Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Apendisitis adalah suatu peradangan dari apendiks vermiformis yang oleh
masyarakat awam sering disebut sebagai radang usus buntu dan ini merupakan
suatu penyakit yang sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan
apendisitis akut dapat dengan mudah didiagnosa tetapi tanda dan gejalanya cukup
bervariasi sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit untuk ditegakkan.
Apendektomi pertama yang berhasil dilakukan oleh Amyand yang
melakukan insisi skrotum dan membuang apendiks yang perforasi pada tahun
1735. Pada tahun 1889, McBurney melaporkan terapinya terhadap apendisitis
dengan melakukan apendektomi dengan menentukan posisi apendiks, yaitu sekitar
1,5-2 inci dari processus spina anterior dengan garis lurus dari umbilikus.
Apendisitis masih menjadi masalah morbiditas pada anak.1

Apendisitis akut dapat terjadi pada semua tingkat usia dan paling
seringmenyerang pada usia decade kedua dan ketiga. Jarang dijumpai pada bayi.
Terdapathubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan
kejadian kasusapendisitis akut, selain itu faktor diet dan genetik juga memegang
peranan yang penting. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen
yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks, penyebab
obstruksi dapat berupa: hyperplasia limfonodi sub mukosa dinding appendiks,
fekalit, benda asing, tumor.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari
appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy.
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886
adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan
salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.2

1
Peradangan apendiks merupakan kausa laparotomi tersering pada anak dan
juga pada orang dewasa muda. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang
terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-
10 tahun Insiden pria lebih banyak daripada wanita. Diagnosa harus ditegakkan
secara dini dan tindakan harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosis
menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya. Angka mortalitas
penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. Diagnosis appendicitis akut pada anak
kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-
pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pediatrik
berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisilogi Apendiks

2.1.1 Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berhubungan dengan sekum disebelah kaudal peralihan
ileosekal (ileosekal junction) Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Apendik vermiformis
memiliki mesoapendiks yang menggantungnya pada mesenterikum bagian akhir
ileum. Letak apendiks vermiformis berubah-ubah, tetapi biasanya apendiks
terletak retrosekal. Letak pangkal apendiks lebih dalam dari titik pada batas antara
bagian sepertiga lateral dan dua pertiga medial garis miring antara spina iliaca
anterior superior dan annulus umbilikalis (titik McBurney). Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1,3

Gambar 2.1 Anatomi Appendiks

3
Gambar 2.1 macam-macam letak appendiks

Gambar 2.1 titick Mcburney

Perdarahan sekum didapatkan melalui artero ileokolika, cabang arteria


mesenterika superior dan apendiks vermiformis dipasok oleh arteria apendikularis,
cabang arteri ileokolika. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. Vena ileokolika, anak cabang
vena mesenterika superior, mengantar balik darah dari sekum dan apendiks
vermiformis. Pembuluh limfe eferen di tampung oleh kelenjar limfoid
mesenterika superior.1,3

Persarafan sekum dan apendiks berasal dari saraf simpatis dan


parasimpatis dari pleksus mesenterika superior. Serabut saraf simpatis berasal dari
medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut saraf parasimpatis berasal dari

4
kauda nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks mengiringi saraf simpatis
ke segmen medulla spinalis Thorakal X, oleh karena itu, nyeri visceral pada
apendisitis bermula disekitar umbilikus atau epigastric.1,3

2.1.2 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya di


curahkanke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendiks.
Immunoglobulin sektretoar yang dihasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid
tissue ) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
immunoglobulin sangat efektifterhadap infeksi.3
Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen
yangsempit dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri,
resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan
bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks
yang dikenal dengan valvula Gerlach. Dengan adanya benda-benda asing yang
terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobile, dan adanya kinking ,
bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks,
maka keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada
dindingnya juga akan mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.3

2.2 Apendisitis

2.2.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering.4

2.2.2 Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara


berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.3,5

5
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1%
atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi mulai
menanjak setelah umur 5 tahun. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih
tinggi.3,5

2.2.3 Etiologi

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen


appendiksmerupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hyperplasia jaringan limf, fekalit, tumor appendiks, cacing askaris. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan appendiks ialah erosi mukosa appendiks karena
parasit seperti E.histolytica.2,3

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendahserat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semua ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.2,3

2.2.4 Patologi

Tahapan peradangan apendisitis :

1. Apendisitis akut (sederhana, artinya tanpa perforasi)


2. Apendisitis akut perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena
gangrene dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi).5

