Вы находитесь на странице: 1из 25

MODUL PRAKTIKUM

KEPERAWATAN SENSORI PERSEPSI

PEMERIKSAAN PADA MATA DAN TELINGA

Oleh:
Praba Diyan Rachmawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Retnayu Pradanie S.Kep.,Ners.,M.Kep
Ni Ketut Alit Armini, S.Kp.,M.Kes
Laily Hidayati S.Kep.,Ners.,M.Kep
Iqlima Dwi Kurnia S.Kep.,Ners.,M.Kep
Aria Aulia Nastiti S.Kep.,Ners.,M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan Rahmat dan Anugrah Nya
Modul keperawatan persepsi sensori pemeriksaan fisik pada mata dan telinga dapat tersusun.
Diharapkan modul ini dapat digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa dalam mempelajari
keterampilan melakukan pemeriksaan fisik pada mata dan telinga yang dikemas dalam
pembelajaran praktikum keperawatan persepsi sensori.
Buku ini menguraikan materi tentang prosedur pemeriksaan fisik pada mata dan
telinga, yang meliputi pemeriksaan segmen anterior mata, pemeriksaan tajam penglihatan,
scheimer test, pemeriksaan tekanan intra okular dan fluoreschin test. Modul ini merupakan
hasil telaah dari penulis berdasarkan kebutuhan ketrampilan yang harus dimiliki di klinik
serta dari literatur terbaru.
Penulis menyadari bahwa modul ini masih belum sempurna untuk itu kritik dan saran
serta masukan dari pengguna modul ini masih sangat kami harapkan.
Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini,
semoga dapat memberi manfaat bagi pembaca dan mahasiswa.

Surabaya, September 2015

Praba Diyan Rachmawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul .....................................................................................................1


Kata Pengantar .....................................................................................................2
Dafar Isi ..............................................................................................................3

PENDAHULUAN ..............................................................................................4
Deskripsi modul ...................................................................................................4
Petunjuk penggunaan ...........................................................................................4
Rumusan kompetensi ...........................................................................................5

MODUL 1 Pemeriksaan pada Mata ................................................................6


Pemeriksaan fisik mata segmen anterior..............................................................6
Pemeriksaan Tekanan Intra Okular dg Schiotz Tonometri ..................................11
Pemeriksaan Schirmer .........................................................................................13
Pemeriksaan Fluoreschin ....................................................................................15
Anel Test ..............................................................................................................16
Pemeriksaan Tajam Penglihatan ..........................................................................17
Daftar Pustaka ......................................................................................................19

MODUL 2 Pemeriksaan pada Telinga.............................................................20


Pemeriksaan fisik pada telinga ............................................................................20
Pemeriksaan fungsi pendengaran dan Test Garpu Tala ......................................22
Daftar Pustaka ......................................................................................................25

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Modul


Sensori adalah stimulus atau rangsang yang datang dari dalam maupun luar tubuh.
Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori (panca indera), sedangkan
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antar hal yang
terjadi melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah mendapat rangsang
melalui indera. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori
merupakan serangkaian aktifitas perawat dalam melakukan pengkajian, analisa, menyusun
diagnosa dan rencana keperawatan, melakukan implementasi serta evaluasi pada pasien yang
mengalami kerusakan dalam fungsi normal penerimaan pada indra sensori dan juga
ketidakmampuan dalam membedakan stimulus yang datang dari internal dengan stimulus
yang datang dari eksternal.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional, diperlukan
ketrampilan untuk melakukan pengkajian serta evaluasi kondisi fisik pasien. Sehingga
diperlukan ketrampilan seorang perawat untuk melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
pada sistem penglihatan dan pendengaran. Keterampilan seorang perawat dimulai dari
pengalaman belajar yang salah satunya dikemas dalam pembelajaran praktikum di
laboratorium keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa keperawatan akan
ketrampilan dalam melakukan pemeriksaan fisik pada mata, yang mana dapat digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran praktikum, sehingga diharapkan
mahasiswa keperawatan dapat memenuhi kompetensi dalam pembelajaran keperawatan
persepsi sensori. Modul ini dapat digunakan sebagai pedoman praktikum keperawatan
persepsi sensori pemeriksaan fisik pada mata dan telinga setelah mahasiswa menyelasaikan
pembelajaran dikelas mengenai perspektif keperawatan persepsi sensori dan juga
mempelajari anatomi fisiologi pada mata.

