Вы находитесь на странице: 1из 37

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN

ASFIKSIA SEDANG

Dosen: Heni Suryani, SST

Disusun oleh:

Sri Kuntari

NIM. P07224315034

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN

TAHUN 2O17
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah swt. karena karunia dan
hidayah-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pihak-pihak lain, untuk itu
penulis ucapkan terimakasih.

Penyusun sadar bahwa makalah yang sederhana ini tak luput dari salah, oleh
karena itu penyusun berharap saran dan kritikan yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun berharap pembaca dapat mudah memahami isi makalah ini serta
semoga ilmu didalamnya dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Apabila ada kata-kata dari makalah yang menyinggung pembaca, penyusun


mohon maaf. Terimakasih

Samarinda, 13 Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

2. 1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur


penentu status kesehatan neonatal. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum
bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang
paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi (Saifudin,
2002).

Menurut WHO, setiap tahunnya, kirakira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari
seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di
bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab
kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%,
trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan congenital.

Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai


berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah,
asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi
terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang
baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan
kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian.
Dua hal yang banyak menentukan penurunan kematian perinatal ialah tingkat
kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di seluruh
negeri. (Sarwono, 2011;h.59)

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang
berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal
oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena
asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir,
kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan.
Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal
sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam
penanganan bayi baru lahir.

2. 2. Tujuan
1. Menjelaskan konsep dasar teori BBL dengan asfiksia.
2. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada BBL dengan
asfiksia.
3. Melaksanakan asuhan kebidanan pada BBL dengan asfiksia dengan
pendekatan Varney yang terdiri dari :
a. Melakukan pengkajian pada BBL dengan asfiksia
b. Menginterpretasikan data dasar
c. Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada BBL
dengan asfiksia
d. Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada BBL dengan asfiksia
e. Merancang intervensi pada BBL dengan asfiksia
f. Melakukan implementasi pada BBL dengan asfiksia
g. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
4. Mendokumentasikan asuhan dalam bentuk catatan SOAP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Konsep Dasar Teori Asuhan Kebidanan pada BBL dengan Asfiksia


Neonatorum
A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut
(Manuaba, 2010; h.421)
Menurut Hidayat (2005) dan Prawirohardjo (2009) asfiksia merupakan
suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segara setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia.
Hiperkapnea dan sampai ke asidosis, Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,
bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001)

B. Klasifikasi
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Asfiksia Ringan (Vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2) Asfiksia Sedang (mid moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada
3) Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, efek iritabilitas tidak ada pada asfiksia dengan
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaaan fisik sama pada asfiksia berat. (Rustam, 1998)

