Вы находитесь на странице: 1из 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M DENGAN DIAGNOSA

KEPERAWATAN ISOLASI SOIAL DI RUANG MELATI

RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Disusun oleh :

ALFIAH KUSUMA DEWI

HENI PURWANINGSIH

LAILATUL QODRIYAH

ROIHATUL JANNAH

YASID DAYYARI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2018
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M

DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

DI RUANG MELATI

RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODINGRAT MALANG

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA INI TELAH DISETUJUI

Lawang,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ruang Melati

Damon Wicaksi SST, M. Kes Anita Dyah Susanti S. Kep, Ns

NIDN : 07-1805-7505 NIP : 19771111 200604 2001

Mengetahui,

Kepala Ruang Melati

Ni Wayan Ruci S. Kep, Ns

NIP 19660219 198603 2001


DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

1.1 Definisi .......................................................................................................


1.2 Etiologi ......................................................................................................
1.3 pohon masalah ...........................................................................................
1.4 tanda dan gejala .........................................................................................
1.5 akibat yang ditimbulkan ............................................................................
1.6 penatalaksanaan .........................................................................................

BAB II TEORI ASUHAN KEPERAWATAN ...............................................

2.1 pengkajian keperawatan ............................................................................

2.2 diagnosa keperawatan ................................................................................

2.3 intervensi keperawatan ..............................................................................

BAB III PENGKAJIAN KEPERAWATAN ..................................................

BAB IV HASIL ...............................................................................................

BAB V PENUTUP ..........................................................................................

5.1 kesimpulan .................................................................................................

5.2 saran ...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................


LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

1.1 Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan


mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang


diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif
atau mengancam (Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend,
1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).
1.2 Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

a. Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat
penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.

Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan


terdiri dari:

1) Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan


biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena
akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.

2) Masa Kanak-kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai


mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-
temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi
individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap
tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan
pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.

3) Masa Praremaja dan Remaja

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman


sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim
dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis.
Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan
perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.

4) Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan


interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang
lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).

5) Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak


terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,


kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan
adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk


mengembangkan gangguan tingkah laku.

1) Sikap bermusuhan/hostilitas

2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk


mengungkapkan pendapatnya.

4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,


hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang
terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.

5) Ekspresi emosi yang tinggi

6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.

d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:

a. Stressor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.

b. Stressor Biokimia

1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta


tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan


dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.

3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi
antara individu, lingkungan maupun biologis.

d. Stressor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk


berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada
klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi
koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:

a) Tingkah laku curiga: proyeksi

b) Dependency: reaksi formasi

c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan


regrasi.
1.3 Pohon Masalah

Pathway Isolasi Sosial

Sumber: (Keliat, 2006)

1.4 Tanda dan Gejala

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:

1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain

4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

6. Pasien merasa tidak berguna


7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

1.5 Akibat yang ditimbulkan

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana
orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik. Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi
lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

1.6 Penatalaksanaan

1. Terapi Psikofarmaka

a. Chlorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

b. Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik,
defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).

c. Trihexyphenidil (THP)

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).

2. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang
berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan
kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada
SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)

3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang
meliputi:

1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.

2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.

4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.

5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.

6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan


kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.

7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat


menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat
yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien
mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:

1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya
dan sebagainya.

2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.

3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang
lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan
dalam berkomunikasi.

4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan
orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).

5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang
harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan
santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat


mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,


penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :

1. Identitas klien

Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak
melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.

3. Factor predisposisi

kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,
putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,
tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik
yang dialami oleh klien.

5. Aspek Psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b. Konsep diri
1) Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang
hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri

Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .

3) Peran

Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus
sekolah, PHK.

4) Ideal diri

Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang


terlalu tinggi

5) Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.

a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan


orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.

b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)

6) Status mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan
orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.

7) Kebutuhan persiapan pulang


a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,


membersikan dan merapikan pakaian.

c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar
rumah

e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

8) Mekanisme koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).

9) Aspek medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu : koping defensif.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

KESEHATAN JIWA

Tanggal MRS : 27 Juli 2018

Tanggal Dirawat di Ruangan : 29 Juli 2018

Tanggal Pengkajian : 18 September 2018

Ruang Rawat : Melati

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. M
Umur : 29 Tahun
Alamat : Dsn. Godekan Kec. Lekok Kab. Pasuruan
Pendidikan : SD tidak lulus
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 1252xx

II. ALASAN MASUK


a. Data Primer:
Klien mengatakan dibawa menggunakan motor oleh saudaranya lalu di pindah
ke mobil dinas sosial dan di bawa ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawag
b. Data Sekunder:
Klien kiriman dinsos Pasuruan, klien kiriman dari warga lekok dengan kondisi
binugng, diam tidak bicara
c. Keluhan Utama Saat Pengkajian:
Klien mengatakan pusing, malas untuk berbicara dengan teman-temannya