1.2 Petunjuk penggunaan


1. Mahasiswa telah menyelesaikan pembelajaran dikelas mengenai pengantar
keperawatan sensori persepsi
2. Mahasiswa telah menyelesaikan pembelajaran dikelas tentang anatomi fisiologi pada
mata.

4
3. Mahasiswa mempelajari modul ini sebelum praktikum keperawatan sensori persepsi
dilaksanakan
4. Modul ini dibawa ketika praktikum pemeriksaan fisik pada mata dan telinga
dilaksanakan

1.3 Rumusan Kompetensi


1.3.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa mampu memahami dan melakukan
pemeriksaan fisik pada mata dan telinga.
1.3.2 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menyebutkan definisi dari pemeriksaan fisik sistem penglihatan dan pendengaran.
2. Menyebutkan tujuan dari pemeriksaan fisik sistem penglihatan dan pendengaran.
3. Menyebutkan dan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik
sistem penglihatan dan pendengaran.
4. Mendemonstrasikan pemeriksaan fisik pada mata dan telinga.
5. Mendemontrasikan pemeriksaan khusus pada mata dan telinga

5
MODUL 1
PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA

1. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR MATA


Prosedur Temuan
1. Komunikasi:
- Mengetuk pintu dan mengucapkan
salam
- Menyampaikan tindakan yang akan
dilakukan dan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
Sarung tangan bersih
Penlight
Bengkok
PALPEBRA
Inspeksi :
a. Edema palpebra: Simetris/ Tidak simetris
Inspeksi Kesimetrisan edema Simetris biasanya disebabkan oleh penyakit sistemik
Inspeksi Warna edema (peny. Jantung, sindroma nefrotik). Palpebra lebih
b. Lesi mudah mengalami edema karena memiliki
c. Keadaan dan arah bulu mata karakteristik jaringan ikat yang lebih longgar sehingga
d.Fungsi palpebra untuk mengatup secara cairan intravaskular lebih mudah masuk ke interstitial.
sempurna
Warna palpebra kemerahan/ kebiruan
 Edema palpebra yang dengan warna yang sama
dengan kulit disekitarnya menunjukkan adanya
penyakit sistemik.
 Adanya warna kemerahan pada palpebra disertai
dengan edema, teraba panas dan terasa nyeri
kemungkinan adanya infeksi pada palpebra
(blefaritis)
 Adanya warna kebiruan pada palbebra disertai
perdarahan berwarna merah terang dan edema
biasanya terjadi post trauma pada mata

Kelaianan pada palpebra :


1. Ptosis  Turunnnya kelopak mata bagian atas yang dapat
a) Penyebab: mengganggu pandangan seseorang, yang dapat
Kongenital, gangguan persyarafan terjadi pada satu atau kedua mata
okulomotorius, miastenia gravis.
b) Pemeriksaaan ptosis:
 Tes tajam penglihatan
 Apakah ada strabismus
 Tinggi kelopak mata diobservasi dan
diukur, dilakukan dalam milimeter (mm). http://www.snec.com.sg

6
Pengukuran untuk mengobservasi berapa
besar mata terbuka pada saat melihat lurus /
kedepan, melihat ke atas dan kebawah.
 Diukur berapa besar mata terbuka saat
melihat kedepan, keatas dan kebawah.
 Foto wajah pasien dapat
didokumentasikan

2. Eksoftalmus
Penyebab: Hipertiroidisme, Tumor, inflamasi Bola mata pasien menonjol kedepan, bisa terjadi
pada orbita bilateral bila disebabkan oleh karena hipertiroidisme
Palpebra yang gagal menutup secara
sempurna menyebabkan kornea sering
terpapar dunia luar, sehingga beresiko
mengalami kerusakan kornea

Gambar: Eksoftalmus
Sumber: www.sundhed.dk

3. Ektropion
Penyebab: proses penuaan  Palpebra inferior pasien membalik kearah luar
Inspeksi palpebra bagian inferior  Konjungtiva terpajan luar
 Air mata tidak dapat dialirkan dengan baik
 Lakrimasi

4. Entropion
 Inspeksi palpebra inferior  Margo palpebra membalik kearah dalam
 Inspeksi arah bulu mata pada palpebra  Bulu mata akan mengiritasi konjungtiva dan juga
bagian bawah kornea

