Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA (SOTK)
DINAS KESEHATAN PROVINSI JATIM
B. Dasar Hukum
1. UU No. 43 / 1999 tentang Pokok-pokok Kepeg
2. UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintah Daerah
3. PP No. 38 / 2007 tentang Wewenang Pemerintah, Pemprov & Pemkab/
Kota
4. PP No. 41 / 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
5. Perda Prov Jatim No. 9 / 2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Dinas
Daerah Prov. Jatim
2
6. Pergub Jatim No. 79 th. 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang,
Sub Bagian, dan Seksi (Dinas Prov. Jatim)
7. Pergub Jatim NO. 118 th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT
Dinkes Prov. Jatim
3
E. Susunan Organisasi Kesehatan
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, membawahi :
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. Sub Bagian Penyusunan Program
c. Sub Bagian Keuangan
3. Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi :
a. Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang
b. Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus
c. Seksi Kesehatan Keluarga
4. Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan, membawahi :
a. Seksi Pemberantasan Penyakit
b. Seksi Pencegahan, Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan
Masalah Kesehatan
c. Seksi Penyehatan Lingkungan
5. Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, membawahi :
a. Seksi Perencanaan Pendagunaan dan Pengembangan SDM
Kesehatan
b. Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan
c. Seksi Pembiayaan Kesehatan
6. Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat,
membawahi :
a. Seksi Gizi
b. Seksi Promosi Kesehatan
c. Seksi Informasi dan Penelitian Pengembangan Kesehatan
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas :
a. RS Khusus
b. Balai Khusus
c. Unit Pendidikan / Pelatihan
8. Kelompok Jabatan Fungsional :
a. Dokter
b. Apoteker
c. Bidan
d. Perawat, dst
4
Struktur Organisasi Kesehatan
Kepala Dinas
Sekretariat
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sub Bag. Sub Bag. Sub Bag.
Tata Usaha Penyusunan Keuangan
Program
Seksi Prenc,
Seksi Seksi Pendy, dan
Seksi Gizi
Kesehatan Pemberantasa Pengem. SDI I
Dasar dan n Penyakit Kes
Seksi
Penunjang
Seksi Promosi
Seksi Penc Kesehatan
Pengamatan Kefarmasian dan
Seksi Perbekalan Kes
dan Penyakit
Kesehatan dan Seksi
dan
Rujukan Seksi Informasi
Penanggunlan
Khusus Pembiayaan dan Litbang
gan Mas, Kes
Kesehatan Kesehatan
Seksi
Kesehatan Seksi
Keluarga Penyehatan
Lingkungan
UPTD
F. Unit Pelaksanaan
1. Kedudukan
UPT adalah unsur pelaksana teknis operasional dinas daerah di lapangan
dan dipimpin oleh seorang Kepala yang berasa dibawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas
2. Tugas/Fungsi
a. Pelaksanaan tugas dinas daerah sesuai dengan bidang operasionalnya
di lapangan
b. Pelaksanaan urusan administrasi teknis operasional
3. Susunan Organisasi UPT
a. Kepala
b. Sub Bagian TU
c. Jabatan Fungsional
5
Struktur Organisasi UPT
KEPALA UPT
1 II - a Sekretaris Daerah
1. Asisten
2. Sekretaris DPRD II
2 II - b 3. Kepala Dinas
4. Kepala Badan
5. Inspektur Daerah Kab / Kota
6. Direktur RSUD Kelas A & B
7. Direktur RSUD Khusus Daerah Kelas A
1. Kepala Kantor
2. Camat
3 III - a 3. Kepala Bagian
4. Sekretaris Dinas, Badan dan
Inspektorat
5. Inspektur pembantu
6
6. Direktur RSUD Kelas C
7. Direktur Khusus Kelas B
8. Wadir RSUD Kelas A & B
9. Wadir RS Khusus Daerah Kelas B
1. Kepala Bidang pada Dinas & Badan
4 III - b 2. Kepala Bidang & Bagian RSUD
3. Direktur RSUD Kelas C
4. Sekretaris Camat
5 IV - a 1. Kepala Seksi, Subag & Subid
2. Lurah
3. Kepala UPT Dinas & Badan
1. Kasi & Sekretaris Kelurahan
6 IV - b 2. Kasubag UPT
3. Kepala TU Sekolah Kejuruan
4. Kasubag pada Sekretariat
Kecamatan
7 V-a 1. Kepala TU SMTP
2. Kepala TU SMTA
2 II – a 1. Asisten
2. Sekretaris DPRD I
3. Kepala Dinas
4. Kepala Badan
5. Inspektur Daerah
6. Direktur RSUD kelas A
3 II – b 1. Kepala Biro
2. Direktur RSUD Kelas B
3. Wadir RSUD Kelas A
4. Direktur RS Khusus Daerah Kelas A
4 III – a 1. Kepala Kantor
2. Sekretaris Dinas, Badan & Inspektorat
3. Kepala Bidang
4. Inspektur Pembantu
5. Direktur RSUD Kelas C
6. Direktur RS Khusus Daerah Kelas B
7. Wadir RSUD Kelas B
8. Wadir RS Khusus Daerah Kelas A
9. Kepala UPT Dinas
5 IV – a 1. Kepala Seksi
2. Kepala Sub Bagian
3. Kepala Sub Bidang
7
BAB III
PROGRAM GIZI
EKONOMI Pendapatan
menurun
Daya beli menurun
8
Status gizi berdasarkan RISKESDAS 2007
Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Jawa Timur adalah : 17,4%
Target nasional perbaikan gizi tahun 2015 (maksimal 20%)
Target MDGs 2015 (maksimal 18,5 %)
Rata-rata Kab/kota di Jatim telah mencapai target
35
30
25
20
15 30.4 31.2
29.4
27
24.6 24.4
10 20.9
0
Jember Probolinggo Nganjuk Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep
9
Pendek Sangat pendek Pendek + sangat pendek
39.6
34.8
21.6
18 17.4 17.4
Jombang Jatim
30 27.9
25
20
15
15 12.9 12.4 11.9 11.4
10
0
Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat PT
Pendek Kurus
10
Prevalensi balita kurus dan sangat kurus menggambarkan masalah gizi akut,
akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek. Misalnya : nafsu
makan turun karena sakit/ diare.