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (FAKTOR PRESIPITASI)


Klien dibawa oleh petugas dinas sosial pasuruan dengan keluhan diam, tidak bicara,
klien tampak bingung, klien kiriman dari warga lekok, makan mau tetapi pelan,
mandi mandiri.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU (FAKTOR PREDISPOSISI)


1. Pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya?
Klien mengatakan sebelumnya belum pernah masuk RSJ Lawang
2. Faktor Penyebab/Pendukung:
a. Riwayat Trauma:
Klien mengatakan tidak pernah mengalami maupun melakukan aniaya fisik,
aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
b. Pernah melakukan upaya/percobaan/bunuh diri:
Klien mengatakan tidak pernah melakukan upaya bunuh diri
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Klien mengatakan tidak ada pengalaman masalalu yang tidak
menyenangkan.
d. Pernah mengalami penyakit fisik:
Tidak pernah mengalami gangguan fisik
e. Riwayat penggunaan NAPZA:
Tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang
3. Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi diatas dan hasilnya:
Klien mengatakan tidak pernah melakukan pengobatan sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak terdapat anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa
Diagnosa keperawatan : -
V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelum dan Sesudah Sakit)
1. Genogram:

29th

a. Pola Komunikasi:
Klien mengatakan komunikasi dengan keluarga baik, klien jarang bucara
kalau tidak ada yang penting, hubungan keluarga dengan klien baik.
b. Pola Asuh:
Klien mengatakan bawa klien merupakan anak ke-6 dari enam bersaudara,
kakaknya sudah menikah.
c. Pola Pengambilan Keputusan:

Pengambilan keluarga dalam keluarga klien adalah suami klien.

2. Konsep Diri:
a. Citra Tubuh:
Klien mengatakan tidak ada kekurangan pada bagian tubuhnya dan
bersyukur atas apa yang telah diberikan tuhan.
b. Identitas:
Klien mengatakan namanya Ny. M, usia 29 tahun, pendidikan terakhir SD
tidak tamat, pekerjaan dirumah sebagai ibu rumah tangga.
c. Peran:
1) Dirumah:
Klien mengataan hidup bersama suami dan anaknya. Dan di rumah
sebagai ibu rumah tangga yang sekarang tidak bisa merawat anaknya
yang berusia 3 tahun karena harus di RS
2) Di Rumah Sakit:
Klien berperan sebagai pasien, dengan aktivitas sehari-hari membantu
membersihkan tempat tidur dan melipat selimut.
d. Ideal Diri:
Klien mengatakan terkadang lebih nyaman sendiri. Klien ingin cepat pulang
karena rindu kepada anak dan keluarganya.
e. Harga Diri:
Klien mengatakan merasa tidak bisa mewarat anaknya yang berusia 3 tahun
karena dia berada di RS

Diagnosa Keperawatan: Harga Diri Rendah

3. Hubungan Sosial:
a. Orang yang berarti/terdekat:
1) Dirumah:
Klien mengatakan dirinya dekat dengan kedua orang tuanya, suami serta
anaknya
2) Di Rumah Sakit Jiwa
Klien selalu menyendiri tidak berinteraksi dengan orang lain, klien
mengatakan tidak mempunyai orang terdekat
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat dan hubungan sosial:
Klien mengatakan selalu membantu dan mengepel kamar serta ruang makan
bersama teman-temannya yang lain, klien mengikuti kegiatan rehab. Di
rumah klien tidak pernah keluar dan tidak berinteraksi dengan orang lain
atau tetangga sekitar
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien mengatakan selalu capek dan mengantuk sehingga tidak bercakap-
cakap dengan orang lain. Klien mengatakan malas mengobrol dengan orang
lain dan mengatakan lebih baik sendiri dan klien mengatahan hanya
memikirkan ingin pulang.

Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial

4. Spiritual:
a. Agama:
Klien mengatakan dirumah sholat lima waktu dan di rumah sakit juga sholat
lima waktu
b. Pandangan terhadap gangguan jiwa:
Klien mengatakan tidak tau
Diagnosa Keperawatan : -

VI. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum:
Klien tenang
2. Kesadaran (Kuantitas):
Composmentis GCS: E4 V5 M6
3. Tanda Vital:
TD : 100/80 mmHg
N : 70 x/menit
S : 36 ̊C
P : 21 x/menit
4. Ukur:
BB : 45 kg
TB : 145 cm
5. Keluhan Fisik:
Klien mengatakan ada luka di sudut bibir dan terasa sakit, namun lukanya
mengering dan dirasa sudah sembuh, tidak terasa nyeri lagi.

VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan:
Penampilan klien cukup rapi dan bersih serta memakai baju dari rumah sakit,
terlihat rapi dan tidak acak-acakan

Diagnosa Keperawatan : -

2. Pembicaraan:
Klien berbicara dengan, volume bicara klien lembut, pelan, bicara jika ditanya
dan kadag jelas ketika berbicara, klien sering mengatakan tidak tau.
Diagnosa Keperawatan: Kerusakan Komunikasi Verbal

3. Aktivitas motorik/psikomotor:
Klien banyak diam, banyak tidur di tempat tidur, kegiatan ruangan di motivasi
dan dibimbing
Diagnosa Keperawatan : Defisit Aktivitas

4. Mood dan Afek:


a. Mood: kesepian
klien mengatakan ingin segera pulang
b. Afek:
Sesuai
Klien mau tersenyum saat ada yang lucu saat berinteraksi, ekspresi wajah
klien juga berubah sedih saat menceritakan tentang keluarganya
Diagnosa Keperawatan : -
5. Interaksi Selama Wawancara:
Klien kooperatif, tetapi klien sering mengatakan tidak tahu mengapa ia berada
di rs apa penyebabnya dan mengapa klien sering menyendiri, kontak mata baik,
bicara jika ditanya sering mengatakan tidak tahu, memenuhi kontrak interaksi
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan interaksi social

6. Persepsi Sensorik:
a. Halusinasi penglihatan dan pendengaran
b. Ilusi: tidak ada
Klien pernah mengatakan melihat seorang laki-laki di rumahnya ketika
klien duduk-duduk, laki-laki tersebut melihat klien. Klien juga mengatakan
pernah mendengar suara “krek-krek” namun klien hanya diam saja tidak
berespon tetapi sekarang sudah tidak mendengar suara-suara
Diagnosa Keperawatan: Risiko gangguan proses pikir : halusinasi

7. Proses Pikir:
a. Arus Pikir:
Koheren
Jawaban klien sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh perawat
b. Isi Pikir:
Pikiran Isolasi Sosial
Klien mengatakan lebih nyaman sendiri, malas mengobrol dan berinteraksi
dengan orang lain
Bentuk Pikir:
Realistik
Apa yang dikatakan klien sesuai dengan kenyataan yang ada
Diagnosa Keperawatan : Gangguan pola pikir

8. Kesadaran:
Tidak terdapat orientasi waktu, tempat dan orangsa
Klien tidak mengalamai gangguan orientasi waktu, tempat, orang dengan benar
mengatakan bahwa sekarang adalah siang hari, tempat rumah sakit
Kesadaran berubah:
Klien lebih banyak diam, tidak mau berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya, banyak tiduranx kep : gpp

9. Memori:
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka pendek, terbukti klaien
mampu dengan benar menyebutkan nama perawat yang baru mengajak kenalan.
Klien juga tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang dan menengah

10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung:


a. Konsentrasi: tidak mau berkonsentrasi
Klien sering diam, melamun, dan lama untuk menjawab ketika ditanyakan
terkait wawancara, sering meminta untuk mengulang pertanyaan.
b. Berhitung:
Klien mampu menjawab pertanyaan terkait berhitung yang sederhana
Contoh: 20+10=30.
11. Kemampuan Penilaian: Tidak ada gangguan bermakna
Klien mampu mengambil keputusan walaupun dibantu oleh orang lain
12. Daya Tilik Diri:
Kien mengatakan tahu bahwa dirinya berada di rumah sakit dan menganggap
bahwa dirinya adalah sebagai pasien.

VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan:
Klien mengatakan sementara kebutuhannya dicukupi oleh ibunya
2. Kegiatan hidup sehari-hari:
a. Perawatan Diri:
1) Mandi:
Klien mengatakan klien mampu mandiri untuk mandi dan tidak ada
halangan atau hambatan apapun untuk mandi atau ke kamar mandi.
Klien mengatakan mandi 3 kali sehari memakai sabun, keramas 2 kali
dalam seminggu, tidak memakai handuk setelah mandi, menggosok gigi
2) Berpakaian, berhias, dan berdandan:
Klien mengatakan klien mampu berpakaian, berhias, dan berdandan
3) Makan:
Klien mampu makan secara mandiri, dan mencuci piring selesai makan
setiap harinya. Klien makan dimeja makan, sebelum makan cuci tangan,
makan menggunakan sendok dengan satu porsi
4) Toileting:
Klien mampu BAB/BAK secara mandiri dan tidak BAB/BAK
sembarangan
Diagnosa Keperawatan :-

