Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Praba Diyan Rachmawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Retnayu Pradanie S.Kep.,Ners.,M.Kep
Ni Ketut Alit Armini, S.Kp.,M.Kes
Laily Hidayati S.Kep.,Ners.,M.Kep
Iqlima Dwi Kurnia S.Kep.,Ners.,M.Kep
Aria Aulia Nastiti S.Kep.,Ners.,M.Kep
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan Rahmat dan Anugrah Nya
Modul keperawatan persepsi sensori pemeriksaan fisik pada mata dan telinga dapat tersusun.
Diharapkan modul ini dapat digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa dalam mempelajari
keterampilan melakukan pemeriksaan fisik pada mata dan telinga yang dikemas dalam
pembelajaran praktikum keperawatan persepsi sensori.
Buku ini menguraikan materi tentang prosedur pemeriksaan fisik pada mata dan
telinga, yang meliputi pemeriksaan segmen anterior mata, pemeriksaan tajam penglihatan,
scheimer test, pemeriksaan tekanan intra okular dan fluoreschin test. Modul ini merupakan
hasil telaah dari penulis berdasarkan kebutuhan ketrampilan yang harus dimiliki di klinik
serta dari literatur terbaru.
Penulis menyadari bahwa modul ini masih belum sempurna untuk itu kritik dan saran
serta masukan dari pengguna modul ini masih sangat kami harapkan.
Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini,
semoga dapat memberi manfaat bagi pembaca dan mahasiswa.
2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ..............................................................................................4
Deskripsi modul ...................................................................................................4
Petunjuk penggunaan ...........................................................................................4
Rumusan kompetensi ...........................................................................................5
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
3. Mahasiswa mempelajari modul ini sebelum praktikum keperawatan sensori persepsi
dilaksanakan
4. Modul ini dibawa ketika praktikum pemeriksaan fisik pada mata dan telinga
dilaksanakan
5
MODUL 1
PEMERIKSAAN FISIK PADA MATA
6
Pengukuran untuk mengobservasi berapa
besar mata terbuka pada saat melihat lurus /
kedepan, melihat ke atas dan kebawah.
Diukur berapa besar mata terbuka saat
melihat kedepan, keatas dan kebawah.
Foto wajah pasien dapat
didokumentasikan
2. Eksoftalmus
Penyebab: Hipertiroidisme, Tumor, inflamasi Bola mata pasien menonjol kedepan, bisa terjadi
pada orbita bilateral bila disebabkan oleh karena hipertiroidisme
Palpebra yang gagal menutup secara
sempurna menyebabkan kornea sering
terpapar dunia luar, sehingga beresiko
mengalami kerusakan kornea
Gambar: Eksoftalmus
Sumber: www.sundhed.dk
3. Ektropion
Penyebab: proses penuaan Palpebra inferior pasien membalik kearah luar
Inspeksi palpebra bagian inferior Konjungtiva terpajan luar
Air mata tidak dapat dialirkan dengan baik
Lakrimasi
4. Entropion
Inspeksi palpebra inferior Margo palpebra membalik kearah dalam
Inspeksi arah bulu mata pada palpebra Bulu mata akan mengiritasi konjungtiva dan juga
bagian bawah kornea
7
KONJUNGTIVA DAN SKLERA
Prosedur:
1. Instruksikan pasien melihat kearah atas 1. Konjungtiva normal: berwana merah muda, dan
2. Tekan kedua kelopak mata kebawah tidak terlalu banyak vasa
dengan menggunakan ibu jari hingga 2. Konjungtiva berpola warna merah:
konjungtiva terpajan a) Konjungtivitis : berwarna merah dibagian perifer
3. Letakkan ibu jari pada tulang pipi dan jari b) Cedera/ infeksi kornea/ Iritis akut/ Glaukoma:
telunjuk pada alis, kemudian regangkan injeksi silier: dilatasi pembuluh darah yang lebih
4. Instruksikan pasien untuk melihat ke dalamdan menyembur berwarna ungu kemerahan
samping, kanan dan kiri serta bawah disekeliling limbus, disertai tanda tanda lain
5. Balikan kelopak mata atas untuk melihat seperti rasa nyeri, penurunan penglihatan, pupil
konjungtiva bagian atas anisokor kornea keruh.