Indikator BB/TB juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan.
Secara umum prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Jawa Timur adalah :
13,7%
→ Termasuk kondisi yang dianggap serius (diatas 10%)
Terdapat 7 kabupaten yang dianggap sangat serius
→ Memiliki prevalensi ≥ 20%
25 23.2
22.6 22.2
21.1
20
20
15 13.7
10
0
Kediri Probolinggo Jombang Sampang Kota Pasuruan Rata2
Penanggulangan KEP :
Jangka waktu → intervensi gizi :
- PMT pemulihan
- Bantuan improved formula (misal : entresol)
- Bantuan MP-ASI
Pelaksanaan rujukan gizi dan perawatan penderita kepada balita gizi buruk
(KEP berat dan sedang)
PMT penyuluhan di posyandu.
Meningkatkan dukungan lintas sektoral → melalui tim pangan dan gizi.
Pelatihan petugas dalam penanganan kasus balita gizi buruk → tata laksana
gizi buruk bagi tim asuhan gizi RS.
11
Bantuan sarana dan prasarana.
Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) → PUGS.
POSYANDU
1. Penuluhan konseling gizi
a. ASI eksklusif dan MP-ASI
b. Gizi seimbang → Penimbangan balita (D)
c. Pola asuh ibu dan anak T2, BGM, Gizi
→ Konseling
2. Pemantauan
pertumbuhan anak.
Semua Buruk, Sakit
→ Suplementasi gizi
3. Penggunaan garam
balita BB tidak
beryodium. → Yankes dasar
punya naik (T1),
4. Pemanfaatan pekarangan.
5. Peningkatan daya beli KMS Gizi kurang
Puskesmas
keluarga miskin.
6. Bantuan pangan darurat
a. PMT balita, bumil → PMT pemulihan
→ Konseling Rumah Sakit
b. Raskin
Penanggulangan KVA :
- Melaksanakan suplementasi kapsul vitamin A.
→ Bayi (6 – 11 bulan) = 100.000 SI (1X) – kapsul biru.
→ Anak balita (1 – 4 tahun) = 200.000 SI (2X / th) – kapsul merah.
→ Ibu nifas = 2 X 200.000 SI – kapsul merah.
1 kapsul → segera setelah melahirkan.
1 kapsul → 24 jam dari pemberian pertama (maksimal hari ke-28)
- Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional)
- Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) untuk :
1. Pemanfaatan bahan makanan sumber vitamin A.
2. Peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A.
Penanggulangan anemia gizi :
- Melaksanakan suplementasi :
12
→ Tablet tambah darah untuk : WUS, bumil/ bufas/ buteki
→ Sirop Fe (uji coba) untuk : balita
- Fortifikasi (dilaksanakan secara nasional) → Tepung terigu dan Fe
- Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) untuk :
1. Pemanfaatan bahan makanan sumber zat besi.
2. Peningkatan cakupan pemberian TTD dan sirop Fe
Penanggulangan GAKY :
- Melaksanakan suplementasi : kapsul minyak beryodium.
→ Terutama di daerah endemik gondok tingkat berat.
Untuk mencegah Kretin.
- Peningkatan penggunaan garam beryodium.
→ Garam halus (30 – 80 ppm)
Untuk mencegah gondok.
- Peningkatan KIE (penyuluhan gizi) untuk :
1. Pemanfaatan bahan makanan sumber yodium
2. Peningkatan penggunaan garam beryodium
3. Peningkatan cakupan pemberian kapsul yodium
13
BAB IV
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN
14
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik nyamuk
8. Makan sayur dan buah setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah
15
2. Merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah
Dengan cara lokakarya desa, selain diikuti kaser juga diikuti stakeholders
(Pemerintah, LSM, Dunia Usaha)
Didahului dengan pelatihan kader tentang hakikat masalah & cara-cara
mengatasi masalah secara teoritis dan berdasar pengalaman di desa-
desa lain
3. Menetapkan dan melaksanakan pemecahan masalah
Dengan cara memilih alternatif-alternatif pemecahan masalah yang paling
layak dan efektif dilaksanakan
Didahului dengan pelatihan kader tentang cara menyusun prioritas dan
menetapkan pelayanan pemecahan masalah
4. Memantau dan mengevaluasi pelestarian
Dengan cara menciptakan sistem informasi mencakup pencatatan.
pelaporan, pengolahan data
Didahului dengan pelatihan kader tentang cara-cara mengolah system
informasi serta bagaiman memanfaatkan data untuk pemantauan,
evaluasi dan pelestarian
2. Bina Suasana
Untuk menciptakan lingkungan sosial (opini publik) yang kondusif guna lebih
menguatkan dukungan terhadap perubahan perilaku individuntuk keluarga/
kelompok.
3. Advokasi
Merupakan upaya/proses strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan stakeholders/penentu kebijakan/pemilik dana dengan
menggunakan informasi akurat & teknik yang tepat
16
3 STRATEGI DASAR PROMKES
MASYARAKAT
3 ADVOKASI (A)
PERILAKU
MENCEGAH
1 GERAKAN &
KEMITRAAN PEMBERDAYAAN (G) MENGATASI
MASALAH
2 BINA
SUASANA (B)
Komponen komunikasi :
Sumber : Penyampaian pesan
Pesan : Info yang disampaikan
Saluran/media : alat bantu
Penerima : sasaran penyuluhan
17
a. Tujuan Media Promosi Kesehatan :
1. Mempermudah penyampaian pesan / infokes
2. Mempermudah pengertian pesan / infokes
3. Memperjelas pesan / infokes
4. Mempermudah sasaran untuk mengingat pesan kesehatan
5. Membangkitkan minat dan perhatian
6. Menghindari kesalahan persepsi
7. Meningkatkan keefektifan berkomunikasi
18
b. Radio
Radio spot durasi 30-60 detik, pesan yang disampaikan
singkat, menggunakan slogan, ditujukan pada target
sasaran tertentu
Adlips, pesan singkat yang dibacakan disela-sela program
Kuis, berupa permainan dan hiburan
Dialog interaktif yang melibatkan pendengar radio
c. Internet & SMS
Tayangan banner atau logo di website
Penyampaian pesan misal lewat SMS
3. Media Luar Ruang
Spanduk, umbul-umbul, yaitu kain rentang yang berisi
pesan, slogan atau logo
Billboard, posterm neon sign, megatron
4. Media Tradisional
Informasi kesehatan disampaikan dengan bentuk seni
tradisional seperti ketoprak, ludruk, wayang, lenong.
