Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
M DENGAN DIAGNOSA
Disusun oleh :
HENI PURWANINGSIH
LAILATUL QODRIYAH
ROIHATUL JANNAH
YASID DAYYARI
UNIVERSITAS BONDOWOSO
2018
LEMBAR PENGESAHAN
DI RUANG MELATI
Lawang,
Ruang Melati
Mengetahui,
COVER ...........................................................................................................
ISOLASI SOSIAL
1.1 Definisi
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend,
1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).
1.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat
penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
1) Masa Bayi
2) Masa Kanak-kanak
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi
antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada
klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi
koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana
orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik. Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi
lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.
1.6 Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik,
defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang
berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan
kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada
SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang
meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien
mau mengawali tidurnya.
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya
dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang
lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan
dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan
orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang
harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan
santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang
atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak
melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur
sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,
putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,
tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik
yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang
hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus
sekolah, PHK.
4) Ideal diri
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan
orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar
rumah
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu : koping defensif.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. M
Umur : 29 Tahun
Alamat : Dsn. Godekan Kec. Lekok Kab. Pasuruan
Pendidikan : SD tidak lulus
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 1252xx
29th
a. Pola Komunikasi:
Klien mengatakan komunikasi dengan keluarga baik, klien jarang bucara
kalau tidak ada yang penting, hubungan keluarga dengan klien baik.
b. Pola Asuh:
Klien mengatakan bawa klien merupakan anak ke-6 dari enam bersaudara,
kakaknya sudah menikah.
c. Pola Pengambilan Keputusan:
2. Konsep Diri:
a. Citra Tubuh:
Klien mengatakan tidak ada kekurangan pada bagian tubuhnya dan
bersyukur atas apa yang telah diberikan tuhan.
b. Identitas:
Klien mengatakan namanya Ny. M, usia 29 tahun, pendidikan terakhir SD
tidak tamat, pekerjaan dirumah sebagai ibu rumah tangga.
c. Peran:
1) Dirumah:
Klien mengataan hidup bersama suami dan anaknya. Dan di rumah
sebagai ibu rumah tangga yang sekarang tidak bisa merawat anaknya
yang berusia 3 tahun karena harus di RS
2) Di Rumah Sakit:
Klien berperan sebagai pasien, dengan aktivitas sehari-hari membantu
membersihkan tempat tidur dan melipat selimut.
d. Ideal Diri:
Klien mengatakan terkadang lebih nyaman sendiri. Klien ingin cepat pulang
karena rindu kepada anak dan keluarganya.
e. Harga Diri:
Klien mengatakan merasa tidak bisa mewarat anaknya yang berusia 3 tahun
karena dia berada di RS
3. Hubungan Sosial:
a. Orang yang berarti/terdekat:
1) Dirumah:
Klien mengatakan dirinya dekat dengan kedua orang tuanya, suami serta
anaknya
2) Di Rumah Sakit Jiwa
Klien selalu menyendiri tidak berinteraksi dengan orang lain, klien
mengatakan tidak mempunyai orang terdekat
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat dan hubungan sosial:
Klien mengatakan selalu membantu dan mengepel kamar serta ruang makan
bersama teman-temannya yang lain, klien mengikuti kegiatan rehab. Di
rumah klien tidak pernah keluar dan tidak berinteraksi dengan orang lain
atau tetangga sekitar
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien mengatakan selalu capek dan mengantuk sehingga tidak bercakap-
cakap dengan orang lain. Klien mengatakan malas mengobrol dengan orang
lain dan mengatakan lebih baik sendiri dan klien mengatahan hanya
memikirkan ingin pulang.
4. Spiritual:
a. Agama:
Klien mengatakan dirumah sholat lima waktu dan di rumah sakit juga sholat
lima waktu
b. Pandangan terhadap gangguan jiwa:
Klien mengatakan tidak tau
Diagnosa Keperawatan : -
VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan:
Penampilan klien cukup rapi dan bersih serta memakai baju dari rumah sakit,
terlihat rapi dan tidak acak-acakan
Diagnosa Keperawatan : -
2. Pembicaraan:
Klien berbicara dengan, volume bicara klien lembut, pelan, bicara jika ditanya
dan kadag jelas ketika berbicara, klien sering mengatakan tidak tau.