5. Hordeolum  Adanya penonjolan / seperti bisul pada palpebra


baik eksternal maupun internal
 Nyeri
 Berwarna m erah

Gambar: Hordeolum eksternum Gambar: Hordeolum internum


acemaxid.wordpress.com acemaxid.wordpress.com

7
KONJUNGTIVA DAN SKLERA
Prosedur:
1. Instruksikan pasien melihat kearah atas 1. Konjungtiva normal: berwana merah muda, dan
2. Tekan kedua kelopak mata kebawah tidak terlalu banyak vasa
dengan menggunakan ibu jari hingga 2. Konjungtiva berpola warna merah:
konjungtiva terpajan a) Konjungtivitis : berwarna merah dibagian perifer
3. Letakkan ibu jari pada tulang pipi dan jari b) Cedera/ infeksi kornea/ Iritis akut/ Glaukoma:
telunjuk pada alis, kemudian regangkan injeksi silier: dilatasi pembuluh darah yang lebih
4. Instruksikan pasien untuk melihat ke dalamdan menyembur berwarna ungu kemerahan
samping, kanan dan kiri serta bawah disekeliling limbus, disertai tanda tanda lain
5. Balikan kelopak mata atas untuk melihat seperti rasa nyeri, penurunan penglihatan, pupil
konjungtiva bagian atas anisokor kornea keruh.
6. Inspeksi: c) Perdarahan subkonjungtiva: Perembesan darah
Warna konjungtva dan sklera diluar pembuluh darah dan berbatas jelas
Pola vaskularisasi pada sklera yang
berwana putih

Injeksi Konjungtiva

3. Sklera berwarna kuning menunjukkan adanya


ikterus
4. Pterigium: penebalan berbentuk segitiga pada
konjungtiva bulbaris yang tumbuh lambat pada
permukaan luar kornea, yang disebabkan karena
adanya iritasi kronis.

Pterigium

KORNEA
Prosedur:
Mintalah pasien untuk melihat ke satu titik Rata: Kornea nampak jernih mengkilat
Inspeksi: Ada sikatrik: Kekeruhan berwarna putih kelabu yang
1. Permukaan kornea dengan cahaya yang superfisial pada kornea, kekeruhan ini terjadi karena
dipancarkan dari arah samping cedera lama atau inflamasi, ukuran dan berntuknya
2. Lakukan inspeksi pada setiap mata untuk berfariasi
menemukan adanya kekeruhan Edema: kornea mengalami pembengkakan, nampak
3. Perhatikan bila ada kekeruhan melalui menebal dan keruh. Pada pasien keratitis (infeksi
pupil kornea)
Ulkus: adanya luka pada kornea. Dibagi menjadi tiga:
- nebula, kedalamannya hanya superfisial, seperti
awan/kabut halus dalam kornea
- makula, lebih dalam (bisa dilihat di cahaya biasa),

8
ada gambaran serabut putih
- leukoma, lebih dalam lagi, gambarannya putih-putih
seperti porcelen. Dari jauh pun sudah terlihat dengan
jelas.

Gambar: Keratitis

BILIK MATA DEPAN (BMD)


Prosedur:
Lakukan inspeksi pada setiap iris 1. Kejernihan BMD:
Inspeksi kejernihan dan kedalaman BMD Perhatikan kripti iris, jika kripti iris terlihat jelas maka
BMD jernih, jika tidak jelas maka BMD keruh

2. Kedalaman BMD
Kedalaman BMD: Arahkan sinar langsung BMD Dalam: Permukaan iris relatif datar dan
dari sisi temporal, perhatikan luas permukaan membentuk sudut yang terbuka dengan kornea, dengan
iris yang mendapat penyinaran, jika sebagian penyinaran tidak menghasilkan bayangan
kecil mandapat sinar maka BMD dangkal. BMD Dangkal: Iris melengkung jauh kedepan
Jika sebagian besar atau seluruh permukaan sehingga terbentuk sudut yang sangat sempit antara iris
tersinari maka BMD dalam. dan kornea, penyinaran pada iris akan membentuk
bulan sabit

Kedalaman BMD

PUPIL

1. Lakukan inspeksi ukuran, bentuk dan  Pupil normal: Kedua pupil harus berbentuk bulat,
kesimetrisan kedua pupil jernih dan ukuran sama/ isokor.
2. Lakukan pemeriksaan reaksi pupil  Hasil pemeriksaan normal pada pupil dapat dicatat

