Вы находитесь на странице: 1из 118

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam era reformasi saat ini, pembangunan derajat kesehatan memegang


peranan penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang
merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan bagi
penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep
pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada
awal pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan
peningkatan kesehatan, paradigma ini dikenal dengan sebagai paradigma sehat.
Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan
mulai dari tingkat pusat sampai ke Kabupaten/Kota, untuk itu ditetapkan visi
pembangunan kesehatan Indonesia adalah “Indonesia Sehat 2015”.
Indonesia adalah negara berkembang yang padat dan majemuk dengan
permasalahan-permasalahan kompleks. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat
mengakibatkan timbulnya berbagai masalah kependudukan seperti kepadatan
penduduk dengan angkat usia non-produktif yang tinggi dan persebaran yang tidak
merata. Ditambah dengan adanya tingkat sosial ekonomi yang kurang dan tingkat
pendidikan rendah membuat permasalahan semakin kompleks. Hal-hal tersebut
mengakibatkan biaya pengobatan dan perawatan yang juga semakin tinggi,
sehingga juga menurunkan tingkat kesehatan. Di samping itu, kurangnya
pengetahuan dari masyarakat menyebabkan sanitasi dan hyigiene lingkungan belum
memenuhi standar kesehatan.
Untuk mencegah hal-hal di atas perlu dilakukan upaya kesehatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu Upaha ini dimulai
dari tingkat ujung tombak yakni Puskesmas sampai tingkat Rumah Sakit Tipe A.
Upaya kesehatan tersebut diterapkan di seluruh wilayah Republik Indonesia
termasuk Provinsi Jawa Timur. Penyelenggaraan upaya kesehatan di tingkat provinsi
ini diatur oleh Dinas Kesehatan Tingkat I Provinsi Jawa Timur.

1
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA (SOTK)
DINAS KESEHATAN PROVINSI JATIM

A. Beberapa Definisi Umum


1. Administrasi (Luas) Administration
Adalah suatu proses kerja sama untuk mencapai suatu tujuan secara
efektif dan efisien
2. Administrasi (Sempit) Administratie
Adalah suatu kegiatan tulis menulis atau ketatausahaan
3. Organisasi
Adalah wadah sekelompok orang yang melakukan kegiatan kerjasama
dalam rangka mencapai suatu tujuan
4. Jabatan
Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seseorang pegawai dalam suatu satuan organisasi
5. Jabatan Struktural
Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seorang pegawain dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi
6. Jabatan Fungsional
Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
seorang pegawai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dan keahlian
dan atau ketrampilan untuk mencapai tujuan organisasi
7. Eselon
Tingkatan dalam jabatan struktural

B. Dasar Hukum
1. UU No. 43 / 1999 tentang Pokok-pokok Kepeg
2. UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintah Daerah
3. PP No. 38 / 2007 tentang Wewenang Pemerintah, Pemprov & Pemkab/
Kota
4. PP No. 41 / 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
5. Perda Prov Jatim No. 9 / 2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Dinas
Daerah Prov. Jatim

2
6. Pergub Jatim No. 79 th. 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang,
Sub Bagian, dan Seksi (Dinas Prov. Jatim)
7. Pergub Jatim NO. 118 th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT
Dinkes Prov. Jatim

C. Visi & Misi


Visi : Masyarakat Jatim mandiri untuk hidup sehat
Misi :
1. Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
2. Mewujudkan, memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan yang
bermutu, menata dan lengkap
3. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya serta manajemen
kesehatan
4. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan
masalah kesehatan
5. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

D. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan


1. Kedudukan
Dinas Kesehatan merupakan pelaksana otonomi daerah, dipimpin oleh
seorang kepala dinas, yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Gubernur melalui sekretaris daerah.
2. Tugas
Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang
kesehatan
3. Fungsi
Kepala Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan kebijaksanaan teknis dibidang kesehatan
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum
dibidang kesehatan
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Gubernur

3
E. Susunan Organisasi Kesehatan
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, membawahi :
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. Sub Bagian Penyusunan Program
c. Sub Bagian Keuangan
3. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi :
a. Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang
b. Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus
c. Seksi Kesehatan Keluarga
4. Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan, membawahi :
a. Seksi Pemberantasan Penyakit
b. Seksi Pencegahan, Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan
Masalah Kesehatan
c. Seksi Penyehatan Lingkungan
5. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, membawahi :
a. Seksi Perencanaan Pendagunaan dan Pengembangan SDM
Kesehatan
b. Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan
c. Seksi Pembiayaan Kesehatan
6. Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat,
membawahi :
a. Seksi Gizi
b. Seksi Promosi Kesehatan
c. Seksi Informasi dan Penelitian Pengembangan Kesehatan
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas :
a. RS Khusus
b. Balai Khusus
c. Unit Pendidikan / Pelatihan
8. Kelompok Jabatan Fungsional :
a. Dokter
b. Apoteker
c. Bidan
d. Perawat, dst

4
Struktur Organisasi Kesehatan

Kepala Dinas

Sekretariat
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sub Bag. Sub Bag. Sub Bag.
Tata Usaha Penyusunan Keuangan
Program

Bidang Bidang Pengemb. Bidang Pengemb. Bidang Pengemb.


Pelayanan & Pemberd. Kes. Sumber Daya Sumber Daya
Kesehatan Mas Kesehatan Kesehatan

Seksi Prenc,
Seksi Seksi Pendy, dan
Seksi Gizi
Kesehatan Pemberantasa Pengem. SDI I
Dasar dan n Penyakit Kes
Seksi
Penunjang
Seksi Promosi
Seksi Penc Kesehatan
Pengamatan Kefarmasian dan
Seksi Perbekalan Kes
dan Penyakit
Kesehatan dan Seksi
dan
Rujukan Seksi Informasi
Penanggunlan
Khusus Pembiayaan dan Litbang
gan Mas, Kes
Kesehatan Kesehatan
Seksi
Kesehatan Seksi
Keluarga Penyehatan
Lingkungan

UPTD

F. Unit Pelaksanaan
1. Kedudukan
UPT adalah unsur pelaksana teknis operasional dinas daerah di lapangan
dan dipimpin oleh seorang Kepala yang berasa dibawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas
2. Tugas/Fungsi
a. Pelaksanaan tugas dinas daerah sesuai dengan bidang operasionalnya
di lapangan
b. Pelaksanaan urusan administrasi teknis operasional
3. Susunan Organisasi UPT
a. Kepala
b. Sub Bagian TU
c. Jabatan Fungsional

5
Struktur Organisasi UPT

KEPALA UPT

KELOMPOK JABFUNG SUB BAGIAN TATA USAHA

Nomenklatur UPT DINKES PROV JATIM :


1. Rumah Sakit Kusta Kediri
2. Rumah Sakit Kusta Sumberglagah – Mojokerto
3. Rumah Sakit Paru Batu
4. Rumah Sakit Paru Jember
5. Rumah Sakit Paru Dungus
6. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Surabaya
7. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Madiun
8. Balai Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Paru Pamekasan
9. Balai Kesehatan Mata Masyarakat Surabaya
10. UPT Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati – Lawang
11. UPT Materia Medica Batu
12. UPT Akademi Gizi Surabaya
13. UPT Akademi Keperawatan Madiun

Eselonisasi Jabatan Struktural SKPD Kab / Kota


No ESELON NAMA JABATAN KETERANGAN

1 II - a Sekretaris Daerah

1. Asisten
2. Sekretaris DPRD II
2 II - b 3. Kepala Dinas
4. Kepala Badan
5. Inspektur Daerah Kab / Kota
6. Direktur RSUD Kelas A & B
7. Direktur RSUD Khusus Daerah Kelas A
1. Kepala Kantor
2. Camat
3 III - a 3. Kepala Bagian
4. Sekretaris Dinas, Badan dan
Inspektorat
5. Inspektur pembantu

6
6. Direktur RSUD Kelas C
7. Direktur Khusus Kelas B
8. Wadir RSUD Kelas A & B
9. Wadir RS Khusus Daerah Kelas B
1. Kepala Bidang pada Dinas & Badan
4 III - b 2. Kepala Bidang & Bagian RSUD
3. Direktur RSUD Kelas C
4. Sekretaris Camat
5 IV - a 1. Kepala Seksi, Subag & Subid
2. Lurah
3. Kepala UPT Dinas & Badan
1. Kasi & Sekretaris Kelurahan
6 IV - b 2. Kasubag UPT
3. Kepala TU Sekolah Kejuruan
4. Kasubag pada Sekretariat
Kecamatan
7 V-a 1. Kepala TU SMTP
2. Kepala TU SMTA

Eselonisasi Jabatan Struktural SKPD Prov. Jatim


No ESELON NAMA JABATAN KETERANGAN

1 I–b Sekretaris Daerah

2 II – a 1. Asisten
2. Sekretaris DPRD I
3. Kepala Dinas
4. Kepala Badan
5. Inspektur Daerah
6. Direktur RSUD kelas A
3 II – b 1. Kepala Biro
2. Direktur RSUD Kelas B
3. Wadir RSUD Kelas A
4. Direktur RS Khusus Daerah Kelas A
4 III – a 1. Kepala Kantor
2. Sekretaris Dinas, Badan & Inspektorat
3. Kepala Bidang
4. Inspektur Pembantu
5. Direktur RSUD Kelas C
6. Direktur RS Khusus Daerah Kelas B
7. Wadir RSUD Kelas B
8. Wadir RS Khusus Daerah Kelas A
9. Kepala UPT Dinas
5 IV – a 1. Kepala Seksi
2. Kepala Sub Bagian
3. Kepala Sub Bidang

7
BAB III
PROGRAM GIZI

Dampak gizi dan kesehatan terhadap kualitas manusia :


 Gizi kurang dan infeksi → “Tumbuh kembang otak tidak optimal” (bersifat
permanen dan tidak terpulihkan) → Mutu SDM rendah → Beban
 Gizi cukup dan sehat → Anak cerdas, produktif → Mutu SDM tinggi → Aset

Faktor yang mempengaruhi status gizi :


1. Akar masalah : Status ekonomi.
2. Pokok masalah :
a. Kesetaraan gender
b. Pemanfaatan sumber daya keluarga dam masyarakat.
c. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.
3. Penyebab tidak langsung :
a. Persediaan pangan rumah tangga.
b. Pola asuh gizi keluarga (ASI, MPASI, pemantauan pertumbuhan, gizi
seimbang).
c. Sanitasi lingkungan, air bersih, yankes
4. Penyebab langsung :
a. Kecukupan asupan gizi (jumlah dan keragaman)
b. Penyakit infeksi.
5. Dampak : Status gizi

Alur terjadinya KEP


KEGAGALAN
Sangat Dini
PRODUKSI
Ketersediaan pangan di Cukup Dini
masyarakat yang kurang
Kurang Dini
Ketersediaan pangan RT Asupan zat gizi kurang
kurang
KRISIS Infeksi

EKONOMI Pendapatan
menurun
Daya beli menurun

PREVENTIF KURATIF KEP

8
Status gizi berdasarkan RISKESDAS 2007
Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Jawa Timur adalah : 17,4%
 Target nasional perbaikan gizi tahun 2015 (maksimal 20%)
 Target MDGs 2015 (maksimal 18,5 %)
 Rata-rata Kab/kota di Jatim telah mencapai target

35

30

25

20

15 30.4 31.2
29.4
27
24.6 24.4
10 20.9

0
Jember Probolinggo Nganjuk Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep

Gizi Kurang + Buruk

Faktor yang mempengaruhi  prevalensi gizi kurang (RISKESDAS 2007) :


 Cakupan penimbangan balita → % D/S atau D/K
 Cakupan pemberian kapsul vitamin A.
 Cakupan pemberian imunisasi.
 Cakupan sanitasi.
 Meningkatnya jumlah keluarga miskin.

Prevalensi balita pendek dan sangat pendek (menurut TB/umur)


 Masalah pendek dan sangat pendek menggambarkan kekurangan gizi kronis,
yaitu muncul akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya :
kemiskinan, pola asuh yang tidak tepat, sering sakit, dsb.
 Prevalensi balita pendek dan sangat pendek :

9
Pendek Sangat pendek Pendek + sangat pendek

39.6

34.8

21.6
18 17.4 17.4

Jombang Jatim

 Semua kabupaten/kota di Jatim memiliki prevalensi di atas : 20% → kecuali


kota Mojokerto : 19,1%

Sebaran prevalensi pendek dan kurus berdasarkan tingkat pendidikan, 2007 :


45
40.2 39.8
40 37.2
35 32.4

30 27.9

25

20
15
15 12.9 12.4 11.9 11.4
10

0
Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat PT

Pendek Kurus

 Prevalensi PENDEK berbeda menurut tingkat pendidikan. Semakin tinggi


pendidikan prevalensi PENDEK semakin rendah.
 Prevalensi KURUS pada setiap kelompok pendidikan relative sama, kecuali
pada kelompok tidak tamat SD.

Prevalensi balita kurus dan sangat kurus (menurut BB/TB)

10
 Prevalensi balita kurus dan sangat kurus menggambarkan masalah gizi akut,
akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek. Misalnya : nafsu
makan turun karena sakit/ diare.
 Indikator BB/TB juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan.
 Secara umum prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Jawa Timur adalah :
13,7%
→ Termasuk kondisi yang dianggap serius (diatas 10%)
 Terdapat 7 kabupaten yang dianggap sangat serius
→ Memiliki prevalensi ≥ 20%

25 23.2
22.6 22.2
21.1
20
20

15 13.7

10

0
Kediri Probolinggo Jombang Sampang Kota Pasuruan Rata2

Kurus + sangat kurus

Penanggulangan KEP :
 Jangka waktu → intervensi gizi :
- PMT pemulihan
- Bantuan improved formula (misal : entresol)
- Bantuan MP-ASI
 Pelaksanaan rujukan gizi dan perawatan penderita kepada balita gizi buruk
(KEP berat dan sedang)
 PMT penyuluhan di posyandu.
 Meningkatkan dukungan lintas sektoral → melalui tim pangan dan gizi.
 Pelatihan petugas dalam penanganan kasus balita gizi buruk → tata laksana
gizi buruk bagi tim asuhan gizi RS.

11
 Bantuan sarana dan prasarana.
 Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) → PUGS.

Kerangka Kerja Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk


Sistem Kewaspadaan pangan dan Gizi
Keluarga Masyarakat dan Lintas sektoral Pelayanan Kesehatan

Seluruh Keluarga BB naik (N), Sehat

POSYANDU
1. Penuluhan konseling gizi
a. ASI eksklusif dan MP-ASI
b. Gizi seimbang → Penimbangan balita (D)
c. Pola asuh ibu dan anak T2, BGM, Gizi
→ Konseling
2. Pemantauan
pertumbuhan anak.
Semua Buruk, Sakit

→ Suplementasi gizi
3. Penggunaan garam
balita BB tidak
beryodium. → Yankes dasar
punya naik (T1),
4. Pemanfaatan pekarangan.
5. Peningkatan daya beli KMS Gizi kurang
Puskesmas
keluarga miskin.
6. Bantuan pangan darurat
a. PMT balita, bumil → PMT pemulihan
→ Konseling Rumah Sakit
b. Raskin

BB naik (N), Sehat Sembuh perlu PMT

Sembuh tidak perlu PMT

Penanggulangan KVA :
- Melaksanakan suplementasi kapsul vitamin A.
→ Bayi (6 – 11 bulan) = 100.000 SI (1X) – kapsul biru.
→ Anak balita (1 – 4 tahun) = 200.000 SI (2X / th) – kapsul merah.
→ Ibu nifas = 2 X 200.000 SI – kapsul merah.
1 kapsul → segera setelah melahirkan.
1 kapsul → 24 jam dari pemberian pertama (maksimal hari ke-28)
- Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional)
- Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) untuk :
1. Pemanfaatan bahan makanan sumber vitamin A.
2. Peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A.
Penanggulangan anemia gizi :
- Melaksanakan suplementasi :

12
→ Tablet tambah darah untuk : WUS, bumil/ bufas/ buteki
→ Sirop Fe (uji coba) untuk : balita
- Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional) → Tepung terigu dan Fe
- Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) untuk :
1. Pemanfaatan bahan makanan sumber zat besi.
2. Peningkatan cakupan pemberian TTD dan sirop Fe

Penanggulangan GAKY :
- Melaksanakan suplementasi : kapsul minyak beryodium.
→ Terutama di daerah endemik gondok tingkat berat.
Untuk mencegah Kretin.
- Peningkatan penggunaan garam beryodium.
→ Garam halus (30 – 80 ppm)
Untuk mencegah gondok.
- Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) untuk :
1. Pemanfaatan bahan makanan sumber yodium
2. Peningkatan penggunaan garam beryodium
3. Peningkatan cakupan pemberian kapsul yodium

Strategi umum perbaikan gizi :


 Jangka pendek : SUPLEMENTASI
→ Pemberian zat gizi langsung ke dalam tubuh.
 Jangka menengah : FORTIFIKASI
→ Menambahkan zat gizi ke dalam bahan makanan.
 Jangka panjang : KIE (penyuluhan)
→ Meningkatkan konsumsi bahan makanan alami sumber zat gizi.
→ Meningkatkan cakupan pemberian obat-obat gizi.

13
BAB IV
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN

A. Definisi Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan merupakan upaya membantu masyarakat agar mampu
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menolong diri sendiri, melalui
pembelajaran dari, oleh, bersama masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

B. Misi Promkes (KEPMENKES NO. 1193 TH 2004)


1. Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam masyarakat
baik melalui pengorganisasian dan penggerakan masyarakat untuk perilaku
hidup bersih dan sehat
2. Membina suasana / lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Mengadvokasi para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan
stakeholders lain untuk terciptanya kebijakan berwawasan kesehatan,
integrasi promosi kesehatan, kemitraan yang sinergis antara pusat-daerah-
swasta-LSM, serta investasi bidang promkes dan kesehatan

C. Sasaran Promkes TH. 2010 (KEPMENKES NO. 1202 TH 2003)


65 % Rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat. 40 % Posyandu aktif
(PURNAMA & MANDIRI).

D. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga
dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. Indikator PHBS dapat dinilai dari lingkungan
rumah tangga seperti :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Memberi bayi ASI eksklusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

14
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik nyamuk
8. Makan sayur dan buah setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah

E. Strategi Dasar Promkes


Strategi Dasar Promkes terdiri dari tiga yaitu, Gerakan Pemberdayaan, Bina
Suasana dan Advokasi.
1. Gerakan Pemberdayaan
 Sasaran : individu, keluarga, kelompok
 Tujuan : sasaran menjadi tahu, mau, mampu melaksanakan perilaku
mencegah & atau mengatasi masalah kesehatan
 Cara : memberi informasi terus menerus
o Info bahwa suatu masalah kesehatan merupakan masalah bagi yang
bersangkutan dan pengetahuan umum tentang masalah kesehatan
tersebut sasarannya agar individu tahu perilaku mencegah dan atau
mengatasi masalah kesehatan
o Info tentang bahaya dan masalah kesehatan yang dapat dicegah / diatasi
sasarannya agar individu mau berperilaku mencegah dan atau mengatasi
masalah kesehatan
o Info tentang bagaiman mengatasi / mencegah masalah kesehatan
sasarannya agar individu mampu melaksanakan perilaku mencegah dan
atau mengatasi masalah kesehatan
 Pelaksanaan harus sinkron dengan program kesehatan dan yang terkait
 Penggerakan Sumberdaya Masyarakat merupakan upaya pemberdayaan
masyarakat atau pengembangan peran aktif masyarakat melalui proses
pembelajaran yang terorganisasi dengan baik (Community Organization)
Langkah-langkah :
1. Mengidentifikasi masalah dan penyebabnya
Dengan cara survey mawas diri (Community Self Survey)
Didahului dengan rekrutmen kader dan pelatihan kader tentang survey
mawas diri

15
2. Merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah
Dengan cara lokakarya desa, selain diikuti kaser juga diikuti stakeholders
(Pemerintah, LSM, Dunia Usaha)
Didahului dengan pelatihan kader tentang hakikat masalah & cara-cara
mengatasi masalah secara teoritis dan berdasar pengalaman di desa-
desa lain
3. Menetapkan dan melaksanakan pemecahan masalah
Dengan cara memilih alternatif-alternatif pemecahan masalah yang paling
layak dan efektif dilaksanakan
Didahului dengan pelatihan kader tentang cara menyusun prioritas dan
menetapkan pelayanan pemecahan masalah
4. Memantau dan mengevaluasi pelestarian
Dengan cara menciptakan sistem informasi mencakup pencatatan.
pelaporan, pengolahan data
Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara mengolah system
informasi serta bagaiman memanfaatkan data untuk pemantauan,
evaluasi dan pelestarian
2. Bina Suasana
Untuk menciptakan lingkungan sosial (opini publik) yang kondusif guna lebih
menguatkan dukungan terhadap perubahan perilaku individuntuk keluarga/
kelompok.
3. Advokasi
Merupakan upaya/proses strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan stakeholders/penentu kebijakan/pemilik dana dengan
menggunakan informasi akurat & teknik yang tepat

16
3 STRATEGI DASAR PROMKES
MASYARAKAT
3 ADVOKASI (A)
PERILAKU
MENCEGAH
1 GERAKAN &
KEMITRAAN PEMBERDAYAAN (G) MENGATASI
MASALAH
2 BINA
SUASANA (B)

Dalam strategi dasar promkes dibutuhkan komunikasi yang efektif.


Diantaranya mencakup metode komunikasi, proses komunikasi, sarana komunikasi.
Pesan yang disampaikan harus jelas, tidak terlalu banyak, tidak sulit, dan menarik.
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, pikiran, pendapat atau perasaan
melalui kata-kata, isyarat (bahasa tubuh) ataupun bentul perilaku keteladanan dari
pemberi pesan kepada penerima pesan dengan harapan adanya pengaruh timbale
balik.

Jenis dan metode komunikasi kelompok dalam penyuluhan :


 Penyuluhan perorangan : wawancara (tatap muka) / mengobrol
 Penyuluhan kelompok : ceramah, diskusi, peragaan
 Penyuluhan Massal : penayangan film, spanduk, poster dll

Komponen komunikasi :
 Sumber : Penyampaian pesan
 Pesan : Info yang disampaikan
 Saluran/media : alat bantu
 Penerima : sasaran penyuluhan

F. Media Promosi Kesehatan


Menggunakan Promosi Kesehatan adalah saluran (alat bantu) yang
digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang dapat dimengerti
sasaran.

17
a. Tujuan Media Promosi Kesehatan :
1. Mempermudah penyampaian pesan / infokes
2. Mempermudah pengertian pesan / infokes
3. Memperjelas pesan / infokes
4. Mempermudah sasaran untuk mengingat pesan kesehatan
5. Membangkitkan minat dan perhatian
6. Menghindari kesalahan persepsi
7. Meningkatkan keefektifan berkomunikasi

b. Manfaat Media Promosi Kesehatan :


1. Alat bantu dalam menyampaikan pesan kesehatan
2. Alat bantu untuk mendorong sasaran untuk mengetahui dan melakukan
sesuai dengan pesan kesehatan yang disampaikan
3. Alat bantu untuk menghibur sasaran

c. Jenis-jenis Media Promosi Kesehatan :


1. Media Cetak
 Kumpulan berbagai media informasi yang diproduksi dan
disampaikan kepada sasaran melalui tulisan dan visual
 Poster, leaflet, lembar balik (flipchart), sticker, brosur, selebaran
(flyer), kartu permainan (flashcard).
 Benda-benda seperti gantungan kunci, flagchain, tas, topi, pin dll.
 Benda promosi yang ditempatkan di rak-rak pajangan (contoh botol,
mug/gelas tokoh kartun seperti mickey mouse, dsb)
 Iklan di media massa cetak (koran, majalah)
2. Media Elektronik
a. Televisi
 Spot televisi dengan durasi 15, 30 dan 60 detik
 Sponsorship (blocking time), membeli / menumpang
program selama 30-60 menit
 Build in, pesan dimasukkan dalam segmen program,
misalnya di Bajaj Bajuri
 Dialog interaktif yang melibatkan pemirsa. Contoh : Acara
dialog interaktif Bincang-bincang bareng bu Menkes
(B4M) dan Warung Sehat (WarSeh)

18
b. Radio
 Radio spot durasi 30-60 detik, pesan yang disampaikan
singkat, menggunakan slogan, ditujukan pada target
sasaran tertentu
 Adlips, pesan singkat yang dibacakan disela-sela program
 Kuis, berupa permainan dan hiburan
 Dialog interaktif yang melibatkan pendengar radio
c. Internet & SMS
 Tayangan banner atau logo di website
 Penyampaian pesan misal lewat SMS
3. Media Luar Ruang
 Spanduk, umbul-umbul, yaitu kain rentang yang berisi
pesan, slogan atau logo
 Billboard, posterm neon sign, megatron
4. Media Tradisional
 Informasi kesehatan disampaikan dengan bentuk seni
tradisional seperti ketoprak, ludruk, wayang, lenong.
5. Media Lain
 Iklan di kendaraan, seperti : bus, kereta api, taxi
 Mengadakan event, merupakan suatu bentuk kegiatan yang
diadakan di pusat perbelanjaan atau hiburan yang menarik
perhatian pengunjung
 Road Show, suatu kegiatan yang diadakan di beberapa
tempat atau kota sebagai suatu bentuk kampanye massa
 Sampling, contoh produk yang diberikan kepada sasaran
secara gratis.
 Pameran, suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi
program dan pesan-pesan promosi.

19
BAB V
PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK

A. PROGRAM KIB
 Visi :
Terwujudnya derajat kesahatan ibu dan anak yang optimal, ditandai dengan
semua ibu dan anak hidup dengan perilaku sehat mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu.
 Misi :
1. Meningkatkan status kesehatan ibu dan anak.
2. Menanggulangi berbagai masalah prioritas dalam kesehatan ibu dan anak.
3. Menyelenggarakan program KIA yang inovatif, efektif, dan efisien.
4. Meningkatkan peran serta dan kemandirian keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan ibu dan anak.

PROGRAM KESEHATAN IBU DAN BALITA


I. Latar Belakang
1. Angka kematian ibu per 100.000 KH (Kelahiran Hidup)

INDONESIA

400
350
300
250
200
150
100
50
0
SKRT 1992 SKRT 1995 SKRT 1997 SDKI 02/03 SDKI 2007
INDONESIA 390 373 334 307 228

20
JATIM
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
JATIM 79 94 72 79 69 92 72 72 83

Angka kematian ibu di Indonesia 307/100.000 KH (SDKI 02/03), berarti


 Setiap jam ada 2 kematian ibu
 Setiap hari ada 50 kematian ibu
 Setiap minggu ada 352 kematian ibu
 Setiap bulan ada 1500 kematian ibu
 Setiap tahun ada 18.300 kematian ibu

a. Penyebab langsung kematian ibu berdasarkan data SKRT 2001

Perdarahan
3% Eklampsia
5% 11%
28%
5% Infeksi

5% Komplikasi puerperium
8% Trauma obstetrik
11% 24% Partus macet
Abortus
Emboli obstetrik
Lain-lain

21
 Berdasarkan data tersebut Perdarahan sebagai penyebab langsung
tertinggi untuk angka kematian ibu sebesar 28%, diikuti dengan
Eklampsia sebesar 24%.

b. Penyebab tak langsung kematian ibu


a) Status kesehatan/gizi
b) Perilaku Jangkauan dan ketersediaan unit pelayanan dan petugas
c) Kualitas pelayanan kesehatan ibu
d) Kurang sehat.

Penyebab tak langsung ini juga dipengaruhi oleh :


a) Status wanita
b) Status keluarga
c) Budaya
d) Geografi
e) Transportasi
f) Sumber Daya Manusia

Dalam hal ini ada juga istilah 4 terlambat dan 4 terlalu :


i. 4 Terlambat :
 Terlambat mendeteksi gizi ibu hamil
 Terlambat pengambilan keputusan untuk merujuk
 Terlambat mencapai sarana pelayanan
 Terlambat memberikan pelayanan pada ibu hamil

ii. 4 Terlalu :
 Terlalu muda (umurnya kurang dari 16 tahun)
 Terlalu tua (umurnya lebih dari 35 tahun)
 Terlalu banyak anak
 Terlalu dekat (setiap tahun punya anak)

22
2. Angka Kematian Bayi per 1000 KH (Kelahiran Hidup)

INDONESIA

70

60

50

40

30

20

10

0
SENSUS SENSUS SUSENAS SDKI SDKI 2007
1990 2000 2001 02/03
INDONESIA 70 44 51 35 39

JATIM
60

50

40

30

20

10

0
SUPAS SUSEN SUSEN BPS BPS SUSOD BPS BPS
1995 AS AS 1999 2000 A 2002 2004 2005
1996 1998
JATIM 56 56 51 48 46 43 39 34

Angka kematian ibu di Indonesia 35/1000 KH (SDKI 2002), berarti :


 Setiap jam ada 18 kematian bayi
 Setiap hari ada 430 kematian bayi
 Setiap minggu ada 3020 kematian bayi
 Setiap bulan ada 13.090 kematian bayi
 Setiap tahun ada 157.080 kematian bayi

23
Berdasarkan data kematian bayi tersebut timbul istilah “Fenomena 2/3” yaitu :
a. Setiap bayi umur 0-12 bulan maka 2/3 angka kematiannya bayi umur
0-28 hari.
b. Setiap bayi umur 0-28 hari maka 2/3 angka kematian bayi umur 0-7
hari.
c. Setiap bayi umur 0-7 hari maka 2/3 angka kematian bayi umur 1 hari.

PENYEBAB LANGSUNG KEMATIAN NEONATAL (SKRT 2001)

13% Asfiksia
27%
10% BBLR
6% Tetanus
5% Infeksi
10% 29% Masalah Hematologi
Masalah Pemberian ASI
Lain-lain

II. Strategi Percepatan Penurunan AKI-AKB melalui Making Pregnancy


Safer (MPS)
 3 Pesan Kunci / Fokus :
1. Setiap persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditangani secara adekuat
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanggulangan komplikasi
keguguran.
 Strategi utama MPS :
1. Mendorong pemberdayaan perempuan, suami dan keluarga.
2. Mendorong keterlibatan masyarakat
3. Kemitraan yang efektif dengan LP (lintas Program), LS (Lintas Sektor), dan
swasta
4. Peningkatan cakupan dan kualitas yankes

24
 Target MPS :
1. AKI turun menjadi 125/100.000 KH
2. AKN turun menjadi 15/1000 KH
3. K1 : 95%, K4 : 90%, Linakes : 90%
4. Anemia : 20%, Cakupan komplikasi : 80%
5. Setiap desa ada bidan, setiap Kabupaten minimal ada 4 PONED
6. PONED – PONEK siap 24 jam
7. Pelayanan : 100%
8. Menurunnya Unmet Need dari 17% menjadi 3%
 Program Pokok MPS :
1. Bentuk peningkatan cakupan & kualitas pelayanan :
a. Penyediaan & pelestarian bidan di Desa
b. Penyediaan puskesmas dan pusk. PONED
c. Kemitraan Bidan dengan Dukun
d. Pelatihan tenaga KIA ( pelayanan maternal – neonatal) anak balita
e. Penyediaan obat-obatan emergensi ( bantuan operasional bidan)
f. Pelayanan KIA, KB & gizi berkualitas
g. Audit Maternal Perinatal (AMP) untuk jaminan mutu petugas dlm
pelayanan standar
2. Bentuk peningkatan partisipasi masyarakat.
a. Pembentukan desa siaga (mencegah 3 terlambat, 4 terlalu)
b. Gerakan Sayang Ibu (tabulin, transportasi, donor darah)
c. Revitalisasi Posyandu
d. Pendirian Polindes
3. Bentuk pemberdayaan perempuan dan keluarga
a. Penggunaan buku KIA
b. Komunikasi Inter Personal (KIP)/ Konseling
c. Kelompok-kelompok Peduli KIA
d. Penyebaran media penyuluhan (poster, leaflet)
4. Bentuk – bentuk kemitraan
a. Dengan organisasi profesi (POGI, IDAI, IBI) melaksanakan peningkatan
kompetensi petugas
b. Bekerjasama dengan lintas sektor untuk penggerakan masyarakat agar
memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada

25
c. Bekerjasama dengan Rumah Sakit dan Klinik satelit untuk magang
pelatihan

A. Kesehatan Ibu :
1. Ruang Lingkup
Upaya Meningkatkan status kesehatan : ibu hamil, ibu nifas dan ibu
bersalin.
2. Sasaran
 Langsung : ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
 Tidak Langsung : suami, masyarakat, kader, tenaga kesehatan,
organisasi profesi, program terkait, sector terkait.
3. Kegiatan
 Pelayanan tes, meliputi : pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, pelayanan nifas, GDON ODTK Desa, puskesmas (PONED),
RS (PONEK).
 Memantau cakupan program
 Meningkatkan kualitas pelayanan, meliputi : kurikulum pendidikan
(AKBID, FKM, FK), pelatihan klinik, AMP, kemitraan dengan sector
terkait, kemitraan dengan organisasi profesi (IDI).

B. Kesehatan Balita :
1. Ruang Lingkup :
Upaya kesehatan untuk menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan anak bayi  balita.
2. Tujuan
Menurunkan angka kesakitan, kematian balita, Apras  tumbuh kembang
optimal
3. Sasaran
 Langsung : bayi, balita, apras.
 Tidak langsung : ibu, ayah, keluarga, masyarakat, kader, tenaga
kesehatan, lembaga sosial, organisasi profesi, LSM
4. Kegiatan
 Memberdayakan keluarga dan masyarakat

26
 Meningkatkan kemampuan dan kemandirian dengan memperkuat
peran dan fungsi puskesmas dan kualitas pelayanan kesehatan →
buku KIA dan KPKIA.
 Memperkuat system rujukan
 Meningkatkan fungsi management
 Meningkatkan fungsi RS
 Pelatihan klinik
 Neonatal esensial
 PONED DDTK
 AMP
 ETN
 KN
 PWS – KIA

 IBU HAMIL
Pemeriksaan kehamilan :
1. Pemeriksaan 5T → Timbang, Tensi, Tinggi fundus uteri, Tinggi Badan,
Tambah darah Fe (obat penambah darah).
2. Pemeriksaan Hb, protein urin.
3. Perbaikan gizi : KEK, Lila, IMT.
4. Perawatan Payudara.
5. Deteksi dini ibu hamil risiko tinggi.
6. Penatalaksanaan rujukan kasus.
7. Penyuluhan bumil dan keluarga → buku KIA.

 IBU BERSALIN
1. Pertolongan persalinan 3 bersih : Penolong, Tempat, Alat.
2. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
3. Deteksi dini risiko tinggi dengan menggunakan Partogram.
4. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir.
5. Penatalaksanaan rujukan kasus.

 IBU NIFAS/ IBU MENETEKI


1. Pemeriksaan, perawatan pada ibu nifas dan bayi baru lahir → Vitamin A.
2. ASI eksklusif.
3. Penatalaksanaan rujukan kasus.

27
PELAYANAN KESEHATAN ANAK
 Neonatal :
1. Menilai skor APGAR.
2. Merawat bayi baru lahir.
3. Merawat tali pusat.
4. Deteksi dan risiko tinggi bayi → MTBS.
5. Rujukan neo risti (risiko tinggi).
 Bayi :
1. Imunisasi lengkap, Vitamin A bayi 6 bulan.
2. Status gizi.
3. Kapsul lod untuk daerah endemik.
4. Memotivasi pemberian ASI.
5. Penangan ISPA, diare → MTBS.
 Balita :
1. Pemeriksaan kesehatan → MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit).
2. Memonitor tumbuh kembang balita.
3. Pemberian Vitamin A 2 kali setahun.

B. PROGRAM KESEHATAN ANAK, REMAJA, DAN USIA LANJUT


Program ini terdiri dari 3 program pokok yaitu :
1. Program AUS (Anak Usia Sekolah)
Yang dimaksud dalam anak usia skolah adalah :
a. Anak (usia 0-18 tahun)
b. APRAS (anak pra sekolah)
c. Balita
d. Bayi
Salah satu dari kegiatan unggulan untuk program AUS adalah Usaha
Kesehatan Sekolah atau yang lebih dikenal dengan nama UKS. UKS sendiri
adalah suatu wahana belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan
hidup sehta dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat AUS di sekolah.
Tujuan dari UKS, yaitu :
 Meningkatnya kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan siswa didik
serta tercipta lingkungan yang sehat.
 Memupuk kebiasaan hidup sehat dengan :

28
 Memiliki pengetahuan dan aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di
sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat.
 Mempunyai daya tangkal terhadap pengaruh buruk.

Sasaran UKS yaitu peserta didik sekolah yang berada di SD, SLTP, SMA dan
Sekolah Madrasah. Dalam menjalankan kegiatannya, UKS mempunyai
program yang bernama TRIAS UKS antara lain :
a) Pendidikan Kesehatan
 Penyuluhan tentang kesehatan
 Latihan ketrampilan dalam rangka pelayanan kesehatan
b) Pelayanan Kesehatan
 Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif
c) Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
 Dilaksanakan untuk jadikan sekolah sebagai instansi pendidikan yang
dapat menjamin berlangsungnya proses belajar untuk jalankan prinsip
hidup sehat.

