Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah masalah
dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (chronic
renal failure atau CRF). The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI)
sebagai kerusakan ginjal atau tingkat penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
kerusakan struktur ginjal. Adapun etiologi yang mendasari, yakni kerusakan massa
ginjal dengan sklerosis ireversibel dan hilangnya nefron akan mengarah ke penurunan
progresifitas GFR. Pada tahun 2002, K/DOQI menerbitkan klasifikasi tahap penyakit
ginjal kronis, sebagai berikut: Stage 1: Kerusakan ginjal dengan normal atau
peningkatan GFR (≥ 90 mL/min/1.73 m2), Stage 2: Penurunan GFR Ringan (6089
mL/min/1.73 m2), Stage 3: Penurunan GFR Moderat (3059 mL/min/1.73 m2), Stage
4: Penurunan GFR berat (1529 mL/min/1.73 m2), Stage 5: Gagal Ginjal (GFR ≤15
mL/min/1.73 m2).1
Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis stage 13 umumnya bersifat asimtomatik,
sedangkan manifestasi klinis biasanya muncul dalam tahap 45. Dalam menghadapi
kerusakan nefron terjadi secara progresif, GFR dipertahankan dengan hiperfiltrasi dan
kompensasi hipertropi nefron sehat yang tersisa. Kandungan toksin dalam plasma
seperti urea dan kreatinin mulai menunjukkan peningkatan yang signifikan hanya
setelah total GFR menurun hingga 50%, dimana kompensasi ginjal sudah tidak
mampu lagi. Nilai Kreatinin plasma dapat meningkat dua kali lipat dari nilai dasar 0.6
mg/dL1.2 mg/dl dengan pengurangan 50% dari GFR. 1,2
Pada penyakit ginjal kronis, fungsi ekskresi dan sekresi ginjal menurun dan
menyebakan berbagai gejala secara sistemik. Hiperkalemia yang biasa terjadi pada
pasien CKD berkembang ketika GFR kurang dari 2025 mL/min oleh karena
berkurangnya kemampuan ginjal mengeluarkan kalium. Pada penyakit ginjal kronis
stadium 5, ginjal tidak dapat mengekskresikan cukup amonia di tubulus proksimal
untuk mengeluarkan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium, sehingga
akumulasi fosfat, sulfat, dan anion organik menyebabkan asidosis metabolik. 2,3
Pengaturan air dan elektrolit oleh ginjal terganggu, sehingga volume ekstraselular
akan meningkat dan terjadi peningkatan volume tubuh oleh karena gagalnya ekskresi
sodium dan air oleh ginjal. Hal ini biasanya terlihat bila GFR berada dibawah 1015
mL/min dimana ginjal tidak mampu lagi mengatur keseimbangan cairan. Dengan
penurunan fungsi ginjal lebih lanjut, retensi sodium dan peningkatan volume
ekstraseluler akan menimbulkan edema, edema paru, dan hipertensi pada pasien
CKD. 1
Anemia merupakan salah satu komplikasi pada CKD, terjadi akibat penurunan
sintesis eritropoietin, hormon yang bertanggung jawab dalam merangsang sumsum
tulang untuk memproduksi sel darah merah (eritropoiesis). Sedangkan kelainan tulang
yang terjadi adalah komplikasi umum dari gagal ginjal kronis yang disebabkan oleh
peningkatan bone turnover) dan diluar kerangka (ekstraskeletal, misalnya kalsifikasi
vaskular atau jaringan halus. 1,4
Pada CKD, diagnosis dini, modifikasi pola hidup, dan pengobatan penyakit yang
mendasari sangatlah penting pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Meskipun
CKD merupakan penyakit yang ireversibel, akan tetapi dengan penangan yang baik
akan dapat mengurangi gejala yang muncul dan memperbaiki kualitas hidup
penderitanya. 1,2
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS
• Nama : Ny K
• Usia : 23 tahun
• Jenis Kelamin : perempuan
• Pendidikan Terakhir : SMA
• Pekerjaan : tidak bekerja
• Status : tidak menikah
• Alamat : Cikangkung timur
• Suku Bangsa / Agama : Sunda / Islam
• Tanggal Masuk : 16/06/2015
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di bangsal rengas dengklok pada tanggal 23 Juni 2015
secara autoanamnesis.