b. Nutrisi:
Klien makan 3x sehari sesuai dengan jadwal dari Rumah Sakit, nafsu
makan klien baik karena selalu menghabiskan makannya.
Nafsu makan: klien mengatakan nafsu makan baik
Bagaimana berat badannya:
Selama di RSJ klien mengatakan berat badannya naik yang semula 44kg
menjadi 45kg
c. Tidur:
1. Istirahat tidur
Ridur siang, lama: 12.00 WIB s/d 15.00 WIB
Tidur malam, lama: 18.30 WIB s/d 04.30 WIB
Aktivitas sebelum/sesudah tidur: melamun
Klien sebelum tidur biasanya selalu melamun karena merindukan anak
dan suaminya
2. Gangguan tidur: klien tidak mengalami gangguan tidur
3. Kemampuan Lain-Lain:
a. Mengantisipasi kebutuhan hidup:
Klien mengatakan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
b. Membuat keputusan berdasarkan keinginan:
Klien mengatakan mampu memutuskan keinginan yang paling utama atau
tidak
c. Mengatur penggunaan obat dan melakukan pemeriksaan kesehatannya
sendiri:
Klien mampu minum obat secara mandiri sesuai jadwal namun cara
penggunaan obat dibantu oleh perawat
4. Sistem Pendukung:
Keluarga klien mengharapkan klien untuk sembuh serta klien yang lain
mendukung agar klien segera sembuh dan pulang

IX. MEKANISME KOPING


Klien mengatakan bila ada masalah tidak bercerita kepada orang lain dan
memendamnya sendiri. Di rumah sakit klien jarang keluar dan selalu menyendiri

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


1. Masalah dengan dukungan kelompok:
Klien mengatakan tidak ada masalah
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan:
Di rumah klien selalu menyendiri jarang berinteraksi dengan tetangganya. Di
RSJ klien juga selalu menyendiri di tempat tidur
3. Masalah dengan pendidikan:
Klien mengatakan tidak sekolah sehingga mengatakan tidak ada masalah
4. Masalah dengan pekerjaan:
Klien sebelumnya adalah ibu rumah tangga, sebelum sakit klien berperan
menjadi ibu rumah tangga yang baik
5. Masalah dengan perumahan:
Klien mengatakan tinggal bersama suami dan anaknya
6. Masalah dengan ekonomi:
Klien mengatakan ekonomi dalam keluarganya baik-baik saja
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan:
Klien mengatakan pertama kali mengalami dan dibawa oleh dinas sosial
8. Masalah lainnya:
Klien tidak memiliki masalah yang berhubungan dengan sistem hukum,
dipenjara, ditahan, ataupun proses pengadilan.

XI. ASPEK PENGETAHUAN


Klien mengatakan saat ini belum mengetahui secara luas tentang gangguan jiwa
serta penatalaksanaannya
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan

XII. ASPEK MEDIS


1. Diagnosa Multi Axis:
Axis I : F20.3 ( skizofrenia Undifferentiated)
Axis II :
Axis III :
Axis IV :
Axis V :
2. Terapi Medis:
a. Risperidone 2mg 1-0-1
b. Merlopam 2mg 0-0-1/2
XIII. ANALISA DATA
NO DATA DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. DS : Isilasi Sosial
Klien mengatakan selalu menyendiri dan jarang
berinteraksi dengan teman-temannya yang lain

DO :
Klien tampak murung dan menunduk, selalu
menyendiri, jarang bercakap-cakap
2.. DS: Harga Diri Rendah
Klien mengatakan merasa tidak bisa merawat
anaknya yang berusia 3 tahun karena dia berada
di RS

DO:
Klien menundukkan kepala
3. DS: Defisit Aktivitas
Klien banyak diam, banyak tidur di tempat tidur,
kegiatan ruangan di motivasi dan dibimbing

DO:
Klien sering melamun

XIV. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Isolasi sosial

XV. POHON MASALAH


Risiko perubahan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran perawatan diri kurang

Isolasi Sosial defisit aktivitas

Harga Diri Rendah


XVI. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosia

Lawang,.............................................
Perawata yang mengkaji

NIM :
BAB V

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny.
M dengan diagnosa isolasi sosial dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1.1.1 Terdapat persamaan antara teori dasar dengan isolasi sosial pasien kelolaan
baik secara definisi, tanda dan gejala, factor penyebab
1.1.2 Membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi sosial merupakan
tindakan utama yang harus dilakukan oleh perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
1.1.3 Melatih klien dalam melakukan kegiatan berkenalan dan berinteraksi dengan
orang lain secara terus menerus penting untuk mengatasi isolasi social

1.2 Saran
Dari kesimpulan diatas , kami menyarankan sebagai berikut
1. Dalam pemberian asuhan keperawatan isolasi sosial hendaknya hubungan
saling percaya dilakukan secara bertahap, mulai dari perawat kemudia
perawat lain serta pada klien lainnya
2. Kontrak yang dibuat bersama klien hendaknya dilakukan secara konsisten
3. Memberikan respon postif setiap melakukan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Вам также может понравиться