C. Etiologi
1. Menurut DepKes RI (2008)
a. Faktor Ibu
1) Preeklamsia dan eklamsia.
2) Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio
plasenta).
3) Partus lama atau partus macet.
4) Demam selama persalinan.
5) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
6) Kehamilan post matur.
7) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
8) Gravida empat atau lebih.
b. Faktor Bayi
1) Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ektraksi vakum, porsef).
3) Kelainan kongenital.
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
c. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat.
2) Tali pusat pendek.
3) Simpul tali pusat.
4) Prolapsus tali pusat.
2. Menurut Proverawati (2010)
a. Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat
hipoventilasi selama anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal
pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan tekanan darah ibu
yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan
aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada:
gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat: hipotensi mendadak pada ibu
karena perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil,
plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
c. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan: tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, dan lain-lain.
d. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh
karena pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada
ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan
janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya
hernia diafrakmatika atresia atau stenosis saluran pernafasan,
hipoplasia paru dan lain-lain.
e. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh
terhadap gangguan paru-paru.
3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia
a. Usia Ibu
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara
medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian
menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia,
sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa,
rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan
terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
b. Umur Kehamilan
1) Preterm
Kegagalan perbafasan pada bayi prematur berkaitan
dengan defisiensi kematangan surfaktan pada paru- paru bayi.
Bayi prematur mempunyai karakteristik yang berbeda secara
anatomi maupun fisiologi jika dibandingkan dengan bayi cukup
bulan. Karakteristik tersebut adalah:
a) Kekurangan surfaktan pada paru-paru sehingga
menimbulkan kesulitan pada saat ventilasi.
b) Perkembangan otak yang imatur sehingga kurang
kemampuan memicu pernafasan.
c) Otot yang lemah sehingga sulit bernafas spontan.
d) Kulit yang tipis, permukaan kulit yang luas dan kurangnya
jaringan lemak kulit memudahkan bayi kehilangan panas.
e) Bayi sering kali lahir disertai infeksi.
f) Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah
menyebabkan perdarahan pada keadaan stres.
g) Volume darah yang kurang, makin rentan terhadap
kehilangan darah.
h) Jaringan imatur, yang mudah rusak akibat kekurangan
oksigen (Purnamaningrum, 2010).
2) Post term
Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan
melebihi 42 minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan oleh
fungsi plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses penuaan
mengakibatkan transportasi oksigen dari ibu ke janin terganggu.
3) BBLR
Gangguan pernafasan sering menimbulkan penyakit berat
pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan oleh
kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan pengembangan paru
yang masih belum sempurna. Otot pernafasan yang masih
lemah dan tulang iga yang mudah melengkung, sehingga sering
terjadi apneu, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernafasan
(Prawiharjo, 2005).
4) Paritas
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis
(organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian
menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia,
sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta
previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum,
2010).
D. Dampak Asfiksia
1. Dampak Asfiksia menurut Kosim (2010)
a. Otak : Ensepalo hipoksis iskemik (EHI).
b. Ginjal : Gagal ginjal akut.
c. Jantung : Gagal jantung.
d. Saluran cerna : EKN= Entero kolitis Nekrotikans/ NEC=
Nekrotizing entero.
2. Dampak Asfiksia menurut Sarwono Prawirohardjo (2009)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ vital lainnya.
3. Dampak Asfiksia menurut Safrina (2011)
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai
oksigen ke tubuh menjadi terhambat, jika terlalu lama membuat bayi
menjadi koma, walaupun sadar dari koma bayi akan mengalami cacat
otak. Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan
perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh
kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti
buta, tuli, cacat otak dan kematian.

E. Diagnosis
1. Diagnosis awal
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga
Hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
a. Denyut jantung janin: frekuensi normal antara 120 dan 160
denyut per menit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai
di bawah 100 permenit dan lebih-lebih jika tidak teratur itu
merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada
presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi
dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga
paristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya (Rukiyah, 2010).
2. Penilaian dengan Apgar Score menurut Mochtar (1998, Sinopsis
Obstetri), Sarwono Prawirohardjo (2002), Dewi (2011), dan Benson
(2010, Buku Saku Ilmu Kebidanan)
A: Apprearance = Rupa (warna kulit)
P : Pulse = Nadi
G : Grimace = Menyeringai (akibat repleks kateter dalam
hidung)
A : Activity = Keaktifan
R : Respiration = Pernafasan
Dibawah ini tabel untuk menentukan tingkat/derajat asfiksia yang
dialami bayi pada saat dia dilahirkan penilaian dilakukan pada menit
pertama dan menit kelima pada saat bayi lahir.
Nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100/ menit Lebih dari 100/
menit
Usaha napas Tidak ada Lemah/tidak teratur (slow Baik/Menangis
irregular) kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas dalam fleksi Gerakan aktif
sedikit
Reaksi terhadap Tidak ada Sedikit gerakan mimik Gerakan kuat/
rangsangan (grimace) melawan
Warna kulit Pucat Badan merah, ektrimitas Seluruh tubuh
biru kemerah-merahan

Sumber: Benson (2010) Buku Saku Ilmu Kebidanan.


Keterangan nilai APGAR:
 7 - 10: Bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam
keadaan normal.
 4 – 6: Bayi mengalami asfiksia sedang.
 0 – 3: Bayi mengalami asfiksia berat.

F. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir Menurut Dewi (2011)
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan
gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
b. Tidak ada usaha panas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau
sesudah persalinan.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.
b. Usaha panas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama
proses persalinan.
3. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut:
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
b. Bayi tampak sianosis.
c. Adanya retraksi sela iga.
d. Bayi merintih (grunting).
e. Adanya pernapasan cuping hidung.
f. Bayi kurang aktivitas

G. Patofisiologi
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinanakan terjadi asfiksia yang
lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bilatidak
teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnudisertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia
berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi
asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru
dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan (Rustam, 1998).

H. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak. (Manuaba, 2008)
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran
urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan
kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak. (David, hull, 2005)
I. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis
adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
2. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui
adanya asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui
dengan tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi
(Muttaqin, 2008).
3. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya
persediaan garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu
kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia,
hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium
dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein
(Harris, 2003).
4. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine
untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia
umumnya mengalami hipoglikemi.
5. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed
tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI)
mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
6. Penilaian APGAR score
J. Penatalaksanaan
1. Nilai APGAR 7 – 10 (bayi dinyatakan baik)
Pada keadaan ini bayi tidak memerlukan tindakan istimewa.
penatalaksanaan terdiri dari :
a. Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi
b. Pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa
darah
c. Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi (Kapita Selekta
Kedokteran, 1982).
2. Nilai APGAR 4 – 6 (asfiksia ringan – sedang)
Cara penanganannya :
a. Menerima bayi dengan kain hangat
b. Letakkan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi
d. Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan
perawatan selanjutnya
e. Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan
menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang
penlon masker di pompa 60 x / menit
f. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya
diberikan terapi natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc,
dekstrose 40% sebanyak 4 cc, disuntikkan melalui vena
umbilikalis masukkan perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya perdarahan intra kranial karena perubahan pH darah
mendadak (EGC, 1995).
3. Nilai APGAR 0 – 3 (asfiksia berat)
Menurut Prawirohardjo (2005), Resusitasi aktif dalam keadaan ini
harus segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventiliasi
paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan
berulang-ulang. Cara yang terbaik ialah melakukan inkubasi
endotrakeal dan setelah kateter di masukkan ke dalam trakea, O2
diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Tekanan positif
dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2
melalui kateter. Untuk mencapai tekanan 30 ml, air peniupan yang dapat
dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 – ½ dari tiupan maksimal
yang dapat dikerjakan.
Untuk memperoleh tekanan yang positif yang lebih aman dan
efektif, dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini dihubungkan
dengan kateter trakea, kemudian udara dengan O2 dipompakan secara
teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan dinding toraks. Bila
bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan, keteter trakea segera
dikeluarkan.
Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang
segera membutuhkan bikarbonas natrikus 7,5 dengan dosis 2 – 4 ml / kg
berat badan. Diberikan dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Untuk
menghindarkan efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan
air steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dengan satu semprit
melalui pembuluh darah umbilikus.
Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul dan
frekuensi jantung menurun (kurang dari 100 permenit) maka pemberian
obat-obat lain serta massage jantung segera dilakukan. Massage jantung
dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara
teratur 80 – 100 per menit. Tindakan ini dilakukan berselingan dengan
napas buatan, yaitu setiap 5 kali massege jantung diikuti dengan satu
kali pemberian napas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoraks atau
pneumomediastinum apabila tindakan dilakukan secara bersamaan.
Di samping massage jantung ini, obat-obatan yang diberikan antara
lain adalah larutan 1 / 10.000 adrenalin dengan dosis 0,5 – 1 cc secara
intravena / intrakardial (untuk meningkatkan frekuensi jantung) dan
kalsium glukonat 50 – 100 mg / kg berat badan secara perlahan-lahan
melalui intravena (sebagai obat inotropik).
Bila tindakan-tindakan tersebut diatas tidak memberikan hasil yang
diharapkan, hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan
asam dan basa yang belum diperbaiki secara semestinya, adanya
gangguan organik seperti hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
jalan napas, dan lain-lain.

2. 2. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan BBL dengan Asfiksia


Neonatorum
I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian :
Waktu Pengkajian :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :

A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama :

Umur/tanggal lahir : Asfiksia neonatorum terjadi pada


bayi baru lahir dengan keadaan bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat
meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut (Manuaba, 2007).

Jenis Kelamin :

Tanggal masuk RS :
b. Identitas Orang Tua
Nama ayah :

Nama ibu :

Usia ayah/ibu : Umur pasien seharusnya didapatkan dari


anamnesa dan dicatat untuk mengetahui adanya
resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat
reproduksi belum matang, mental fisiknya belum
siap dan termasuk dalam menunda dan usia 20 - 35
tahun adalah masa reproduktif, sedangkan umur
lebih dari 35 adalah termasuk fase mengentikan
dan dapat juga terjadi faktor risiko (Sulistyawati,
2010; hal. 220).