Keluhan Utama
Pasien rutin HD dengan Hb 5,8 g/dl pada tanggal 16 juni 2015.
Keluhan Tambahan
Cepat lelah bila berjalan, mual.
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke RSUD Karawang untuk rutin HD, setelah dilakukan HD pada tanggal
16 juni 2015, pada pemeriksaan lab darah, didapatkan Hb OS 5,8 g/dl. Sebelum
dilakukan HD OS mengeluh lemas, mual, gatal gatal dan bengkak pada ke2
tungkainya. Lemas dirasakan sudah selama 3 hari terus menerus. Os juga mengalami
penurunan nafsu makan, mual, muntah. BAK sedikit. Frekuensi BAB normal, 1x/hari,
tidak ada keluhan. 5 tahun yang lalu pasien pernah berobat ke klinik karena
merasakan sakit kepala dan saat diperiksa tensi didapatkan dengan sistole 190.
Berobat dan tidak pernah kontrol karena merasa sudah enakan. Kemudian 4 tahun
yang lalu pasien pernah dirawat karena lemas & muntahmuntah hebat dengan tensi
didapatkan 270 dan didiagnosis menderita CKD.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. Riwayat
asma dan kencing manis disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama.
Riwayat pengobatan
Pasien rutin melakukan HD, 1 minggu 2 kali sejak 4 tahun yang lalu.
Riwayat Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum kopi.
Pasien mengakui 3 tahun yang lalu sering mengonsumsi jamu jamuan “penyubur
kandungan”
1.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal rengas dengklok pada tanggal 23 juni 2015.
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5
Status Gizi : height : 163 cm
Weight : 45 kg BMI : 16,9kg/m2 underweight
Tanda Vital
Nadi : 68 x/menit reguler, isi cukup, equal
Pernapasan : 20 x/menit, irama teratur
Suhu : 36,2o C
TD : 160/100 mmHg
Kepala : normosefali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak kering dan
tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+)/(+), sklera ikterik ()/(), sekret ()/(), pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, ptosis ()/(), nistagmus ()/(), lagoftalmus
()/()
Telinga, Hidung,Tenggorokan
Telinga :
- Inspeksi :
• Preaurikuler : hiperemis ()/()
• Postaurikuler : hiperemis ()/(), abses ()/(), massa ()/()
• Liang telinga : lapang, serumen (+)/(+), otorhea ()/()
Hidung :
Inspeksi : deformitas (), kavum nasi lapang, sekret ()/(), deviasi septum ()/(),
Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris ()/(), etmoidalis()/(), frontalis()/()
Tenggorokan dan rongga mulut :
Inspeksi :
Lidah : pergerakan simetris, plak ()
Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan bergerak, arkus
faring simetris, penonjolan ()
Tonsil : T1/T1, kripta ()/(), detritus()/(), hiperemis ()
Dinding anterior faring licin, hiperemis ()
Karies gigi (+), kandidisasis oral ()
Leher
• Tiroid dan KGB tidak teraba membesar
• JVP 5+2
• Trakea teraba di tengah dan tidak ada deviasi
Thoraks
- Paru
Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas ()/(), retraksi sela iga (/), bentuk
dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola
pernapasan cepat dan dangkal.
Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris, pelebaran sela iga ()/
()
Perkusi :
Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan
Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga V
Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga VIII
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (/), ronki (/)
- Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba pada ± 4 cm di lateral linea midklavikula
sinistra ICS V
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dekstra, batas
jantung kiri pada ICS V ± 1cm linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ III reguler, murmur (), gallop ()
Abdomen
Inspeksi : datar , ikterik (), venektasi (), smiling umbilicus (), caput medusae
(), sikatriks ().