6. Inspeksi: c) Perdarahan subkonjungtiva: Perembesan darah
Warna konjungtva dan sklera diluar pembuluh darah dan berbatas jelas
Pola vaskularisasi pada sklera yang
berwana putih
Injeksi Konjungtiva
Pterigium
KORNEA
Prosedur:
Mintalah pasien untuk melihat ke satu titik Rata: Kornea nampak jernih mengkilat
Inspeksi: Ada sikatrik: Kekeruhan berwarna putih kelabu yang
1. Permukaan kornea dengan cahaya yang superfisial pada kornea, kekeruhan ini terjadi karena
dipancarkan dari arah samping cedera lama atau inflamasi, ukuran dan berntuknya
2. Lakukan inspeksi pada setiap mata untuk berfariasi
menemukan adanya kekeruhan Edema: kornea mengalami pembengkakan, nampak
3. Perhatikan bila ada kekeruhan melalui menebal dan keruh. Pada pasien keratitis (infeksi
pupil kornea)
Ulkus: adanya luka pada kornea. Dibagi menjadi tiga:
- nebula, kedalamannya hanya superfisial, seperti
awan/kabut halus dalam kornea
- makula, lebih dalam (bisa dilihat di cahaya biasa),
8
ada gambaran serabut putih
- leukoma, lebih dalam lagi, gambarannya putih-putih
seperti porcelen. Dari jauh pun sudah terlihat dengan
jelas.
Gambar: Keratitis
2. Kedalaman BMD
Kedalaman BMD: Arahkan sinar langsung BMD Dalam: Permukaan iris relatif datar dan
dari sisi temporal, perhatikan luas permukaan membentuk sudut yang terbuka dengan kornea, dengan
iris yang mendapat penyinaran, jika sebagian penyinaran tidak menghasilkan bayangan
kecil mandapat sinar maka BMD dangkal. BMD Dangkal: Iris melengkung jauh kedepan
Jika sebagian besar atau seluruh permukaan sehingga terbentuk sudut yang sangat sempit antara iris
tersinari maka BMD dalam. dan kornea, penyinaran pada iris akan membentuk
bulan sabit
Kedalaman BMD
PUPIL
1. Lakukan inspeksi ukuran, bentuk dan Pupil normal: Kedua pupil harus berbentuk bulat,
kesimetrisan kedua pupil jernih dan ukuran sama/ isokor.
2. Lakukan pemeriksaan reaksi pupil Hasil pemeriksaan normal pada pupil dapat dicatat
9
terhadap cahaya PERRLA “Pupil, Equal (sama), Round (bundar),
3. Minta pasien untuk memandang satu titik React to Light (reaksi terhadap cahaya),
di tempat jauh Accomodation (akomodasi)
4. Sinari pupil dari arah samping (membantu Pupil yang tidak bulat/tidak teratur dapat merupakan
mencegah reaksi dekat) akibat dari perlengketan iris dengan lensa/kornea
5. Pemeriksaan untuk menentukan: (sinekkia)
Reaksi pupil yang langsung (kontriksi Refleks pupil langsung( Unconsensual)
pupil pada mata yang sama) Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan
Reaksi pupil konsensual (kontriksi pupil cahaya yang terang , pupil akan konstriksi (mengecil
pada mata yang lain) ). Dilakukan pada masing-masing mata
6. Sumber cahaya haruslah terang dan mudah Refleks pupil tidak langsung (consensual)
di manipulasi Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata ,
7. Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik. maka fellow eye akan memberikan respon yang
sama . Observasi dengansumber cahaya lain yang
lebih redup.
Ukuran pupil normal 3-5mm, <2mm = miosis,
>5mm = midriasis
Isokoria fisiologis = perbedaan ke 2 pupil < 1mm.
Abnormal pupil, apabila ditemukan pupil yang :
- Anisokoria (beda , 1mm dianggap fisiologis)
- Kecil atau besar dari normal (3-4 mm)
LENSA
1. Inspeksi lensa: perhatikan kejernihan 1. Warna pupil:
lensa, dengan menyinari pupil dari depan Hitam = lensa jernih (normal) atau mungkin aphakia.
untuk melihat warna pupil Putih/ abu abu keruh/katarak.