Pendidikan ayah/ibu :

Pekerjaan ayah/ibu : Gunanya untuk mengetahui tingkat


sosial ekonominya karena ini juga mempengaruhi
dalam gizi pasien tersebut (Sulistyawati, 2010;
hal. 221).

Agama :

Suku/bangsa :

Alamat :

2. Riwayat Kesehatan Klien


a. Keluhan utama
Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut
jantung kurang dari 100 kali permenit, sianosis, warna kulit biru
atau pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap
refleks rangsangan (Aziz, 2009).
b. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1) Usia Kehamilan
a) 37-42 minggu (DEPKES RI, 2005). KMK dan BMK
untuk masa kehamilan merupakan kondisi yang
biasanya berulang (Wheeler, 2004).
b) Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum lengkap
37 minggu usia gestasi. Minggu gestasi dihitung dari
HPHT dan tidak berhubungan dengan berat badan bayi,
panjang bayi, Lingkar kepala bayi, atau bahkan semua
pengukuran janin atau ukuran neonatus (Myles, 2009).
c) Prematuritas Murni. Masa gestasinya kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus
kurang bulan. Sesuai masa kehamilan (NKB-SMK)
(Surasmi, 2003).
d) Dismaturitas. Bayi lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.
Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya (KMK) (Surasmi, 2003).
e) Prematuritas memiliki risiko yang lebih
besar terhadap kematian akibat asfiksia
neonatorum. Risiko tersebut meningkat 1.61 kali
lipat pada usia kehamilan 34-37 minggu dan
meningkat 14.33 kali lipat pada usia kehamilan < 34
minggu (Lee, dkk, 2008).
2) Riwayat antenatal
Penyebab depresi pada bayi saat lahir mencangkup
obat-obatan yang diberikan atau diminum oleh ibu
(Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini dapat terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadinya asfiksia atau hipoksia.
(Prawirohardjo, 2010).
Hipontensi maternal dapat mengakibatkan komplikasi pada
bayi baru lahir berupa asfiksia (Varney, 2008).
3) Riwayat intranatal
Adanya prolaps tali pusat merupakan komplikasi pada bayi
baru lahir berupa asfiksia (Varney, 2008). Hipoksia pada janin
dapat terjadi akibat incoordinate uterine action (Prawirohardjo,
2010).
4) Riwayat Kelahiran yang Lalu
Tahun BB Keadaan Jenis Ket.
No. JK Komplikasi
Kelahiran Lahir Bayi Persalinan

1.

2.

3.

a) Usia gestasi bayi terdahulu karena kelahiran preterm


cenderung berulang (Wheeler, 2004).
b) Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan pada Multigravida yang jarak
antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah
adalah pada usia ibu antara 26 – 35 tahun. (Surasmi, 2003)
c) Bayi yang lahir dari wanita primipara memiliki risiko
mortalitas asfiksia neonatorum yang lebih tinggi,
sedangkan adanya riwayat kematian bayi sebelumnya
tidak bermakna dalam memperkirakan kematian akibat
asfiksia neonatorum (Lee, dkk, 2008)
d) menyatakan bahwa riwayat lahir-mati berhubungan
kuat dengan terjadinya asfiksia neonatorum. (Oswyn G,
dkk, 2000)
5) Riwayat Persalinan Sekarang
a) Jenis persalinan
Spontan pervaginam & sectio caesarea (Protap RSUD
AWS Samarinda).
b) Komplikasi persalinan
(1) Distosia bahu dapat menyebabkan fraktur pada
humerus atau klavikula, cedera pada pleksus
brakialis, asfiksia pada bayi (Sinclair, 2010).
(2) Ibu dengan diabetes mellitus dapat beresiko untuk
melahirkan bayi dengan makrosomia dan beresiko
untuk mengalami distosia bahu pada saat
persalinan. Hal ini dapat berdampak asfiksia pada
bayi (Manuaba, 2005).
(3) Partus lama dan ketuban pecah dini juga
meningkatkan risiko asfiksia neonatorum secara
bermakna (Lee, dkk, 2008).
(4) Tanda-tanda gawat janin seperti denyut jantung
janin abnormal, pewarnaan mekoneum,
perdarahan antepartum dan partus lama juga
memiliki hubungan yang kuat dengan timbulnya
asfiksia neonatorum (Oswyn G, dkk, 2000).
c) Lama persalinan

Kala Persalinan Primigravida Multigravida

I 10-12 jam 6-8 jam


L II 1-1,5jam 0,5-1 jam
a
III 10 menit 10 menit
m
a IV 2 jam 2 jam
p
Jumlah (tanpa 10-12 jam 8-10 jam
er
memasukan kala IV
sa
yang bersifat
li
observasi)
n
a
n pada primigravida dan multigravida (dr.Ida Ayu
Chandranita, 2010).

