Вы находитесь на странице: 1из 18

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDIDIKAN KESEHATAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN


TENTANG HYDROCEPHALUS DI RUANG 18 IRNA II RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Kelompok 6
Muhammmad Fakhrur Roszy, S.Kep NIM 182311101007
Ida Purwati, S.Kep NIM 182311101008
Mahda Febriyanti Eka P, S.Kep NIM 182311101035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Kegiatan Pendidikan Kesehatan Tentang


Hydrocephalus di Ruang 18 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah
disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal : Kamis, 11 Oktober 2018
Tempat : R.18 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang, 11 Oktober 2018


Mahasiswa:
Kelompok 6 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
1. Muh. Fakrur Rozsy, S.Kep. 182311101007
2. Ida Purwati, S.Kep. 182311101008
3. Mahda Febryanti E.P.P, S.Kep. 182311101035

Ketua Kelompok 6
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Muh. Fakhrur Rozsy, S.Kep.


NIM 182311101007

Pembimbing Akademik Pembimbing PKRS


Fakultas Keperawatan Ruang 18
Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Ns. Mulia Hakam S., M.Kep., Sp.Kep.MB Isnan Heri C., Amd.Kep.
NIP. 19810319 201404 1 001 NBI. B.06.502
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik/materi : Hydrocephalus
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien ruang 18 IRNA II
Waktu : 10.00 s/d selesai WIB
Hari/ Tanggal : Senin, 15 Oktober 2018
Tempat : Ruang 18 IRNA II Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang

1. Standar Kompetensi
Setelah dilakukan mengenai pendidikan kesehatan mengenai
hydrocephalus, pasien mampu meningkatkan pengetahuan tentang
penyakit hidrosefalus.

2. Kompetensi Dasar
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan mengenai penyakit
hydrocephalus selama 1 x 20 menit sasaran akan mampu:
1. Mengerti tentang pengertian hydrocepalus.
2. Mengerti tentang faktor pencetus terjadinya hydrocephalus.
3. Mengerti proses terjadinya hydrocephalus.
4. Mampu melakukan pencegahan terjadinya hydrocephalus.
5. Mampu mendeteksi dini terjadinya hydrocephalus pada anak.

3. Pokok Bahasan
Hydrocephalus.

4. Subpokok Bahasan
a. Pengertian bimbingan hydrocephalus.
b. Faktor pencetus hydrocephalus.
c. Proses terjadinya hydrocephalus.
d. Langkah-langkah pencegahan terjadinya hydrocephalus.

5. Waktu
1 x 20 menit

6. Bahan/ Alat yang digunakan


a. Materi
b. Leaflet
c. PPT
7. Struktur Organisasi
a. Moderator : Mahda
b. Penyaji : Ida dan Husnul
c. Operator : Rozy
d. Perlengkapan : Imam dan Gama
8. Model Pembelajaran
a. Jenis Model Pembelajaran : Ceramah
b. Landasan Teori : Diskusi/Tanya Jawab
c. Landasan Pokok :
1) Menciptakan suasana pertemuan yang baik
2) Menjelaskan tujuan dan manfaat pendidikan kesehatan mengenai
hydrocephalus.
3) Menjelaskan materi mengenai hydrocephalus.
4) Diskusi antara mahasiswa dengan pasien dan keluarga pasien.
5) Evaluasi.

: Sasaran

: Pemateri

9. Persiapan
Mahasiswa menyiapkan materi tentang hydrocephalus.

10. Model Pembelajaran


a. Jenis model pembelajaran : Diskusi dan Tanya Jawab
b. Landasan teori : Kontruktivisme
c. Langkah pokok :
1) Menciptakan suasana orientasi yang baik.
2) Mengajukan pertanyaan.
3) Mengidentifikasi pilihan tindakan.
4) Memberi kesimpulan akhir.

11. Kegiatan Pendidikan Kesehatan


Tindakan
Proses Kegiatan Waktu
KegiatanPenyuluhan
peserta
Pendahuluan 1. Salam pembuka. Memperhatikan 3 Menit
2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan tujuan umum
dan tujuan khusus.
Penyajian 1. Menjelaskan tentang Memperhatikan, 24 menit
pengertian hydrocephalus. menganggapi
2. Menjelaskan tentang dengan
etiologi dari hydrocephalus. pertanyaan
3. Menjelaskan tentang
patofisiologi
hydrocephalus.
4. Menjelaskan tentang tanda
dan gejala hydrocephalus.
5. Menjelaskan tentang
penatalaksanaan
hydrocephalus.
6. Menjelaskan tentang
pemeriksaan penunjang
untuk hydrocephalus.
7. Menjelaskan tentang
pencegahan hydrocephalus.
8. Memberikan kesempatan
pada pasien dan keluarga
jika terdapat pertanyaan.
9. Menjawab pertanyaan jika
terdapat pertanyaaan.
Penutup 1. Menyimpulkan materi yang Memperhatikan 3 menit
telah diberikan. dan menanggapi
2. Mengevaluasi hasil
pendidikan kesehatan.
3. Memberikan reinforcement.
4. Salam penutup.