2. Berikan obat tetes yang engandung 2. Katarak imatur :
midriatikum (midriatil) apabila dibutuhkan Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan
untuk melihat lensa lebih jelas. letaknya jauh terhadap pupil artinya lensa belum keruh
3. Apabila ditemukan adanya katarak, maka seluruhnya, keadaan ini disebut shadow test (+)
lakukan pemeriksaan apakah katarak 3. Katarak matur:
matur/ imatur dengan menggunakan Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap
pemeriksaan shadow test pupil berarti lensa sudah keruh seluruhnya (sampai
4. Pemeriksaan iris shadow: pada kapsul anterior), keadaan ini disebut shadow test
a) Pasien diminta melihat lurus ke depan (-)
b) Lalu pemeriksa menyenteri mata 4. Katarak hipermatur:
pasien pada sudut 450 dari samping. Lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak
Kembali perhatikan iris. jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada
c) Hasil berupa bayangan yang dibiaskan lensa besar dan keadaan ini disebut pseudopositif.
dari humor aquosus.
1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan
10
2. PEMERIKSAAN TEKANAN INTRA OKULAR (TIO) DENGAN SCHIOTZ
TONOMETRI
Mahasiswa Menyampaikan:
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table
tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata
dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika
lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaucoma.
11
3 4. Merapikan alat
5. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
6. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan TIO
12
3. PEMERIKSAAN SCHIRMER
2 Prosedur tindakan
13
3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan
14
3. PEMERIKSAAN FLOURESCHIN
2 Prosedur tindakan:
1. Mata ditetesi pantokain 0,5 %
2. Zat warna flouresin diteteskan pada fornik inferior atau
kertas strip fluoresin yang sudah dibasahi
aquades/garam fisiologis disentuhkan pada fornik
inferior dan tunggu 20 detik. Pada waktu mengedip,
fluoresin akan mewarnai epitel yang rusak dengan
warna hijau kekuning-kuningan.
3. Zat warna di irigasi
4. Dilihat bagian kornea berwarna hijau
Menyebutkan Hasil:
1. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat
defek pada epitel kornea
2. Defek ini dapat dalam bentuk erosi kornea atau infiltrat
yang mengakibatkan kerusakan epitel
3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan
15
4. UJI ANEL (ANEL TEST)
No Kegiatan Dikerjakan Tidak
Dikerjakan
1 Persiapan:
Menyebutkan:
Tujuan untuk melihat fungsi ekresi sistem lakrimal
1. Komunikasi:
a. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
b. Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan
c. Menyebutkan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
a. Anestesi lokal (Pantokain 0,5%)
b. Semprit dg garam fisiologis
c. Dilatator
2 Prosedur tindakan:
1. Pasien duduk atau tidur
2. Tetesi anestesi lokal
3. Ditunggu sampai rasa pedas hilang
4. Pungtum diperlebar dengan delatator
5. Masukkan jurum anal ke pungtum
6. Garam fisiologis masuk dalam saccus
7. Pasien ditanya apa merasa ada sesuatu yang masuk
ke tenggoroan.
Menyebutkan hasil:
Apabila nampak pasien ada reflek menelan atau
mengatakan ada yang masuk ke tenggorokan
menunjukkan bahwa tidak ada kebuntuan pada fungsi
ekskresi
3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan
16
5. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
No Kegiatan Dikerjakan Tidak
Dikerjakan
1 Persiapan:
Menyebutkan:
Tujuan untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang
1. Komunikasi:
a. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam
b. Menyampaikan tindakan yang akan dilakukan
c. Menyebutkan tujuan tindakan
2. Cuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Menggunakan sarung tangan bersih
4. Alat:
a. Kartu snellen atau E
b. Lensa coba
c. Gagang lensa coba
d. Penlight
2 Prosedur tindakan:
1. Pasien duduk menghadapi kartu snellen dengan jarak
6 meter
2. Dipasang gagang lensa coba
3. Mata yang tidak diperiksa di tutup, dimulai
pemeriksaan pada mata kanan terlebih dahulu
4. Pasien di minta membaca huruf yang tertulis pada
kartu snellen yang dimulai dengan membaca garis
paling atas (huruf yang lebih besar) dan bila telah
terbaca pasien diminta membaca huruf yang lebih
kecil
5. Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat
dibaca
Menyebutkan hasil:
1. Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan
tajam penglihatan 6/30, dimana artinya pasien hanya
dapat melihat pada jarak 6 meter sedangkan orang
dengan mata normal dapat melihat pada jarak 30
meter
2. Terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatan tajam
penglihatan 6/6
3. Tajam penglihatan seseorang dikatan normal bila
tajam penglihatan adalah 6/6 atau 100%
4. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada
kartu snellen pada jarak 6 meter maka dilakukan uji
hitung jari.