Tindakan kh

3. Riwayat Kehamilan Yang Lalu


Ditanyakan untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita
sebelumnya apakah pernah menderita penyakit menular seperti TBC,
hepatitis, malaria ataupun penyakit keturunan seperti jantung, darah
tinggi, ginjal, kencing manis, serta untuk mengetahui pernah dirawat di
rumah sakit atau tidak (Varney, 2006).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Penyakit yang diderita ibu ( hipertensi, jantung, diabetes melitus).
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya
Taksemia Gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan
psikologis. Penyakit lainnya ialah infeksi akut yang dapat
merupakan faktor etiologi prematuritas.
b. Penyakit ibu seperti hipertensi, penyakit paru, dan penyakit gula
dapat menimbulkan dismaturitas janin (Surasmi, 2003).
c. Gejala-gejala penyakit maternal yang dilaporkan 7 hari
sebelum kelahiran memiliki hubungan yang bermakna
terhadap peningkatan risiko kematian akibat asfiksia
neonatorum. Gejala- gejala tersebut adalah demam selama
kehamilan, perdarahan, pembengkakan tangan, wajah atau kaki,
kejang, kehamilan ganda juga berhubungan kuat dengan
mortalitas asfiksia neonatorum (Lee, dkk, 2008).
d. Usia terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (> 40
tahun), anemia (Hb< 8 g/dL), perdarahan antepartum dan
demam selama kehamilan berhubungan kuat dengan asfiksia
neonatorum (Oswyn dkk, 2000).

5. Pola Fungsional Kesehatan

Pola Keterangan

Nutrisi Jenis Makanan : ASI


World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pemberian ASI secara eksklusif sekurangnya selama usia 6
bulan pertama, dan rekomendasi serupa juga didukung oleh
American Academy of Pediatrics (AAP), Academy of
Breastfeeding Medicine, demikian pula oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI).

Eliminasi BAB: Dalam 24 jam pertama, warna hitam kecoklatan


(Saifuddin, 2006;137-138).
BAK: Dalam 24 jam pertama (Saifuddin, 2006;137-138).

6. Riwayat Psikososiokultural
a. Merokok dan kehamilan yang tidak diinginkan merupakan faktor
predisposisi bayi berat lahir rendah (BBLR: berat badan kurang
dari 2500 gram) (Departemen Kesehatan, 2005).
b. Kebiasaan ibu (merokok, minum alkohol, dan narkotika)
merupakan faktor etiologi prematuritas (Surasmi, 2003).

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Bayi terlihat lemas (flaccid). Reflek / respon bayi


melemah (Rustam, 2008).
TTV :
Tekanan darah : Apabila asfiksia berlanjut maka
akan mengakibatkan penurunan tekanan darah
bayi (Prawirohardjo, 2006).
Nadi : Asfiksia yang berkelanjutan akan terjadi
penurunan denyut jantung (Prawirohardjo,
2006). Frekuensi jantung < 100 merupakan tanda
bahwa bayi mengalami asfiksia
(Prawirohardjo, 2010).
Suhu : Pada bayi baru lahir untuk senantiasa
memberikan kehangatan agar tidak terjadinya
hipotermia (Prawirohardjo, 2010).
Pernafasan : Pada bayi yang mengalami
kekurangan oksigen akan mengalami
pernafasan yang cepat dan singkat,bila berlanjut
gerakan pernafasan akan berhenti
(Prawirohardjo, 2010). Pada asfiksia berlanjut,
bayi akan menunjukan pernafasan megap –
megap yang dalam (Prawirohardjo, 2010).
Antropometri :
Tinggi badan : 46 cm (Surasmi, 2009).
Berat badan : 2500 gram (Surasmi, 2009).
LiLA : <9,5 (Hidayat, 2009).
Lingkar kepala : Fronto-occipitalis 33 cm
(Surasmi, 2009).
Lingkar dada : 30 cm (Surasmi, 2009).