9
terhadap cahaya PERRLA “Pupil, Equal (sama), Round (bundar),
3. Minta pasien untuk memandang satu titik React to Light (reaksi terhadap cahaya),
di tempat jauh Accomodation (akomodasi)
4. Sinari pupil dari arah samping (membantu  Pupil yang tidak bulat/tidak teratur dapat merupakan
mencegah reaksi dekat) akibat dari perlengketan iris dengan lensa/kornea
5. Pemeriksaan untuk menentukan: (sinekkia)
 Reaksi pupil yang langsung (kontriksi  Refleks pupil langsung( Unconsensual)
pupil pada mata yang sama) Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan
 Reaksi pupil konsensual (kontriksi pupil cahaya yang terang , pupil akan konstriksi (mengecil
pada mata yang lain) ). Dilakukan pada masing-masing mata
6. Sumber cahaya haruslah terang dan mudah  Refleks pupil tidak langsung (consensual)
di manipulasi Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata ,
7. Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik. maka fellow eye akan memberikan respon yang
sama . Observasi dengansumber cahaya lain yang
lebih redup.
 Ukuran pupil normal 3-5mm, <2mm = miosis,
>5mm = midriasis
 Isokoria fisiologis = perbedaan ke 2 pupil < 1mm.
 Abnormal pupil, apabila ditemukan pupil yang :
- Anisokoria (beda , 1mm dianggap fisiologis)
- Kecil atau besar dari normal (3-4 mm)

LENSA
1. Inspeksi lensa: perhatikan kejernihan 1. Warna pupil:
lensa, dengan menyinari pupil dari depan Hitam = lensa jernih (normal) atau mungkin aphakia.
untuk melihat warna pupil Putih/ abu abu  keruh/katarak.
2. Berikan obat tetes yang engandung 2. Katarak imatur :
midriatikum (midriatil) apabila dibutuhkan Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan
untuk melihat lensa lebih jelas. letaknya jauh terhadap pupil artinya lensa belum keruh
3. Apabila ditemukan adanya katarak, maka seluruhnya, keadaan ini disebut shadow test (+)
lakukan pemeriksaan apakah katarak 3. Katarak matur:
matur/ imatur dengan menggunakan Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap
pemeriksaan shadow test pupil berarti lensa sudah keruh seluruhnya (sampai
4. Pemeriksaan iris shadow: pada kapsul anterior), keadaan ini disebut shadow test
a) Pasien diminta melihat lurus ke depan (-)
b) Lalu pemeriksa menyenteri mata 4. Katarak hipermatur:
pasien pada sudut 450 dari samping. Lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak
Kembali perhatikan iris. jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada
c) Hasil berupa bayangan yang dibiaskan lensa besar dan keadaan ini disebut pseudopositif.
dari humor aquosus.

1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan

10
2. PEMERIKSAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO) DENGAN SCHIOTZ
TONOMETRI

No Kegiatan Dikerjakan Tidak


Dikerjakan
1 Persiapan:
1. Komunikasi:
- Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
- Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan dan
tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
Set schiotz tonometri
Mempersiapkan anastesi lokal (pantocain 0,5%)
Nacl 0,9%
Kassa
Kapas Alkohol
Bengkok
2 Prosedur tindakan:
1. Pasien diminta rileks dan tidur telentang tanpa bantal
2. Mata diteteskan pantokain 0,5 dan ditunggu sampai
pasien tidak merasa perih
3. Bersihkan alat / desinfeksi dengan alkohol 70% (tunggu
sampai menguap). Atau bersihkan alat dengan kasa
yang dibasahi NaCl 0,9%.
4. Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu
jari, jangan sampai bola mata tertekan
5. Fiksasi mata pasien dengan cara pasien diminta
meletakkan ibu jari didepan mata atau melihat langit
langit
6. telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan
kornea tanpa menekannya
7. Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-
15.
Pembacaan:
1. Jarum Tonometer menunjukan angka 5 beban 5,5.
tekanan 5/5,5  cari label = 17,3mm Hg
2. Jarum menunjuk angka antara 1-3, ditambahkan beban
7,5 ex. menunjuk angka 4 maka TIO 4/7,5
3. Bila jarum dengan beban 7,5 menunjukkan kurang dari
4, ganti beban 10 ex: menunjuk angka 3 maka TIO
ditulis 3/10 cari skala = 50,6

Mahasiswa Menyampaikan:
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table
tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata
dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika
lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaucoma.