5. Media Lain
Iklan di kendaraan, seperti : bus, kereta api, taxi
Mengadakan event, merupakan suatu bentuk kegiatan yang
diadakan di pusat perbelanjaan atau hiburan yang menarik
perhatian pengunjung
Road Show, suatu kegiatan yang diadakan di beberapa
tempat atau kota sebagai suatu bentuk kampanye massa
Sampling, contoh produk yang diberikan kepada sasaran
secara gratis.
Pameran, suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi
program dan pesan-pesan promosi.
19
BAB V
PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
A. PROGRAM KIB
Visi :
Terwujudnya derajat kesahatan ibu dan anak yang optimal, ditandai dengan
semua ibu dan anak hidup dengan perilaku sehat mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu.
Misi :
1. Meningkatkan status kesehatan ibu dan anak.
2. Menanggulangi berbagai masalah prioritas dalam kesehatan ibu dan anak.
3. Menyelenggarakan program KIA yang inovatif, efektif, dan efisien.
4. Meningkatkan peran serta dan kemandirian keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan ibu dan anak.
INDONESIA
400
350
300
250
200
150
100
50
0
SKRT 1992 SKRT 1995 SKRT 1997 SDKI 02/03 SDKI 2007
INDONESIA 390 373 334 307 228
20
JATIM
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
JATIM 79 94 72 79 69 92 72 72 83
Perdarahan
3% Eklampsia
5% 11%
28%
5% Infeksi
5% Komplikasi puerperium
8% Trauma obstetrik
11% 24% Partus macet
Abortus
Emboli obstetrik
Lain-lain
21
Berdasarkan data tersebut Perdarahan sebagai penyebab langsung
tertinggi untuk angka kematian ibu sebesar 28%, diikuti dengan
Eklampsia sebesar 24%.
ii. 4 Terlalu :
Terlalu muda (umurnya kurang dari 16 tahun)
Terlalu tua (umurnya lebih dari 35 tahun)
Terlalu banyak anak
Terlalu dekat (setiap tahun punya anak)
22
2. Angka Kematian Bayi per 1000 KH (Kelahiran Hidup)
INDONESIA
70
60
50
40
30
20
10
0
SENSUS SENSUS SUSENAS SDKI SDKI 2007
1990 2000 2001 02/03
INDONESIA 70 44 51 35 39
JATIM
60
50
40
30
20
10
0
SUPAS SUSEN SUSEN BPS BPS SUSOD BPS BPS
1995 AS AS 1999 2000 A 2002 2004 2005
1996 1998
JATIM 56 56 51 48 46 43 39 34
23
Berdasarkan data kematian bayi tersebut timbul istilah “Fenomena 2/3” yaitu :
a. Setiap bayi umur 0-12 bulan maka 2/3 angka kematiannya bayi umur
0-28 hari.
b. Setiap bayi umur 0-28 hari maka 2/3 angka kematian bayi umur 0-7
hari.
c. Setiap bayi umur 0-7 hari maka 2/3 angka kematian bayi umur 1 hari.
13% Asfiksia
27%
10% BBLR
6% Tetanus
5% Infeksi
10% 29% Masalah Hematologi
Masalah Pemberian ASI
Lain-lain
24
Target MPS :
1. AKI turun menjadi 125/100.000 KH
2. AKN turun menjadi 15/1000 KH
3. K1 : 95%, K4 : 90%, Linakes : 90%
4. Anemia : 20%, Cakupan komplikasi : 80%
5. Setiap desa ada bidan, setiap Kabupaten minimal ada 4 PONED
6. PONED – PONEK siap 24 jam
7. Pelayanan : 100%
8. Menurunnya Unmet Need dari 17% menjadi 3%
Program Pokok MPS :
1. Bentuk peningkatan cakupan & kualitas pelayanan :
a. Penyediaan & pelestarian bidan di Desa
b. Penyediaan puskesmas dan pusk. PONED
c. Kemitraan Bidan dengan Dukun
d. Pelatihan tenaga KIA ( pelayanan maternal – neonatal) anak balita
e. Penyediaan obat-obatan emergensi ( bantuan operasional bidan)
f. Pelayanan KIA, KB & gizi berkualitas
g. Audit Maternal Perinatal (AMP) untuk jaminan mutu petugas dlm
pelayanan standar
2. Bentuk peningkatan partisipasi masyarakat.
a. Pembentukan desa siaga (mencegah 3 terlambat, 4 terlalu)
b. Gerakan Sayang Ibu (tabulin, transportasi, donor darah)
c. Revitalisasi Posyandu
d. Pendirian Polindes
3. Bentuk pemberdayaan perempuan dan keluarga
a. Penggunaan buku KIA
b. Komunikasi Inter Personal (KIP)/ Konseling
c. Kelompok-kelompok Peduli KIA
d. Penyebaran media penyuluhan (poster, leaflet)
4. Bentuk – bentuk kemitraan
a. Dengan organisasi profesi (POGI, IDAI, IBI) melaksanakan peningkatan
kompetensi petugas
b. Bekerjasama dengan lintas sektor untuk penggerakan masyarakat agar
memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada
25
c. Bekerjasama dengan Rumah Sakit dan Klinik satelit untuk magang
pelatihan
A. Kesehatan Ibu :
1. Ruang Lingkup
Upaya Meningkatkan status kesehatan : ibu hamil, ibu nifas dan ibu
bersalin.
2. Sasaran
Langsung : ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
Tidak Langsung : suami, masyarakat, kader, tenaga kesehatan,
organisasi profesi, program terkait, sector terkait.
3. Kegiatan
Pelayanan tes, meliputi : pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, pelayanan nifas, GDON ODTK Desa, puskesmas (PONED),
RS (PONEK).
