Вы находитесь на странице: 1из 4

NAMA : RIZKA SEKAR SARI

NBI : 1441600084
KELAS :A
SEMESTER :3
MATKUL : ARSITEKTUR PERMUKIMAN
DOSEN :IR. SUKO ISTIJIANTO, MT

Opini.

Banyak pula ditemui kerusakan perkerasan jalan rusak secara dini yang mana hal
tersebut dapat dikaitkan dengan kesalahan umum pada pelaksanaan jalan yang menjadi
penyebab banyaknya kerusakan jalan sebelum umur pelayanan dilalui. Kesalahan – kesalahan
tersebut antara lain penentuan jenis aspal yang digunakan, kadar aspal, rongga dalam
campuran, temperature pencampuran atau pemadatan. Aspal sebagai bahan pengikat agregat
untuk perkerasan jalan dimana mutu dan jumlahnya mempunyai andil besar terhadap
terjadinya kerusakan jalan. Kurangnya tebal lapisan aspal / kadar aspal dalam campuran
dapat mengakibatkan pengerasan aspal secara cepat. Hal tersebut akan membuat konstruksi
jalan menjadi jelek dan cepat terjadi pelapukan.

Solusi dari masalah-masalah tersebut yaitu mengurangi beban setiap roda dengan menambah
axle setiap kendaraan. Apabila ini disepakati dan menjadi ketentuan yang mengikat untuk
semua komponen yang terkait dengan angkutan kendaraan berat, maka tingkat kerusakan
nampaknya akan dapat diatasi atau dapat diminimalisasikan.

Dari beberapa studi evaluasi terhadap beberapa program pembangunan sanitasi


pedesaan didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang dibangun (khususnya dari bantuan)
tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Banyak faktor penyebab mengenai
‘kegagalan’ tersebut, salah satu diantaranya adalah tidak adanya demand atau kebutuhan yang
muncul ketika program dilaksanakan, dan pendekatan yang digunakan oleh program tersebut
tidak berhasil memunculan demand dari masyarakat akan jamban. Di India, Bangladesh dan
beberapa negara berkembang lainnya termasuk Indonesia terdapat kenyataan bahwa di
beberapa desa yang mendapat bantuan untuk sanitasi, belum terbebas dari kebiasaan BAB di
sembarang tempat atau open defecation. Dengan kata lain, kebiasaan BAB di sembarang
tempat tetap berjalan, sekalipun fasilitas jamban disediakan. Milyaran rupiah telah
dikeluarkan dan banyak tenaga kerja yang bergerak dari satu proyek ke proyek lainnya.
(Panduan Proses CLTS, 2005)

CLTS merupakan suatu pendekatan yang diterapkan untuk memfasilitasi masyarakat dalam
memahami permasalahan dan potensi peningkatan sanitasi di komunitasnya dengan prinsip :

 Tanpa subsidi; Dalam pendekatan ini tidak ada subsidi sedikitpun baik berupa uang
maupun material dan kepada orang termiskin sekalipun.
 Tidak menggurui, tidak menyuluh, tidak memaksa, tidak mempromosikan
jamban; ‘Orang luar’ baik pemerintah maupun lembaga swasta atau NGO (Non
Goverment Organization) tidak lebih dari sekedar orang yang memfasilitasi kegiatan
masyarakat. Masyarakat sendirilah yang akan menentukan solusi apa yang akan
diambil untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi dan mereka pulalah yang
menentukan pilihan teknologi/model jamban apa yang akan digunakan sesuai dengan
kondisi lingkungan dan kemampuan mereka.
 Masyarakat sebagai pemimpin; Kelompok masyarakat setempatlah yang akan
menggerakkan masyarakat yang lainnya untuk terjadinya perubahan perilaku dari
kebiasaan BAB di sembarang tempat (open defecation) dan perilaku sanitasi buruk
lainnya menuju masyarakat yang sadar jamban dan perilaku hygienis lainnya, yaitu
mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman,
mengelola sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan
aman.
 Masyarakat terlibat secara total; Masyarakat sendirilah yang dalam melakukan
analisis permasalahan dan potensi, perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan, monitoring dan evaluasi serta pengembangan/replikasi.

Pendekatan CLTS atau Community Lead Total Sanitation atau Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) dilatar belakangi oleh adanya “kegagalan” dari proyek-proyek sanitasi
sebelumnya seperti disebutkan di atas. Pendekatan CLTS merupakan pendekatan baru untuk
pengembangan sanitasi di pedesaan dan mulai berkembang pada tahun 2001. Pertama kali
diperkenalkan oleh Kamal Kar di sebuah komunitas kecil di district Rajshahi, Bangladesh.