Diagnosa Keperawatan: Kerusakan Komunikasi Verbal
3. Aktivitas motorik/psikomotor:
Klien banyak diam, banyak tidur di tempat tidur, kegiatan ruangan di motivasi
dan dibimbing
Diagnosa Keperawatan : Defisit Aktivitas
6. Persepsi Sensorik:
a. Halusinasi penglihatan dan pendengaran
b. Ilusi: tidak ada
Klien pernah mengatakan melihat seorang laki-laki di rumahnya ketika
klien duduk-duduk, laki-laki tersebut melihat klien. Klien juga mengatakan
pernah mendengar suara “krek-krek” namun klien hanya diam saja tidak
berespon tetapi sekarang sudah tidak mendengar suara-suara
Diagnosa Keperawatan: Risiko gangguan proses pikir : halusinasi
7. Proses Pikir:
a. Arus Pikir:
Koheren
Jawaban klien sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh perawat
b. Isi Pikir:
Pikiran Isolasi Sosial
Klien mengatakan lebih nyaman sendiri, malas mengobrol dan berinteraksi
dengan orang lain
Bentuk Pikir:
Realistik
Apa yang dikatakan klien sesuai dengan kenyataan yang ada
Diagnosa Keperawatan : Gangguan pola pikir
8. Kesadaran:
Tidak terdapat orientasi waktu, tempat dan orangsa
Klien tidak mengalamai gangguan orientasi waktu, tempat, orang dengan benar
mengatakan bahwa sekarang adalah siang hari, tempat rumah sakit
Kesadaran berubah:
Klien lebih banyak diam, tidak mau berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya, banyak tiduranx kep : gpp
9. Memori:
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka pendek, terbukti klaien
mampu dengan benar menyebutkan nama perawat yang baru mengajak kenalan.
Klien juga tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang dan menengah
b. Nutrisi:
Klien makan 3x sehari sesuai dengan jadwal dari Rumah Sakit, nafsu
makan klien baik karena selalu menghabiskan makannya.
Nafsu makan: klien mengatakan nafsu makan baik
Bagaimana berat badannya:
Selama di RSJ klien mengatakan berat badannya naik yang semula 44kg
menjadi 45kg
c. Tidur:
1. Istirahat tidur
Ridur siang, lama: 12.00 WIB s/d 15.00 WIB
Tidur malam, lama: 18.30 WIB s/d 04.30 WIB
Aktivitas sebelum/sesudah tidur: melamun
Klien sebelum tidur biasanya selalu melamun karena merindukan anak
dan suaminya
2. Gangguan tidur: klien tidak mengalami gangguan tidur
3. Kemampuan Lain-Lain:
a. Mengantisipasi kebutuhan hidup:
Klien mengatakan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
b. Membuat keputusan berdasarkan keinginan:
Klien mengatakan mampu memutuskan keinginan yang paling utama atau
tidak
c. Mengatur penggunaan obat dan melakukan pemeriksaan kesehatannya
sendiri:
Klien mampu minum obat secara mandiri sesuai jadwal namun cara
penggunaan obat dibantu oleh perawat
4. Sistem Pendukung:
Keluarga klien mengharapkan klien untuk sembuh serta klien yang lain
mendukung agar klien segera sembuh dan pulang
DO :
Klien tampak murung dan menunduk, selalu
menyendiri, jarang bercakap-cakap
2.. DS: Harga Diri Rendah
Klien mengatakan merasa tidak bisa merawat
anaknya yang berusia 3 tahun karena dia berada
di RS
DO:
Klien menundukkan kepala
3. DS: Defisit Aktivitas
Klien banyak diam, banyak tidur di tempat tidur,
kegiatan ruangan di motivasi dan dibimbing
DO:
Klien sering melamun
Lawang,.............................................
Perawata yang mengkaji
NIM :
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny.
M dengan diagnosa isolasi sosial dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
1.1.1 Terdapat persamaan antara teori dasar dengan isolasi sosial pasien kelolaan
baik secara definisi, tanda dan gejala, factor penyebab
1.1.2 Membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi sosial merupakan
tindakan utama yang harus dilakukan oleh perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
1.1.3 Melatih klien dalam melakukan kegiatan berkenalan dan berinteraksi dengan
orang lain secara terus menerus penting untuk mengatasi isolasi social
1.2 Saran
Dari kesimpulan diatas , kami menyarankan sebagai berikut
1. Dalam pemberian asuhan keperawatan isolasi sosial hendaknya hubungan
saling percaya dilakukan secara bertahap, mulai dari perawat kemudia
perawat lain serta pada klien lainnya
2. Kontrak yang dibuat bersama klien hendaknya dilakukan secara konsisten
3. Memberikan respon postif setiap melakukan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.