Ada dua faktor utama yang menyebabkan timbulnya apendisitis akut yaitu faktor
obstruksi dan faktor infeksi, dan dalam patofisiologinya dapat dibagi menjadi 3
fase:

6
1. Fase obstruksi

Apendisitis disebabkan oleh adanya sumbatan yang menyebabkan obstruksi


lumen yang mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mucus tidak dapat
keluar dan menumpuk di dalam lumen apendiks sehingga menyebabkan distensi
lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen yang menekan dinding apendiks.
Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran limfe dan vena sehingga
menyebabkan ekstravasasi cairan dan terjadi edema. Pada saat itu terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri periumbilikal.1

2. Fase inflamasi

Sekresi mucus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat
menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema. Dengan adanya edema maka
celah antar sel epitel mukosa akan merenggang, akibatnya terjadi translokasi
mikroorganisme dari dalam lumen masuk ke submukosa. Dengan masuknya
kuman-kuman tersebut akan menimbulkan inflamasi, akibat inflamasi terbentuk
pus (kumpulan kuman, neutrofil dan jaringan yang mati) yang masuk ke dalam
lumen (supurasi). peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga timbul nyeri di daerah kanan bawah, suhu tubuh mulai naik.
Pada saat itu terjadi apendisitis supuratif akut. Selanjutnya tekanan intraluminer
bertambah tinggi lagi sehingga arteri yang ada di dinding juga ikut tertekan.1

3. Fase perforasi

Bila kemudian aliran arteri terganggu di dinding apendiks akan menyebabkan


iskemik kemudian infark dinding dan gangrene. Stadium ini disebut apendisitis
gengrosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis perforasi. Meskipun
bervariasi biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala.1

Infeksi pada apendiks yang dapat juga terjadi akibat penyebaran kuman secara
hematogen dari tempat lain, misalnya pada phenomia, tonsillitis, dan sebagainya.
Pada keadaan ini seluruh apendiks edema, tegang dan mengeras sehingga sering
disebut “erectile apendiks”1

7
Bila memiliki imunitas yang cukup baik, upaya pertahanan tubuh berusaha
membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal
dengan istilah infiltrate apendiks. Didalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak, omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang dengan dinding lebih tipis sehingga mudah terjadi
perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan
pembuluh darah.6

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi


membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami
eksaserbasi akut.6

2.2.5 Diagnosis

Gejala Klinis :

Apendisitis akut memiliki gejala khas yang berupa :3

 Peradangan yang mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda


setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum
lokal
 Ataupun gejala dapat berupa sakit disekitar umbilicus dan epigastrium
disertai anoreksia, nausea dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam
kemudian diikuti oleh sakit perut kanan bawah dengan disertai kenaikan
suhu tubuh ringan.
 Pada bayi dan anak-anak berumur muda sering tidak dapat menunjukkan
letak sakit dan dirasakan sakit perut yang menyeluruh. Pada awalnya,
anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Ia
tidak dapat menggambarkan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak

8
akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang
tidak khas pada anak, apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi
perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
 Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar umbilicus.
Keluhan ini disertai mual dan kadang ada muntah. Umunya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke
titik McBurney yang akan dirasa lebih tajam nyerinya dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada
nyeri epigastrium, tetapi terdapat konsitipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Bila terdapat perangsangan peritoneum,
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Gambaran Klinis apendisitis akut3

Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan
peritoneal jika apendiks terletak di retrosekal retroperitoneal sehingga apendiks

9
terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karna kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.3

Jika apendiks terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan


tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltis meningkat dan
pengosongan rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks menempel
di kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan
apendiks terhadap dinding kandung kemih. 3

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.
Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih
di region lumbal kanan. 3

Pemeriksaan fisik :1,3,5

 Keadaan umum penderita benar-benar terlihat sakit.


 Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh meninggi
dan menetap sekitar 37,5 C – 38,5 C atau lebih bila telah terjadi perforasi.
 Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya. Dehidrasi
berat pada apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini
disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan
pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneal.
 Abdomen : pada inspeksi, kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perut sebelah kanan. Waktu terlentang
tidak ada yang khas terlihat pada abdomen. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Pada palpasi, didapatkan nyeri
yang terbatas pada region iliaka kanan bisa disertai nyeri lepas Defans
muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri
tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Nyeri tekan dan
lepas (tanda Blumberg) fokal pada daerah apendiks yang disebut titik
McBurney (sepertiga distal garis antara umbilikus dan spina iliaka anterior

10
superior (SIAS) kanan. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan
nyeri perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Peningkatan nyeri
yang dirasakan saat batuk yang disebut tanda Durphy. Pada apenditsitis
retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh
uterus, keluhan nyeri pada apensitis sewaktu hamil trimester II dan III
akan bergeser ke kanan sampai pinggang kanan. Sedangkan Trimester I
tidak berbeda dengan orang tidak hamil Karena itu perlu dibedakan apakah
keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke
kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergesaran uterus.
 Kadang dijumpai tanda obstruksi usus paralitik akibat peritonitis lokal
ataupun umum.
 Pemeriksaan uji Psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut
akan menimbulka nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana
apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang
merupakan dinding panggung kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika. Ten Horn Sign khusus pada penderita pria. Penderita dalam posisi
terlentang kemudian testis kanan ditarik ke bawah, bila positif penderita
akan merasa nyeri di perut kanan bawah.
 Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk diarahkan ke kanan atas antara jam 10-11.
misalnya pada apendisitis pelvika.

11
Gambar 2.4 Mc Burney Sign

Gambar 2.5 Rovsing Sign

Gambar 2.6 Psoas sign dan obturator sign

12
Laboratorium

Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis


akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi.

 Pemeriksaan darah : leukosit ringan pada umumnya pada apendisitis


sederhana. Lebih dari 13.000 mm3 umumnya pada apendisitis perforasi.
Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis :
terdapat pergesaran ke kiri.
 Pemeriksaan urin : sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika.5

Pemeriksaan Radiologi

 Ultrasonografi dapat digunakan dengan penemuan diameter


anteroposterior apendiks yang lebih besar dari 6 mm, penebalan dinding,
struktur lumen yang tidak dapat dikompresi (lesi target), atau adanya
apendikolit.
 Computed-Tomography Scan (CT Scan). Pada pemeriksaan ini, apendiks
terlihat dilatasi dengan ukuran lebih dari 5 mm pada diameter lumen, dan
dinding lumennya tampak menebal. Tampak juga gambaran inflamasi
pada apendiks yaitu gambaran lemak kotor, penebalan mesoapendiks, dan
bahkan terlihat gambaran plegmon.
 Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat
sakit dan pemeriksaan fisik meragukan.
 Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan,
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan
cairan-udara di sekum atau ileum).
 Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit.

13
 Foto folos pada apendisitis perforasi :
a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di
kuadran kanan bawah;
b. Penebalan dinding usus di sekitar letak apendiks, seperti sekum dan
ileum
c. Garis lemak pra peritoneal menghilang.
d. Skoliosis ke kanan
e. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan akibat
paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi.
 Gambaran tersebut diatas seperti gambaran peritonitis pada umumnya,
artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila pada foto
terlihat gambaran fekolit maka gambaran seperti tersebut diatas
patognomonik akibat apendisitis.1,3,5,6

Gambar 2.7 foto polos abdomen : tampak adanya apendikolith (panah)

Alvarado Score

Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan


suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan
memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat
ditegakkan. Komponen Alvarado Score adalah :

14
Tabel 2.1 Alvarado skor1

DIAGNOSIS SKOR
Migrasi nyeri menuju kuadran kanan bawah 1
Anoreksia 1
Mual atau muntah 1
Nyeri tekan pada kuadran kanan bawha 2
Nyeri tekan lepas 1
Peningkatan suhu (>37,50C) 1
Peningkatan jumlah leukosit >10.000 2
Neutrofilia bergeser ke kiri> 75% 1
Total 10

Interpretasi :

1. 1-4 : Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut


2. 5-6 :Dipertimbangkan kemungkinan diagnosis apendisitis akut, tetapi
tidak membutuhkan tindakan operasi segera dan dinilai ulang
3. 7-8 : Dipertimbangkan kemungkinan mengalami apendisitis akut
4. 9-10 : Hampir definitive mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan
tindakan bedah.

2.2.6 Diagnosis Banding3

 Apendisitis Kronik
Diagnosis ini baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut
terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu,
terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara mikroskopis maupun
makroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendektomi.

