnya. Pasien juga
suka mengkonsumsi arum manis dan gulali. Suka makanan pedas dan
asam disangkal oleh orang tua pasien.
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut putih, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-)
Mata
Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik -/-
Thoraks :
Inspeksi :
Pernapasan simetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal, retraksi IC
(-), iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi :
Nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris kanan = kiri, iktus cordis teraba di
ICS V linea midlavicularis sinistra
Perkusi :
Sonor pada kedua lapangan paru
Batas jantung : batas atas : linea parasternalis sinistra ICS II, batas kanan :
linea parasternalis dextra ICS V, batas kiri: linea midclavicula sinistra ICS
V
Auskultasi :
Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
S1 = S2 reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, luka/bekas luka (-), sikatrik (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), soepel, Hepar dan Lien tak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : bising usus (+) 5 kali / menit normal
Ekstremitas :
Ekstremitas atas:
5
edema (-/-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis (-), clubbing
finger (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas bawah:
Edema (-/-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), sianosis(-), clubbing
finger (-), nyeri tekan (-)
4. Membran timpani Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light (+) perforasi (-), cone of light (+)
Kanan Kiri
Bentuk Simetris, tidak tampak facies adenoid
Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Parese N Kranialis (-) (-)
8
VII
Nyeri tekan (-) (-)
Krepitasi (-) (-)
2.5. DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronis eksaserbasi akut
Non-Farmakologi
Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, manis, pedas, dan lainnya
yang dapat mengiritasi tenggorokan. Begitu pula dengan minuman dingin.
Menjaga higiene mulut.
Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat perkembangan
penyembuhan.
9
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
Lateral – muskulus konstriktor faring superior
Anterior – muskulus palatoglosus
Posterior – muskulus palatofaringeus
Superior – palatum mole
Inferior – tonsil lingual
10
3. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata.
4. Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral
atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior (Shnayder, Y, 2008).
Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring
terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.
11
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri
palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4)
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh
arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik
melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit
B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada
tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B
berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen
komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel
limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel
retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal
pada folikel limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan
12
(A)
(B)
13
C. Etiologi Tonsilitis
Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi untuk
membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas membunuh kuman yang masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Tonsil akan berubah menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus,
sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta Hemolyticus, Streptococcus
viridans, dan Streptococcus pyogenes.
15
D. Klasifikasi Tonsilitis
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang
sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan
detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus
ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema
yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
16
3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis Kronis disebabkan
oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil.
Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang
menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi
oleh detritus.
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
E. Patogenesis Tonsilitis
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil
berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan
membentuk antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,
suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis
akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam
tinggi (39C-40C). Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan,
tenggorokan akan terasa mengental.
17
Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang
tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka tidak akan terjadi
kerusakan tubuh ataupun penyakit. Sebaliknya jika belum ada imunitas maka akan
terjadi penyakit.
Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga
membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan. Pada tonsillitis
kronik terjadi karena proses radang berulang yang menyebabkan epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus.
Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan radang berupa
keluarnya leukosit polymorphnuklear serta terbentuk detritus yang terdiri dari
kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang lepas.
Patofisiologi tonsilitis kronis Menurut Farokah, 2003 bahwa adanya infeksi
berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua
kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi tempat infeksi (fokal infeksi). Dan
satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat
keadaan umum tubuh menurun.
Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara
klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan
disekitar fossa tonsilaris. roses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.
F. Manifestasi Klinik
Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan, anoreksia, otalgia, tonsil
membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit menelan,
kadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan
keluarnya nanah pada lekukan tonsil.
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsil biasanya bercak-bercak
dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu-abuan dan kekuningan.
18
Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi
nekrosis jaringan lokal.
Keluhan utama yang paling sering adalah sakit tenggorokan dan infeksi saluran nafas atas.
Untuk menentukan ukuran tonsil yaitu T2/T2, menurut teori berdasarkan rasio
perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior
dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat
dibagi menjadi:
T0 : Tonsil sudah diangkat
T1 : Tonsil masih dalam fossa tonsilaris (<25 % volume tonsil)
T2 : Tonsil sudah melewati pilar posterior, belum melewati garis para median
(25-50% volume tonsil)
T3 : Tonsil melewati garis para median, belum lewat garis median/pertengahan
uvula (50-75% volume tonsil)
T4 : Tonsil melewati garis median (>75% volume tonsil)
19
G. Diagnosis
Gambaran klinik dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis
untuk tonsilitis. Pemeriksaan keadaan tonsil dan laring memberikan gambaran
yang cukup untuk menegakkan diagnosis tonsilitis. Pemeriksaan berupa darah rutin
dapat memperkuat gambaran penyebab dari tonsilitis berupa virus atau bakteri.
20
Kultur bakteri dapat dilakukan untuk pemberian terapi antibiotik yang lebih tepat
berdasarkan penyebab terjadinya tonsilitis.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan tonsilitis akut sebagian besar mendukung dan berfokus pada
mempertahankan hidrasi yang memadai dan asupan kalori dan mengendalikan rasa
sakit dan demam. Ketidakmampuan untuk mempertahankan kalori lisan yang
memadai dan asupan cairan mungkin memerlukan hidrasi IV , antibiotik , dan
kontrol nyeri.