11. Evaluasi
a. Analisis Evaluasi
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan penyuluhan
kesehatan yaitu sebagai berikut:
1) Evaluasi Struktur
a) Kegiatan pendidikan kesehatan tentang hidrosefalus akan
dilaksanakan pada hari......
b) Melakukan persiapan pemateri, alat dan peserta penyuluhan
yaitu keluarga pasien.
c) Pemateri menyiapkan tempat dan lingkungan serta bersikap
netral dan menghargai peserta kegiatan.
d) Pemateri akan melakukan persetujuan dan kontrak waktu
kepada keluarga pasien.
e) Saat keluarga pasien mengatakan bersedia maka dilakukan
penyuluhan kesehatan.
f) Membina hubungan saling percaya antara pemateri dan peserta
kegiatan.
2) Evaluasi Proses
a) Selama proses kegiatan diharapkan berjalan dengan lancar
sesuai dengan durasi waktu sekitar 30 menit. Hal ini
dikarenakan kegiatan penyuluhan dilakukan dengan metode
ceramah.
b) Saat dilakukan penyuluhan kesehatan tentang hidrosefalus
diharapkan tujuan umum dan tujuan khusus tercapai.
3) Evaluasi Hasil
Kegiatan pendidikan kesehatan tentang hidrosefalus akan dihadiri
oleh keluarga pasien, dan mahasiswa dari 2 institusi (Profesi Ners
universitas Jember dan Profesi Ners Universitas Muhammadiyah)
sebagai pemateri. keluarga pasien diharapkan antusias selama proses
kegiatan dan kooperatif.

12. Lampiran
1. Berita acara
2. Materi
3. Leaflet
Lampiran 1: Berita Acara

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS (PSP2N)
T.A 2018/2019

BERITA ACARA

Pada hari ini, Jumat tanggal 12 Oktober 2018 jam 10.00 s/d 10.30 WIB bertempat
di Ruang 18 IRNA II RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Propinsi Jawa Timur telah
dilaksanakan Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang Hydrocephalus oleh
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners Universitas Jember. Kegiatan
ini diikuti oleh 55 orang (daftar hadir terlampir).

NO. NAMA ALAMAT TANDA TANGAN


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13.
14. 14.
15. 15.
16. 16.
17. 17.
18. 18.
19. 19.
20. 20.
Malang, 12 Oktober 2018

Mahasiswa Kelompok 6 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang


1. Muh. Fakrur Rozsy, S.Kep. 182311101007
2. Ida Purwati, S.Kep. 182311101008
3. Mahda Febryanti E.P.P, S.Kep. 182311101035

Ketua Kelompok 6
Penyuluh

Muh. Fakhrur Rozsy, S.Kep


NIM. 182311101007
Pembimbing PKRS Ruang 18 IRNA II
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Isnan Heri C., Amd.Kep.


NBI. B.06.502
Mengetahui
Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan Universitas Jember

Ns. Mulia Hakam S., M.Kep., Sp.Kep.MB


NIP. 19810319 201404 1 001
Lampiran 2: Materi

MATERI HIDROSEFALUS

1. Definisi
Hidrosefalus adalah penyakit bedah saraf yang sering disebabkan oleh
perdarahan intrakranial, tumor, infeksi intrakranial dan cedera otak.
Kelainan sekresi, sirkulasi dan penyerapan cairan serebrospinal (CSS)
menyebabkan akumulasi berlebihan dari CSS ke dalam sistem ventrikel
sehingga mengalami perluasan, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak dan defisit neurologis yang lama kelamaan menjadi hidrosefalus
(Shaolin et.al, 2015). Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga
serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat
merusak jaringan saraf (Muttaqin, 2008). Hidrosefalus merupakan
penumpukan CSSyang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih
ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang dapat menyebabkan dilatasi
sistem ventrikel otak. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat
ketidakseimbanganantara produksi dan absorpsi dari CSS. Bila akumulasi
CSS yangberlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut
higroma subdural atau koleksi cairan subdural (Williams et al, 2007).