Yang dimaksud dengan kegiatan bina lingkungan sekolah sehat dalam hal ini
adalah :
1. Kegiatan bina lingkungan fisik.
2. Kegiatan bina lingkungan mental sosial sehingga tercipta suasana dan
hubungan kekeluargaan yang erat antar sesama warga sekolah.

2. Program Anak Remaja


Yang dimaksud dengan usia remaja adalah usia 10-19 tahun dan
belum menikah. Program remaja ini mempunyai program unggulan yang diberi
nama PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja). Kegiatan ini adalah
upaya pembinaan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan remaja.
Program ini mempunyai tujuan :
 Meningkatkan derajat kesehatan remaja melalui peningkatan
pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan remaja.
 Meningkatkan ketrampilan dan perubahan sikap, petugas dalam
memberikan PKPR
 Memberikan PKPR di Puskesmas dan rujukan sesuai standar
pelayanan.

29
Sasaran remaja antara lain :
 Remaja di sekolah → mereka yang berusia 10-19 tahun.
 Remaja di luar sekolah → anak jalanan, remaja masjid, remaja gereja,
karang taruna, dll.

Segmentasi Yankes meliputi :


 Remaja tidak bermasalah
Remaja yang baik, tidak berperilaku berisiko dan tidak punya masalah.
 Remaja Bermasalah
Remaja yang melakukan perilaku berisiko dan sudah berdampak atau
remaja yang mengalami tindak kekerasan dan tidak dapat pelayanan
medis saja tetapi dibantu penyelesaiannya secara komprehensif.
 Remaja berisiko
Remaja yang pernah melakukan perilaku berisiko bagi kesehatan
misalnya merokok, miras, narkoba, dan lakukan seks di luar nikah
sehingga harus diberi panutan serta kesempatan perbaiakan sikap
yang positif.

3. Program Usia Lanjut


 Sasaran :
 Pra usia lanjut : 45 – 59 tahun
 Usia lanjut murni : 60 – 69 tahun
 Usia Lanjut risti : > 70 tahun

 Tujuan :
Memberikan pelayanan kesehatan pada usila dalam rangka peningkatan
derajat kesehatan usila.
Pada usia lanjut ini terdapat 5 penyakit degeneratif yang sering timbul, antara
lain :
1. Diabetes Melitus (DM)
2. Hipertensi
3. Asam urat
4. Stroke
5. Hiperkolesterol

30
 Program unggulan :
Puskesmas Santun Usia Lanjut adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk para usia lanjut dalam rangka peningkatan derajat kesehatannya
dengan cara baik dan santun melalui pemeriksaan rutin yang diselenggarakan
oleh puskesmas.

 Kegiatan Usila :
 Pemeriksaan kesehatan secara rutin : pemeriksaan dokter, TD, BB.
 Mengikuti kebugaran jasmani/ senam.
 Mengikuti penyuluhan oleh petugas kesehatan.
 Mengikuti kegiatan keagamaan.
 Rekreasi.

 Olah raga untuk Usila :


 Senam usia lanjut, senam jantung sehat, senam lansia bugar, dll.
Dilakukan 3-4 kali dalam seminggu.
 Berenang
 Bersepeda
 Berkebun
 Berjalan, dll.

4. Program Anak Khusus


Dalam hal ini adalah :
 Anak Luar Biasa (ALB) – dalam hal ini biasa disebut anak cacat
 Anak Jalanan
 Pekerja Anak
Anak yang usianya masih tergolong AUS/Remaja tetapi sudah
bekerja misalnya di pabrik, supermarket atau sebagai PSK, dll.

31
BAB VI
PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN

Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa derajat kesehatan


merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan faktor bawaan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang
berpengaruh dibandingkan ketiga faktor lain.
Pada umumnya manusia dan lingkungannya berada dalam keadaan
seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat, tetapi karena sesuatu
sebab keseimbangan ini dapat terganggu atau mungkin tidak dapat tercapai
sehingga dapat merugikan kesehatan. Perilaku manusia yang tidak sehat akan
memperburuk kondisi lingkungan dengan timbulnya “Man made breeding places”
bagi manusia dan vektor penyakit.
Oleh karena itu, yang harus berupaya menyehatkan lingkungan terutama
adalah masyarakat itu sendiri, sedangkan pemerintah peran utamanya adalah
sebagai penggerak, mengatur dan menunjang untuk memberdayakan masyarakat
dalam penyehatan lingkungan.

TUJUAN PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN


Mewujudkan lingkungan pemukiman yang sehat agar dapat melindungi
masyarakat dari gangguan terhadap kesehatan sehingga dapat menuju kesehatan
masyarakat yang lebih baik.
1. Pembinaan Kesehatan Lingkungan
- Terlindungi masayarakat dari gangguan kesehatan
- Meningkatakan kemampuan, keterampilan dalam kesehatan lingkungan.
2. Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan
Tujuan Pengawasan Umum:
Apakah standar – standar (DepKes) telah diterapkan / sesuai dengan
masyarakat dalam penyelenggaraan Program Penyehatan Perumahan,
Pengawasan Sampah dan Penyehatan Pestisida.

Tujuan Khusus:
- Terpantaunya kualitas kesehatan lingkungan secara terus menerus
- Mengetahui secara dini :
32
a) Perubahan kualitas lingkungan
b) Dampak kesehatan masyarakat akibat perubahan
- Terpeliharanya kualitas lingkungan pemukiman yang memenuhi syarat,
yang terdiri dari 3 program :
a) Penyehatan Perumahan
b) Pengawasan Sampah
c) Pengamanan Pestisida

A) PENYEHATAN PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN


Sasaran :
1. Daerah pemukiman baru
2. Daerah dengan prosentase rumah memenuhi syarat rendah
3. Daerah dengan angka penyakit ISPA, TB Paru, DHF, kecacingan, diare,
malaria.

Dalam kegiatan pemeriksaan digunakan alat bantu yang disebut KARTU RUMAH,
dengan tujuan:
1. Dengan mudah mengetahui keadaan kesehatan rumah dan lingkungan
2. Mendorong dan memotivasi pemilik rumah untuk perbaikan
3. Bahan melakukan penyuluhan

Kartu Rumah memiliki 16 item:


1. Sarana Kesehatan Lingkungan
a. Pembuangan kotoran
b. Penyediaan air bersih
c. Pembuangan sampah
d. Pembuangan limbah
2. Keadaan Rumah:
a. Jendela ruang tidur
b. Lubang asap dapur
c. Ruang tidur tidak lembab
d. Tidak padat penghuni
3. Binatang penular penyakit
a. Bebas jentik
b. Bebas tikus
33
4. Pekarangan dan kandang (bila ada)
a. Pemanfaatan pekarangan
b. Kandang terpisah dari rumah
5. Perilaku Hidup Sehat
a. Semua anggota membuang kotoran di jamban
b. Menggunakan air secara aman
c. Menuci tangan dengan sabun
6. Garam Berjodium
Menggunakan garam berjodium

Indikator yang dikembangkan :


PEMERATAAN PELAYANAN EFEKTIFITAS PROGRAM
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐽𝐾
× 100% × 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝐾 × 5


× 100% × 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

B) PENYEHATAN AIR BUANGAN


Meningkatkan pengetahuan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk
mengelola air buangan agar tidak mencemari sumber air, sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat
Persyaratan Sarana pembuangan air limbah
1. Tidak mencemari permukaan air tanah
Tidak boleh dibuang diatas tanah, sehingga becek atau jadi comberan,
berbau, dll.
2. Tidak mencemari air permukaan kecuali melalui pengelolaan sederhana, ke
sungai, laut, kecuali telah melalui sarana pengolahan air limbah sederhana
seperti bak penangkap lemak, saringan pasir,dsb. Air limbah dapat ditampung
dalam lubang tertutup, jarak lubang tersebut dengan sumber air harus lebih
dari 10 meter.
3. Tidak menimbulkan sarang nyamuk
Air limbah tidak boleh menimbulkan genangan air sehingga terdapat jentik
nyamuk.

34
C) PENYEHATAN PEMBUANGAN KOTORAN
Tujuan :
Meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam penyediaan dan
pemanfaatan sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan.
Persyaratan Jamban Keluarga (Jaga)
1. Tidak mencemari permukaan tanah
Tidak mencemari air permukaan / air tanah
2. Tidak boleh dibuang ke sungai, danau, laut. Jarak 10m dengan sumur, tidak
mencemari sumber air.
3. Kotoran tidak di jamah oleh lalat
4. Jamban tidak menjadi sarang nyamuk
5. Tidak menimbulkan kecelakaan
6. Tidak menimbulkan bau

D) PENGAMANAN PESTISIDA
Yang dimaksud dengan pengelolaan pestisida adalah penanganan pestisida:
1. Pembuatan bahan aktif / formulasi pestisida, pengemasan dan pembuatan label
2. Penyimpanan, penyajian, peredaran, penjualan dan pengangkutan.
3. Pemilihan, peracikan, dan aplikasinya.
4. Pembuangan dan pemusnahan limbahnya.

Kegiatan pokok pengamanan pestisida


1. Pengawasan TP Pestisida
- Registrasi / pendataan
- Pemeriksaan dan tindak lanjut
- Kursus pengelola
2. Pengendalian Pencemaran
- Pendataan potensi pencemaran
- Pemantauan pencemaran / residu
- Tindak lanjut
3. Pengendalian Paparan
- Pemeriksaan tingkat paparan
- Kap study
- Tindak lanjut

35
4. Pengendalian Keracunan
- Surveillance
- Investigasi
- Penanggulangan
- Ambang batas paparan < 5 jam per hari selama 6 hari.

Indikator yang dikembangkan :


PEMERATAAN PELAYANAN
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑠𝑡 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎

EFEKTIFITAS PROGRAM
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑠𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑠𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

1. Pilihlah pestisida yang toksik hama sasaran tetapi kurang beracun bagi manusia
2. Gunakan pestisida yang toksisitas dermalnya rendah
3. Gunakan pestisida dengan toksisitas formulasinya rendah
4. Gunakan dosis (konsentrasi) yang kecil tetapi efektif untuk hama

Pengamanan B=TxKxW

1. Jangan bekerja melebihi


1. Gunakan pakaian proteksi waktu yang dianjurkan
yang memadai 2. Segera mencuci bagian
2. Hindari kontak langsung tubuh yang terkontaminasi
dengan pestisida selama bekerja dengan
3. Kuasailah cara-cara pestisida
penggunaan pestisida 3. Cucilah pakaian kerja
dengan baik setiap selesai bekerja

E) PENGAWASAN SAMPAH
Menciptakan lingkungan yang optimal melalui cara-cara pembuangan sampah
yang memenuhi syarat.

36
Tujuan pengawasan :
1. Terpantaunya kondisi dan dampak pembuangan sampah
2. Mengurangi risiko terhadap lingkungan
3. Kegiatan pokok dalam rangka penyehatan sampah
4. Pengawasan
5. Pengendalian

Sasaran :
1. Pemukiman
2. Tempat Pembuangan Sampah (TPS /TPA)
Waktu pelaporan → TPS = 6 bulan / 1 kali
→ TPA = 1 bulan / 1 kali
3. Masukan tehnis
4. Penyuluhan

Indikator yang dikembangkan


a. Indikator di TPA / TPS
PEMERATAAN PELAYANAN
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑃𝑆 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇𝑃𝐴 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑃𝑆 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇𝑃𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎
EFEKTIVITAS PROGRAM
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑃𝑆 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇𝑃𝐴 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑃𝑆 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇𝑃𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎

b. Indikator di masyarakat:
1. Index vektor (lalat, tikus, nyamuk)
2. Pencemaran lingkungan oleh sampah
3. Keluhan masyarakat

37
BAB VII
PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN KHUSUS
DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

A. Pelayanan Kesehatan Rujukan


Pengertian rujukan
Yaitu suatu upaya pelimpahan tanggung jawab dan wewenang secara standar
balik dalam pelayanan kesehatan untuk menciptakan suatu pelayanan
kesehatan yang paripurna

B. Pelayanan kesehatan Rujukan


Menunjang Yankes Dasar
Meliputi program rujukan kesehatan dan medis
Rujukan kesehatan bersifat standar, horizontal dan standar terkait dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta upaya yang mendukung

C. Rumah Sakit
Adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan yankes secara merata
dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit serta dapat dimanfaatkan
untuk pendidikan tenaga dan penelitian

a. Klasifikasi Rumah Sakit


Pengelompokan berdasar pembedaan tingkatan kemampuan yankes
 RSU Kelas A
Pelayanan medis spesialistik dan sub spesialistik luas
Tempat tidur > 1000 buah
 RSU Kelas B
Pelayanan medis spesialistik dan sub spesialistik terbatas
Tempat tidur 400 – 1000 buah
 RSU kelas C
Pelayanan medis spesialistik dasar
Tempat tidur 100 – 400

38
b. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta
 Pratama
 Madya
 Utama

c. Menurut Pengelolaan/Kepemilikan RS
 RS Vertikal (Milik Depkes RI)
 RS provinsi
 RS Kabupaten/Kota
 RS TNI/POLRI (Milik Dephankam)
 RS BUMN (Milik perusahaan Negara)
 RS Swasta (Milik yayasan,kelompok)

d. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


RSU mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya dan
berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

e. Fungsi Rumah Sakit


Yaitu menyelenggarakan :
 Pelayanan medis
 Pelayanan Penunjang medis dan non medis
 Pelayanan asuhan keperawatan
 Pelayanan rujukan
 Pendidikan dan Pelatihan
 Penelitian dan pengembangan

f. Kegiatan Rumah Sakit


Kegiatan pelayanan di Rumah Sakit meliputi
 Gawat darurat
 Rawat Jalan

39
 Rawat inap

D. Tingkat Yanmed dan Rujukan


1. Pelayanan Medis
 Pelayanan Medis Spesialistik dasar (Penyakit dalam, Kandungan, Bedah,
Anak)
 Pelayanan Medis Spesialistik Luas (Yanmed dasar + THT, Mata, Syaraf,
Jiwa, Kulkel, Jantung, Paru, Radiologi, Anestesi, Rehab medis,patologi
klinis, Patologi anatomi, dan pelayanan spesialistik lain yang sesuai
kebutuhan.
 Pelayanan Medis Sub Spesialistik Luas (Pelayanan sub spesialistik
disetiap spesialistik yang ada)

2. Rujukan
 Rujukan Vertikal
RS kelas C dirujuk ke kelas B sesuai tingkat kemampuan fasilitas
pelayanan
 Rujukan Horizontal
RS kelas C dirujuk ke kelas C sesuai fungsi koordinasi dan jenis
kemampuan yang dimiliki

3. Lingkup Rujukan
 Rujukan Teknologi : berupa bantuan teknologi tertentu
Misalnya pembuatan sarana pemeliharaan & perbaikan limbah
 Bantuan Sarana : (biaya, tenaga, peralatan &obat)
 Bantuan Operasional
 Misalnya : mengatasi wabah atau KLB
 Rujukan Pasien & Spesimen
 Rujukan Keahlian/Pengetahuan
Misalnya : kunjungan dokter spesialisRS ke Puskesmas
 Rujukan Informasi

40
E. Akreditasi Rumah Sakit
1. Definisi
Pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah Kepada RS yang memenuhi standar

2. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit


Memacu Rumah Sakit untuk menerapkan standar sehingga mutu pelayanan
rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan.

3. Landasan Hukum
 UU RI no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
 Permenkes no 159 b tahun 1998 tentang Pengaturan cara-cara akreditasi
RS
 Kepmenkes No 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan RS
 Kepmenkes No 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi RSU

4. Standar Pelayanan Rumah Sakit


 Administrasi & Manajemen ( termasuk Pemeliharan Sarana & Perpustakaan)
 Pelayanan Medis
 Pelayanan Gawat Darurat
 Pelayanan Keperawatan
 Rekam Medis
 Pelayanan Kamar operasi
 Pelayanan Radiologi
 Pelayanan Farmasi
 Pelayanan Laboratorium
 Pelayanan Dalin
 Pelayanan Risiko Tinggi
 Pelayanan K3
 Pelayanan Gizi
 Pelayanan Rehabilitasi Medis
 Pelayanan Intensif
 Pelayanan Darah

5. Standar setiap Kegiatan


 Standar 1 : Falsafah & Tujuan

41
 Standar 2 : Admin & Pengelolaan
 Standar 3 : Staf & pimpinan
 Standar 4 : Fasilitas & Peralatan
 Standar 5 : Kebijakan & Prosedur
 Standar 6 : Pengembangan staf, program pendidikan
 Standar 7 : Evaluasi & pengendalian mutu

6. Status Akreditasi Rumah Sakit


 Tidak lulus akreditasi nilai < 65%
 Akreditasi bersyarat (1th) nilai minimal 65%
 Akreditasi penuh (3th) nilai minimal 75%
 Akreditasi istimewa (5th) 3x berturut turut akreditasi penuh

7. Manfaat akreditasi Rumah Sakit


Bagi Rumah Sakit
 RS menyadari tingkat pelayanan sesuai standar
 Sebagai alat negosiasi dengan perusahaan asuransi
 Sebagai tanda RS untuk meningkatkan citra & kepercayaan terhadap
masyarakat
 Permohonan bantuan untuk pengembangan RS bagi Pemerintah Potret RS
terakreditasi
Bagi Perusahaan Asuransi
 Mitra kerja
Bagi Pemilik
 Kebanggaan
 Memberikan kenyamanan, keamanan & kesadaran dalam tugas &
tanggung jawabnya

8. Program Lain
 GKM RS
 RSSI & RSSB
 RS Proaktif
 RS Swadana

42
BAB VIII
PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN PENUNJANG
DINAS KESEHATAN PROVINSI JATIM

A. Pengertian
Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kab/kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah
kecamatan. Yang dimaksud sebagai unit pelaksana teknis adalah melaksanakan
sebagian tugas dinas kesehatan kab/kota

B. Kebijakan dasar puskesmas


(Kepmenkes No. 128 tahun 2004)

C. Organisasi
 Struktur organisasi
 Kepala puskesmas
 Unit tata usaha
 Unit pelaksana teknis fungsional
a. Upaya kesehatan masyarakat
b. Upaya kesehatan perorangan
 Jaringan pelayanan
 Puskesmas pembantu
 Puskesmas keliling
 Bidan di desa/komunitas
 Dipimpin oleh kepala puskesmas, seorang sarjana di bidang kesehatan yang
kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.
 Struktur: tergantung jenis kegiatan dan beban kerja
 Mempunyai staf teknis untuk :
 upaya kesehatan perorangan
 upaya kesehatan masyarakat