Berikan antibiotik jika kondisi mendukung etiologi bakteri , seperti adanya
eksudat tonsil , kehadiran demam , leukositosis , kontak yang sakit , atau kontak
dengan orang yang memiliki sekelompok didokumentasikan infeksi A beta -
hemolitik Streptococcus pyogenes ( GABHS ). Dalam banyak kasus , faringitis
bakteri dan virus yang dapat dibedakan secara klinis . Menunggu 1-2 hari untuk
hasil kultur tenggorokan belum terbukti mengurangi kegunaan terapi antibiotik
dalam mencegah demam rematik.
Infeksi GABHS mewajibkan cakupan antibiotik. Bisno et al menyatakan,
dalam pedoman praktek untuk diagnosis dan pengelolaan GABHS, bahwa hasil
yang diinginkan dari terapi untuk GABHS faringitis adalah pencegahan demam
rematik akut; pencegahan komplikasi supuratif; pengurangan gejala klinis dan
tanda-tanda; penurunan transmisi GABHS untuk menutup kontak; dan
meminimalkan potensi efek samping terapi antimikroba yang tidak pantas.
Penisilin oral untuk 10 hari adalah pengobatan terbaik dari faringitis GABHS
akut. Penisilin intramuskular (yaitu, Benzathine penisilin G) diperlukan untuk
orang-orang yang mungkin tidak sesuai dengan kursus 10 hari terapi oral. Penisilin
adalah optimal untuk sebagian besar pasien (pembatas reaksi alergi) karena
keamanan terbukti, khasiat, spektrum sempit, dan biaya rendah.
Antibiotik lainnya terbukti efektif untuk GABHS faringitis adalah congener
penisilin, banyak sefalosporin, makrolida, dan klindamisin. Klindamisin mungkin
nilai tertentu karena penetrasi jaringan yang dianggap setara untuk kedua
pemberian oral dan IV. Klindamisin efektif bahkan untuk organisme yang tidak
cepat membagi (efek elang), yang menjelaskan khasiat yang besar untuk infeksi
GABHS. Vankomisin dan rifampisin juga telah berguna. dosis pengurangan
21
Indikasi Tonsilektomi :
a. Indikasi Absolut
Episode tonsilitis akut berulang lebih dari 3 kali dalam 1 tahun
Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut, tapi merupakan fokal infeksi
Pasca abses peritonsiler
Karier difteri
Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
Pembesaran tonsil yang dapat menyebabkan obstruksi pernapasan / Obstructive
Sleep Apneu Syndrome (OSAS) atau gangguan menelan
Dicurigai adanya keganasan pada tonsil
b. Indiaksi Relatif
Nyeri Tenggorok berulang
Otalgia berulang
Rhinitis kronis
Infeksi saluran napas berulang
Tonsil yang besar atau dengan febris
Limfadenopati cervikal
Tonsilitis TBC atau adenitis TBC
22
Kontraindikasi Tonsilektomi :
c. Absolut
Penyakit darah : leukimia, anemia aplastik, dan hemofilia
Penyakit sistemik yang tidak terkontrol : diabetes mellitus, penyakit jantung
d. Relatif
Palataoschizis
Anemia (Hb < 10% atau HT < 30%)
Infeksi Saluran nafas
Poliomielitis epidemik
Usia di bawah 3 tahun
I. Komplikasi
23
1. Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A. Merupakan pus yang tertampung diantara kapsul tonsil.
Pasien mengeluhkan adanya nyeri faring unilateral, odinofagia, disfagia,
drooling, trismus, nafas berbau dan demam. Pasien juga sulit bicara, kadang
bicara seperti hot potato voice. Trismus dikarenakan adanya peradangan
muskulus mastikator dan otot pterygoid.
2. Abses Parafaring
Abses initerjadi bila pus mengalir dari tonsil atau abses peritonsilar melalui M.
konstriktor superior. Terbanyak berasal dari infeksi tonsil, gigi, faring dan
adenoid. Gejala klinik berupa nyeri tenggorok, demam, kaku ada leher,
pembengkakan kelenjar getah bening dan parotis.
3. Abses Retrofaring
Penyebab tersering abses retrofaring adalah proses infeksi di hidung, adenoid,
nasofaring dan sinus paranasalis yang mengalir ke kelenjar getah bening
retrofaringeal. Biasanya mengenai anak-anak. Gejala klinik berupa demam,
pembengkakan leher disertai nyeri, odinofagia, dan disfagia , sesak sampai
sepsis.
4. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada
ruptur spontan gendang telinga.
J. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang
singkat. Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga
24
dan sinus. Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2010. Tonsilitis. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
2. Boies L. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. EGC. Jakarta
3. Belengger JJ. 1994. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Binarupa Aksara. Jakarta
4. Udayan K.S., Ted L.T., Arlen D.M. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com. 11 September 2016.
5. Lalwani K Anil. 2008. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head
and Neck Surgery. Second Edition. McGraw Hill Lange. New York.
6. Moore Keith L. Anatomi berorientasi klinis.edisi kelima. jilid 3. 2013.EGC : Jakarta.