Hidrosefalus yang berkembang sebagai hasil dari gangguan cairan


serebrospinal diotak dikarenakan disfungsi terhadap penyerapan dari
peningkatan produksi terhadap cairan serebrospinal tersebut (Zielinska,
2017). Pembesaran ventrikel serebral yang terus menerus dapat
menyebabkan kompresi dan distorsi jaringan otak sehingga dapat
menimbulkan efek merusak, seperti respon inflamasi, gliosis, peregangan
serat, kerusakan neuron dan jalur seluler, kerusakan akson periventrikel,
demielinasi, mengurangi aliran darah otak dan kadar oksigen, serta terjadi
perubahan protein menjadi zat toksik di dalam otak. Hidrosefalusjuga dapat
menyebabkan tingkat kecerdasan (skor IQ) yang rendah, ketidakmampuan
dalam belajar, kehilangan memori, retardasi mental, gangguan gaya berjalan,
serta inkontinensia urin. Hal ini dapat terjadi tergantung pada luas dan
durasi ventrikulomegali, tingkat kompresi jaringan otak, faktor usia serta
onset terjadinya hidrosefalus (Owler et al, 2004).
2. Klasifikasi hidrosefalus
Terdapat dua jenis hidrosefalus yaitu hidrosefalus nonkomunikans yaitu
aliran cairan dari sistem ventrikel ke ruang subraknoid mengalami
sumbatan. Hidrosefalus komunikans yaitu tidak ada sumbatan di sistem
ventrikel (Muttaqin, 2008).
a. Hidrosefalus Obstruktif (Non komunikans)
Pada umumnya terjadi penyempitan aqueductus Sylvii sehingga pada
waktu pembentukan cairan pada kedua ventrikel lateral dan ventrikel
ketiga dari pleksus koroideus, mengakibatkan jumlah cairan
serebrospinal pada ventrikel-ventrikel tersebut meningkat (Price, 2009).
Hidrosefalus obstruktif terjadi apabila ada peningkatan cairan
serebrospinal yang disertai dengan penyumbatan pada sistem ventrikel
itu sendiri. Artinya pada hidrosefalus non komunikans, cairan
serebrospinal pada ruang ventrikulus tidak mampu mencapai ruang
subarakhnoid karena adanya hambatan atau sumbatan yang terdapat
pada aliran cairan serebrospinal di dalam foramen Monroe, aquaductus
cerebri Sylvii, foramen Magendi dan foramen Luschka (Afdhalurrahman,
2013). Hidrosefalus non komunikans menyebabkan penekanan otak
terhadap tengkorak, tekanan akan sering meningkat dan mengakibatkan
kepala bayi membesar. Hidrosefalus non komunikans sering dikaitkan
dengan meningomielokel (suatu kejadian pada kelainan kongenital
dimana tabung neural tidak dapat bersatu akibatnya saraf-saraf spinal
menjadi susunan yang tidak berarturan dan medula spinalis menjadi
tidak tertutup) (Price, 2009).
b. Hidrosefalus komunikans
Hidrosefalus komunikans terjadi apabila ada peningkatan cairan
serebrospinal yang tanpa disertai dengan penyumbatan pada sistem
ventrikel itu sendiri. Artinya pada hidrosefalus komunikans terdapat
hubungan langsung antara cairan serebropinal sistem ventrikel dan
cairan serebrospinal subarakhnoid. Hambatan aliran cairan
serebrospinal pada hidrosefalus komunikans terjadi pada bagian distal
sistem ventrikel yaitu ruang subarakhnoid atau pada granulatio
arachnidea. Hal inilah yang mengakibatkan akumulasi cairan
serebrospinal dan pembesaran ruang ventrikel sehingga terjadilah
hidrosefalus komunikans. (Afdhalurrahman, 2013).
3. Etiologi
Pada umumnya hidrosefalus terjadi akibat gangguan yang berasal dari
sirkulasi cairan serebrospinal yang terdapat di dalam sistem ventrikel atau
dapat terjadi juga oleh karena produksi cairan serebrospinal yang melebihi
batas normal. Penyebab lain hidrosefalus juga berkaitan dengan
penyumbatan yang terjadi pada lubang yang ada diantara ventrikel 3 dan
ventrikel 4 yaitu foramen Luschka dan lubang yang terdapat didekat
ventrikel 4 yaitu foramen Magendie. Hidrosefalus juga dapat terjadi karena
penyempitan pada akuaduktus sylvii (Khalilullah, 2011).
a. Hidrosefalus akibat kelainan bawaan (kista arakhnoid, anomali pembuluh
darah).
b. Hisrosefalus karena infeksi (meningitis).
c. Neoplasma.
d. Perdarahan.