2. PemeriksaanFisik
Kulit : Warna kulit terihat biru menunjukan bahwa
keadaan bayi buruk dengan angka penilaian 0
Pada penilaian apgar (UNPAD, 1983). Adanya
sianosis pada evaluasi warna kulit menunjukan
adanya tanda tanda asfiksia (Prawirohardjo,
2010).
Ukuran kecil dan tidak memiliki lemak, kulit
sangat tipis, pembuluh darah mudah terlihat
(Jesen, 2004)
Mata : Mata tertutup rapat (Ballard Score)
Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung menandakan
bahwa bayi baru lahir mengalami gawat nafas
(Glance neonatoligi, 2009).
Mulut : Terlihat adanya pernafasan megap megap
(Prawirohardjo,2010).Adanya sianosis central
yang terjadi pada bibir bayi(Glance
neonatologi,2009).
Dada : Adanya retraksi didinding dada menandakan
bahwa bayi baru lahir mengalami gawat nafas
(Glance neonatologi,2009).
Genetalia : Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan
rugae pada skrotum kurang. Testis belum turun
ke dalam skrotum.untuk bayi perempuan klitoris
menonjol, labia minora belum tertutup oleh
mayora (Surasmi, 2009)
Ekstremitas : Pada asfiksia yang berlanjut, bayi akan terlihat
lemas (Prawirohardjo,2010).Pada penilaian
APGAR tonus otot yang lemas menunjukan
bayi dalam keadaan kurang baik (obstetri
fisiologi UNPAD, 1983).

3. Pemeriksaan Neurologis atau Refleks


Refleks moro : Pada bayi asfiksia reflex moro negative
(Prawirohardjo, 2010).
Refleks tonic neck : Pada bayi asfiksia reflex tonic neck negative
(Prawirohardjo, 2010).
Refleks rooting : Pada bayi asfiksia reflex rooting
negatif(Prawirohardjo, 2010).
Refleks sucking : pada bayi asfiksia Refleks sucking negative
(Prawirohardjo, 2010).
Refleks graps : Pada bayi asfiksia reflex graps negative
(Prawirohardjo, 2010).
Refleks babinski: Pada bayi asfiksia reflex babinski negatif
(Prawirohardjo, 2010).

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium : Neonatus dengan pengambilan
sampel Ph darah tali pusat dan Ph < 7,0 serta
terjadi penyimpangan hasil gas darah merupakan
cerminan dari beratnya asfiksia pada sat lahir
(Varney,2008).
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosis :

NCB/ NKB, KMK/ BMK/ SMK, Usia … (jam/hari) dengan Asfiksia


Neonatorum

Dengan mengombinasikan kategori usia gestasi (kurang bulan, cukup bulan, lewat
bulan) dengan kategori berat/ usia gestasi, bidan kemudian dapat menggolongkan
bayi baru lahir ke salah satu dari sembilan kategori berikut:
1. Kurang bulan, kecil masa kehamilan
2. Kurang bulan, sesuai masa kehamilan
3. Kurang bulan, besar masa kehamilan
4. Cukup bulan, kecil masa kehamilan
5. Cukup bulan, sesuai masa kehamilan
6. Cukup bulan, besar masa kehamilan
7. Lewat bulan, kecil masa kehamilan
8. Lewat bulan, sesuai masa kehamilan
9. Lewat bulan, besar masa kehamilan
Masalah :Kondisi patofisologis yang menyebabkan asfiksia meliputi
berkurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan dan
asidosis metabolic (Varney, 2008).

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Diagnosa Potensial :

- Hiperbillirubinemia
- Hipoglikemia
- Pneumonia Aspirasi
- Infeksi
Masalah Potensial :
- Ketidakseimbangan suhu tubuh
- Masalah pemberian ASI
- Penurunan turgor kulit
- Perdarahan karena pembuluh darah yang rapuh
Berdasarkan buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal apabila
asfiksia berlanjut maka akan menimbulkan kerusakan otak yang menyebabkan
kelainan kelainan pada fungsi tubuh (kecacatan) bahkan dapat menyebabkan
kematian neonatal.