Di Indonesia sendiri, pada April 2005 dilakukan uji coba pendekatan CLTS di 6
Kabupaten (Muaro Jambi, Muara Enim, Sambas, Sumbawa, Bogor dan Lumajang. Dan saat
ini pendekatan CLTS sudah diterapkan di seluruh propinsi di Indonesia, termasuk Banten.
Opini dari
Nama : Islaucha Yuni Ariani
NBI : 1441600099

Menurut saya, solusi yang ditulis dalam opini sudah bagus. Untuk kedepannya perlu
dilakukan uji coba dan penerapan di daerah jawa khususnya Surabaya. Kesalahan – kesalahan
yang disebutkan dalam opini diatas tersebut antara lain penentuan jenis aspal yang
digunakan, kadar aspal, rongga dalam campuran, temperature pencampuran atau pemadatan.
Aspal sebagai bahan pengikat agregat untuk perkerasan jalan dimana mutu dan jumlahnya
mempunyai andil besar terhadap terjadinya kerusakan jalan. Maka dari itu, perlunya
pengawasan saat proses pengerjaan perbaikan jalan untuk mengantisipasi kesalahan dalam
proses pencampuran. Begitupula untuk permasalahan Sanitasi yang berhubungan dengan
pendekatan CLTS, pendekatan tersebut mampu membuat masyarakat menjadi upgrade akan
kepribadiannya mengingat prinsip yang terdapat pada pendekatan CLTS yaitu salah satunya
menjadikan masyarakat sebgai pemimpin.

Opini dari
Nama : R. Muhammad Nur awaluddin Hafizh
NBI : 1441600047
Pendapat saya tentang opini ini, bahwa permasalahan tentang jalan yang rusak solusi yang
tertulis di atas adalah dengan mengurangi beban setiap roda dengan menambah axle setiap
kendaraan. Apabila ini disepakati dan menjadi ketentuan yang mengikat untuk semua
komponen yang terkait dengan angkutan kendaraan berat, maka tingkat kerusakan
nampaknya akan dapat diatasi atau dapat diminimalisasikan. Tetapi menurut saya faktor yang
lebih penting dari mengurangi beban angkutan berat adalah faktor tanah dan juga faktor aspal
yang kurang tebal karena tidak bisa juga kita mengurangi setiap beban roda kendaraan karena
kendaraan itu pun mengangkut barag baran berat. Dan untuk permasalahan sanitasi dengan
solusi CLTS mungkin bisa membantu menangani masalah sanitasi di perkampungan kumuh
karena CLTS yang diterapkan di india telah berhasil maka cara atau solusi ini mungkin harus
dicoba di indonesia untuk mengurangi masalah masalah yang seperti ini di kampung kumuh
Khususnya Surabaya.
Opini dari
Nama : Muhammad Syafi’i
NBI : 1441600048
Pendapat saya tentang opini ini, tentang isi dan tata bahasanya mudah unuk dipahami
dan tidak banyak menggunakan kata-kata kiasan. Pada pendapat saya ini ingin membahas
tentang Pendekatan CLTS atau Community Lead Total Sanitation atau Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) program ini dilatar belakangi oleh adanya “kegagalan” dari
proyek-proyek sebelumnya.

Pendekatan CLTS merupakan pendekatan baru untuk pengembangan sanitasi di


pedesaan dan mulai berkembang pada tahun 2001. Pertama kali diperkenalkan oleh Kamal
Kar di sebuah komunitas kecil di district Rajshahi, Bangladesh.

Disurabya ini tepatnya di 15 lokasi Di antaranya: Kedungturi, Wonorejo, Kampung


Malang Tengah, Kedondong Kidul, Kupang Panjaan, Dupak, Margorukun, Tembok Dukuh,
Asembagus, Sidotopo, Kemayoran Baru, Kapasari, Kenjeran DKA, Donorejo, Gembong.

Menurut saya bagus untuk pengembangan atau melakukan sebuah program tetapi
diperlukan juga pengawasan agar program tersebut berjalan dengan lancar dan tidak akan
terjadi lagi kegagalan-kegagalan seperti proyek sebelumnya. Dan program CLTS ini sudah
berhasil dicoba di India dan akan lebih baik jika di lakukan di Indonesia Khusnya di Daerah
Surabaya ini. Supaya bisa menangani masalah sanitasi di kampung-kampung tersebut.

Вам также может понравиться