4. Patofisiologi
Hidrosefalus secara lebih ringkas terjadi karena yaitu produksi cairan
serebrospinal yang berlebihan di pleksus koroideus, obstruksi aliran cairan
serebrospinal di sistem ventrikel otak, dan penurunan absorbsi cairan
serebrospinal di vili-vili arakhnoid. Akibat dari tiga cara tersebut
mengakibatkan terjadinya bertambahnya tekanan dari dalam otak akibat
terganggunya keseimbangan antara penyerapan dan pengeluaran. 3 hal
tersebut mengakibatkan terjadinya dilatasi ventrikel pada hidrosefalus
sebagai akibat dari: (Zahl, 2011)
a. Cairan serebrospinal diproduksi terus-menerus melewati batas normal.
b. Villi Araknoid tidak mampu lagi dalam menyerap cairan serebrospinal
yang di produksi terus-menerus.
c. Akumulasi cairan serebrospinal mengakibatkan meluasnya ventrikel dan
ruang subaraknoid.
d. Pembesaran volume tengkorak akibat adanya regangan abnormal pada
sutura kranial.
e. Hilangnya jaringan otak.

5. Tanda dan gejala


Gejala tekanan intrakranial yaitu :
a. berupa muntah,
b. nyeri kepala,
c. terdapat edema papil saraf kranialis pada pemeriksaan funduskopi.
d. Terkadang kesadaran menurun ke arah letargi. (Harsono, 2011).
Adapun gambaran klinis pada anak usia 0-2 tahun yaitu : (Rizvi, 2005)
a. Bentuk kepala : bentuk kepala yang terjadi biasanya abnormal atau
berbeda pada anak normal lainnya dimana akan tampak dahu yang
membesar tidak proporsional.
b. Anterior Fontanelle (Ubun-ubun): umumnya pada bayi, bagian
fontanel anteriornya kecil namun pada penderita hidrosefalus akan
membesar bahkan ketika bayi diam dan tegak.
c. Sutura: akan tampak sutura yang melebar pada penderita
hidrosefalus.
d. Cranial Nerves: pada penderita hidrosefalus dapat mengakibatkan
atrofi optik yaitu kerusakan pada saraf optik.
e. Growth Reterdation: kegagalan dalam pertumbuhan dan
perkembangan neurologis dapat tertunda pada anak-anak yang
menderita hidrosefalus.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : (Rizvi, 2005)
a. Dengan memeriksa lingkar kepala apakah terlihat berbeda dari
ukuran normal.
b. Plains X Rays: dapat mengkonfirmasi temuan klinis seperti kepala
membesar, disproporsi crainofacial, pembesaran fossa posterior yang
umumnya terjadi pada Dandy Walker syndrome.
c. Ultrasonografi: yaitu suatu prosedur yang digunakan pada pasien
dengan fontanela anterior terbuka.
d. CT Scan: biasanya digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel serta
dapat juga digunakan untuk melihat tempat terjadinya obstruksi.
e. MRI: mampu mendeteksi adanya dilatasi ventrikel dan juga
menentukan penyebab dari hidrosefalus. Apabila dalam penemuan
terdapat tumor, MRI mampu menentukan lokasi serta ukuran dari
temuan tersebut. Hasil dari MRI lebih akurat.

7. Penatalaksanaan
Obat-obatan yang digunakan biasanya: (Wijaya, 2006).
a. Acetazolamide (jenis obat oral yang diminum): acetazolamide mampu
menurunkan produksi cairan serebrospinal yang dihasilkan oleh
pleksus koroideus melalui penghambatan pembentukan carbonic
anhydrase.
b. Furosemide (jenis obat suntik/injeksi intravena): furosemid memiliki
efek yang minimal pada pembentukan cairan serebrospinal.
c. Operasi shunting Venticuloperitoneal shunt merupakan salah satu alat
kesehatan dalam bidang kedokteran yang direkomendasikan bagi
penderita hidrosefalus, alat ini digunakan untuk melepaskan tekanan
dalam otak. Shunt mampu menguras kelebihan cairan serebrospinal
dalam otak ke dalam rongga peritoneum (Gautam, 2014).