Memantau cakupan program
Meningkatkan kualitas pelayanan, meliputi : kurikulum pendidikan
(AKBID, FKM, FK), pelatihan klinik, AMP, kemitraan dengan sector
terkait, kemitraan dengan organisasi profesi (IDI).
B. Kesehatan Balita :
1. Ruang Lingkup :
Upaya kesehatan untuk menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan anak bayi balita.
2. Tujuan
Menurunkan angka kesakitan, kematian balita, Apras tumbuh kembang
optimal
3. Sasaran
Langsung : bayi, balita, apras.
Tidak langsung : ibu, ayah, keluarga, masyarakat, kader, tenaga
kesehatan, lembaga sosial, organisasi profesi, LSM
4. Kegiatan
Memberdayakan keluarga dan masyarakat
26
Meningkatkan kemampuan dan kemandirian dengan memperkuat
peran dan fungsi puskesmas dan kualitas pelayanan kesehatan →
buku KIA dan KPKIA.
Memperkuat system rujukan
Meningkatkan fungsi management
Meningkatkan fungsi RS
Pelatihan klinik
Neonatal esensial
PONED DDTK
AMP
ETN
KN
PWS – KIA
IBU HAMIL
Pemeriksaan kehamilan :
1. Pemeriksaan 5T → Timbang, Tensi, Tinggi fundus uteri, Tinggi Badan,
Tambah darah Fe (obat penambah darah).
2. Pemeriksaan Hb, protein urin.
3. Perbaikan gizi : KEK, Lila, IMT.
4. Perawatan Payudara.
5. Deteksi dini ibu hamil risiko tinggi.
6. Penatalaksanaan rujukan kasus.
7. Penyuluhan bumil dan keluarga → buku KIA.
IBU BERSALIN
1. Pertolongan persalinan 3 bersih : Penolong, Tempat, Alat.
2. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
3. Deteksi dini risiko tinggi dengan menggunakan Partogram.
4. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir.
5. Penatalaksanaan rujukan kasus.
27
PELAYANAN KESEHATAN ANAK
Neonatal :
1. Menilai skor APGAR.
2. Merawat bayi baru lahir.
3. Merawat tali pusat.
4. Deteksi dan risiko tinggi bayi → MTBS.
5. Rujukan neo risti (risiko tinggi).
Bayi :
1. Imunisasi lengkap, Vitamin A bayi 6 bulan.
2. Status gizi.
3. Kapsul lod untuk daerah endemik.
4. Memotivasi pemberian ASI.
5. Penangan ISPA, diare → MTBS.
Balita :
1. Pemeriksaan kesehatan → MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit).
2. Memonitor tumbuh kembang balita.
3. Pemberian Vitamin A 2 kali setahun.
28
Memiliki pengetahuan dan aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di
sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat.
Mempunyai daya tangkal terhadap pengaruh buruk.
Sasaran UKS yaitu peserta didik sekolah yang berada di SD, SLTP, SMA dan
Sekolah Madrasah. Dalam menjalankan kegiatannya, UKS mempunyai
program yang bernama TRIAS UKS antara lain :
a) Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan tentang kesehatan
Latihan ketrampilan dalam rangka pelayanan kesehatan
b) Pelayanan Kesehatan
Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif
c) Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Dilaksanakan untuk jadikan sekolah sebagai instansi pendidikan yang
dapat menjamin berlangsungnya proses belajar untuk jalankan prinsip
hidup sehat.
Yang dimaksud dengan kegiatan bina lingkungan sekolah sehat dalam hal ini
adalah :
1. Kegiatan bina lingkungan fisik.
2. Kegiatan bina lingkungan mental sosial sehingga tercipta suasana dan
hubungan kekeluargaan yang erat antar sesama warga sekolah.
29
Sasaran remaja antara lain :
Remaja di sekolah → mereka yang berusia 10-19 tahun.
Remaja di luar sekolah → anak jalanan, remaja masjid, remaja gereja,
karang taruna, dll.
Tujuan :
Memberikan pelayanan kesehatan pada usila dalam rangka peningkatan
derajat kesehatan usila.
Pada usia lanjut ini terdapat 5 penyakit degeneratif yang sering timbul, antara
lain :
1. Diabetes Melitus (DM)
2. Hipertensi
3. Asam urat
4. Stroke
5. Hiperkolesterol
30
Program unggulan :
Puskesmas Santun Usia Lanjut adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk para usia lanjut dalam rangka peningkatan derajat kesehatannya
dengan cara baik dan santun melalui pemeriksaan rutin yang diselenggarakan
oleh puskesmas.
Kegiatan Usila :
Pemeriksaan kesehatan secara rutin : pemeriksaan dokter, TD, BB.
Mengikuti kebugaran jasmani/ senam.
Mengikuti penyuluhan oleh petugas kesehatan.
Mengikuti kegiatan keagamaan.
Rekreasi.
31
BAB VI
PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN
Tujuan Khusus:
- Terpantaunya kualitas kesehatan lingkungan secara terus menerus
- Mengetahui secara dini :
32
a) Perubahan kualitas lingkungan
b) Dampak kesehatan masyarakat akibat perubahan
- Terpeliharanya kualitas lingkungan pemukiman yang memenuhi syarat,
yang terdiri dari 3 program :
a) Penyehatan Perumahan
b) Pengawasan Sampah
c) Pengamanan Pestisida
Dalam kegiatan pemeriksaan digunakan alat bantu yang disebut KARTU RUMAH,
dengan tujuan:
1. Dengan mudah mengetahui keadaan kesehatan rumah dan lingkungan
2. Mendorong dan memotivasi pemilik rumah untuk perbaikan
3. Bahan melakukan penyuluhan
34
C) PENYEHATAN PEMBUANGAN KOTORAN
Tujuan :
Meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam penyediaan dan
pemanfaatan sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan.
Persyaratan Jamban Keluarga (Jaga)
1. Tidak mencemari permukaan tanah
Tidak mencemari air permukaan / air tanah
2. Tidak boleh dibuang ke sungai, danau, laut. Jarak 10m dengan sumur, tidak
mencemari sumber air.