11
3 4. Merapikan alat
5. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
6. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan TIO

12
3. PEMERIKSAAN SCHIRMER

No Kegiatan Dikerjakan Tidak


Dikerjakan
1 Persiapan:
Menyebutkan:
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada semua klien
yang mengeluh mata basah atau kering. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pertama kali sebelum pemeriksaan
lain dilakukan, karena akan merngsang produksi air mata
1. Komunikasi:
a. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
b. Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan
c. Menyebutkan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
a. Kertas filter Whatman 41 (panjang 35 mm dan lebar 5
mm) yang dilipat 5 mm dari ujungnya
b. Bengkok
c. Penggaris kecil

2 Prosedur tindakan

1. Pasien diperiksa dalam kamar dengan penerangan


redup, atau tidak terlalu terang dan tidak ada sinar
langsung kedalam ruangan
2. Diperiksa tanpa atau dengan lokal anestesi
3. Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata bersamaan
4. Lipatan kertas filter diletakkan pada 1/3 lateral forniks
inferior, dengan bagian lekukan kertas 5 mm diletakkan
di belakang kelopak
5. Pasien diminta memfiksasikan matanya pada titik diatas
bidang horisontal selama 5 menit
6. Pasien diminta untuk tidak mengedipkan mata terlalu
banyak
7. Kertas filter diangkat
8. Lihat bagian filter yang basah sesudah 5 menit dan
diukur dari bagian filter yang dilipat

Menyebutkan Interpretasi hasil:

a. Apabila filter basah 10-30 mm maka sekresi lakrimal


normal atau ada pseudoepifora
b. Apabila basah lebih dari 30 mm hal ini tidak ada arti,
pasien ini peudoepifora, hipersekresi atau normal
c. Pada orang tua normal bagian filter basah dapat kurang
dari 15 mm
d. Apabila kurang dari 5 mm menunjukkan sekresi basal
kurang

13
3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan

14
3. PEMERIKSAAN FLOURESCHIN

No Kegiatan Dikerjakan Tidak


Dikerjakan
1 Persiapan:
Menyebutkan:
Tujuan Tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel
kornea
1. Komunikasi:
a. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
b. Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan
c. Menyebutkan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
Zat warna flouresin 0,5% tetes atau kertas floresin
Obat tetes anestesi pantokain 0,5%
Kassa
Bengkok

2 Prosedur tindakan:
1. Mata ditetesi pantokain 0,5 %
2. Zat warna flouresin diteteskan pada fornik inferior atau
kertas strip fluoresin yang sudah dibasahi
aquades/garam fisiologis disentuhkan pada fornik
inferior dan tunggu 20 detik. Pada waktu mengedip,
fluoresin akan mewarnai epitel yang rusak dengan
warna hijau kekuning-kuningan.
3. Zat warna di irigasi
4. Dilihat bagian kornea berwarna hijau

Menyebutkan Hasil:
1. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat
defek pada epitel kornea
2. Defek ini dapat dalam bentuk erosi kornea atau infiltrat
yang mengakibatkan kerusakan epitel

3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan

15
4. UJI ANEL (ANEL TEST)
No Kegiatan Dikerjakan Tidak
Dikerjakan
1 Persiapan:
Menyebutkan:
Tujuan untuk melihat fungsi ekresi sistem lakrimal
1. Komunikasi:
a. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
b. Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan
c. Menyebutkan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
a. Anestesi lokal (Pantokain 0,5%)
b. Semprit dg garam fisiologis
c. Dilatator

2 Prosedur tindakan:
1. Pasien duduk atau tidur
2. Tetesi anestesi lokal
3. Ditunggu sampai rasa pedas hilang
4. Pungtum diperlebar dengan delatator
5. Masukkan jurum anal ke pungtum
6. Garam fisiologis masuk dalam saccus
7. Pasien ditanya apa merasa ada sesuatu yang masuk
ke tenggoroan.