8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya
perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi
penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus
baru penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat
dilakukan dengan:
1) Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan
dapat mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang
mengurangi risiko bayi mengalami hydrocephalus.
2) Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua
vaksinasi dan melakukan pengulangan vaksinasi yang
direkomendasikan.
3) Meningitis merupakan salah satu penyebab
terjadinya hydrocephalus. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan
tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang – orang yang
berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk
individu yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan
sistem imun dan pasien yang menderita gangguan limpa.
4) Mencegah cedera kepala.
b. Pencegahan Sekunder
Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk
mewaspadai adanya kelainan kongenital, untuk menegakkan diagnosa
kelainan kongenital setelah bayi lahir maka diperlukan:
1) Pemeriksaan fisik.
2) Pemeriksaan radiologik
3) Pemeriksaan laboratorium
Disamping itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan
kongenital kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin
seperti adanya diagnosa prenatal atau antenatal. Pada hydrocephalus,
diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih
besar kemungkinan hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan
tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Tindakan yang dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis ialah:
1) Transluminasi kepala.
2) Ultrasonogafi kepala bila ubun-ubun besar belum menutup.
3) Foto rontgen kepala.
4) Tomografi komputer (CT Scan).
Pemeriksaan untuk menentukan lokalisasi penyumbatan ialah dengan
menyuntikkan zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis dan
menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal untuk mengetahui
penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum melakukan uji PSP
ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal untuk menentukan fungsi
ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk melengkapi
pemeriksaan. Namun dengan adanya pemeriksaan CT Scan kepala, uji
PSP ini tidak dikerjakan lagi.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke
arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien. Pada penderita hydrocephalus
pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu dengan:
1) Pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi.
2) Pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.
Tindakan ini dilakukan pada periode pasca operasi. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi shunt seperti infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional yang disebabkan oleh
jumlah aliran yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningkatkan
resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi - komplikasi
seperti:
1) Oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal)
diskoneksi atau putusnya shunt.
2) Migrasi dari tempat semula.
3) Tempat pemasangan yang tidak tepat.
Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau
malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat
menimbulkan komplikasi lanjut seperti terjadinya efusi subdural,
kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.
Lampiran 3: Leaflet
Lampiran 4: PPT
DAFTAR PUSTAKA

Afdhalurrahman, 2013. Gambaran Neuroimaging Hidrosefalus pada Anak.


Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3413/3191.

Gautam, Vinod K., Ravinder S., Sarbjeet K. 2014. Hydrocephalus Treated With
Vp Shunt: A Clinical Audit. International Journal Of Health. 2 (2) 2014 26-
29. Departemen of Neurosurgery and Departement of Epidemiology,
University of Delhi. http://www.sciencepubco.com.php.IJH.

Harsono. 2011. Hidrosefalus: Buku Ajar Neurologi Klinik.


Yogyakarta. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.

Khalilullah, Said Alfin. 2011. Review Article Hidrosefalus. RSUD dr.Zainoel


Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
https://alfinzone.files.wordpress.com/2011/05/review-
hidrosefalus.pdf//.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan


sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Owler B. K., Pena A., Momjian S., Czosnyka Z., Czosnyka M., Harris N. G. 2017.
Changes in cerebral blood flow during cerebrospinal fluid pressure
manipulation in patients with normal pressure hydrocephalus: a Dessy
dan Dwita. Intraventricular Hematom Disertai Hidrosefalus Obstruktif J
Medula Unila. Volume 7 Nomor 1 Januari 2017.

Price, S. A. 2009. Phatophysiology Clinical Concepts Of


Disease Processes. 5th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rizvi, R. & Quidsia A. 2005. Hydrocephalus in Children. Departments of


Neurosurgery and Community Health Sciences and Family Medicine.
Ziauddin_Medical_University,_Karachi. http://www.jpma.org.pk/.

Shaolin, Z., Zhanxiang, W., Hao, X., Feifei, Z., Chaiquang, H., & Donghan, C.
2015. Hydrocephalus induced viaintraventricular kaolin injectionin adult
rats. Folia Neuropathol. 53(1):60-8
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25909876.

Wijaya, Y. 2006. Refrat Hidrosefalus. Smf Ilmu Bedah RSU-USD Gambiran


Kediri Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas_Wijaya_Kusuma_Surabaya.
Williams, M.A., McAllister, J. P., Walker, M.L., Kranz, D. A., & Bergsneider, M. l.
2007. Priorities for hydrocephalus research: report from a National
Institutes of Health-sponsored workshop. J Neurosurg. 107:345-57
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18459897.

Zielinska, D., Anna, R. Z., & Anna, S. F., 2017. Cognitive Disorders In
Children's Hydrocephalus. Department of Psychiatry, Jagiellonian
University Medical College, Krakow, Poland and Medical Psychology
Department, Psychiatry, Jagiellonian University_Medical.College,Krakow
Poland.

Вам также может понравиться