3. Kotoran tidak di jamah oleh lalat
4. Jamban tidak menjadi sarang nyamuk
5. Tidak menimbulkan kecelakaan
6. Tidak menimbulkan bau
D) PENGAMANAN PESTISIDA
Yang dimaksud dengan pengelolaan pestisida adalah penanganan pestisida:
1. Pembuatan bahan aktif / formulasi pestisida, pengemasan dan pembuatan label
2. Penyimpanan, penyajian, peredaran, penjualan dan pengangkutan.
3. Pemilihan, peracikan, dan aplikasinya.
4. Pembuangan dan pemusnahan limbahnya.
35
4. Pengendalian Keracunan
- Surveillance
- Investigasi
- Penanggulangan
- Ambang batas paparan < 5 jam per hari selama 6 hari.
EFEKTIFITAS PROGRAM
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑠𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑠𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
1. Pilihlah pestisida yang toksik hama sasaran tetapi kurang beracun bagi manusia
2. Gunakan pestisida yang toksisitas dermalnya rendah
3. Gunakan pestisida dengan toksisitas formulasinya rendah
4. Gunakan dosis (konsentrasi) yang kecil tetapi efektif untuk hama
Pengamanan B=TxKxW
E) PENGAWASAN SAMPAH
Menciptakan lingkungan yang optimal melalui cara-cara pembuangan sampah
yang memenuhi syarat.
36
Tujuan pengawasan :
1. Terpantaunya kondisi dan dampak pembuangan sampah
2. Mengurangi risiko terhadap lingkungan
3. Kegiatan pokok dalam rangka penyehatan sampah
4. Pengawasan
5. Pengendalian
Sasaran :
1. Pemukiman
2. Tempat Pembuangan Sampah (TPS /TPA)
Waktu pelaporan → TPS = 6 bulan / 1 kali
→ TPA = 1 bulan / 1 kali
3. Masukan tehnis
4. Penyuluhan
b. Indikator di masyarakat:
1. Index vektor (lalat, tikus, nyamuk)
2. Pencemaran lingkungan oleh sampah
3. Keluhan masyarakat
37
BAB VII
PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN KHUSUS
DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR
C. Rumah Sakit
Adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan yankes secara merata
dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit serta dapat dimanfaatkan
untuk pendidikan tenaga dan penelitian
38
b. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta
Pratama
Madya
Utama
c. Menurut Pengelolaan/Kepemilikan RS
RS Vertikal (Milik Depkes RI)
RS provinsi
RS Kabupaten/Kota
RS TNI/POLRI (Milik Dephankam)
RS BUMN (Milik perusahaan Negara)
RS Swasta (Milik yayasan,kelompok)
39
Rawat inap
2. Rujukan
Rujukan Vertikal
RS kelas C dirujuk ke kelas B sesuai tingkat kemampuan fasilitas
pelayanan
Rujukan Horizontal
RS kelas C dirujuk ke kelas C sesuai fungsi koordinasi dan jenis
kemampuan yang dimiliki
3. Lingkup Rujukan
Rujukan Teknologi : berupa bantuan teknologi tertentu
Misalnya pembuatan sarana pemeliharaan & perbaikan limbah
Bantuan Sarana : (biaya, tenaga, peralatan &obat)
Bantuan Operasional
Misalnya : mengatasi wabah atau KLB
Rujukan Pasien & Spesimen
Rujukan Keahlian/Pengetahuan
Misalnya : kunjungan dokter spesialisRS ke Puskesmas
Rujukan Informasi
40
E. Akreditasi Rumah Sakit
1. Definisi
Pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah Kepada RS yang memenuhi standar
3. Landasan Hukum
UU RI no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Permenkes no 159 b tahun 1998 tentang Pengaturan cara-cara akreditasi
RS
Kepmenkes No 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan RS
Kepmenkes No 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi RSU
41
Standar 2 : Admin & Pengelolaan
Standar 3 : Staf & pimpinan
Standar 4 : Fasilitas & Peralatan
Standar 5 : Kebijakan & Prosedur
Standar 6 : Pengembangan staf, program pendidikan
Standar 7 : Evaluasi & pengendalian mutu
8. Program Lain
GKM RS
RSSI & RSSB
RS Proaktif
RS Swadana
42
BAB VIII
PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN PENUNJANG
DINAS KESEHATAN PROVINSI JATIM
A. Pengertian
Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kab/kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah
kecamatan. Yang dimaksud sebagai unit pelaksana teknis adalah melaksanakan
sebagian tugas dinas kesehatan kab/kota
C. Organisasi
Struktur organisasi
Kepala puskesmas
Unit tata usaha
Unit pelaksana teknis fungsional
a. Upaya kesehatan masyarakat
b. Upaya kesehatan perorangan
Jaringan pelayanan
Puskesmas pembantu
Puskesmas keliling
Bidan di desa/komunitas
Dipimpin oleh kepala puskesmas, seorang sarjana di bidang kesehatan yang
kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.
Struktur: tergantung jenis kegiatan dan beban kerja
Mempunyai staf teknis untuk :
upaya kesehatan perorangan
upaya kesehatan masyarakat
43
D. Tata Kerja
Berkoordinasi dengan kantor kecamatan
Bertanggung jawab kepada dinkes kab/kota
Bermitra dengan sarana yankes tk pertama lainnya
Menjalin kerjasama yang erat dengan fasilitas rujukan
Dengan lintas sektor: berkoordinasi
Dengan masyarakat: bermitra dengan BPP
(BPP : Badan Penyantun Puskesmas ,organisasi yang menghimpun tokoh
masyarakat yang peduli kes masyarakat)
E. Tujuan Puskesmas
Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas
44
F. Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya
agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan
setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan
Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga &
masyarakat :
Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat
Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaan
Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan
a. Pelayanan kesehatan perorangan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
G. Kedudukan Puskesmas
Sistem kesehatan nasional
Sebagai sarana pelayanan kesehatan (perorangan dan masyarakat) strata
pertama
Sistem kesehatan kabupaten/kota
Unit pelaksana teknis dinas yang bertanggungjawab menyelenggarakan
sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota
Sistem pemerintah daerah
Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kab/kota yang merupakan unit
struktural pemda kab/kota
Antar sarana yankes strata pertama sebagai mitra yankes swasta strata
pertama
Sebagai pembina yankes bersumber daya masyarakat
45
H. Latar Belakang
1. Puskesmas telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1968. Hasil yang
dicapai cukup memuaskan, antara lain:
AKI : 373 (SKRT ’95) 334/100.000 kelahiran hidup (SDKI ’97)
AKB : 60 (SUSENAS’95) 51/1000 kelahiran hidup (SUSENAS ‘01)
UHH : 45 tahun (’70) menjadi 65 tahun (2000)
I. Masalah
Visi, misi dan fungsi puskesmas belum dirumuskan secara jelas
Beban kerja puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota terlalu berat
Sistem manajemen puskesmas dengan berlakunya prinsip otonomi perlu
disesuaikan.