Menyebutkan hasil:
Apabila nampak pasien ada reflek menelan atau
mengatakan ada yang masuk ke tenggorokan
menunjukkan bahwa tidak ada kebuntuan pada fungsi
ekskresi

3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan

16
5. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
No Kegiatan Dikerjakan Tidak
Dikerjakan
1 Persiapan:
Menyebutkan:
Tujuan untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang
1. Komunikasi:
a. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
b. Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan
c. Menyebutkan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
a. Kartu snellen atau E
b. Lensa coba
c. Gagang lensa coba
d. Penlight

2 Prosedur tindakan:
1. Pasien duduk menghadapi kartu snellen dengan jarak
6 meter
2. Dipasang gagang lensa coba
3. Mata yang tidak diperiksa di tutup, dimulai
pemeriksaan pada mata kanan terlebih dahulu
4. Pasien di minta membaca huruf yang tertulis pada
kartu snellen yang dimulai dengan membaca garis
paling atas (huruf yang lebih besar) dan bila telah
terbaca pasien diminta membaca huruf yang lebih
kecil
5. Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat
dibaca
Menyebutkan hasil:
1. Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan
tajam penglihatan 6/30, dimana artinya pasien hanya
dapat melihat pada jarak 6 meter sedangkan orang
dengan mata normal dapat melihat pada jarak 30
meter
2. Terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatan tajam
penglihatan 6/6
3. Tajam penglihatan seseorang dikatan normal bila
tajam penglihatan adalah 6/6 atau 100%
4. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada
kartu snellen pada jarak 6 meter maka dilakukan uji
hitung jari.

a. Visus Dengan Menghitung Jari


- Orang normal dapat menghitung jari pemeriksa pada
jarak 60 m.
- Hasil dapat dituliskan sebagai berikut:

17
5/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 5 meter dan
orang normal dapat hitung jari pada jarak 60 m
1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter dan
orang normal dapat hitung jari pada jarak 60 m

b. Visus Dengan Menilai Gerakkan Tangan


Apabila pasien tidak bisa juga hitung jari, maka
dilakukan pemeriksaan selanjutnya dengan menilai
gerakkan tangan didepan pasien dengan latar
belakang terang.
Contoh: Jika mata kanan pasien dapat menentukan
arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka tajam
penglihatan dicatat :
VOD 1/300 (Hand Movement/HM).
Orang normal dapat menilai gerakan tangan pada
jarak 300 m.

c. Visus Dengan Penyinaran Cahaya


Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan
penyinaran dengan penlight ke arah mata pasien.
Apabila pasien dapat mengenali saat disinari V = 1/
~ atau LP +
(LP = Light Perception).
Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan
dinilai V= 0 (NLP).

3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan

18
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn. 2004. Pocket Guide to Physical Examination and History Taking. Fourth
edition. Philadelphia: Lippincott williams & Wilkins
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Smeltzer, S, C & Bare, B. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Tim pengajar keperawatan sensori persepsi. 2014. Modul Praktikum Pemeriksaan Fisik Pada
Mata. Fakultas keperawatan Universitas Airlangga

19
MODUL 2
PEMERIKSAAN TELINGA

PENDAHULUAN

Pemeriksaan fisik telinga adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui
adanya kemungkinan berbagai kelainan pada telinga dan gangguan fungsi pendengaran
Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan
berbagai tes untuk melihat sifat dan jenis gangguan pendengaran pada telinga.

INDIKASI

Untuk mengetahui kelainan-kelainan pada telinga dan gangguan pendengaran.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik telinga serta mampu melakukan tes fungsi
pendengaran secara baik dan benar.
Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan
dalam pemeriksaan telinga.
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka persiapan pemeriksaan fisis
telinga, hidung dan tenggorok.
3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik telinga dan tes fungsi pendengaran.
4. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan dan tes pendengaran serta
menentukan jenis kelainan dan gangguan fungsi pendengaran.

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK TELINGA


Prosedur Tindakan Temuan
Persiapan:  Komunikasi:
 Mengetuk pintu dan mengucapkan
salam
 Menyampaikan tindakan yang akan
dilakukan
 Menyebutkan tujuan tindakan
 Cuci tangan dengan prosedur yang benar
 Menggunakan sarung tangan bersih
 Alat:
 Otoskop
 Alcohol swab
 Bengkok
Pengkajian: Tanyakan beberapa hal berikut: Kemungkinan gangguan yang
1. Apakah ada gangguan yang dirasakan? dialami oleh pasien antara
2. Seperti apa gangguan yang dirasakan lain: nyeri, berdengung
tersebut? (tinnitus), pusing seperti
3. Pada salah satu sisi telinga atau kedua berputar (vertigo),
sisi telinga? mengeluarkan cairan dari
4. Sejak kapan mengalami gangguan telinga, penurunan