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (), massa (), Hepar tidak teraba. Lien tidak teraba.
Ballotement ().
Perkusi : timpani, shifting dullnes (), nyeri ketok CVA ()/()
Ekstremitas
Atas : Akral teraba hangat, sianosis (), CRT < 2 detik, edema ()/(),
deformitas ().
Bawah : Akral teraba hangat, sianosis (), CRT < 2 detik, edema ()/(),
deformitas ().
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai
Parameter Hasil
Rujukan
Hemoglobin 5,8 g/dl 13,018,0 g/dl
3 3
Leukosit 5,26x 10 /µL 3,8010,60 x10 /µL
3 3
Trombosit 156 x 10 /µL 150440 x10 /µL
Hematokrit 16,7 % 40,052,0 %
Ureum 57,6 mg/dl 15,050,0 mg/dl
Creatinin 3,93 mg/dl 0,601,10 mg/dl
Glukosa darah sewaktu 85 mg/dl <140 mg/dl
1.5 DIAGNOSIS KERJA
CKD
1.6 DIAGNOSIS BANDING
• Anemia
1.7 PENATALAKSANAAN
NaCl 0,9% 8tpm
Transfusi PRC 4 kolf
As. Folat 3x1
CaCo3 3x1
Candesartan 1x1 tab
Captopril 2x25mg
Amlodipin 1x5 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi
banyak yang mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi
penyakit ginjal tahap akhir yang diterima pasien, diabetes mellitus dan hipertensi
sekarang adalah penyebab utama gagal ginjal kronik2. Uremia adalah suatu sindrom
klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda
dari pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada
besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya
fungsi ginjal 1,2.
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1 :
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi :
• kelainan patologis
• terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin
atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau
lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.3
2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar derajat
(stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit
dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus KockcorftGault
sebagai berikut1:
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit1
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 6089
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 3059
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi1
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular
(penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)
Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit pada transplantasi
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
2.3 Epidemiologi
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negaranegara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 4060 kasus perjuta penduduk pertahun1.2.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah
intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß.
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal.1
2.5 Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Tabel 3 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyaki ginjal kronik di Amerika
Serikat. Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada tabel 4.1
Dikelompokkan pada sebab lain diantaranya nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi
obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.1,2,3
Tabel 3. Penyebab Utama PGK di Amerika Serikat (1995 –1999)1
Penyebab Insiden
Diabetes mellitus
44%
– Tipe 1 (7%)
– Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitial 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (misal lupus, dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Tabel 4. Penyebab PGK yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia th. 2000.1
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes mellitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
1. Glomerulonefritis
yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan
berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan
dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan
seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma.
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik
yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.
2. Diabetes melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua
duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal. Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu
penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir
dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10%. .
2.6 Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal kronik akan menyebabkan beberapa gangguan pada berbagai organ
tubuh:1,2
• Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan). Edema periorbital,
friction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung, perikarditis,
takikardia dan disritmia.
• Sistem Integumen
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik, echimosis,
kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan gatal – gatal pada
kulit.
• Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental, nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem paru,
gangguan pernafasan, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak nafas.
• Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah,
pankreatitis.
• Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, penurunan
konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan
perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
• Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,
osteosklerosis, dan osteomalasia.
• Sisem Urinaria
anuria, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
• Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
2.7 Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi1,3,6:
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.
2. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia,
uremic frost, perikarditis, kejangkejang sampai koma.4
kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi1,3,4:
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault. Kadar
ginjal.
hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi1,3,4:
1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radioopak
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
5. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.6
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa
Biopsi ginjal indikasi – kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal sudah
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik meliputi1:
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunann GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara USG, biopsy, dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila GFR sudah
menurun sampai 2030% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat.
1. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan GFR pada pasien
gagal ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
1. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah pembatasan asupan
protein
1. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
2. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
2 6089 menghambat pemburukan (progession) fungsi ginjal
3 3059 evaluasi dan terapi komplikasi
4 1529 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
Terapi Nonfarmakologis1,6:
1. Pengaturan asupan protein:
Tabel 6. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik1
Fosfat
LFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari
g/kg/hari
1. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
2. Pengaturan asupan lemak: 3040% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
3. Pengaturan asupan karbohidrat: 5060% dari kalori total
4. Garam (NaCl): 23 gram/hari
5. Kalium: 4070 mEq/kgBB/hari
6. Fosfor: 510 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
7. Kalsium: 14001600 mg/hari
8. Besi: 1018mg/hari
9. Magnesium: 200300 mg/hari
10. Asam folat pasien HD: 5mg
11. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)
Terapi Farmakologis1,2,3,6:
1. Kontrol tekanan darah
◦ Penghambat Ensim Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%
atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
◦ Penghambat kalsium
◦ Diuretik
berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses perburukan fungsi
ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi
samping terhadap obatobat tersebut dapat diberikan calcium channel
bloker, seperti verapamil dan diltiazem.
2. Pada pasien DM, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan obatobat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas
nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 1012 g/dl. Anemia pada penyakit ginjal kronis
terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Halhal lain yang ikut berperan
dalam terjadinya anemia, yaitu defisiensi asam besi, kehilangan darah (perdarahan
saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan pada sumsum tulang, proses inflamasi akut
maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kada Hb ≤ 10 g% atau Hct
penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hatihati, berdasarkan indikasi yang
tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak
pemburukan fungsi ginjal.
4. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitriol
Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien penyakit ginjal kronik
secara umum, yaitu tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam, karena fosfat
sebagian besar terkandung dalam daging dan produk hewan, seperti susu dan telor.
Asupan fosfat dibatasi 600800 mg.hari. pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat
tidak dianjurkan, untuk mencegah terjadinya malnutrisi.
Pemberian pengikat fosfat dapat pula diberikan pada pasien penyakit ginjla kronik
dengan hiperfosfatemia. Pengikat fosfat yang banyak dipakai, adalah garam kalium,
untuk menghambat absorbs fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang
banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat.
paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium
mimetic agent.
1. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 2022 mEq/l
Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, air hunger dan drowsiness. Pengobatan
intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada asidosis berat, sedangkan jika tidak
gawat dapat diberikan secara peroral.
1. Pengendalian Gangguan Keseimbangan Elektrolit dan AsamBasa
Perubahan gambaran EKG kadang baru terlihat setelah hiperkalemia membahayakan
jiwa. Pencegahan meliputi (1) diet rendah kalium, menghindari buah (pisang, jeruk,
Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya, yaitu:
1. Gluconas calcicus IV (10 – 20 ml 10% Ca gluconate)
2. Glukosa IV (2550 ml glukosa 50%)
3. Insulindextrose IV dengan dosis 24 unit aktrapid tiap 10 gram glukosa
4. Natrium bikarbonat IV (25100 ml 8,4% NaHCO3)
1. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
2. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
GFR kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialysis, atau transplantasi ginjal. Pembuatan akses vaskular sebaiknya
pmebuatan akses vaskular jika klirens kreatinin telah dibawah 20 ml/menit.
2.9 Prognosis
Secara garis besar prognosis dari GGK yang tidak ditangani adalah buruk.
uremia yang progresif (hiperkalemia, asidosis, malnutrisi, perubahan fungsi mental).
terjadinya hipertropi ventrikular kiri dan peningkatan risiko mortalitas akibat penyakit
kardiovaskuler di populasi. Setelah disesuaikan dengan umur, ras, jenis kelamin, dan
penyebab kematian tertinggi terutama pada pasien muda.1,4
DAFTAR PUSTAKA