Puskesmas dan daerah tidak memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan
program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang tentu
saja dinilai tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi
Kegiatan yang dilaksanakan puskesmas kurang berorientasi pada masalah
dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat
Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal
Sistem pembiayaan puskesmas belum mengantisipasi arah perkembangan
masa depan
J. Visi
Tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya indonesia sehat 2010
Masyarakat yang hidup dlm lingk dan perilaku sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau yankes yang bermutu secara adil dan merata serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya
46
Indikator kecamatan sehat meliputi :
Lingkungan sehat
Perilaku sehat
Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
Derajad kesehatan penduduk kecamatan
K. Misi
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah
kerjanya
Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya
Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya
L. Upaya puskesmas
Upaya kesehatan wajib puskesmas
Upaya kesehatan ibu, anak & kb
Upaya promosi kesehatan
Upaya kesehatan lingkungan
Upaya perbaikan gizi
Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular
Upaya pengobatan dasar
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas
Dilaksanakan sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang ada dan
kemampuan puskesmas
Bila ada masalah kesehatan tapi puskesmas tidak mampu maka
pelaksanaan oleh dinkes kabupaten / kota
Upaya lab (medis dan kes masyarakat) dan perkesmas serta pencatatan
pelaporan merupakan kegiatan penunjang dari tiap upaya wajib atau
pengembangan.
47
Upaya kesehatan pengembangan:
Pemilihan dilakukan oleh puskesmas bersama dinkes kab/kota dengan
mempertimbangkan masukan bpp
Dalam keadaan tertentu ditetapkan sebagai penugasan dari dinkes
kab/kota
Dilaksanakan bila upaya kes wajib telah terlaksana secara optimal (target
cakupan & mutu terpenuhi)
3. Azas Keterpaduan
Setiap upaya diselenggarakan secara terpadu
Keterpaduan lintas program
--------------- lokakarya mini bulanan
Keterpaduan lintas sektoral
--------------- lokakarya mini tribulanan
48
4. Azas rujukan
Rujukan medis/upaya kes perorangan
rujukan kasus
bahan pemeriksaan
ilmu pengetahuan
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
rujukan sarana dan logistik
rujukan tenaga
rujukan operasional
N. Manajemen Puskesmas
A. Perencanaan
B. Pelaksanaan dan pengendalian ( termasuk kendali mutu dan kendali biaya)
1. Pengorganisasian
2. Penyelenggaraan
3. Pemantauan, meliputi jangkauan & mutu menggunakan data dari simpus
4. Penilaian– sumber data utama simpus
C. Pengawasan dan pertanggungjawaban
49
A. Perencanaan
Rencana usulan kegiatan
Upaya kes pusk wajib
Upaya kes pusk pengembangan
Rencana pelaksanaan kegiatan
Upaya kes pusk wajib
Upaya kes pusk pengembangan
50
O. Sumber Pembiayaan Puskesmas
1. Pemerintah ( anggaran pembangunan dan anggaran rutin)
2. Pendapatan puskesmas
3. Sumber lain, antara lain dari : PT Askes, Jamsostek, JPSBK/ PKPS BBM
P. Pembiayaan
Apabila sistim jaminan kesehatan nasional telah berlaku akan terjadi
perubahan pada sistim pembiayaan puskesmas.
Direncanakan pada masa yang akan datang pemerintah hanya
bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat
Untuk upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistim jaminan kesehatan
nasional, kecuali untuk penduduk miskin yang tetap ditanggung oleh
pemerintah dalam bentuk pembayaran premi
Q. Penutup
Perubahan ditujukan untuk mengantarkan puskesmas dalam perannya
sebagai ujung tombak pencapaian indonesia sehat 2010
Penerapan kebijakan dasar puskesmas memerlukan dukungan yang mantap
dari berbagai pihak :
– Dukungan politis
– Peraturan perundangan
– Sumberdaya, termasuk pembiayaan
Penerapan kebijakan memerlukan standar dan pedoman baik teknis maupun
manajemen
Kebijakan dasar, standar dan pedoman merupakan acuan provinsi dan
kabupaten/ kota dalam mengembangkan kebijakan operasional di masing-
masing daerah
Diharapkan kebijakan ini dapat diterapkan di seluruh Indonesia
51
BAB IX
PROGRAM PEMBERANTASAN HIV/AIDS
A. HIV/AIDS
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, adalah penyakit yang
menyerang sistem imun dan disebabkan oleh virus HIV (Human Immune-deficiency
Virus). Virus ini menyerang terutama sel limfosit T CD4+ dan mengakibatkan
rusaknya daya tahan tubuh, sehingga penderita mudah terserang infeksi berbagai
kuman dengan gejala lebih parah atau bisa berakibat fatal.
Penderita HIV/AIDS di Indonesia disebut ODHA (orang dengan HIV/AIDS).
Orang terinfeksi virus HIV dapat dapat menularkan kepada orang lain meskipun
belum ada gejala penyakit AIDS. Penularan dapat terjadi melalui beberapa cara,
yaitu hubungan seksual, kontak langsung dengan cairan tubuh (terutama darah)
penderita, dan dari ibu ke bayinya.
B. Epidemiologi HIV/AIDS
HIV/AIDS adalah masalah kesehatan yang dijumpai di banyak negara-negara
dunia. Penyakit ini merupakan pandemik karena bukan hanya terjadi mencakup
wilayah yang begitu luas, tetapi juga menyebar secara aktif. Pada tahun 2009, WHO
mencatat sekitar 33,4 juta orang menderita infeksi aktif HIV/AIDS, dengan 2,7 juta
infeksi baru per tahun, dan sekitar 2 juta kematian setiap tahunnya karena
HIV/AIDS. Sekitar 76% dari kematian tersebut terjadi di sub-Sahara, Afrika.