43
D. Tata Kerja
 Berkoordinasi dengan kantor kecamatan
 Bertanggung jawab kepada dinkes kab/kota
 Bermitra dengan sarana yankes tk pertama lainnya
 Menjalin kerjasama yang erat dengan fasilitas rujukan
 Dengan lintas sektor: berkoordinasi
 Dengan masyarakat: bermitra dengan BPP
(BPP : Badan Penyantun Puskesmas ,organisasi yang menghimpun tokoh
masyarakat yang peduli kes masyarakat)

E. Tujuan Puskesmas
 Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas

44
F. Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
 Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya
agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
 Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan
setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
 Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan
Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga &
masyarakat :
 Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat
 Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaan
 Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan
 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan
a. Pelayanan kesehatan perorangan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat

G. Kedudukan Puskesmas
 Sistem kesehatan nasional
Sebagai sarana pelayanan kesehatan (perorangan dan masyarakat) strata
pertama
 Sistem kesehatan kabupaten/kota
Unit pelaksana teknis dinas yang bertanggungjawab menyelenggarakan
sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota
 Sistem pemerintah daerah
Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kab/kota yang merupakan unit
struktural pemda kab/kota
 Antar sarana yankes strata pertama sebagai mitra yankes swasta strata
pertama
 Sebagai pembina yankes bersumber daya masyarakat

45
H. Latar Belakang
1. Puskesmas telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1968. Hasil yang
dicapai cukup memuaskan, antara lain:
 AKI : 373 (SKRT ’95)  334/100.000 kelahiran hidup (SDKI ’97)
 AKB : 60 (SUSENAS’95)  51/1000 kelahiran hidup (SUSENAS ‘01)
 UHH : 45 tahun (’70) menjadi 65 tahun (2000)

2. Sampai saat ini tercatat:


o Puskesmas : 7.277 (1.818 unit di antaranya mempunyai
fasilitas ruangrawat inap
o Puskesmas pembantu : 21.587
o Puskesmas keliling : 5.084

I. Masalah
 Visi, misi dan fungsi puskesmas belum dirumuskan secara jelas
 Beban kerja puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota terlalu berat
 Sistem manajemen puskesmas dengan berlakunya prinsip otonomi perlu
disesuaikan.
 Puskesmas dan daerah tidak memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan
program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang tentu
saja dinilai tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi
 Kegiatan yang dilaksanakan puskesmas kurang berorientasi pada masalah
dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat
 Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal
 Sistem pembiayaan puskesmas belum mengantisipasi arah perkembangan
masa depan
J. Visi
 Tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya indonesia sehat 2010
 Masyarakat yang hidup dlm lingk dan perilaku sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau yankes yang bermutu secara adil dan merata serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya

46
 Indikator kecamatan sehat meliputi :
 Lingkungan sehat
 Perilaku sehat
 Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
 Derajad kesehatan penduduk kecamatan

K. Misi
 Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah
kerjanya
 Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya
 Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
 Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya

L. Upaya puskesmas
 Upaya kesehatan wajib puskesmas
 Upaya kesehatan ibu, anak & kb
 Upaya promosi kesehatan
 Upaya kesehatan lingkungan
 Upaya perbaikan gizi
 Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular
 Upaya pengobatan dasar
 Upaya kesehatan pengembangan puskesmas
Dilaksanakan sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang ada dan
kemampuan puskesmas
Bila ada masalah kesehatan tapi puskesmas tidak mampu maka
pelaksanaan oleh dinkes kabupaten / kota
Upaya lab (medis dan kes masyarakat) dan perkesmas serta pencatatan
pelaporan merupakan kegiatan penunjang dari tiap upaya wajib atau
pengembangan.

47
 Upaya kesehatan pengembangan:
 Pemilihan dilakukan oleh puskesmas bersama dinkes kab/kota dengan
mempertimbangkan masukan bpp
 Dalam keadaan tertentu ditetapkan sebagai penugasan dari dinkes
kab/kota
 Dilaksanakan bila upaya kes wajib telah terlaksana secara optimal (target
cakupan & mutu terpenuhi)

M. Azas Penyelenggaraan Puskesmas :


1. Azas pertanggungjawaban wilayah
2. Azas pemberdayaan masyarakat
3. Azas keterpaduan
 Lintas program
 Lintas sektoral
4. Azas rujukan
 Rujukan medis
 Rujukan kesehatan masyarakat

1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah


 Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya
 Dilakukan kegiatan dalam gedung dan luar gedung
 Ditunjang dengan puskesmas pembantu, bidan di desa, puskesmas keliling

2. Azas Pemberdayaan Masyarakat


 Puskesmas harus memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat
agar berperan aktif dlm menyelenggarakan setiap upaya puskesmas
 Potensi masyarakat perlu dihimpun ukbm

3. Azas Keterpaduan
Setiap upaya diselenggarakan secara terpadu
 Keterpaduan lintas program
--------------- lokakarya mini bulanan
 Keterpaduan lintas sektoral
--------------- lokakarya mini tribulanan

48
4. Azas rujukan
 Rujukan medis/upaya kes perorangan
 rujukan kasus
 bahan pemeriksaan
 ilmu pengetahuan
 Rujukan upaya kesehatan masyarakat
 rujukan sarana dan logistik
 rujukan tenaga
 rujukan operasional

N. Manajemen Puskesmas
A. Perencanaan
B. Pelaksanaan dan pengendalian ( termasuk kendali mutu dan kendali biaya)
1. Pengorganisasian
2. Penyelenggaraan
3. Pemantauan, meliputi jangkauan & mutu menggunakan data dari simpus
4. Penilaian– sumber data utama simpus
C. Pengawasan dan pertanggungjawaban

49
A. Perencanaan
 Rencana usulan kegiatan
 Upaya kes pusk wajib
 Upaya kes pusk pengembangan
 Rencana pelaksanaan kegiatan
 Upaya kes pusk wajib
 Upaya kes pusk pengembangan

B. Pelaksanaan dan pengendalian


1. Pengorganisasian
 Penentuan penanggung jawab dan pelaksana kegiatan per-satuan
wilayah kerja
 Membagi habis pekerjaan
 Penggalangan kerjasama tim dg lintas sektoral
2. Penyelenggaraan
memperhatikan :
 Azas penyelenggaraan puskesmas
 Standar dan pedoman pelayanan
 Menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya
3. Pemantauan
 kinerja (cakupan, mutu, biaya)
 masalah dan hambatan
 menggunakan data dari simpus
4. Penilaian – sumber data utama simpus

C. Pengawasan dan pertanggungjawaban


1. Pengawasan
 Internal
 Eksternal
2. Pertanggungjawaban
 Laporan berkala
 Laporan pertanggung jawaban masa jabatan

50
O. Sumber Pembiayaan Puskesmas
1. Pemerintah ( anggaran pembangunan dan anggaran rutin)
2. Pendapatan puskesmas
3. Sumber lain, antara lain dari : PT Askes, Jamsostek, JPSBK/ PKPS BBM

P. Pembiayaan
 Apabila sistim jaminan kesehatan nasional telah berlaku akan terjadi
perubahan pada sistim pembiayaan puskesmas.
 Direncanakan pada masa yang akan datang pemerintah hanya
bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat
 Untuk upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistim jaminan kesehatan
nasional, kecuali untuk penduduk miskin yang tetap ditanggung oleh
pemerintah dalam bentuk pembayaran premi

Q. Penutup
 Perubahan ditujukan untuk mengantarkan puskesmas dalam perannya
sebagai ujung tombak pencapaian indonesia sehat 2010
 Penerapan kebijakan dasar puskesmas memerlukan dukungan yang mantap
dari berbagai pihak :
– Dukungan politis
– Peraturan perundangan
– Sumberdaya, termasuk pembiayaan
 Penerapan kebijakan memerlukan standar dan pedoman baik teknis maupun
manajemen
 Kebijakan dasar, standar dan pedoman merupakan acuan provinsi dan
kabupaten/ kota dalam mengembangkan kebijakan operasional di masing-
masing daerah
 Diharapkan kebijakan ini dapat diterapkan di seluruh Indonesia

51
BAB IX
PROGRAM PEMBERANTASAN HIV/AIDS

A. HIV/AIDS
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, adalah penyakit yang
menyerang sistem imun dan disebabkan oleh virus HIV (Human Immune-deficiency
Virus). Virus ini menyerang terutama sel limfosit T CD4+ dan mengakibatkan
rusaknya daya tahan tubuh, sehingga penderita mudah terserang infeksi berbagai
kuman dengan gejala lebih parah atau bisa berakibat fatal.
Penderita HIV/AIDS di Indonesia disebut ODHA (orang dengan HIV/AIDS).
Orang terinfeksi virus HIV dapat dapat menularkan kepada orang lain meskipun
belum ada gejala penyakit AIDS. Penularan dapat terjadi melalui beberapa cara,
yaitu hubungan seksual, kontak langsung dengan cairan tubuh (terutama darah)
penderita, dan dari ibu ke bayinya.

B. Epidemiologi HIV/AIDS
HIV/AIDS adalah masalah kesehatan yang dijumpai di banyak negara-negara
dunia. Penyakit ini merupakan pandemik karena bukan hanya terjadi mencakup
wilayah yang begitu luas, tetapi juga menyebar secara aktif. Pada tahun 2009, WHO
mencatat sekitar 33,4 juta orang menderita infeksi aktif HIV/AIDS, dengan 2,7 juta
infeksi baru per tahun, dan sekitar 2 juta kematian setiap tahunnya karena
HIV/AIDS. Sekitar 76% dari kematian tersebut terjadi di sub-Sahara, Afrika.
Kasus AIDS pertama di Indonesia diidentifikasi di Provinsi Bali pada seorang
laki-laki asing yang kemudian meninggal pada April 1987. Orang Indonesia pertama
yang meninggal karena AIDS dilaporkan juga di Provinsi Bali pada Juni 1988.
Gejala-gejala meningkatnya infeksi HIV di Indonesia mulai nyata ketika
secaraeening darah donor pada tahun 1992-1993 menunjukkan HIV positif pada 2
diantara 100.000 darah donor, yang kemudian meningkat menjadi 3 per 100.000
darah donor pada tahun 1994-1995. Pada tahun 2000, terjadi perubahan epidemi
HIV yang meningkat secara nyata diantara pekerja seks, dan bervariasi dari satu
daerah ke daerah lain. Sampai tahun 2002 telah 29 provinsi yang melaporkan
adanya kasus HIV di daerahnya.

52
Indonesia terancam bahaya HIV/AIDS karena :
1. Indonesia dikelilingi negara epidemi AIDS
2. Intensitas penduduk keluar masuk Indonesia sangat tinggi
3. Adanya kelompok berperilaku risiko tinggi
4. Meningkatnya penasun (pemakai narkotika suntik) / IDUs (injecting drug-
users)
5. Rendahnya kesadaran menggunakan kondom pada kelompok perilaku
seksual risiko tinggi
6. Lemahnya penerapan UP (universal precautions) di sarana pelayanan
kesehatan (yankes)

C. Situasi HIV/AIDS di Jawa Timur


Sejak 2003, Provinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai daerah epidemi
terkonsentrasi. Jawa Timur menduduki peringkat ke-3 di Indonesia dan salah satu
dari 6 provinsi prioritas penanggulangan HIV/AIDS bersama DKI Jakarta, Papua,
Jawa Barat, Riau, dan Bali. Penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan
penularan yang tertinggi (58%), disusul penularan melalui penggunaan jarum suntik
(31%) secara bersama oleh para penyalah guna NAPZA suntik (IDUs = injecting-
drug users) yang meningkat pesat sampai 8 kali dalam 6 tahun terakhir.

Data HIV/AIDS di Jawa Timur per Maret 2009 :


 3.581 orang HIV (+) dari VCT di 14 Rumah Sakit
 Laki-laki dewasa = 2.597 ; Wanita dewasa = 897
 Anak (< 15 tahun) = 87 | 62% (54 anak) rawat jalan di RSUD dr. Soetomo
Surabaya
 Estimasi ODHA = 20.810 orang

53
Jumlah Kasus AIDS Indonesia (1987 – 2011)

7000
4969
6000
4158
3863
5000
2947
2873
4000 2639

3000 2352

1195
2000
1437
1420
1517
822 1255 1266
1000 1156
345
255219 316 365
94 122
5 2 5 5 15 13 24 20 23 42 44 60
0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 10 65 62 97

AIDS AIDS/IDUs

Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI

Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Faktor Risiko (1 April 1987 – 30 Juni 2011)

14513
16000
14000
12000 9587
10000
8000
6000
4000
768 53 742 820
2000
0

Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI

54
Kecenderungan Faktor Risiko Kasus AIDS Indonesia Periode 5 Tahunan (1987 – 2008)

80
70 72.5
64.7
60
53.7 53.3 homosex
50 50.5
40 43.2 heterosex
39.7
36.6
30 IDUs
20 17.6 17.6 lain-lain
10 7.7
2.1 3.4 3.4
0 0
1987-1990 1991-1995 1996-2000 2000-2005 2006-2008

Pada populasi tertentu, prevalensi HIV  5% :


 WTS (Surabaya, Tulungagung, Blitar, Mojokerto, Magetan)
 Narapidana di Lembaga Permasyarakatan (Malang, Mojokerto)
 Waria (Kota Mojokerto)
 IDUs (Surabaya)
 perlu penanganan serius agar epidemi tidak meluas
55
Dampak epidemi HIV/AIDS :
 Keluarga dan Sosial
dalam hal ini berdampak pada kehilangan anggota keluarga baik itu orang
tua, anak, maupun pasangan hidup
 Beban pelayanan
5 – 10 tahun lagi, penderita HIV saat ini akan menjadi AIDS dan memerlukan
pelayanan kesehatan dan pengobatan. Hal ini menyebabkan peningkatan
keperluan sarana prasarana dan SDM untuk perawatan, pengobatan, dan
dukungan

D. Pengendalian HIV/AIDS
Tujuan umum:
1. Mengendalikan penularan HIV
2. Meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV
3. Menurunkan tingkat kematian masyarakat akibat HIV/AIDS

Tujuan khusus:
1. Kurangi dan kendalikan tingkat penularan HIV/AIDS
2. Ciptakan suasana kondusif guna memudahkan upaya pencegahan,
pengobatan, serta perawatan komprehensif terhadap ODHA
3. Meningkatkan kemampuan penanggulangan (respon) untuk mencegah,
mengobati, merawat serta memberi dukungan kepada ODHA.
4. Tingkatkan kerja sama dan koordinasi antar sektor pemerintah, LSM,
masyarakat, lembaga internasional guna memudahkan penyelenggaraan
program.
5. Tersedia layanan kesehatan IMS, HIV, dan AIDS yang komprehensif,
bermutu, dan terjangkau.
6. Meningkatnya pengelolaan dan pembiayaan program pengendalian IMS, HIV,
dan AIDS.

Kebijakan umum :
 diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi juga
perhatikan kelompok masyarakat yang rawan. Upaya pencegahan yang
efektif bertujuan untuk memutus rantai penularan HIV, termasuk
56
pengendalian IMS pada sub-populasi berisiko tertentu, dan promosi alat/
jarum suntik steril, serta terapi rumatan metadon.
 memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/ norma kemasyarakatan serta
memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga
 melalui suatu gerakan nasional secara sinergis bersama sektor dan
komponen lain di tingkat kebijakan dan implementasi
 upaya terpadu peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit,
pengobatan, dan perawatan dan dukungan terhadap ODHA berdasar fakta
ilmiah
 menggunakan standar, pedoman, dan petunjuk klinis yang diberlakukan
Departemen Kesehatan
 penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas
desentralisasi
 menyiapkan ketersediaan ARV secara berkesinambungan
 setiap pemeriksaan untuk diagnosis HIV didahului penjelasan dan informed
consent serta menjaga kerahasiaan
 layanan tanpa diskriminasi (patient and community-centered)
 melindungi nakes dengan penerapan Universal Precautions

Perlu dibedakan kelompok sasaran sebagai berikut :


 Kelompok rentan
Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang karena lingkup
pekerjaan, lingkungan, rendahnya ketahanan keluarga dan rendahnya
kesejahteraan keluarga, status kesehatan, sehingga mudah tertular HIV.
Termasuk dalam kelompok ini adalah orang dengan mobilitas tinggi,
perempuan, remaja, anak jalanan, orang miskin, ibu hamil, penerima transfusi
darah.
 Kelompok berisiko tertular
Kelompok berisiko tertular adalah kelompok masyarakat yang berperilaku
risiko tinggi seperti penjaja seks dan pelanggannya, penyalahguna Napza
suntik, dan narapidana.

57
 Kelompok tertular
Kelompok tertular adalah kelompok masyarakat yang sudah terinfeksi HIV
(ODHA) yang memerlukan penanganan khusus untuk mencegah
kemungkinan penularan kepada orang lain.
Sasaran :
1. Meningkatkan jumlah sarana kesehatan yang menyediakan layanan
komprehensif HIV/AIDS di setiap Kabupaten/ Kota
2. Pengembangan jejaring layanan CST, VCT, PMTCT, dan IMS sampai
Puskesmas secara bertahap
3. Memperkuat konsolidasi dan koordinasi pada semua jajaran sektor kesehatan
di semua tingkatan
4. Memperkuat penyusunan perencanaan program dan anggaran yang terpadu
dan bersinergis di semua tingkat
5. Memperkuat alur kerja pelaksanaan program yang saling bersinergis di
masing-masing tingkat dan antar tingkat
6. Membangun perspektif hidup sehat dan rendah risiko penularan
7. Menjamin kesinambungan pembiayaan pengobatan ARV

Program Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur :


 Perpres No. 75 tahun 2007
 Permendagri No. 20 tahun 2007
 Permenko Kesra No. 02/ Permenko/Kesra/I/2007
 Peraturan Daerah Provinsi Jatim No.5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/ AIDS (23 Agustus 2004)
 Stranas Penanggulangan HIV/AIDS 2007 – 2010
 Renstra Penanggulangan HIV/AIDS BPNA Provinsi Jawa Timur tahun 2006 –
2009

Strategi :
 upaya pencegahan dilakukan dengan memutus rantai penularan, terutama
pada populasi rawan tertular dan menularkan
 upaya pelayanan dilakukan secara komprehensif dan terpadu dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup ODHA dan mengurangi dampak sosial dari
HIV/AIDS
58
 meningkatkan jangkauan dan kualitas pengendalian secara bertahap
berdasarkan epidemiologi dengan menggunakan setiap sumber daya dan
mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat (partnership)
 skala implementasi tergantung situasi epidemi di daerah – target 80% orang
berisiko (akses informasi, pencegahan efektif, CST)
 8 layanan komprehensif :
 intervensi perubahan perilaku
 penggunaan kondom 100%
 penatalaksanaan IMS
 pengurangan dampak buruk (HR)
 konseling dan testing sukarela (VCT)
 care, support, treatment (CST)
 pencegahan penularan dari orang tua ke bayi (PMTCT)
 komunikasi publik

Unit layanan yang ada :


 VCT (Voluntary Counseling and Testing) terdapat di 17 RS (8 Kabupaten) dan
16 berbasis Puskesmas
 ART (Anti-Retroviral Therapy) terdapat di 17 RS (dengan rencana tambahan
10 RS)
 PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission) terdapat di RSUD dr.
Soetomo Surabaya, RS Syaiful Anwar Malang, RSUD Jombang, RSUD dr.
Iskak Tulungagung
 PTRM (Program Terapi Rumatan Methadone) di RSUD dr. Soetomo
Surabaya

VCT (Kep Menkes RI 1507/Menkes/SK/X/2005) adalah upaya komprehensif dalam


penemuan dan penanganan HIV secara dini
• sebuah prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk
memahami HIV/AIDS berserta risiko dan konsekuensi terhadap diri,
pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Tujuan utamanya adalah
perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman.