15
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik meliputi adanya fibrosis
menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. 3
 Apendisitis rekuren
Diagnosis ini baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fibrosis dan jaringan parut. Pada apendisitis rekurens, biasanya dilakukan
apendektomi karena penderita sering kali datang dalam serangan akut.3
 Gastroenteritis
Mual, muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut
sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya
hiperperistaltis. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
dengan apendisitis akut.3
 Limfadenitis Mesenterika
Didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri
perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan
perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.3
 Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri
perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu
selama dua hari.3
 Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian
bawah perut lebih difus. Biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

16
Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus
diayunkan.3

 Kista ovarium terpuntir


Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau
colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.3

 Endometriosis eksterna
Endometrium diluar rahim akan menimbulkan nyeri ditempatnya
berada.3

 Urolitiasis pielum/ ureter kanan


Riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto
polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral
di sebelah kanan dan piuria.3

2.2.7 Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi,
biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.3

1. Preoperative
Observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rectal
serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan
toraks dapat dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotic intravena
spektrum luas dan analgesic dapat diberikan. Pada perforasi apendiks perlu
diberikan resuitasi cairan sebelum operasi.6

17
2. Operatif
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila
apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan
observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila
tersedia laparaskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.6
3. Pasca operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya
perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Pasien
dibaringkan dalam posisi fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih
dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis umum, puasa
dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien
diberi minum, makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa.6

Kecurigaan apendisitis akut

Tidak jelas

Observasi aktif

Tidak jelas

Apendisitis Penyakit lain

Usg dan lab


Tindakan yang sesuai
apendektomi

18
2.2.8 Komplikasi

 Massa Periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikrooperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk
usus halus. Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding
yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.
Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile)
sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.3
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa
yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan
diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Apendektomi dilakukan
pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan.
Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.3
Bila sudah menjadi abses, dianjurkan drainase saja; apendektomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan
drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan
apendektomi.3
 Apendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orangtua atau anak kecil),
dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Perforasi apendiks akan mengakibatkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin
hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung.
Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai
dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan; peristalsis usus dapat

19
menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga
peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu
tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Ultrasonografi
dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Ultrasonografi dan
foto Rontgen dada akan membantu membedakannya.3
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman Gram negative dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan
pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.3
Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya
dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun
pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong
nanah.3

2.2.9 Prognosis

Penegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak yang cukup sulit. Hal ini
karena pada anak sulit mendapatkan riwayat penyakit yang akurat, dan gejala-
gejalanya yang mirip dengan kelainan lain pada anak. Lebih cepatnya terjadi
rupture dan tidak adanya mekanisme walling-of membuat tingkat morbiditas.
Kasus ini lebih tinggi pada anak dibanding orang dewasa. Faktor utama yang
berpengaruh dalam mortalitas adalah apakah rupture dari apendisitis terjadi
sebelum operasi dan usia pasien. Kematian biasanya berkaitan dengan sepsis yang
tidak dapat dikendalikan, yaitu dihubungkan dengan peritonitis, abses intra
abdomen, dan septicemia bakteri gram negatif. 1

Tingkat mortalitas dan morbaditas sangat kecil dengan diagnosis yang


akurat serta pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8%
dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak,
angka ini berkisar antara 0,1-1%. Sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka
ini meningkat diatas 20% terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi.6

20
BAB III
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks. Penyebab


terbanyak disebabkan oleh adanya fekalit. Diagnose ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, tanda klinis merupakann alat diagnostic yang nilai sensitivitasnya
paling tinggi dibandingkan cara diagnostic lain, yaitu laboratorium dan radiologis,
meskipun memiliki tingkat spesifisitas dan nilai prediktif positif yang rendah.
Penggunaan CT-scan merupakan alat diagnostic radiologis terbaik dalam
mendiagnosis apendisitis akut pada anak. Bila diagnose klinis sudah jelas,
tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah
apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan
antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa, atau apendisitis
perforasi.Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Leecardo,Willy,Padli. Ilmu Bedah Anak kasus harian UGD, Bangsal &


kamar operasi. 2016. Jakarta: EGC.
2. DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD. Bahan ajar apendisitis akut. 2012.
[online}.URL:http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/
10/APPEDISITIS-AKUT.pdf (diakses pada tanggal 19 Oktober 2018)

3. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon,


Dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC. Jakarta.
2011.
4. Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005.
Jakarta; Erlangga Medical Series.
5. Reksoprodjo, Soelarto., dkk., editor., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Staf
Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta : Binarupa Aksara.
6. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah
Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan
Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

22

Вам также может понравиться