17
5/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 5 meter dan
orang normal dapat hitung jari pada jarak 60 m
1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter dan
orang normal dapat hitung jari pada jarak 60 m
3 1. Merapikan alat
2. Mencuci tangan dengan prosedur yang benar
3. Mendokumentasikan tindakan dan temuan selama
pemeriksaan
18
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn. 2004. Pocket Guide to Physical Examination and History Taking. Fourth
edition. Philadelphia: Lippincott williams & Wilkins
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Smeltzer, S, C & Bare, B. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Tim pengajar keperawatan sensori persepsi. 2014. Modul Praktikum Pemeriksaan Fisik Pada
Mata. Fakultas keperawatan Universitas Airlangga
19
MODUL 2
PEMERIKSAAN TELINGA
PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik telinga adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui
adanya kemungkinan berbagai kelainan pada telinga dan gangguan fungsi pendengaran
Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan
berbagai tes untuk melihat sifat dan jenis gangguan pendengaran pada telinga.
INDIKASI
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik telinga serta mampu melakukan tes fungsi
pendengaran secara baik dan benar.
Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan
dalam pemeriksaan telinga.
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka persiapan pemeriksaan fisis
telinga, hidung dan tenggorok.
3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik telinga dan tes fungsi pendengaran.
4. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan dan tes pendengaran serta
menentukan jenis kelainan dan gangguan fungsi pendengaran.
20
tersebut? kemampuan mendengar,
5. Upaya apa yang telah dilakukan? benjolan.
6. Riwayat penyakit yang mempengaruhi Infeksi berulang pada saluran
kesehatan telinga? nafas bagian atas (batuk,
pilek, alergi)
7. Kebiasaan yang mempengaruhi Mendengarkan music dengan
kesehatan telinga? suara keras, berenang, cara
dan frekuensi membersihkan
telinga, konsumsi obat-obatan
(aspirin, NSAIDs, furosemid,
dll)
Pemeriksaan 1. Lakukan inspeksi telinga luar,
fisik: perhatikan apakah ada kelainan bentuk
telinga, tanda-tanda peradangan, tumor
dan secret yang keluar dari liang telinga.
Pengamatan dilakukan pada telinga
bagian depan dan belakang.
2. Lakukan palpasi pada telinga. Kaji Jika terdapat nyeri,
adanya nyeri tekan, nyeri tarik atau kemungkinan ada otitis media
tanda-tanda pembesaran kelenjar pre
dan post aurikuler (tug test)
3. Memposisikan liang telinga sedemikian Secara normal membrane
rupa agar diperoleh aksis liang telinga tympani akan dapat terlihat
yang sejajar dengan arah pandang mata dengan warna merah muda
sehingga keseluruhan liang telinga keperakan dan berkilau
sampai permukaan membrane timpani seperti mutiara. Jika
dapat terlihat. membrane tympani tidak
terlihat atau terdapat
perubahan bentuk atau warna
maka kemungkinan ada
stenosis atau atresia meatal,
obstruksi yang disebabkan
oleh secret, jaringan ikat,
benda asing, serumen
obsturan, polip, jaringan
granulasi, edema atau
furunkel. Semua sumbatan ini
sebaiknya disingkirkan agar
membrane timpani dapat
terlihat jelas. Diamati pula
dinding liang telinga ada atau
tidak laserasi.
Penutup: Merapikan alat
Mencuci tangan dengan prosedur yang
benar
Mendokumentasikan tindakan dan
temuan selama pemeriksaan
21
TES FUNGSI PENDENGARAN DAN TES GARPU TALA
22
pendengaran.