Kasus AIDS pertama di Indonesia diidentifikasi di Provinsi Bali pada seorang
laki-laki asing yang kemudian meninggal pada April 1987. Orang Indonesia pertama
yang meninggal karena AIDS dilaporkan juga di Provinsi Bali pada Juni 1988.
Gejala-gejala meningkatnya infeksi HIV di Indonesia mulai nyata ketika
secaraeening darah donor pada tahun 1992-1993 menunjukkan HIV positif pada 2
diantara 100.000 darah donor, yang kemudian meningkat menjadi 3 per 100.000
darah donor pada tahun 1994-1995. Pada tahun 2000, terjadi perubahan epidemi
HIV yang meningkat secara nyata diantara pekerja seks, dan bervariasi dari satu
daerah ke daerah lain. Sampai tahun 2002 telah 29 provinsi yang melaporkan
adanya kasus HIV di daerahnya.
52
Indonesia terancam bahaya HIV/AIDS karena :
1. Indonesia dikelilingi negara epidemi AIDS
2. Intensitas penduduk keluar masuk Indonesia sangat tinggi
3. Adanya kelompok berperilaku risiko tinggi
4. Meningkatnya penasun (pemakai narkotika suntik) / IDUs (injecting drug-
users)
5. Rendahnya kesadaran menggunakan kondom pada kelompok perilaku
seksual risiko tinggi
6. Lemahnya penerapan UP (universal precautions) di sarana pelayanan
kesehatan (yankes)
53
Jumlah Kasus AIDS Indonesia (1987 – 2011)
7000
4969
6000
4158
3863
5000
2947
2873
4000 2639
3000 2352
1195
2000
1437
1420
1517
822 1255 1266
1000 1156
345
255219 316 365
94 122
5 2 5 5 15 13 24 20 23 42 44 60
0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 10 65 62 97
AIDS AIDS/IDUs
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Faktor Risiko (1 April 1987 – 30 Juni 2011)
14513
16000
14000
12000 9587
10000
8000
6000
4000
768 53 742 820
2000
0
54
Kecenderungan Faktor Risiko Kasus AIDS Indonesia Periode 5 Tahunan (1987 – 2008)
80
70 72.5
64.7
60
53.7 53.3 homosex
50 50.5
40 43.2 heterosex
39.7
36.6
30 IDUs
20 17.6 17.6 lain-lain
10 7.7
2.1 3.4 3.4
0 0
1987-1990 1991-1995 1996-2000 2000-2005 2006-2008
D. Pengendalian HIV/AIDS
Tujuan umum:
1. Mengendalikan penularan HIV
2. Meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV
3. Menurunkan tingkat kematian masyarakat akibat HIV/AIDS
Tujuan khusus:
1. Kurangi dan kendalikan tingkat penularan HIV/AIDS
2. Ciptakan suasana kondusif guna memudahkan upaya pencegahan,
pengobatan, serta perawatan komprehensif terhadap ODHA
3. Meningkatkan kemampuan penanggulangan (respon) untuk mencegah,
mengobati, merawat serta memberi dukungan kepada ODHA.
4. Tingkatkan kerja sama dan koordinasi antar sektor pemerintah, LSM,
masyarakat, lembaga internasional guna memudahkan penyelenggaraan
program.
5. Tersedia layanan kesehatan IMS, HIV, dan AIDS yang komprehensif,
bermutu, dan terjangkau.
6. Meningkatnya pengelolaan dan pembiayaan program pengendalian IMS, HIV,
dan AIDS.
Kebijakan umum :
diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi juga
perhatikan kelompok masyarakat yang rawan. Upaya pencegahan yang
efektif bertujuan untuk memutus rantai penularan HIV, termasuk
56
pengendalian IMS pada sub-populasi berisiko tertentu, dan promosi alat/
jarum suntik steril, serta terapi rumatan metadon.
memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/ norma kemasyarakatan serta
memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga
melalui suatu gerakan nasional secara sinergis bersama sektor dan
komponen lain di tingkat kebijakan dan implementasi
upaya terpadu peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit,
pengobatan, dan perawatan dan dukungan terhadap ODHA berdasar fakta
ilmiah
menggunakan standar, pedoman, dan petunjuk klinis yang diberlakukan
Departemen Kesehatan
penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas
desentralisasi
menyiapkan ketersediaan ARV secara berkesinambungan
setiap pemeriksaan untuk diagnosis HIV didahului penjelasan dan informed
consent serta menjaga kerahasiaan
layanan tanpa diskriminasi (patient and community-centered)
melindungi nakes dengan penerapan Universal Precautions
57
Kelompok tertular
Kelompok tertular adalah kelompok masyarakat yang sudah terinfeksi HIV
(ODHA) yang memerlukan penanganan khusus untuk mencegah
kemungkinan penularan kepada orang lain.