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Pada kasus asfiksia, resusitasi yang efektif dapat mengurangi dan dapat
merangsang pernafasan awal serta mencegah asfiksia yang progresif yang
betujuan memberikan ventilasi yang adekuat (Prawirohardjo, 2010).

V. INTERVENSI
1. Memberitahukan kepada klien atau orang tua klien mengenai kondisi
klien dari hasil pemeriksaan.
Rasional : Penjelasan mengenai hasil pemeriksaan merupakan hak klien
dan keluarga (Varney, 2007).
2. Memberikan kehangatan pada bayi dan daerah sekitar tempat resusitasi.
Rasional : Bayi yang kedinginan dengan mudah dapat terjadi hipotermi
(Glance, 2009).
3. Mengganjal bahu dengan gulungan handuk / kain.
Rasional : Mengganjal bahu dengaan gulungan handuk merupakan
cara agar kepala ekstensi yang membuat jalan nafas menjadi terbuka
(Prawirohardjo, 2010).
4. Memberikan stimulasi berupa rangsangan taktil
Rasional : Usaha nafas kembali pada bayi dapat dilakukan dengan
pemberian stimulasi berupa rangsangan taktil yang adekuat
(Varney,2008).
5. Membersihkan jalan nafas.
Rasional : Adanya sumbatan pada jalan nafas merupakan indikasi dari
ventilasi yang tidak adekuat (Varney, 2008).
6. Mempersiapkan untuk rujukan.
Rasional : Segera rujuk bila ada salah satu tanda-tanda bahaya
pada neonatus dengan tetap memberikan ventilasi tekanan positif secara
bertahap (Varney, 2008).

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 28 November 2013


Tempat Pengkajian : di Rumah Bersalin “Mutiara”
Jam : 21.48 WIB
Nama Pengkaji : Bidan Ais, Amd. Keb.

A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas Bayi
Nama bayi : By. Ny. R
Tanggal lahir : 28-11-13
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 3 menit

b. Identitas Orang Tua


Nama Ibu : Ny. R Nama Ayah : Tn.H
Umur : 19 th Umur : 26 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jojoran,
Sby

2. Riwayat Kesehatan Klien


a. Keluhan Utama
Bayi tidak segera menangis, denyut jantung kurang dari 100
kali/menit, sianosis, dan tidak ada respon terhadap rangsangan.
b. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1. Riwayat Prenatal
Ibu mengatakan hamil pertama, ibu tidak pernah menderita
penyakit yang dapat mempengaruhi seperti DM, hepatitis, jantung,
asma, hipertensi, dan TBC.Ibu periksa hamil 6x selama hamil. Ibu
suntik TT selama hamil 2x, ibu makan 2-3 x. hari.
2. Riwayat Natal
Ibu mengatakan usia kehamilannya 9 bulan, bayi lahir 21.45 WIB
lahir normal, Bayi lahir tidak langsung menangis.BB bayi 3000 gr
PB.40 cm ketuban banyak dan keruh, lilitan tali pusat dan ditolong
oleh bidan.

3. Riwayat Kehamilan yang lalu


Ibu tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis,
malaria ataupun penyakit keturunan seperti jantung, darah tinggi, ginjal,
kencing manis, serta penyakit menurun.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Didalam keluarga ibu tidak ada yang menderita penyakit menular seperti
TBC, hepatitis, malaria ataupun penyakit keturunan seperti jantung, darah
tinggi, ginjal, kencing manis, serta penyakit menurun.

5. Pola Fungsional Kesehatan


Pola Keterangan

Nutrisi Bayi belum diberi ASI dan belum diberi makanan tambahan
(PASI)
Eliminasi Bayi belum bisa BAB, BAK sedikit
6. Riwayat Psikososiokultural
Ibu, suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya dan
ibu mengatakan siap merawat bayinya.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : lemah,bayi tidak menangis
TTV : suhu : 350 C
Nadi : 80 x/menit
RR : 50 x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : tidak ada kelainan
Muka : sianosis / pucat
Mata : Konjungtiva pucat, sclera tidak icterus, tidak ada
perdarahan
Hidung : adapernafasan cuping hidungtidak ada nafas spontan.
Telinga : simetris, tidak mengeluarkan cairan
Mulut : reflek hisap lemah warna bibir biru
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, venajugularis
Dada : terdapat retraksi dinding dada, pernfasan diafragmatik,
tidak ada benjolan, irregular, bayi ronkhi (+), wheezing (-)
Abdomen : tali pusat belum lepas dan sudah ditali
Genetalia : testis belum turun, glan penis normal
Ekstremitas : warna kulit dan kuku sianosis, tonus otot lemah.

