Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Etiologi
Penyebab atresia kongenital esofagus dan fistula trakeosofagus tidak
diketahui. Diperkirakan insidenya berkisar dari 1 dalam 3000 kelahiran hidup hingga
1 dalam 3500 kelahiran hidup. Insiden seksual tampaknya sama, namun berat badan
kebanyakan bayi yang terkena malformasi ini lebih rendah secara bermakna
dibandingkan berat bayi rata-rata, insiden tinggi yang tidak lazim dari prematuritas
yang abnormal terdapat pada bayi bayi yang menyandang atresi esofagus. Anomali
kongenital lainya seperti sindrom VATER atau VACTERL dapat terjadi. Sindrom ini
meliputi kombinasi abnormalitas vertebra, anorektal, kardiovaskular,
trakeoesofagus,renal, dan ekstermitas.
b. Manifestasi Klinis
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul
gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang tiba-tiba.bayi menangis
kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara serangan. Terdapat
muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah bercampur
lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa
yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
c. Patofisiologi
Pada bentuk atresia kongenital esofagus yang paling sering dijumpai (80 %
hingga 95% kasus), segmen proksimal esofagus berakhir sebagai kantong buntu
sedangkan segmen distalnya berhubungan dengan trakea atau bronkus primer lewat
sebuah fistula yang pendek pada atau dekat bifurkasiovarietas yang paling sering
kedua (5% hingga 8%) terdiri atas kantong buntu pada setiap segmen esofagus yang
saling terpisah dengan jarak yang lebar dan tanpa adanya hubungan dengan trakea.
d. Penatalaksanaan terapeutik
1. Farmakologi
2. Non Farmakologi
Penanganan atresia esofagus terdiri atas tindakan untuk mencegah
pneumonia serta pembedahan untuk mengoreksi anomali. Bila terdapat
kecurigaan adanya fistula trakeoesofagus, pemberian makanan peroral
pada bayi harus segera dihentikan dan pemberian cairan intravena (infus)
dimulai. Bayi harus ditempatkan dalam posisi yang paling kecil
kemungkinanya untuk menimbulkan aspirasi sekret yang berasal dari
dalam mulut maupun lambung.
Prognosis, prognosis bagi yang memiliki atresia esofagus berkaitan
dengan berat badan, anomali kongenital lain yang menyertai, dan saat
diagnosis dibuat. Angka keberhasilan hidupnya mendekati 100% pada
bayi aterm tanpa kegawatan pernapasan yang berat ataupun anomali
kongenital lainya. Pada bayi prematur dengan berat lahir rendah dan
disertai anomali lainya, insidensi komplikasi saat tinggi. Angka mortalitas
keseluruhanya adalah 50 % (Ryckman,flake, dan balisteri, 2000)
b. Hirschsprung
Merupakan obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidak adekuatan
motilitas bagian usus. Penyakit ini menempati seperempat dari kasus obstruksi
neonatal kendati diagnosisnya mungkin baru bisa ditegakkan kemudian dalam
masa bayi atau kanak kanak. Penyakit hirschsprung empat kali lebih sering
mengenai bayi atau anak laki laki daripada perempuan, mengikuti pola familial
pada sejumlah kecil kasus dan cukup sering dijumpai diantata anak anak yang
menderita sindrom Down. Insidensinya adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup.
Bergantung pada gambaran klinisnya, penyakit ini bisa bersifat akut, dan
mengancam kehidupan pasienya atau suatu kelainan yang kronis.
a. Patofisiologi
Istilah megakolon aganglionik kongenital menunjukkan defek primer yang
menunjukan defek primer yang merupakan tidakadanya sel sel ganglion pada
satu segmen kolon atau lebih. Etiologi penyakit hirschsprung belum dipahami
sepenuhnya. Segmen yang anganglionik hampir selalu meliputi rektum dan
bagian proksimal usus besar. Kadang kadang dapat menjadi “segmen yang
terlewatkan” atau anganglionisis usus total. Kurangnya enervasi menyebabkan
defek fungsional yang mengakibatkan tidak adanya gerakan mendorong
(peristaltik). Sehingga isis bertumpuk dan terjadi distensi usus disebelah
proksimel defek (megakolon).
b. Manifestasi Klinis
1. Bayi baru lahir
Kegagalan mengeluarkan mekanium dalam 24-48 jam setelah lahir,
malas minum, distensi abdomen dan emesis yang mengandung empedu.
2. Bayi
Gagal tumbuh, konstipasi, distensi abdomen, muntah dan diare episodik
3. Anak-anak yang lebih besar
Anoreksia, konstipasi kronis feses berbau busuk dan berbentuk pita,
distensi abdomen, peristalsis yang dapat terlihat, massa feses dapat dipalpasi,
malnutrisi atau pertumbuhan yang buruk, tanda-tanda anemia dan
hipoproteinemia.
Tanda-tanda yang memburuk yang menandakan enterokolitis antara
lain diare hebat yang tiba-tiba, diare bercampur darah, demam dan kelelahan
yang parah.
c. Penatalaksanaan terapeutik
1. Farmakologi
Terapi utama penyakit hirschsprung adalah pembedahan untuk
mengangkat bagian usus yang aganglionik agar obstruksi usus dapat
dihilangkan dan motilitas usus serta fungsi sfingter ani internal dapat
dipulihkan kembali. Pada sebagian besar kasus, pembedahan dilakukan
dalam dua tahap.
a. Pembuatan Ostomi Temporer
Pembedahan membuat ostomi temporer disebelah proksimal segmen
yang aganglion untuk menghilangkan obstruksi dan memungkinkan
pemulihan usus yang enervasinya normal serta menglami dilatasi itu
kembali kepada ukuranya yang normal.
b. Pembedahan korektif total
pembedahan korektif total biasanya dilakukan ketika berat bdan anak
mencapai kurang lebi sembilan kilo, ada beberapa prosedur pembedahan,
yang dapat dikerjakan dan prosedur tersebut yang paling sering dilakukan,
terdiri atas tindakan menarik ujung usus yang normal lewat sleeve
muskular recktum dan dari situ bagian mukosa yang aganglionik dibuang.
Ostomi biasanya ditutup pada saat dilakukan prosedur pull-through.
c. Atresia ani
Atresia Ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009)
1. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
Gangguan organ ogenesis dalam kandungan.
Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko
malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan
atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi
umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan
adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau
dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).
2. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
tiga bulan
d. Berkaitan dengan sindrom down
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak :
1. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1 cm. letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
3. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
- Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum.
- Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus
urinarius.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui
fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang.
3. Manifestasi Klinis
a. Mekonium tidak keluar 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal
g. Perut kembung
3. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.
2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Terjadi terutama pada neonatus dan kanak-kanak. Lebih sering terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan.
b. Keluhan utama
Ibu mengatakan mekonium lambat keluar atau tidak keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mekonium lambat keluar lebih dari 24-48 jam setelah lahir, perut
kembung, muntah berwarna hijau dan nyeri abdomen. Pada kanak-kanak
kadang terdapat diare atau enterokolitis kronik disertai kehilangan cairan,
elektrolit dan protein yang pasif, secara cepat dan progesif menjadi sepsis
dan syok.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diketahui adanya peningkatan kesulitan dalam
defekasi yang di mulai pada beberapa minggu pertama kehidupan,
konstipasinsejak lahir, di temukannya rektum yang kosong atau anus yang
tidak ada.
4. Manifestasi Klinis