20
tersebut? kemampuan mendengar,
5. Upaya apa yang telah dilakukan? benjolan.
6. Riwayat penyakit yang mempengaruhi Infeksi berulang pada saluran
kesehatan telinga? nafas bagian atas (batuk,
pilek, alergi)
7. Kebiasaan yang mempengaruhi Mendengarkan music dengan
kesehatan telinga? suara keras, berenang, cara
dan frekuensi membersihkan
telinga, konsumsi obat-obatan
(aspirin, NSAIDs, furosemid,
dll)
Pemeriksaan 1. Lakukan inspeksi telinga luar,
fisik: perhatikan apakah ada kelainan bentuk
telinga, tanda-tanda peradangan, tumor
dan secret yang keluar dari liang telinga.
Pengamatan dilakukan pada telinga
bagian depan dan belakang.
2. Lakukan palpasi pada telinga. Kaji Jika terdapat nyeri,
adanya nyeri tekan, nyeri tarik atau kemungkinan ada otitis media
tanda-tanda pembesaran kelenjar pre
dan post aurikuler (tug test)
3. Memposisikan liang telinga sedemikian Secara normal membrane
rupa agar diperoleh aksis liang telinga tympani akan dapat terlihat
yang sejajar dengan arah pandang mata dengan warna merah muda
sehingga keseluruhan liang telinga keperakan dan berkilau
sampai permukaan membrane timpani seperti mutiara. Jika
dapat terlihat. membrane tympani tidak
terlihat atau terdapat
perubahan bentuk atau warna
maka kemungkinan ada
stenosis atau atresia meatal,
obstruksi yang disebabkan
oleh secret, jaringan ikat,
benda asing, serumen
obsturan, polip, jaringan
granulasi, edema atau
furunkel. Semua sumbatan ini
sebaiknya disingkirkan agar
membrane timpani dapat
terlihat jelas. Diamati pula
dinding liang telinga ada atau
tidak laserasi.
Penutup:  Merapikan alat
 Mencuci tangan dengan prosedur yang
benar
 Mendokumentasikan tindakan dan
temuan selama pemeriksaan

21
TES FUNGSI PENDENGARAN DAN TES GARPU TALA

Prosedur Tindakan Temuan


Persiapan:  Komunikasi:
 Mengetuk pintu dan mengucapkan
salam
 Menyampaikan tindakan yang akan
dilakukan
 Menyebutkan tujuan tindakan
 Cuci tangan dengan prosedur yang benar
 Menyiapkan peralatan:
 Ruangan minimal berukuran 6 meter
(lebih baik yang kedap suara dan tidak
menggema)
 Set garpu tala: 2048 Hz,1024 Hz,
512Hz,256 Hz dan 128 Hz.
Tes Bisik  Jelaskan pada penderita tentang prosedur Bahwa pemeriksa akan
yang akan dilakukan membisikkan beberapa kata
dan meminta penderita untuk
menirukan kata-kata tersebut
jika mendengarnya.
 Telinga yang akan diperiksa dihadapkan
pada pemeriksa dan telinga yang tidak
sedang di periksa ditutup dengan kapas,
atau bisa juga dengan cara masking yaitu
menekan tragus ke arah MAE. Penderita
tidak boleh melihat gerakan mulut
pemeriksa.
 Mula-mula pemeriksa berjarak 6 meter Bila tidak menyahut
dari penderita dan membisikkan kata-kata pemeriksa maju 1 meter, dan
bisyllabic yaitu kata yang terdiri dari 2 demikian seterusnya sampai
suku kata yang lazim digunakan sehari- penderita dapat mengulangi
hari dan mengandung nada tinggi/tajam 8 dari 10 kata-kata yang
(desis) dan nada lunak (rendah), misal: dibisikkan yang disebut jarak
sapu, baju, kaca, satu, meja, dll. pendengaran.
 Ulangi pada sisi telinga yang lain
 Hasil test:
 6 meter normal
 5 meter dalam batas normal
 4 meter tuli ringan
 3 – 2 meter tuli sedang
 1 meter atau kurang tuli berat
 Kemungkinan jenis gangguan
pendengaran:
 Tuli konduktif sukar mendengar huruf lunak
sukar mendengar huruf tajam
 Tuli sensorineural
Tes garis  Jelaskan tujuan pemeriksaan dan cara Tujuan test ini adalah untuk
pendengaran pemeriksaan. Telinga kanan dan kiri mengetahui batas bawah dan
diperiksa secara terpisah. batas atas ambang