59
• strategi masyarakat dan pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS
berkelanjutan

60
Layanan Pencegahan Berkesinambungan

Yankes primer
Puskesmas, pos.kes,
pengobatan
tradisional, yan yatim layanan
masyarakat
Yankes sekunder
RS Kab, klinik HIV,
dukungan sosial/ relawan LSM,
legal agama, pemuda
ODHA

VCT
fasilitas dan dukungan paliatif,
layanan spesialis emosional, spiritual,
pelayanan diri

Yankes tersier
rawatan panti
dukungan sebaya
PINTU MASUK
Kebijakan ART  obat ARV gratis ( SK Menkes No. 83 tahun 2004)
Manfaat terapi ARV :
 mengubah HIV dari penyakit terminal menjadi penyakit kronis
 mencegah infeksi oportunistik
 meringankan infeksi oportunistik yang timbul
 menurunkan angkat perawatan di RS
 meningkatkan daya tahan hidup
 memperbaiki kualitas hidup
 mengembalikan harapan
 menurunkan transmisi HIV
 bermanfaat bagi dewasa dan anak

Secara bertahap kewenangan distribusi ARV diserahkan ke Dinkes Provinsi setelah


dinilai kesiapannya.

61
Harus mengikuti program nasional dalam hal :
 4S (Start, Substitute, Switch, Stop) the ART
 Penggunaan obat ARV lini pertama dan lini kedua
 Setiap fasilitas kesehatan harus menjaga ketersediaan ARV selama 3 bulan

PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)  adalah bagian dari upaya nasional
untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV / AIDS, yang dikenal sebagai
strategi pengurangan dampak buruk atau Harm Reduction (HR).

Dengan Program Terapi Rumatan Metadon kepada pasien penasun diberikan obat
substitusi berupa Metadon Cair sehingga pasien tidak mengalami gejala-gejala
putus zat, meskipun tidak menyuntikkan NAPZA ke dalam tubuhnya lagi. Agar
PTRM dapat berjalan dengan optimal, maka diperlukan tenaga terlatih dan terampil
dalam bidangnya masing-masing.

62
BAB X
PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

A. DEFINISI TUBERKULOSIS
Adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.

B. Mycobacterium tuberculosis
Merupakan bakteri atau kuman yang memiliki ciri –ciri sebagai berikut:
1. Bentuk batang
2. Aerob obligat
3. Mati bila terkena air mendidih
4. Mudah mati dengan paparan sinar matahari
5. Dapat hidup lama padaudara lembab
6. Tahan terhadap pewarnaan BTA (Batang Tahan Asam)

C. CARA PENULARAN
Melalui droplet pada saat batuk, bersin, berbicara atau meludah

D. GEJALA
Gejala penyakit ini terdiri dari:
1. Batuk berdahak secara terus menurus > 2 minggu
2. Batuk darah
3. Demam meriang > 1 bulan
4. Nafsu makan turun, berat badan turun, malaise
5. Berkeringat malam
6. Pasien kontak erat dengan penderita TB

E. PEMERIKSAAN KUMAN BTA


Pemeriksaan kuman BTA adalah dengan pengecatan Ziehl-Neelsen, caranya
adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sputum yang dilakukan pada :
a. Sewaktu : pada saat berkunjung pertama kali
b. Pagi: dikumpulkan di rumah pada pagi hari
c. Sewaktu : pada hari kedua saat serahkan dahak pagi
63
2. Dahak tadi difiksasi dengan dipanaskan diatas api sampai keluar asap tapi
tidak sampai mendidih
3. Teteskan larutan carbol fuchsin 0,3%
4. Panaskan diatas api kurang lebih 5 menit
5. Lalu bilas dengan air
6. Teteskan dengan HCL alcohol sampai warna merah menghilang.
7. Bilas dengan air pelan –pelan
8. Teteskan methylen blue 0,3% 10 – 20 detik
9. Bilas dengan air
10. Keringkan.

F. PENGOBATAN
Pengobatan penyakit ini dengan strategi yang disebut DOTS (directly
observed treatment short course) yaitu meminum obat dengan diawasi
langsung dengan PMO (pengawas minum obat).

Dimana DOTS ini terdiri dari strategi :


1. Komitmen dari semua pihak.
2. Diagnose utama : mikroskopik langsung
3. Obat anti tuberkulosa jangka pendek yang minumnya diawasi oleh PMO.
4. Obat anti tuberkulosanya tersedia dan kualitasnya terjamin
5. Pencatatan dan pelaporan baku.

G. RESISTENSI KUMAN TB
Dalam pengobatan dapat terjadi resistensi kuman TB, yang terdiri dari :
a. Mono-resistant : resistensi salah satu jenis obat anti TB
b. Poly-resistant : resistensi lebih dari satu jenis obat anti TB
c. Multi-drug resistant : resistensi obat anti TB INH dan Rifampicin
d. Extremely-drug resistant : resistensi obat anti TB INH + rifampicin + gol
kuinolon + salah satu jenis obat anti TB suntikan.

Penyebab dari resistensi kuman TB biasanya disebabkan oleh


penatalaksanaan yang tidak adekuat yang dilakukan oleh :
1. Pemberi jasa / petugas kesehatan
64
 Diagnosis tidak tepat
 Paduan obat anti TB yang tidak tepat
 Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan yang tidak
adekuat
 Penyuluhan pasien yang tidak adekuat
2. Pasien
 Ketidak patuhan menelan obat anti TB : waktu, dosis, menghentikan
pengobatan
 Gangguan penyerapan obat
3. Program penanggulangan TB:
 Suplai obat anti TB yang kurang
 Kualitas obat yang rendah.

H. TB dengan HIV
Penyakit tuberkulosa memiliki hubungan erat dengan HIV karena HIV
meningkatkan infeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan risiko
untuk terjadinya dari infeksi menjadi sakit TB.
Penekanan imun menurunkan imunitas seluler terhadap TB sehingga akan
meningkatkan risiko terjadinya TB ( TB desiminata dan extrapulmonary TB)

I. PENYULUHAN TB
1. Pengertian tentang penyakit TB
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
3. Bagaimana cara pengobatan TB
4. Pengawasan langung menelan obat
5. Bagaimana cara penularan TB
6. Bagaimana jika terjadi efek samping obat.

J. CARA MENGHITUNG DAN ANALISA INDIKATOR


a. Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk
pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk
mengetahui upaya pemantauan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan
memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan / tahunan).
65
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
× 100000
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk ,misalnya rumah sakit,
BP4 atau dokter praktek swasta , indikator ini tidak dapat dihitung.

b. Proporsi Pasien TB BTA Positif Diantara Suspek


Adalah presentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh
suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses
penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetap kriteria suspek.
RUMUS:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛


× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑇𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

Angka ini sekitar 5 – 15 %. Bila angka ini terlalu kecil (< 5%) kemungkinan
disebabkan :
 Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak
memenuhi kriteria suspek
 Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu)
Bila angka ini terlalu besar (> 15%) kemungkinan disebabkan :
 Penjaringan terlalu ketat
 Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu)

c. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di Antara Semua Pasien TB Paru


Tercatat/ Diobati
Adalah presentase pasien tuberkulosis paru BTA positif diantara semua
pasien tuberculosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas
penemuan pasien tuberculosis yang menular diantara seluruh pasien
tuberculosis paru yang diobati.
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 (𝑏𝑎𝑟𝑢 + 𝑘𝑎𝑚𝑏𝑢ℎ)
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 (𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑡𝑖𝑝𝑒)

66
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah,
itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk
menemukan pasien yang menular ( pasien BTA positif)

d. Proporsi Pasien TB Anak diantara seluruh Pasien TB


Adalah presentase pasien TB anak (< 15 tahun ) di antara seluruh pasien TB
tercatat.
RUMUS:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 𝑎𝑛𝑎𝑘 (< 15𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑡𝑎𝑡

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan


dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini
terlalu besar dari 15%. Kemungkinan terjadi over diagnosis.

e. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)


Adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
disbanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam
wilayah tersebut.
Case Detection Rate menggambarkan penemuan pasien baru BTA positif
pada wilayh tersebut.
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛
× 100%
𝑝𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan


perhitungan angka insiden kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah
penduduk. Target Case Detection Rate program penaggulangan tuberkulosis
nasional minimal 70%.

67
f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukan jumlah pasien baru yang ditemukan dan
tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini
apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan
kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut.
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 (𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑡𝑖𝑝𝑒) 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛
× 100000
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

Angka ini berguna untuk menunjukan kecenderungan meningkat atau


menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

g. Angka Konversi (Conversion Rate)


Adalah presentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami
perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif.
Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan
untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan
dengan benar.
Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝑝𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝑝𝑎𝑟𝑢 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑏𝑎𝑡𝑖

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari katu pasien TB, yaitu dengan cara me-
review seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3 – 6
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil
pemeriksaan dahak negatif, adalah pengobatan intensif (2 bulan). Di tingkat
kabupaten, provinsi, dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.

h. Angka Kesembuhan (Cure Rate)


Adalah angka yang menunjukan presentase pasien baru TB paru BTA positif
yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru
BTA positif yang tercatat.

68
Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan ulang
dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap
obat terjadi komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveillans
kekebalan obat.
2. Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan
menggunakan obat baris kedua (second – line drugs)
3. Menunjukan prevalensi HIV,karena biasanya kasus pengobatan ulang
terjadi pada pasien HIV.
Cara mengitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ


× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑏𝑎𝑡𝑖

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB , yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 –
12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh
setelah selesai pengobatan.
Di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan
TB. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85% , hasil pengobatan lainnya
tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap,
meninggal, gagal, default, dan pindah.
 Angka default tidak boleh lebih dari 10% kerena akan menghasilkan
proporsi kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan dating yang
disebabkan karena ketidak efektifan dari pengendalian tuberculosis
 Menurunnya angka default karena peningkatan kualitas
penanggulangan TB akan menurunkan proporsi kasus pengobatan
ulang antara 10 – 20% dalan beberapa tahun.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4%
untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih
besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.

69
i. Angka Keberhasilan Pengobatan.
Angka yang menunjukan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang
menyelesaikan pengobatan ( baik yang sembuh maupun pengobatan
lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 (𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ + 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝)
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑏𝑎𝑡𝑖

70
BAB XI
PROGRAM IMUNISASI

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional jangka panjang menitikberatkan pada kualitas hidup
sumber daya manusia yang prima. Sehingga perlu bertumpu pada generasi muda
yang memerlukan asuhan dan perlindungan terhadap penyakit yang mungkin dapat
menghambat tumbuh kembangnya menuju dewasa yang berkualitas tinggi guna
meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut. Dari data yang ada
dimana Angka Kematian Bayi (AKB atau IMR) menunjukkan penurunan yang
bermakna, apabila pada tahun 1971 sampai 1980 memerlukan sepuluh tahun untuk
menurunkan AKB dari 142 menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup, maka hanya
dalam waktu lima tahun yaitu tahun 1985 sampai 1990 indonesia berhasil
menurunkan AKB dari 71 menjadi 54 per 1000 kelahiran hidup. Prestasi yang
gemilang tersebut tidak lain disebabkan karena penggunaan teknologi tepat guna
selama itu, yaitu memanfaatkan dengan baik Kartu Menuju Sehat dalam memantau
secara akurat tumbuh kembang anak, peningkatan penggunaan ASI, pemberian
segera cairan oralit pada setiap kasus diare pada anak, dan pemberian imunisasi
pada anak balita sesuai Program PengemBCG, Polio, Hepatitis B, DPT, dan
campak.
Kegiatan imunisasi sendiri di Indonesia dimulai di Pulau Jawa dengan vaksin
cacar pada tahun 1956. Selanjutnya dikembangkan vaksinasi Cacar dan BCG. Pada
tahun 1972 dilakukan study pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan
memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Pelaksanaan vaksinasi ditetapkan secara nasional pada tahun 1973.
Bulan April 1974 Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun 1976
mulai dikembangkan imunisasi DPT di beberapa kecamatan yang didahului oleh
Pulau Bangka di Sumatera Selatan. Tahun 1997 ditentukan sebagai fase persiapan
Pengembangan Program Imunisasi (PPI). Tahun 1980 program imunisasi rutin terus
dikembangkan dengan memberikan enam jenis antigen yaitu, BCG, DPT, Polio,
Campak, TT, dan DT.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 1990 Indonesia secara Nasional telah berhasil
mencapai UCI (Universal Child Imunization). Langkah selanjutnya untuk membasmi
penyakit Polio dan komitmen global tentang Eradikasi Polio (ERAPO) maka
71
Indonesia mengadakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) selama 4 tahun mulai tahn
1995, 1996, 1997, dan 2002. Selain ERAPO, komitmen global ETN dan Recam dalm
pelaksanaannya masih ditentukan bersama-sama antara pusat, provinsi dan daerah.
Jumlah sasaran yang diimunisasi makin bertambah banyak dengan adanya
tamnahan kegiatan imunisasi yang meliputi TT pada wanita usia subur (WUS),
imunisasi pada anak sekolah (BIAS), crash program campak pada Balita di daerah
tertentu maupun catch-up campaign campak pada anak sekolah yang dilanjutkan
dengan BIAS Campak.
Perkembangan kegiatan imunisasi makin maju dengan adanya ADS (Auto
disable syringe) dan PID (Prefilled Injection Device), untuk menjamin suntikan yang
aman (safe injection) dan mampu menghemat vaksin karena PID merupakan
kemasan dosis tunggal. Selanjutnya vaksin tetravalent, yaitu kombinasi vaksin DPT
dan HB dikembangkan secara bertahap, tahun 2004 di empat provinsi (DIY, NTB,
Jatim, Bangka Belitung) dengan target sasaran secara nasional terpenuhi.
Vaksin merupakan unsur yang biologis yang memiliki karakteristik tertentu dan
memerlukan penanganan rantai vaksin secara khusus sejak diproduksi di pabrik
hingga, di unit pelayanan. Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat
mengakibatkan kerusakan vaksin sehingga menurunkan atau bahkan
menghilangkan potensi yang dapat mengakibatkan tidak menimbulkan kekebalan
dan terjadinya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) bila diberikan kepada
sasaran. Kerusakan vaksin akan mengakibatkan kerugian sumber daya yang tidak
sedikit, baik dalam bentuk biaya vaksin, maupun biaya-biaya lain yang terpaksa
dikeluarkan guna menanggulangi masalah KIPI atau Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sehingga dapat dikatakan imunisasi merupakan salah satu upaya
preventif/pencegahan primer untuk mencegah penyakit melalui pemberian
kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu
memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

72
b. Tujuan Khusus
1) Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi
lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa atau kelurahan
pada tahun 2010
2) Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1
per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008.
3) Eradikasi polio pada tahun 2008
4) Tercapainya Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2006
5) Terlaksananya bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) pada tiap bulan
november dengan cakupan minimal 90%
6) Tercapainya cakupan imunisasi Hepatitis B utamanya 0-7 hari minimal 70% di
setiap kabupaten/kota
7) Meningkatnya rasio tenaga terlatih sesuai standart secara bertahap
8) Tercukupnya ratio peralatan imunisasi sesuai standart secara bertahap
9) Terlaksananya pelayanan imunisasi di unit-unit pelayanan swasta terutama di
daerah perkotaan

C. PENGERTIAN IMUNISASI
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama.
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan
istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pembeian dua macam bentuk, yaitu
imunoglobulin yang non-spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik
yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru
saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa
tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan
yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang
diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contoh, kekebalan
pada janin yang diperoleh transplasental dari ibu (didapatkan secara alami) atau
kekebalan yangj diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin (imun pasif
buatan). Kekebalan aktif dapat diperoleh pula secara alami maupun buatan. Secara
73
alami didapatkan apabila anak terjangkit suatu penyakit, yang berarti masuknya
sebuah antigen yang akan merangsang tubuh anak membentuk antibodinya sendiri
secara aktif dan menjadi imun karenanya. Mekanisme yang sama adalah pemberian
vaksin yang merangsang tubuh manusia secara aktif membentuk antibody dan kebal
secara spesifik terhadap antigen yang diberikan (Satgas Imunisasi IDAI, 2008).
Penyelenggaraan program imunisasi telah memiliki landasan hukum, antara lain:
1. Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Undang-Undang no. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
3. Undang-Undang no. 1 tahun 1962 tentang karantina laut
4. Undang-Undang no. 2 tahun 1962 tentang karantina udara
5. Kep. Menkes No. 1611/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi
6. Kep. Menkes No. 1626/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan dan
Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

D. SASARAN
a. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi
penyakit menular tertentu
1) Jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara
lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B,
Hepatitis A, Meningitis Meningokokus, Influenzae, Haemophilus Influenzae
tipe b, Kolera, Rabies, Japanese Encephalitis, Tifus Abdominalis, Pneumoni
Pneumokokus, Yellow Fever (Demam kuning), Shigellosis, Rubella, Varicella,
Parotitis Epedemica, Rotavirus.
a) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan
hepatitis B
b) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Haji adalah Meningitis Meningokokus
c) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Kesehatan Pelabuhan adalah demam kuning
d) Jenis-jenis penyakit menular yng saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Zoonosis adalah rabies

74
2) Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan
akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
antara lain malaria, demam berdarah, HIV/AIDS, Avian influenzae akan
ditetapkan tersendiri

b. Sasaran
1) Sasaran berdasarkan usia yang diimunisasi
a) Imunisasi rutin
a. Bayi (di bawah satu tahun)
b. Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita berusia 15-39 tahun, termasuk
ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (Catin)
c. Anak usia sekolah tingkat dasar
b) Imunisasi tambahan : Bayi dan anak
2) Sasaran berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan
a) Imunisasi dasar : Bayi
b) Imunisasi lanjutan
a. Anak usia sekolah tingkat dasar
b. Wanita Usia Subur
3) Sasaran wilayah atau lokasi
Seluruh desa atau kelurahan di wilayah Indonesia

E. KEBIJAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI


1. Mutu pelayanan imunisasi diarahkan untuk menjamin pelaksanaan penyuntikan
yang aman dan potensi vaksin, antara lain :
a. Menggunakan satu jarum, satu syringe untuk setiap suntikan imunisasi.
b. Vaksin disimpan pada suhu yang telah ditentukan BCG, DPT, DT, TT dan HB
pada suhu 2-8C.
c. Polio dan Campak pada suhu 2-8C untuk Dinas Kesehata Kabupaten,
sedangkan penyimpanan di Puskesmas Polio dengan suhu 2-8oC dan
campak dengan suhu 0C untuk stok 1 bulan.
d. Sisa vaksin DPT, TT, dan HB yang sudah dibuka distatis dapat disimpan
kembali kedalam lemari es pada suhu 2-8C dalam dua kali pemakaian.