3. Pemeriksaan Nurologis
a. Reflek moro
Pada bayi tidak timbul gerak terkejut ketika diberi suntikan mendada
b. Reflek menggenggam
Saat tangan disentuh dengan jari pemeriksam bayi tidak menggenggam
jari pemeriksa
c. Reflek rooting
Bayi tidak menoleh waktu pipi disentuh
d. Reflek menghisap
Hisapan bayi pada putting susu lemah
e. Glabella reflek
Bayi tidak mengerutkan kening dan mengedipkan mata saat disentuh
pada daerah glabella

4. Pemeriksaan Antopometri
Berat Badan : 3000 gr
Panjang Badan : 40 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lila : 11 cm

C. Assesment
Diagnosa : NCB, SMK dengan asfiksi sedang
Diagnosa Potensial : Asfikisa berat, Gangguan SSP, kejang, kematian.
Masalah : tidak ada
Masalah potensial : tidak ada

D. Planning
Jam Pelaksanaan Paraf
21.48 Menghangatkan bayi, menghisap lendir, mengeringkan
tubuh bayi, dan memotong tali pusat, serta lakukuan
penilaian;

Bayi belum menangis dan bergerak aktif serta kulit tubuh


bagian ekstemitas masih biru.

21.55 Memindahkan bayi ke tempat resusitasi

Mengatur posisi setengah ekstensi, menghisap lendir, atur


posisi setengah ekstensi kembali dan lakukuan penilaian;

Bayi ada usaha nafas spontan, bayi merintih


22.00 Mengeringkan bayi mulai muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya serta memberi rangsang taktil, dan lakukuan
penilaian;
Bayi sudah bisa menangis spontan, kulit kemerahan, tonus
otot baik
22.03 Melakukan asuhan pasca resusitasi pada bayi, meliputi:

a. Pemantauan tanda bahaya


b. Perawatan tali pusat
c. Inisiasi menyusui bayi
d. Pencegahan hipotermi
e. Pemberian neo K
f. Pencegahan infeksi
g. Pemeriksaan fisik
Kondisi bayi dalam batas normal, tidak ada kelainan
kongenital
23.00 Melakukan pemeriksaan Antopometri dan TTV pada bayi:
Didapatkan hasil BB : 3000 gr ; PB : 40 cm ; LILA : 11cm ;
LK : 34 cm ; Nadi:60 x/menit ; S: 36,7o C
23.08 Memberikan injeksi Neo-K phytomenadione dengan dosis 1
mg sebanyak 0,5 cc dipaha kiri bayi secara IM untuk
mencegah perdarahan yang diakibatkan oleh defisiensi
vitamin K;

Telah diberikan injeksi Neo-K phytomenadione 0,5 cc pada


paha kiri bayi
23.10 Memberikan injeksi vaksin Hb0 dengan dosis 0,5 cc dipaha
sebelah kanan secara IM untuk mencegah terjadinya
hepatitis B pada bayi;

Telah diberikan injeksi vaksin Hb0 sebanyak 0,5 cc pada


paha kanan bayi

23.12 Memberikan Obat Tetes Mata Chloramphenicol 0,5% pada


kedua mata sebayak 1 tetes disetiap mata untuk mencegah
terjadinya oftalamia neonatorum yang disebabkan oleh
neisseria gonorrheae;

Telah diberikan tetes mata sebanyak stu tetes pada setiap


mata dan setelah diberikan tetes mata, mata bayi membuka
setelah diberikan tetes mata.

23.15 Melakukan perawatan tali pusat dengan kassa steril untuk


mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat;

Tali pusat dirawat menggunakan kassa steril kering.

23.20 Merapikan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat dengan
memakaikan pakaian bayi, memasangkan topi serta
membendong bayi dengan lampin;

Bayi tampak bersih dan rapi serta tenang setelah dirapikan.


Bayi diletakkan didalam box bayi.

Вам также может понравиться