Minta penderita untuk mengangkat tangan
jika mendengar bunyi garpu tala yang
dipetik.
Set garpu tala satu per satu dipetik secara
lunak pada ujungnya, kemudian dekatkan
di depan telinga yang diperiksa secara
bergantian.
Jika penderita mendengar bunyi diberi
tanda (+), dan jika tidak diberi tanda (-).
Contoh evaluasi hasil pemeriksaan:
Telinga Frekwensi Telinga Batas atas telinga kanan
kanan garpu tala kiri menurun (tidak mampu
- 2.048 + mendengar frekwensi
- 1.024 + tinggi) = tuli
- 512 + sensorineural.
- 256 - Batas bawah telinga kiri
+ 128 - meningkat (tidak mampu
mendengar frekwensi
rendah) = tuli konduktif.
Tes Webber Prinsip test ini adalah membandingkan Telinga normal hantaran
hantaran tulang telinga kiri dan kanan. tulang kiri dan kanan akan
sama.
Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah
disentuh diletakkan pangkalnya pada dahi
atau vertex.
Tanyakan apakah penderita mendengar
bunyi garpu tala atau tidak, jika iya,
tanyakan telinga mana yang mendengar
lebih keras.
Evaluasi tes:
Normal
Kedua telinga mendengar sama keras
Telinga kanan tuli
Telinga kanan mendengar lebih keras
konduktif, kiri normal
(lateralisasi ke kanan)
Telinga kanan tuli
konduktif, kiri
sensorineural
“Tes weber tidak dapat berdiri sendiri karena Telinga kanan normal, kiri
kemungkinan hasil interpretasi yang sangat tuli sensorineural
banyak” Kedua telinga tuli
konduktif, kanan lebih
berat
Kedua telinga tuli sensori
neural, kiri lebih berat
Tes Rinne Prinsip test ini adalah membandingkan Telinga normal /
hantaran tulang dengan hantaran udara sensorineural: hantaran
pada satu telinga. udara lebih panjang dari
Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh hantaran tulang.
secara lunak pada tangan dan pangkalnya Telinga tuli konduktif:
diletakkan pada planum mastoideum dari hantaran tulang lebih
23
telinga yang akan diperiksa. panjang dari hantaran
Tanyakan apakah penderita mendengar udara
dan minta penderita untuk mengangkat
tangan bila sudah tidak mendengar.
Bila penderita mengangkat tangan segera
pindahkan garpu tala kira-kira 3 cm di
depan MAE pada telinga yang diperiksa.
Evaluasi test:
Bila penderita masih mendengar Rinne (+): normal /
dikatakan Rinne (+). sensorineural
Bila tidak mendengar dikatakan Rinne Rinne (-): tuli konduktif
(-).
Tes Prinsip tes ini adalah membandingkan Normalnya sama
Schwabach hantaran tulang dari penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa dengan catatan
bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah
disentuh secara lunak diletakkan
pangkalnya pada planum mastoiedum
penderita.
Tanyakan pada penderita apakah
mendengar, dan minta penderita untuk
mengangkat tangan jika sudah tidak
mendengar
Bila penderita tidak mendengar segera
pindahkan garpu tala ke planum
mastoideum pemeriksa.
Evaluasi hasil:
Bila pemeriksa tidak mendengar harus Normal
dilakukan cross check. Setelah
crosscheck apabila penderita tidak
mendengar lagi dikatakan schwabach
normal
Penderita mendengar, pemeriksa tidak Tuli sensorineural
mendengar, berarti schwabach
memanjang.
Penderita tidak mendengar, pemeriksa Tuli konduktif
masih mendengar, berarti schwabach
memendek
24
benar
Mendokumentasikan tindakan dan temuan
selama pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA
Broek, P & Feenstra, L. (2009). Buku Saku: Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan
Telinga. Edisi 12. Alih Bahasa Arif Hartono, Jakarta: EGC
Irish, J, et.al., 2000. Otolaryngology: Review notes and lecture series. MCCQE
Rukmini, Sri & Herawati, Sri. (2000). Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok.
Jakarta: EGC
25