75
e. Sisa vaksin yang sudah dibuka untuk pelayanan dinamis harus dibuang
sedangkan yang belum dibuka dapat disimpan kembali kedalam lemari es
untuk dipakai pelayanan berikutnya.
f. Sisa vaksin Polio, BCG, dan Campak yang sudah dipakai atau dioplos harus
dibuang.
g. Batas pemakaian vaksin BCG dan Campak yang sudah dicampur pelarut tiga
jam, dan di dalam spuit lima belas menit.

2. Intensifikasi kegiatan imunisasi diarahkan untuk mendukung tercapainya


pemerataan UCI, Eradikasi polio, Eliminasi Tetanus Neonatorum dan Reduksi
Campak serta pengembangan imunisasi Hepatitis B.
3. Kegiatan program imunisasi dilaksanakan secara terpadu bersama lintas
program dan lintas sektor terkait.
4. Pemantauan program imunisasi dilarahkan pada aspek input, proses dan output
serta dampak, termasuk Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ( KIPI )
5. Jika ada KLB paling lambat dalam waktu 24 jam Kepala Puskesmas harus
melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten.
6. Apabila terdapat Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi harus segera dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten paling lambat 1 hari setelah dilakukan pelacakan.
7. Hasil kegiatan imunisasi harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten paling
lambat tanggal dua setiap bulan.
8. Laporan UCI per desa dilaporkan setiap bulan secara komulatif.
9. Laporan pengawasan wilayah setempat imunisasi dilaporkan setiap bulan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten paling lambat tanggal sepuluh.
10. Puskesmas harus membuat perencanaan vaksin setiap bulan serta monitoring
vaksin sebagai lampiran permintaan vaksin ke Dinas Kesehatan Kabupaten.

F. STRATEGI
Strategi (1)
Pemerataan UCI desa dilakukan dengan cara :
1. Memperbaiki standart imunisasi
2. Melakukan revitalisasi PWS
3. Melakukan revitalisasi Posyandu
4. Melakukan perencanaan kegiatan khusus

76
5. Melakukan pemantauan dengan supervisi check list

Strategi (2)
Eliminasi Tetanus neonatorum dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan cakupan imunisasi TT (TT 5 dosis)
2. Identifikasi daerah risiko tinggi Tetanus neonatorum
3. Mengupayakan cakupan imunisasi TT WUS min. 3 dosis dengan prioritas di
daerah risiko tinggi
4. Secara konsisten melaksanakan bias

Strategi (3)
Eradikasi polio dilakukan dengan cara:
1. Mopping up atau sub pin di wilayah yang ditemukan virus polio liar
2. Secara selektif melakukan backlog fighting (melengkapi imunisasi polio pada
anak balita di desa yang tidak mencapai UCI)

Strategi (4)
Reduksi Campak dipercepat dengan:
1. Melakukan crash program Campak pada anak balita di daerah pemukiman
baru termasuk daerah pengungsi
2. Melaksanakan catch up campaign Campak pada anak kelas I s/d VI
3. Bagi daerah yang sudah melaksanakan catch up campaign diteruskan
dengan pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas I baru

Strategi (5)
Imunisasi Hepatitis B:
- Memberikan imunisasi Hepatitis B (HB-1) sedapat mungkin pada usia 0-7 hari
- Intensifikasi imunisasi Hepatitis B menggunakan HB uninject
- Pengembangan imunisasi Hepatitis B perlu dilaksanakan secara mandiri di
unit-unit pelayanan swasta

Strategi (6)
Kegiatan bias setiap dilangsungkan pada bulan November dengan
mempertimbangkan pencapaian hasil bias tahun sebelumnya
Pengembangan SDM dilakukan dengan:

77
- Melakukan evaluasi terhadap ratio tenaga imunisasi terlatih
- Mengusulkan kegiatan pelatihan imunisasi / cold chain secara bertahap

Strategi (7)
Kecukupan peralatan imunisasi :
- Melakukan evaluasi terhadap ratio peralatan imunisasi
- Mengusulkan perencanaan peralatan imunisasi sesuai kebutuhan standart
ratio yang telah ditetapkan

Strategi (8)
Pengembangan pelayanan imunisasi swasta dengan cara :
- Identifikasi unit-unit pelayanan swasta
- Pertemuan desiminasi informasi pelayanan imunisasi swasta
- Pelaksanaan pelayanan imunisasi swasta
- Monitoring (termasuk monitoring cold chain )

Strategi (9)
Pengembangan sistem pemantauan KIPI :
- Pelaporan & pelacakan kasus KIPI
- Pengembangan software KIPI
- Sosialisasi pencegahan & penanggulangan KIPI
TT 5 kali bila interval benar
- Ibu kebal seumur hidup
- Bayi itu terlindungi tetanus neonatorum

DOSIS INTERVAL MINIMAL LAMA PERLINDUNGAN


TT 1 TIDAK ADA
TT 2 TT 1 + 4 MGG 3 TAHUN
TT 3 TT 2 + 6 BULAN 5 TAHUN
TT 4 TT 3 + 1 TAHUN 10 TAHUN
TT 5 TT 4 + 1 TAHUN 25 TAHUN
Keterangan : tidak ada interval maksimal

78
G. JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI

Lahir di RS /Praktek dokter / RB/ Bidan praktek :


0 bulan → HB-1, BCG, POL-1
2 bulan → DAPAT-HB1, POL-2
3 bulan → DAPAT-HB2, POL-3
4 bulan → DAPAT-HB3, POL-4
9 bulan → CAMPAK

Lahir di rumah
Bulan Antigen Tempat

0 bulan HB-1 Rumah


1 bulan BCG Yandu
2 bulan DAPAT-HB1, POL-1 Yandu
3 bulan DAPAT-HB2, POL-2 Yandu
4 bulan DAPAT-HB3, POL-3 Yandu
5 bulan POL-4 Yandu
9 bulan CAMPAK Yandu

DOSIS VAKSIN & TEMPAT PENYUNTIKAN


Antigen Dosis Penyuntikan
BCG 1x 0,05 ml Intracutan insertio M.D
DAPAT 3x 0,5 ml Intramuscular
TT 2x 0,5 ml Intramuscular
DPT 1x 0,5 ml Intramuscular
POL 4x 2 tetes Mulut
Campak 1x 0,5 ml Intramuscular
HB 3x 0,5 ml Intramuscular
DAPAT-HB 3x 0,5 ml Intramuscular

79
MASA SIMPAN VAKSIN
Antigen Suhu Penyimpanan Umur
BCG +2oC s/d +8oC 1 tahun
-15oC s/d -250C 1 tahun
DAPAT +2oC s/d +8oC 1 tahun
HB +2oC s/d +8oC 26 bulan
TT +2oC s/d +8oC 2 tahun
DT +2oC s/d +8oC 2 tahun
POL +2oC s/d +8oC 6 bulan
-15oC s/d -250C 2 tahun
CAMPAK +2oC s/d +8oC 2 tahun
-15oC s/d -250C 2 tahun
DAPAT-HB +2oC s/d +8oC 2 tahun
Pelarut BCG Suhu kamar 5 tahun
Pelarut CPK Suhu kamar 5 tahun

KERUSAKAN VAKSIN TERHADAP SUHU


1) Vaksin sensitif beku
Vaksin suhu bertahan
HB, DPT-HB -0,5ºC max ½ jam
DPT, DT, TT -5ºC s/d -10ºC max ½ -2 jam
DPT, DPT-HB, DT 27ºC s/d 33ºC 14 hari
HB, TT 27ºC s/d 33ºC 30 hari
2) Vaksin sensitif panas
Polio 27ºC s/d 33ºC 2 hari
Campak, BCG 27ºC s/d 33ºC 7 hari
3) Semua vaksin akan rusak bila terkena sinar matahari langsung

H. SARANA DAN PRASARANA


Sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan imunisasi adalah sebagai
berikut :
1. Vaksin
 Pengertian vaksin

80
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen
kuman (bakteri, virus, atau riketsia), atau racun kuman (toxoid) yang telah
dilemahkan atau dimatikan dan akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit tertentu (Kepmenkes RI, 2005).

 Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
- Live attenuated (kuman atau virus hidup yang ,dilemahkan)
Vaksin hidup virus atau bakteri liar penyabab penyakit dilemahkan.
Walaupun vaksin hidup yang dilemahkan dapat menyebabkan penyakit,
umumnya bersifat ringan dibandingkan dengan penyakit alamiah dan itu
dianggap sebagai kejadian ikutan. Vaksin virus hidup yang dilemahkan
secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula,
hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup. Contoh : vaksin campak,
polio oral, vaksin BCG, dll.

- Inactivated (kuman, virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif)


Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau
virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan
penanaman bahan kimia misalnya formalin. Sedangkan vaksin
inactivated yang tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis
antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan
penyakit dan tidak mengalami mutasi menjadi patogenik.

Sedangkan yang diprogramkan terdapat 7 vaksin yaitu


a) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.
b) Vaksin DPT
Vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang telah diinaktivasi. Untuk pemberian kekebalan
secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
c) Vaksin TT
Vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan
terabsorbsi kedalam 3mg/ml aluminium fosfat. Vaksin ini diberikan
81
untuk kekebalan aktif terhadap tetanus, untuk mencegah tetanus pada
bayi yang beru lahir dengan mengimunisasi WUS (Wanita Usia Subur)
atau ibu hamil, juga untuk pencegahan pada ibu bayi.
d) Vaksin DT
Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengandung
toxoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan. Vaksi ini diberikan
untuk kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
e) Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine=OVP)
Vaksin Oral Polio adalah vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2, dan 3 (strain sabin) yang telah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa. Vaksin untuk kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.
f) Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap
dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 100 mcg residu
kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Digunakan untuk
kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
g) Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non-infeksius, berasal dari HbsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hasenula Polymorpha) menggunakan
teknologi DNA rekombinan. Vaksin digunakan untuk kekebalan aktif
terhadap infeksi Hepatitis B
h) Vaksin DPT-HB
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang diinaktivasi serta vaksin Hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan
bersifat non-infeksius. Diberikan untuk kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.

 Sifat vaksin
Sifat vaksin dapat digolongkan berdasarkan kepekaan atau sensitifitasnya
terhadap suhu yaitu :
a. Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze sensitive=FS) yaitu
golongan vaksin yang akan rusak apabila terpapar atau terkena
82
dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. Jenis vaksin yang sensitif
beku tersebut adalah: Hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT.
b. Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat Sensitive=HS), yaitu
golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar tau terkena suhu panas
yang berlebihan. Jenis vaksin yang sensitif terhadap panas tersebut
adalah: Polio, BCG, dan campak.

 VVM (Vaccine Vial Monitor)


Untuk menilai apakah vaksin masih atau tidak bisa dipergunakan.
Pertama-tama periksalah tanda VVM yang terdapat dalam kemasan
setiap vaksin, apakah masih dalam kriteria A/B. Bila sudah masuk
dalam kriteria C dan D maka jangan pergunakan vaksin tersebut.

A. Segi empat lebih terang dari lingkaran sekitar


bila belum kadaluarsa : Gunakan vaksin.

B. Segi empat berubah gelap tapi lebih terang dari


lingkaran sekitar bila belum kadaluarsa, segera
gunakan vaksin.

C. Segi empat warnanya sama dengan lingkaran sekitar


jangan gunakan vaksin : Lapor kepada pimpinan.

D.Segi empat lebih gelap dari lingkaran sekitar


jangan gunakan lagi : Lapor kepada pimpinan.

2. Cold Chain
a) Pengertian cold chain
Cold chain atau rantai dingin diartikan rangkaian proses
penyimpanan dan transportasi vaksin dengan menggunakan berbagai
peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari
pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses
penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari
83
pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk
mengukur dan mempertahankan suhu (Satgas Imunisasi IDAI, 2008).

b) Suhu optimum dan sensitivitas terhadap suhu


1. Suhu optimum
- Untuk vaksin hidup
Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu 2º-
8C, di atas suhu 8C vaksin hidup akan cepat mati. Vaksin hidup
potensinya masih tetap baik pada suhu kurang dari 2C sampai
dengan beku.
- Untuk vaksin mati
Vaksin mati/inaktif sebaiknya disimpan dalam suhu 2º-8C juga,
pada suhu dibawah 2ºC (beku) vaksin mati/inaktif akan cepat
rusak.
2. Sensitivitas vaksin terhadap suhu
Untuk memudahkan pengelolaan, vaksin dibedakan dalam 2 (dua)
kategori:
- Vaksin yang sensitive terhadap panas (heat sensitive) : Polio,
Campak, dan BCG.
- Vaksin yang sensitive terhadap pembekuan (freeze sensitive) :
Hepatitis B, DPT, TT, dan DT.

c) Peralatan yang termasuk rantai dingin


1) Kamar dingin dan kamar beku
Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room)
umumnya berada di pabrik, distributor pusat, Departemen
Kesehatan atau Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang besar
untuk menyimpan vaksin dalam jumlah besar. Suhu kamar dingin
berkisar 2º-8C, terutama untuk menyimpan vaksin-vaksin yang
tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar antara -25C sampai
dengan -15C, untuk menyimpan vaksin yang boleh beku, terutama
vaksin polio. Pintu tidak boleh sering dibuka tutup. Kamar dingin
dan kamar beku tidak boleh digunakan untuk membuat cool pack

84
atau cold pack atau meletakkan benda-benda lain. Pembuatan cool
pack dan cold pack menggunakan lemari pendingin tersendiri.

2) Lemari es
Alat ini untuk menyimpan vaksin, baik provinsi, Dati II maupun
Puskesmas. Lemari es tidak boleh terkena panas matahari secara
langsung. Suhu didalam lemari es harus berkisar 2º-8C,
digunakan untuk menyimpan vaksin-vaksin hidup maupun mati,
dan digunakan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair).
Sedangkan suhu di dalam freezer berkisar -25C sampai dengan -
15C, khusus untuk menyimpan vaksin polio dan pembuatan cold
pack (kotak es beku). Pintu lemari es ada dua jenis : membuka ke
depan dan membuka ke atas.Jenis lemari es dengan pintu
membuka ke atas lebih baik dari pintu membuka ke depan, karena
tutup atas dapat mempertahankan suhu dingin lebih lama saat
lemari es dibuka.
Susunan vaksin dalam lemari es sangat penting karena
vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda
terhadap suhu dingin. Vaksin hidup diletakkan dekat bagian yang
paling dingin, sedangkan vaksin mati jauh dari bagian yang paling
dingin.

Lemari Es dengan Pintu Membuka ke Depan (Tata Letak Vaksin


dalam Lemari Es : Vaksin hidup boleh dekat dengan Freezer,
vaksin mati harus jauh dari Freezer)

85
Lemari Es dengan Pintu Membuka Ke Atas (Tata Letak Vaksin
dalam Lemari Es : Vaksin hidup boleh dekat dengan Freezer,
vaksin mati harus jauh dari Freezer)
3) Cold Box
Peralatan ini digunakan untuk membawa vaksin dalam sistem
rantai dingin suhu 2º-8C. Cold box bentuknya empat persegi,
dengan insuli yang dapat mempertahankan suhu vaksin sampai 72
jam bila tertutup rapat serta diisi dengan cukup cold pack beku.
Cold box selain digunakan untuk alat dalam transportasi, juga
digunakan untuk menyimpan vaksin dalam rangka penyelamatan
sementara pada saat lemari es rusak atau terganggu.

86
Kotak Dingin/cool box

4) Vaccine Carrier
Alat pembawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak
terlalu jauh, digunakan untuk kegiatan posyandu ruang KIA atau
tempat diluar gedung lainnya, alat ini hanya dapat
mempertahankan suhu 2º-8C selama 12 jam, bila tertutup rapat
serta diisi dengan cold pack beku disekelilingnya.

Vaksin Carrier

5) Cold pack dan cool pack


Cold pack berisi air yang dibekukan dalam suhu -15C
sampai dengan -25C selama 24 jam, biasanya di dalam wadah
plastik berwarna putih. Cool pack berisi air dingin (tidak beku) yang
didinginkan dalam suhu 2º-8C selama 24 jam, biasanya di dalam
wadah plastik berwarna merah atau biru. Cold pack (beku)
dimasukkan kedalam sarana penyimpanan atau pengangkut vaksin
untuk mempertahankan suhu vaksin ketika membawa vaksin hidup
sedangkan cool pack (cair) untuk membawa vaksin hidup dan
vaksin mati/inaktif (Satgas Imunisasi IDAI, 2008)

87
Cool Pack

3. Alat suntik
Peralatan suntik yang digunakan hingga saat ini ada empat jenis yaitu:
a) Reusable syringe (syringe yang dapat disterilkan kembali dengan
volume 0,05 ml untuk imunisasi BCG dan 0,5 ml untuk imunisasi
lainnya) dalam proses pengadaan sering disebut dengan paket B.
b) Disposable syringe (alat suntik sekali pakai), namun memiliki risiko
digunakan lagi.
c) Autodestruct syringe/auto disposable (AD) (alat suntik yang tidak
mungkin dipakai kembali)
d) Autodestruct prefilled syringe (alat suntik yang sudah berisi vaksin),
sering disebut dengan uniject (Dit Jen PPM dan PL Dep Kes RI,
2005).