22
pendengaran.
 Minta penderita untuk mengangkat tangan
jika mendengar bunyi garpu tala yang
dipetik.
 Set garpu tala satu per satu dipetik secara
lunak pada ujungnya, kemudian dekatkan
di depan telinga yang diperiksa secara
bergantian.
 Jika penderita mendengar bunyi diberi
tanda (+), dan jika tidak diberi tanda (-).
 Contoh evaluasi hasil pemeriksaan:
Telinga Frekwensi Telinga  Batas atas telinga kanan
kanan garpu tala kiri menurun (tidak mampu
- 2.048 + mendengar frekwensi
- 1.024 + tinggi) = tuli
- 512 + sensorineural.
- 256 -  Batas bawah telinga kiri
+ 128 - meningkat (tidak mampu
mendengar frekwensi
rendah) = tuli konduktif.
Tes Webber  Prinsip test ini adalah membandingkan Telinga normal hantaran
hantaran tulang telinga kiri dan kanan. tulang kiri dan kanan akan
sama.
 Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah
disentuh diletakkan pangkalnya pada dahi
atau vertex.
 Tanyakan apakah penderita mendengar
bunyi garpu tala atau tidak, jika iya,
tanyakan telinga mana yang mendengar
lebih keras.
 Evaluasi tes:
Normal
 Kedua telinga mendengar sama keras
 Telinga kanan tuli
 Telinga kanan mendengar lebih keras
konduktif, kiri normal
(lateralisasi ke kanan)
 Telinga kanan tuli
konduktif, kiri
sensorineural
“Tes weber tidak dapat berdiri sendiri karena  Telinga kanan normal, kiri
kemungkinan hasil interpretasi yang sangat tuli sensorineural
banyak”  Kedua telinga tuli
konduktif, kanan lebih
berat
 Kedua telinga tuli sensori
neural, kiri lebih berat
Tes Rinne  Prinsip test ini adalah membandingkan  Telinga normal /
hantaran tulang dengan hantaran udara sensorineural: hantaran
pada satu telinga. udara lebih panjang dari
 Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh hantaran tulang.
secara lunak pada tangan dan pangkalnya  Telinga tuli konduktif:
diletakkan pada planum mastoideum dari hantaran tulang lebih

23
telinga yang akan diperiksa. panjang dari hantaran
 Tanyakan apakah penderita mendengar udara
dan minta penderita untuk mengangkat
tangan bila sudah tidak mendengar.
 Bila penderita mengangkat tangan segera
pindahkan garpu tala kira-kira 3 cm di
depan MAE pada telinga yang diperiksa.

 Evaluasi test:
 Bila penderita masih mendengar  Rinne (+): normal /
dikatakan Rinne (+). sensorineural
 Bila tidak mendengar dikatakan Rinne  Rinne (-): tuli konduktif
(-).
Tes  Prinsip tes ini adalah membandingkan Normalnya sama
Schwabach hantaran tulang dari penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa dengan catatan
bahwa telinga pemeriksa harus normal.
 Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah
disentuh secara lunak diletakkan
pangkalnya pada planum mastoiedum
penderita.
 Tanyakan pada penderita apakah
mendengar, dan minta penderita untuk
mengangkat tangan jika sudah tidak
mendengar
 Bila penderita tidak mendengar segera
pindahkan garpu tala ke planum
mastoideum pemeriksa.
 Evaluasi hasil:
 Bila pemeriksa tidak mendengar harus Normal
dilakukan cross check. Setelah
crosscheck apabila penderita tidak
mendengar lagi dikatakan schwabach
normal
 Penderita mendengar, pemeriksa tidak Tuli sensorineural
mendengar, berarti schwabach
memanjang.
 Penderita tidak mendengar, pemeriksa Tuli konduktif
masih mendengar, berarti schwabach
memendek

Penutup:  Merapikan alat


 Mencuci tangan dengan prosedur yang

24
benar
 Mendokumentasikan tindakan dan temuan
selama pemeriksaan

DAFTAR PUSTAKA

Broek, P & Feenstra, L. (2009). Buku Saku: Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan
Telinga. Edisi 12. Alih Bahasa Arif Hartono, Jakarta: EGC
Irish, J, et.al., 2000. Otolaryngology: Review notes and lecture series. MCCQE
Rukmini, Sri & Herawati, Sri. (2000). Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok.
Jakarta: EGC

25

Вам также может понравиться