I. SURVEILANS KEAMANAN IMUNISASI


- Mendeteksi, koreksi, dan pencegahan programme errors
- Identifikasi KIPI yang tidak biasa
- Membedakan ko-insiden dan KIPI
- Mempertahankan kepercayaan terhadap program imunisasi
- Membuktikan adanya hipotesis KIPI dari vaksin tertentu
- Estimasi KIPI-rate dalam masyarakat

J. KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI


Definisi KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik
berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis, atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan
kausal yang tidak dapat ditentukan. Umumnya reaksi terjadi segera setelah
dilakukan vaksinasi, namun bisa juga reaksi tersebut muncul kemudian.
88
 Klasifikasi KIPI
Komite nasional pemantauan dan penanggulangan KIPI membagi penyebab
kejadian KIPI (Komnas PP KIPI) mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2
klasifikasi :
1. Klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pacific (1999) untuk petugas
kesehatan di lapangan. Klasifikasi lapangan ini dapat dipakai untuk
pencatatan dan pelaporan KIPI.
a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
 Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur
imunisasi, misalnya :
• Dosis antigen (terlalu banyak)
• Lokasi dan cara menyuntik
• Sterilisasi jarum suntik dan jarum suntik
• Jarum bekas pakai
• Tindakan aseptik dan antiseptik
• Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
• Pemakaian sisa vaksin
• Jenis dan pelarut jumlah vaksin
• Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian,
kontra indikasi, dan lain-lain).

 Pencegahan kesalahan program


• Gunakan pelarut dari produsen sesuai dengan vaksin
• Buamg vaksin yang telah dilarutkan setelah habis masa toleransi
(tidak lebih dari 6 jam :campak, BCG : 3 jam)
• Dalam lemari es tidak boleh menyimpan obat lain
• Menggunakan alat suntik steril untuk setiap suntikan
• Pelatihan vaksinasi dan supervisi yang baik
• Investigasi epidemiologi secara hati-hati terhadap KIPI untuk
mencari penyebab dan untuk memperbaiki praktek imunisasi
yang benar.
b. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung dan harus dicatat sebagai reaksi KIPI.
89
Reksi sutikan langsung misalnya nyeri sakit, bengkak, dan kemerahan
pada tempat suntikan, sedangkan reaksi tidak langsung misalnya rasa
takut, pusing, mual, sampai sinkop.
Pencegahan reaksi KIPI reaksi suntikan dengan :
 Teknik penyuntikan yang benar
 Suasana tempat penyuntikan yang tenang
 Atasi rasa takut yang muncul pada anak yang lebih besar

c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)


Reaksi simpang vaksin yang terjadi walau imunisasi telah dilaksanakan
dengan benar.
 Reaksi vaksin secara lokal
• Rasa nyeri di tempat suntikan
• Bengkak kemerahan ditempat suntikan 10%
• Bengkak pada DPT, tetanus sekitar 50%
• Parut BCG terjadi setelah 6 minggu kemudian terjadi ulserasi dan
sembuh setelah beberapa bulan
 Reaksi vaksin secara sistemik
• Demam 10%, kecuali DPT hampir 50%, juga reaksi seperti
iritable, malaise, gejala sistemik.
• MMR dan campak, terjadi demam atau ruam dan konjungtivitis
pada 5-15%, dan lebih ringan dibandingkan infeksi campak tetapi
berat pada kasus immunnodefisiensi
• Pada mumps terjadi pembengkakan kelenjar parotis
• Rubella terjadi nyeri sendi 15% dan terjadi pembengkakan
kelenjar limfe
 Reaksi vaksin berat
• Kejang
• Trombositopeni
• Hypotonic hyporesponsive episode / HEE
• Persistent inconsolable secaraeaming bersifat self-limiting
• Anafilaksis, potensial menjadi fatal, dapat disembuhkan tanpa
gejala sisa

90
• Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DPT

d. Faktor kebetulan (koinsiden)


Indikatornya apabila kejadian kesakitan/kematian juga terjadi pada saat
yang sama pada populasi yang sama tetapi tidak dilakukan imunisasi.
Jumlah kejadian tergantung dari besarnya populasi dan insiden penyakit
atau kematian di masyarakat, misal :
 1 juta anak 1-15 tahun ikut imunisasi masal
 Mortality rate populasi 3 per 1000 per tahun
 Maka 1 juta anak yang ikut imunisasi : 1.000.000/1000 x 3 = 3000
akan mengalami kematian dalam setahun
 Maka pada bulan imunisasi diperkirakan akan terjadi 250
kematian/ 8 kematian pada hari imunisasi sebagai koinsidensi.

e. Penyebab tidak diketahui


Apabila kejadian belum atau tidak dapat dimasukkan dalam keempat
penyebab diatas.

 Klasifikasi kausalitas
Vaccine safety committee 1994 membuat klasifikasi KIPI yaitu :
a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)
b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal
(unlikely)
c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible)
d. Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal (probable)
e. Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain)

91
BAB XII

Program P2 Kusta

92
BAB XIII
PROGRAM PEMBIAYAAN KESEHATAN MASYARAKAT

Visi dan Misi :


Visi : Indonesia sehat 2010.
Misi : Menggerakkan bangnas berwawasan kesehatan.
Mendorong kemandirian hidup sehat.
Meningkatkan yankes yang bermutu, merata dan terjangkau.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat
dan lingkungannya.

Arti dan ciri JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) :


1. Pemeliharaan kesehatan paripurna dan bermutu dengan pembayaran pra
upaya.
a. Paripurna : memenuhi seluruh kebutuhan kesehatan utama yang
mencakup upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
b. Bermutu : memenuhi standar pelayanan dan efektif menjaga kesehatan
konsumen.
c. Pembayaran pra upaya : pembayaran di muka, tak bergantung
pemakaian.

2. Pra upaya : jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JPKM
telah dibayar oleh bapel kepada PPK sebelum yankes diterima peserta JPKM
(pembayaran di muka).

3. Kapitasi : pembayaran yang dilakukan bapel kepada PPK atas jasa yankes
yang diberikan oleh PPK kepada peserta dengan membayarkan sejumlah
dana sebesar perkalian jumlah anggota atau serta dengan satu satuan harga
sebelum pelayanan diberikan.

4. Unit cost : satu satuan harga sebelum pelayanan diberikan

93
bayar langsung
PASIEN PPK
yankes (kuratif)

BAPEL

fee for service


PESERTA PPK
yankes (kuratif)

BAPEL

PESERTA yankes (kuratif) PPK

BAPIM

BAPEL

ikatan kerja/kontrak
siklus jaga mutu
pemantauan utilisasi
penanganan keluhan
PESERTA PPK
yankes (paripurna)

94
JPKM
BAPEL

PESERTA PPK
yankes (paripurna)

Jaminan pemeliharaan kesehatan untuk masyarakat miskin :


Latar belakang :
Pada tahun 1997 Indonesia dilanda KRISIS EKONOMI yang berkembang
menjadi KRISIS MULTIDIMENSI yang mengakibatkan meningkatnya
JUMLAH MASYARAKAT MISKIN.
 Tahun 1996 : 22,4 juta ( 11,3% )
 Tahun 1998 : 49,5 juta ( 24,2% )
 Tahun 2004 : 36,2 juta ( 16,5% )
 Tahun 2005 : 62 juta ( 28,2% )
 Tahun 2007 : 76,4 juta

LANDASAN HUKUM
PROGRAM JAMKESMAS
UUD 1945

UU 23/92 UU 01/04 UU 17/03 UU 45/07 UU 40/2004

KESEHATAN HAK FUNDAMENTAL


SETIAP PENDUDUK
SETIAP ORANG BERHAK HIDUP SEJAHTERA
LAHIR DAN BATIN, BERTEMPAT TINGGAL DAN
MENDAPATKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BAIK DAN SEHAT
SERTA BERHAK MEMPEROLEH PELAYANAN KESEHATAN

PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN


MELALUI PROGRAM JAMKESMAS
Kepmenkes RI Nomor 125/ Menkes/SK/II/2008
Juknis Jamkesmas di Puskesmas dan Jaringannya Tahun 2008

95
 Di Jatim sesuai KEPMENKES nomor 417 / MENKES / SK / IV / 2007 terdapat
3.236.880 rumah tangga miskin atau 10.710.051 maskin (28.9%) dari
36.206.060 penduduk Jatim.
 UUD 45, UU 23 tahun 1992 :
Kesehatan adalah investasi, hak fundamental dan kewajiban setiap warga
Negara.
 Negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi
penduduknya.

Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui program JAMKESMAS.


Pengertian Jamkesmas :
Adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu yang dapat diperoleh secara gratis.

Kondisi pelaksanaan jamkesmas di Jawa Timur tahun 2009 :


 Provinsi Jawa Timur terdiri dari 38 kabupaten dan kota.
 Penduduk Jatim :
Tahun 2007 : jumlahnya 37.746.485 jiwa.
Tahun 2009 : jumlahnya 38.387.102 jiwa terdiri dari :
a. Maskin Quota : 10.710.051
b. Non-quota : 1.411.742
c. Non-maskin : 26.265.309

Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah di puskesmas dan RS


pemerintah di Jawa Timur. Sasaran :
 Puskesmas :
a. Masyarakat miskin (maskin) terdiri dari : maskin quota dan non-quota.
b. Masyarakat non-maskin (a+b = seluruh penduduk)
 Rumah Sakit :
Masyarakat miskin (maskin) terdiri dari : maskin quota dan non-quota

96
Tujuan Program Jamkesmas :
Meningkatkan akses dan mutu yankes kepada seluruh maskin dan tidak mampu
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien.

Kriteria miskin :
• 14 kriteria BPS (10 kriteria utk perdesaan, 9 kriteria utk perkotaan)
• Alokasi/Kuota Miskin Jamkesmas ditetapkan oleh Depkes
• Alokasi Miskin Non Kuota ditetapkan oleh Bupati/Walikota

Kriteria miskin menurut BPS :


1. Luas lantai per anggota rumah tangga atau keluarga : < 8 m 2
2. Jenis lantai rumah : Tanah / papan kualitas rendah.
3. Jenis dinding rumah : Bambu / papan mutu rendah.
4. Fasilitas tempat buang air besar (jamban) : Tidak punya.
5. Sumber air minum : Bukan air bersih.
6. Penerangan yang digunakan : Bukan listrik.
7. Bahan bakar yang digunakan : Kayu / arang.
8. Frekuensi makan dalam sehari : < 2 kali sehari.
9. Kemampuan membeli daging / ayam / susu dalam seminggu : Tidak.
10. Kemampuan membeli pakaian baru bagi tiap anggota rumah tangga : Tidak.
11. Kemampuan berobat ke puskesmas / poliklinik : Tidak.
12. Lapangan pekerjaan kepala rumah tangga : Petani, nelayan, dll.
13. Pendidikan kepala rumah tangga : Tidak tamat SD.
14. Kepemilikan aset / barang berharga min. Rp. 500rb. : Tidak ada.

Aspek-aspek penyelenggaraan :
1. Aspek kepesertaan.
2. Aspek pelayanan.
3. Aspek pendanaan dan mekanisme keuangan.
4. Aspek pengorganisasian

Peserta Jamkesmas :
 Masyarakat miskin dan tidak mampu yang ditetapkan oleh Bupati / Walikota.

97
 Gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat tidak memiliki
identitas ditetapkan oleh Dinas Sosial Kabupaten / Kota.
 Masyarakat yang masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
 Bayi yang terlahir dari keluarga Jamkesmas.
 Jamkesmas dilaksanakan dengan spirit “pro rakyat” .
 Sasaran program adalah masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati
miskin sesuai data BPS.
 Dalam perjalanan implementasinya banyak penyesuaian yang bertujuan
memperlancar penyelenggaraan tetapi tetap menjaga akuntabilitas.
 Penyesuaian dilakukan melalui Surat Edaran, Revisi Pedoman dll yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari pedoman.
 Program Jamkesmas tahun 2009 adl kelanjutan tahun 2008 dengan beberapa
perbaikan.

Prosedur mendapatkan pelayanan kesehatan :


1. Di puskesmas
a. Membawa kartu JAMKESMAS.
b. Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan YANKESDAS dapat ke
Puskesmas dan jaringannya (PUSTU, POLINDES, PUSKEL, BIDES,
POSKESDES).
c. Puskesmas dan jaringannya memberikan YANKESDAS sesuai kebutuhan
dan standar pelayanan.
d. Peserta Jamkesmas bila memerlukan Yankes Rujukan, membawa Surat
Rujukan dari Puskesmas dan jaringannya.
e. RS wajib memberikan rujukan balik ke Puskesmas apabila kasusnya
sudah dapat ditangani oleh Puskesmas.
f. Dalam kondisi gawat darurat, peserta dpt langsung memperoleh
pelayanan kesehatan RS melalui UGD.

2. Di RS, BKMM, BBKPM, PKPM, BP4, BKIM.


a. Peserta harus menunjukkan kartu JAMKESMAS dan membawa Surat
Rujukan dari Puskesmas dan jaringannya (PUSTU, POLINDES, PUSKEL,
BIDES, POSKESDES).

98
b. Rajal Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang
menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah,
BKMM, BBKPM, BKPM, BP4, BKIM.
c. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) dilaksanakan pada ruang perawatan
kelas III RS Pemerintah.
d. Pelayanan Gawat Darurat.

Penyaluran dana :
 Dana pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung ke Puskesmas melalui
PT POS.
 Dana pelayanan kesehatan lanjutan dibayarkan langsung ke
BKIM/BKMM/BP4/BKPM/BBKPM dan RS oleh Kantor Pusat Perbendaharaan
Negara (KPPN).
 Dana awal untuk Balai Kesehatan di atas dan RS diluncurkan sejak bulan
Februari via Bank BRI.

ORGANISASI
DEPKES :
UNIT PENGELOLA : TIM KOORD PUSAT
PENGARAH
PELAKSANA

DINKES PROP TIM KOORD PROP


SEKRETARIAT PENGELOLA

DINKES KAB/KOTA
PT ASKES TIM KOORD KAB/KOTA
SEKRETARIAT PENGELOLA

PUSKESMAS
VERIFIKATOR
INDEPENDENT
RUMAH SAKIT
PPATRS

99
BAB XIV
SEKSI KEFARMASIAN DAN PERBEKALAAN KESEHATAN

A. VISI
Pemerataan pelayanan kesehatan kefarmasiaan dan perbekalaan kesehatan dalam
mewujudkan Jawa Timur mandiri untuk hidup sehat.

B. MISI
1. meningkatkan pemerataan pelayanan kefarmasian dan perbekalaan kesehatan
di Jawa Timur yang bermutu, aman dan bermanfaat.
2. Meningkatkan mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi klinik di Jawa
Timur dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif dan didukung oleh
profesionalisme.
3. Meningkatkan ketersediaan obat esensial dan perbekalaan kesehatan bagi
pelayanan kesehatan darsar dan khusus di Jawa Timur.
4. Melindungi masyarakat dari penggunaan oabat, perbeklaan kesehatan dan
makanan yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan serta bahaya
penyalahgunaan NAPZA dan bahan berbahaya melalui pembinaan dan
pengendaliaan informasi kepada masyarakat.
5. Meningkatkan kompetensi SDM kesehatan di bidang kefarmasiaan, perbekalaan
kesehatan, makanan minuman di wilayah Jawa Timur.

Landasaan hukum visi dan misi ini berdasarkan PERATURAN GUBERBUR


JAWATIMUR NO.79 TAHUN 2008 tentang uraian tugas sekertariat bidang,sub
bagian dan seksi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

C. TUGAS
1. Menyiapkan bahan perencanaan.
2. Menyiapkan bahan penyusunan pedman, juk-lak, juk- nis serta protap.
3. Menyiapkan bahan.
4. Melaksanakan fasilitasi.
5. Menyiapkan bahan koordinasi lintas program, lintas sektor, orang,
profesi,institusi pendidikan, asosiasi,LSM, dan pihak swasta.
6. Menyiapkan bahan evaluasi.
100
7. Menjabarkan kebijakan operasional di bidang :
a. Obat
b. Obat tradisional
c. NAPZA
d. Alat kesehatan
e. Perbekalan kesehatan Rumah Tangga
f. Kosmetika
8. Menyiapkan rekomendasi :
a. Ijin prinsip usaha obat tradisional.
b. Ijin usaha industri obat tradisional.
c. Ijin industri farmasi
d. Ijin industri alat kesehatan
e. Ijin industri pembekalaan kesehatan Rumah Tangga.
f. Ijin pedagang besar farmasi
g. Ijin PAK
9. Member ijin Pedagang besar farmasi ,cabang PAK, sub PAK, ijin prinsip dan
ijin usaha industri kecil obat tradisional.
10. Melaksanakan tugas- tugas lain yang diberikan Kepala Bidang.

D. SEKSI FALKALKES

E. NO REGISTRASI ATAU IJIN EDAR

OBAT TRADISIONAL : POM TR/TI/TL …… (9 DIGIT)


KOSMETIKA : POM CD/CL …….. (10 DIGIT)

101
PKRT : DEPKES RI PKD / PKL … (11 DIGIT)
ALKES : DEPKES RI AKD/AKL …. (11 DIGIT)
MAKANAN-MINUMAN : POM MD/ML…….…..(12 DIGIT)
MAK-MIN INDUSTRI RT : DEPKES RI SP :…../ .. ../..
P-IRT ……….. (12 DIGIT)
OBAT : DEPKES RI / POM : DKL/DBL dll ……. (15 digit)
GKL/GBL dll…………..(15 digit).

F. RANGKAIAN DINAMIKA OBAT

PRODUKSI industri
CPOB RS apotek
Toko
obat
PKM
Ijin edar
CDOB
Distributor

P B F

Penggunaan obat yang rasional


dan berkualitas

G. OBAT PUBLIK
Program ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan obat esensial untuk pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan khusus bagi mayarakat Jawa Timur.
Dimana program ini memiliki ruang lingkup:
1. Ketersediaan obat essensial untukpelayanan kesehatan di puskesmas sampai
ke desa.
2. Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit khusus, BP4, dan
BKMM.
3. Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan program tertentu (P2M dan
kesehatan keluarga)
4. Ketersediaan obat untuk penanggulangan KLB dan bencana.

102
5. Ketersediaan obat untuk upaya pelayanan kesehatan insidentil kepada
masyarakat.
6. Kebijakan obat generik.

H. ALUR OBAT NAPZA

103
I. PENGGUNAAN OBAT RASIONAL.

PENGGUNAAN OBAT SECARA RASIONAL

Tepat indikasi
Tepat dosis
Tepat waktu
Tepat penderita
Waspada efek samping obat

J. FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK .


Farmasi komunitas dan klinik memiliki tugas sebagai berikut :
1. Menjabarkan petunjuk teknis pelayanan kefarmasiaan di apotek dan RS
2. Menjabarkan petunjuk teknis pelayanan kefarmasiaan di PBF
3. Menjabarkan pedoman pelayanan informasi obat di mayarakat
4. Merencanakan pembinaan dan pengendalian program farmasi komunitas & RS
5. Pemantauan dan evaluiasi program farmasi komunitas dan rumah sakit

K. KEGIATAN PROGRAM NAPZA.


1. Pengamanan jalur resmi.
2. Penyuluhan pencegahan dan penaggulangan serta penyalahgunaan NAPZA.
3. P4GN (pencegahan , pemberantasaan , penyalah gunaan dan peredaran gelap
NAPZA ) dengan lintas sector dan lintas program.

L. ALAT KESEHATAN DAN PERALATAN KESEHATAN RUMAH TANGGA


Tujuan dari program ini adalah :
1. Pemberiaan rekomendasi : industri alat kesehatan, industri peralatan kesehatan
rumah tangga,PAK.
2. Pemberiaan ijin: sub PAK
3. Monitoring produk.
4. Pembinaan dan pengendaliaan pengawasaan kepada sarana produksi dan
distribusi alat kesehatan dan peralatan kesehatan rumah tangga.
104
5. Fasilitasi kab/ kota.
6. Penyebarluasaan informasi ke masyarakat.
Kategori peralatan kesehatan rumah tangga :
1. Tissue dan kapas
2. Sediaan untuk mencuci
3. Pembersih
4. Alat perawatan bayi
5. Antiseptik dan desinfektan
6. Pewangi
7. Pestisida rumah tangga
8. Peralatan makan.

M. OBAT TRADISIONAL DAN MAKANAN DAN MINUMAN.


Tujuan program obat tradisional dan kosmetik adalah:
1. Pemberiaan rekomendasi : industri obat tradisional dan kosmetika
2. Pemberiaan ijin IKOT
3. Monitoring produk.
4. Pembinaan dan pengendaliaan produksi distribusi obat tadisional dan kosmetika
5. Fasilitasi kab/kota
6. Penyebarluasaan informasi ke masyarakat

Tujuan program makanan dan minuman :


1. Monitoring produk
2. Pembinaan dan pengendalian sarana produksi distribusi
3. Fasilitasi kab/ kota.
4. Penyebarluasaan informasi ke masyarakat.

105
BAB XV
PELAKSANAAN PROGRAM SURVEILANS

A. Definisi AFP hari


 Semua anak usia < 15 tahun
 Kelumpuhan yang sifatnya lemas (flaccid)
 Terjadi mendadak dalam 1-14 hari
 Bukan disebabkan rudapaksa/trauma
 Bila ada keraguan laporkan sebagai kasus AFP

B. Tujuan Surveilans AFP


1. Sertifikasi Indonesia bebas polio tahun 2010
2. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus-polio liar (terdapat
polio lumpuh)

Diagram Eradikasi Polio

Imunisasi rutin PIN Sweeping Mopping Up


BIAS Polio

Perlindungan Masal ? bebas Polio Fokus Polio Bebas Polio

Surveilans AFP

C. Tahap Pemantauan Virus Polio Baru


Masih banyak negara-negara yang mempunyai penderita Polio baru yang
mungkin masuk ke Indonesia dan beredarnya VAPP dan VDPP yang beredar pada
anak imunitas rendah. Oleh karena itu diperlukan surveilans AFP (SAFP) yang
berkualitas tinggi dapat menuntun kita mendeteksi daerah yang diserang oleh virus
Polio liar (import) atau VDVP. Apabila ditemukan, mopping up dapat segera

106
dilakukan pada daerah terbatas sehingga efisien dan dipertahankan tetap bebas
polio.
D. Strategi Eradikasi Polio (pasca PIN)

Diagram strategi Eradikasi Polio (pasca PIN)

Imunisasi rutin
Daya lindung anak terhadap Polio tinggi
BIAS

Ssub PIN

Pemantauan virus polio baru harus ketat dan teliti Surveilans AFP

Mopping Up

E. Konsep Surveilans AFP


Gejala polio adalah lumpuh layuh akut. Jika ditemukan anak dengan gejala
lumpuh layuh akut, harus dibuktikan bahwa anak tersebut bukan penderita polio. Hal
ini dikarenakan penderita lumpuh belum tentu akibat virus polio. Sulit ditetapkan
secara klinis adanya virus polio diantara semua penderita dengan gejala lumpuh
layuh akut yang ditemukan, oleh karena itu diperlukan biakan virus.
Semua penderita lumpuh layuh akut yang telah ditemukan (dini) harus diperiksa
laboratorium dengan teliti untuk diidentifikasi apakah polio atau bukan. Bila tidak ada
satupun yang polio menurut laboratorium, maka dapat dinyatakan bebas polio.

107
F. Konsep Surveilans AFP
Diagram Konsep Surveilans AFP

Penemuan kasus lumpuh layuh akut secara intensif indikator

Laboratorium tangguh Indikator


Indikator
1. Semua anak lumpuh ditemukan (AFP Rate non polio ≥ 1)
2. Spesimen adekuat ≥ 80% (tinja anak dapat diambil pada saat awal sakitnya dan
dikirim ke laboratorium dengan benar)
3. Kemanapun petugas untuk menemukan anak lumpuh (zero reprting ế ≥ 90%)

G. Strategi Surveilans AFP


 Menentukan kasus AFP minimal 1/100.000 penduduk < 15 tahun
 Upaya penemuan :
 Di Rumah Sakit
 Di Puskesmas dan Masyarakat
 Pemeriksaan klinis dan laboratorium
 Keterlibatan ahli
 Pemeriksaan ulang 60 hari
 Zero Reporting

H. Langkah kegiatan
 Pemasaran sosial
 Merumuskan Pedoman Sistem Surveilans
 Menetapkan Organisasi dan Mekanisme Kerja
 Sumberdaya Manusia
 Sarana Pendukung
 Kegiatan Surveilans
 Umpan balik, supervisi dan konsultasi
 Monitoring dan evaluasi

108
I. Pencarian kasus AFP di RS-Puskesmas
 Harus melibatkan dokter dan perawat
 Perhatikan kasus anak dengan muntah-muntah, diare, gizi buruk, efek
samping obat
 Tanyakan setiap pasien di rawat apa ada kelemahan pada ekstremitas
 Laporkan dahulu kasus yang dicurigai AFP tanpa menunggu diagnosis
 Perlu penyegaran ilmu kembali perawat-perawat di bangsal tentang kasus
AFP
Kegiatan lanjutan
 Membentuk tim inti yang kuat
 Memperkuat motivasi dan kerjasama
 Melakukan perbaikan terus-menerus
 Komunikasi yang efektif dan efisien
 Evaluasi yang bermutu
 Umpan balik yang efektif

Active hospital-based surveillance


 Ketenagaan di Rumah Sakit
 Contact person (jumlah dan tempat)
 supervisor
 Manajemen
 mobilisasi
 evaluasi
 pemeriksaan buku register
 semua entry dijaga
 zero reporting

Community-based surveillance
 ketenagaan
 tenaga (jumlah dan tempat)
 rate pergantian tetap/sementara
 manajemen
 sosialisasi (petugas dan kader)

109
 mobilisasi
 pemeriksaan buku register
 zero reporting
 sarana

J. Kesimpulan
 Mari kita buat mudah pelaporan AFP
 Anak < 15 tahun lumpuh layuh
 Terjadi dalam 2 minggu
 Perlu mengingatkan kembali dokter atau perawat tentang diagnosis-
tatalaksana kasus AFP dan campak
 Pelaporan AFP akan meningkat bila pengamatan pasien rawat inap-rawat
jalan di bangsal lebih ditingkatkan.

Apabila ada KLB CPL dan VDPL, yang harus dilakukan adalah :
 Tingkatan sosialisasi dan penemuan kasus secepatnya
 Inventarisasi daerah risiko tinggi
 Tingkatkan kualitas cakupan imunisasi
 Pelaksanaan PIN harus sukses (semua balita dapat tetesan)
 Pemantauan daerah risiko tinggi
 Kualitas spesimen harus benar-benar adekuat

110
BAB XVI
INFEKSI VIRUS DENGUE
(Demam Berdarah Dengue)

1. DEFINISI

IVD = DBD Adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue & ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Ditandai dengan gejala awal demam yang mendadak serta timbulnya gejala klinis
yang tidak khas. Obat & vaksin untuk pencegahan DBD belum ada, satu-satunya
cara dengan memberantas nyamuk penyebabnya. Terutama menyerang anak
(<15thn) namun saat ini terdapat kecenderungan menyerang orang dewasa.

2. VECTOR
A. Aedes aegypti
Adalah nyamuk penular utama penyakit DBD di Indonesia (lebih
sering berada dalam rumah). Dengan ciri-ciri sebagai berikut:

• Tubuh berwarna hitam dengan garis dan bercak putih.

• Ciri khas garis melengkung putih pada sisi kanan dan kiri punggung.

• Biasa menggigit sepanjang siang hari terutama pagi dan sore hari.

• Kemampuan terbang maksimum 100m (Rata - rata : 40m).

• Umur nyamuk : dapat mencapai 3 bulan (Rata – rata : 2 - 4 Minggu).

• Tidak terdapat di daerah ketinggian >1000m di atas permukaan laut.

• Nyamuk betina setiap 2 hari sekali menghisap darah manusia.

• Darah manusia diperlukan untuk pematangan telur nyamuk ( 1 nyamuk 


200 - 400 butir telur).

• Virus Dengue berpindah bersama air liur nyamuk pada saat menggigit
manusia.

111
B. Aedes albopictus

Adalah nyamuk penular kedua penyakit DBD (sering berada di luar


rumah atau kebun). Dengan cirri-ciri sebagai berikut:

• Tubuh berwarna hitam dengan garis dan bercak putih.

• Ciri khas terdapat garis lurus putih pada bagian tengah punggung.

C. Tempat berkambang biak

 DALAM RUMAH

* bak mandi * tempayan

* vas bunga * perangkap semut

* tempat minum burung

 LUAR RUMAH

* drum * tangki penamp air

* kaleng bekas * pecahan botol

* ban bekas * potongan bambu

* tempurung kelapa

112
D. Penularan

3. GEJALA DAN TANDA (2 gejala klinis dan 1 lab):

 Klinis

– Demam 2 – 7 hari

– Perdarahan: uji RL(+)/spontan

– Pembesaran hati

– Shock

 Laboratorium

– Trombositopenia (< 100.000 /ul)

– Hemokonsentrasi (≥ 20%)

113
4. PEMERIKSAAN FISIK

1. Fase kritis  hari ke-3-5 perjalanan penyakit suhu turun  awal


penyembuhan pada infeksi ringan, pada DBD berat merupakan
tanda awal shock.

2. Perdarahan berupa :

– ptechiae

– epistaksis,

– Hematemesis

– Melena / hematuria

3. Tanda-tanda shock :

– Anak gelisah  penurunan kesadaran, sianosis.

– Nadi cepat, teraba lembut kadang-kadang tak teraba

– Tekanan darah turun, tekanan nadi < 20 mmHg

– Akral dingin, capillary refill time memanjang.

114
– Diuresis menurun  anuria

4. Apabila shock tidak dapat segera diatasi  komplikasi asidosis metabolik &
perdarahan hebat.

5. BEBERAPA PENYAKIT MIRIP DEMAM BERDARAH DENGUE

 Ispa,
 Tifoid,
 Chikungunya,
 Malaria
 Isk
 Morbili

6. PERTOLONGAN PERTAMA

• diberi minum yg cukup

• kompres dengan air

• beri obat turun panas

• bawa ke dokter, Puskesmas / RS

7. KRS BILA:

- Tanpa anti piretik selama 24 jam tidak demam

- Nafsu makan membaik

- Tampak perbaikan secara klinis

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah shock teratasi

- Trombosit > 50.000/mm3

- Tak ada distress pernafasan

8. PERAWATAN DI RUMAH

• Minum yang cukup, diselingi sari buah (tidak harus jus jambu).

115
• Diukur jumlah cairan yang diminum serta jumlah urin yang keluar.

• Diupayakan mau makan.

• Istirahat cukup.

• Selama panas (suhu 38⁰C atau lebih)  di kompres dingin, di beri obat
penurun panas misalnya : parasetamol dengan takaran 10 mg/kg berat
badan/ kali dapat diberikan 4-5 kali perhari.

9. KEJADIAN LUAR BIASA DBD ( KLB-DBD )

Adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita DBD di suatu wilayah


sebanyak ≥ 2 kali dalam kurun waktu 1 minggu/bulan dibandingkan dengan
minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun lalu.

10. ENDEMIS DBD

Adalah keadaan dimana ditemukan kasus DBD di suatu wilayah


secara terus menerus minimal dalam kurun waktu 3 tahun.

11. CARA MEMBERANTAS

• Obat belum ada .

• vaksin untuk pencegahan belum ada.

• satu-satunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah melakukan PSN


dengan cara 3 M PLUS.

12. CARA PENGENDALIAN

 PSN (masyarakat) : gratis, murah, aman.


 Fogging (pemerintah) : pengawasan ketat, mahal, racun.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Adalah kegiatan untuk memberantas tempat perkembangbiakan nyamuk


yang bertujuan memutus siklus hidup nyamuk.

116
• Ganti air vas bunga

Caranya dengan 3M plus: • Perbaiki saluran & talang

• Menutup • Tutup lubang pot bambu/pohon

• Menguras • Larvasida

• Mengubur • Pelihara ikan

• Kawat kasa

• Hindari gantung pakaian

• Ventilasi cukup

• Obat nyamuk bakar /semprot

• Kelambu

13. PERMASALAHAN • Reppelent

1. Fogging masih diminati masyarakat daripada PSN.

2. Gerakan masyarakat untuk PSN DBD masih belum maksimal.

3. Upaya penanggulangan blm dilaksanakan secara maksimal (keterlambatan


informasi adanya penderita).

4. Tim Pokjanal DBD di Kab / Kota kurang aktif.

5. Dukungan dari Pimpinan Wilayah kurang maksimal.

117
BAB XVII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1) Pertumbuhan penduduk Indonesia yang begitu cepat, tidak disertai dengan
kemajuan bidang-bidang strategis seperti lapangan pekerjaan, ketersediaan
pangan dan kebersihan, mengakibatkan masalah kesehatan yang semakin
kompleks.
2) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan 6 sub-dinas dan unit-unit di
bawahnya mempunyai program-program yang baik dan tepat guna untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada saat ini di wilayah Provinsi
Jawa Timur khususnya.

B. Saran
Untuk mewujudkan masyarakat Jawa Timur yang sehat dan peduli akan
kesehatan memerlukan usaha keras dan kerja sama lintas sektor yang baik.

118

Вам также может понравиться

  • Kuitansi Acls
    Kuitansi Acls
    Документ1 страница
    Kuitansi Acls
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • PNS
    PNS
    Документ2 страницы
    PNS
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Hemoptisis PDF
    Hemoptisis PDF
    Документ4 страницы
    Hemoptisis PDF
    missrizkajuni
    Оценок пока нет
  • Trik Rahasia Tes Potensi Akademik
    Trik Rahasia Tes Potensi Akademik
    Документ36 страниц
    Trik Rahasia Tes Potensi Akademik
    Hariadi Yuss
    96% (24)
  • SKB Kota Kabupaten PDF
    SKB Kota Kabupaten PDF
    Документ13 страниц
    SKB Kota Kabupaten PDF
    lizna
    Оценок пока нет
  • SKB Sesi 3-12 Desember 2018
    SKB Sesi 3-12 Desember 2018
    Документ35 страниц
    SKB Sesi 3-12 Desember 2018
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Pemerintah Ingin Cetak PNS Dengan Mindset Revolusi Industri 4.01 PDF
    Pemerintah Ingin Cetak PNS Dengan Mindset Revolusi Industri 4.01 PDF
    Документ4 страницы
    Pemerintah Ingin Cetak PNS Dengan Mindset Revolusi Industri 4.01 PDF
    Euis Agustina
    Оценок пока нет
  • BAB 1,3,5,6, Daftar Pustaka
    BAB 1,3,5,6, Daftar Pustaka
    Документ13 страниц
    BAB 1,3,5,6, Daftar Pustaka
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Mini Pro
    Mini Pro
    Документ11 страниц
    Mini Pro
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Cva
    Cva
    Документ13 страниц
    Cva
    sucitraprajaksa
    100% (2)
  • BAB 1 N 3 Mini Project PKM Andre
    BAB 1 N 3 Mini Project PKM Andre
    Документ5 страниц
    BAB 1 N 3 Mini Project PKM Andre
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Rehabilitasi Medis
    Rehabilitasi Medis
    Документ26 страниц
    Rehabilitasi Medis
    Puspa Damayanti
    Оценок пока нет
  • BAB 2 N 4 Andre
    BAB 2 N 4 Andre
    Документ26 страниц
    BAB 2 N 4 Andre
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Juknis Posbindu PTM
    Juknis Posbindu PTM
    Документ39 страниц
    Juknis Posbindu PTM
    hidayatullahi
    85% (13)
  • Cover Andre Eka Putra P PKM
    Cover Andre Eka Putra P PKM
    Документ1 страница
    Cover Andre Eka Putra P PKM
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Dra. Ermalena INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA PDF
    Dra. Ermalena INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA PDF
    Документ31 страница
    Dra. Ermalena INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA PDF
    Musa Daniel
    Оценок пока нет
  • Renstra 2015
    Renstra 2015
    Документ2 страницы
    Renstra 2015
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Renstra Kemenkes 2015-2019
    Renstra Kemenkes 2015-2019
    Документ248 страниц
    Renstra Kemenkes 2015-2019
    Arta Ar
    Оценок пока нет
  • Ada Apa Dengan FEB
    Ada Apa Dengan FEB
    Документ2 страницы
    Ada Apa Dengan FEB
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Kisi-Kisi TKB Kesehatan
    Kisi-Kisi TKB Kesehatan
    Документ5 страниц
    Kisi-Kisi TKB Kesehatan
    alqadrynur
    100% (1)
  • Portofolio Plasenta Previa Andre
    Portofolio Plasenta Previa Andre
    Документ5 страниц
    Portofolio Plasenta Previa Andre
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Preeclampsia Ringan
    Preeclampsia Ringan
    Документ3 страницы
    Preeclampsia Ringan
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Pernyataan Isi Log Book Andre
    Pernyataan Isi Log Book Andre
    Документ1 страница
    Pernyataan Isi Log Book Andre
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Makalah Case Olympus
    Makalah Case Olympus
    Документ20 страниц
    Makalah Case Olympus
    Andre Eka Putra Prakosa
    100% (1)
  • Portofolio Kista Ovarium
    Portofolio Kista Ovarium
    Документ18 страниц
    Portofolio Kista Ovarium
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • AMBLIOPIA
    AMBLIOPIA
    Документ35 страниц
    AMBLIOPIA
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Preeclampsia Ringan
    Preeclampsia Ringan
    Документ3 страницы
    Preeclampsia Ringan
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Ada Apa Dengan FEB
    Ada Apa Dengan FEB
    Документ2 страницы
    Ada Apa Dengan FEB
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет
  • Ambliopia
    Ambliopia
    Документ36 страниц
    Ambliopia
    Andre Eka Putra Prakosa
    Оценок пока нет