Sasaran :
1. Meningkatkan jumlah sarana kesehatan yang menyediakan layanan
komprehensif HIV/AIDS di setiap Kabupaten/ Kota
2. Pengembangan jejaring layanan CST, VCT, PMTCT, dan IMS sampai
Puskesmas secara bertahap
3. Memperkuat konsolidasi dan koordinasi pada semua jajaran sektor kesehatan
di semua tingkatan
4. Memperkuat penyusunan perencanaan program dan anggaran yang terpadu
dan bersinergis di semua tingkat
5. Memperkuat alur kerja pelaksanaan program yang saling bersinergis di
masing-masing tingkat dan antar tingkat
6. Membangun perspektif hidup sehat dan rendah risiko penularan
7. Menjamin kesinambungan pembiayaan pengobatan ARV
Strategi :
upaya pencegahan dilakukan dengan memutus rantai penularan, terutama
pada populasi rawan tertular dan menularkan
upaya pelayanan dilakukan secara komprehensif dan terpadu dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup ODHA dan mengurangi dampak sosial dari
HIV/AIDS
58
meningkatkan jangkauan dan kualitas pengendalian secara bertahap
berdasarkan epidemiologi dengan menggunakan setiap sumber daya dan
mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat (partnership)
skala implementasi tergantung situasi epidemi di daerah – target 80% orang
berisiko (akses informasi, pencegahan efektif, CST)
8 layanan komprehensif :
intervensi perubahan perilaku
penggunaan kondom 100%
penatalaksanaan IMS
pengurangan dampak buruk (HR)
konseling dan testing sukarela (VCT)
care, support, treatment (CST)
pencegahan penularan dari orang tua ke bayi (PMTCT)
komunikasi publik
59
• strategi masyarakat dan pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS
berkelanjutan
60
Layanan Pencegahan Berkesinambungan
Yankes primer
Puskesmas, pos.kes,
pengobatan
tradisional, yan yatim layanan
masyarakat
Yankes sekunder
RS Kab, klinik HIV,
dukungan sosial/ relawan LSM,
legal agama, pemuda
ODHA
VCT
fasilitas dan dukungan paliatif,
layanan spesialis emosional, spiritual,
pelayanan diri
Yankes tersier
rawatan panti
dukungan sebaya
PINTU MASUK
Kebijakan ART obat ARV gratis ( SK Menkes No. 83 tahun 2004)
Manfaat terapi ARV :
mengubah HIV dari penyakit terminal menjadi penyakit kronis
mencegah infeksi oportunistik
meringankan infeksi oportunistik yang timbul
menurunkan angkat perawatan di RS
meningkatkan daya tahan hidup
memperbaiki kualitas hidup
mengembalikan harapan
menurunkan transmisi HIV
bermanfaat bagi dewasa dan anak
61
Harus mengikuti program nasional dalam hal :
4S (Start, Substitute, Switch, Stop) the ART
Penggunaan obat ARV lini pertama dan lini kedua
Setiap fasilitas kesehatan harus menjaga ketersediaan ARV selama 3 bulan
PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) adalah bagian dari upaya nasional
untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV / AIDS, yang dikenal sebagai
strategi pengurangan dampak buruk atau Harm Reduction (HR).
Dengan Program Terapi Rumatan Metadon kepada pasien penasun diberikan obat
substitusi berupa Metadon Cair sehingga pasien tidak mengalami gejala-gejala
putus zat, meskipun tidak menyuntikkan NAPZA ke dalam tubuhnya lagi. Agar
PTRM dapat berjalan dengan optimal, maka diperlukan tenaga terlatih dan terampil
dalam bidangnya masing-masing.
62
BAB X
PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
A. DEFINISI TUBERKULOSIS
Adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
B. Mycobacterium tuberculosis
Merupakan bakteri atau kuman yang memiliki ciri –ciri sebagai berikut:
1. Bentuk batang
2. Aerob obligat
3. Mati bila terkena air mendidih
4. Mudah mati dengan paparan sinar matahari
5. Dapat hidup lama padaudara lembab
6. Tahan terhadap pewarnaan BTA (Batang Tahan Asam)
C. CARA PENULARAN
Melalui droplet pada saat batuk, bersin, berbicara atau meludah
D. GEJALA
Gejala penyakit ini terdiri dari:
1. Batuk berdahak secara terus menurus > 2 minggu
2. Batuk darah
3. Demam meriang > 1 bulan
4. Nafsu makan turun, berat badan turun, malaise
5. Berkeringat malam
6. Pasien kontak erat dengan penderita TB
F. PENGOBATAN
Pengobatan penyakit ini dengan strategi yang disebut DOTS (directly
observed treatment short course) yaitu meminum obat dengan diawasi
langsung dengan PMO (pengawas minum obat).
G. RESISTENSI KUMAN TB
Dalam pengobatan dapat terjadi resistensi kuman TB, yang terdiri dari :
a. Mono-resistant : resistensi salah satu jenis obat anti TB
b. Poly-resistant : resistensi lebih dari satu jenis obat anti TB
c. Multi-drug resistant : resistensi obat anti TB INH dan Rifampicin
d. Extremely-drug resistant : resistensi obat anti TB INH + rifampicin + gol
kuinolon + salah satu jenis obat anti TB suntikan.
H. TB dengan HIV
Penyakit tuberkulosa memiliki hubungan erat dengan HIV karena HIV
meningkatkan infeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan risiko
untuk terjadinya dari infeksi menjadi sakit TB.
Penekanan imun menurunkan imunitas seluler terhadap TB sehingga akan
meningkatkan risiko terjadinya TB ( TB desiminata dan extrapulmonary TB)
I. PENYULUHAN TB
1. Pengertian tentang penyakit TB
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
3. Bagaimana cara pengobatan TB
4. Pengawasan langung menelan obat
5. Bagaimana cara penularan TB
6. Bagaimana jika terjadi efek samping obat.
UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk ,misalnya rumah sakit,
BP4 atau dokter praktek swasta , indikator ini tidak dapat dihitung.
Angka ini sekitar 5 – 15 %. Bila angka ini terlalu kecil (< 5%) kemungkinan
disebabkan :
Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak
memenuhi kriteria suspek
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu)
Bila angka ini terlalu besar (> 15%) kemungkinan disebabkan :
Penjaringan terlalu ketat
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu)
66
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah,
itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk
menemukan pasien yang menular ( pasien BTA positif)
67
f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukan jumlah pasien baru yang ditemukan dan
tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini
apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan
kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut.
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑇𝐵 (𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑡𝑖𝑝𝑒) 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛
× 100000
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari katu pasien TB, yaitu dengan cara me-
review seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3 – 6
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil
pemeriksaan dahak negatif, adalah pengobatan intensif (2 bulan). Di tingkat
kabupaten, provinsi, dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
68
Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan ulang
dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap
obat terjadi komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveillans
kekebalan obat.
2. Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan
menggunakan obat baris kedua (second – line drugs)
3. Menunjukan prevalensi HIV,karena biasanya kasus pengobatan ulang
terjadi pada pasien HIV.
Cara mengitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif:
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB , yaitu dengan cara
mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 –
12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh
setelah selesai pengobatan.
Di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan
TB. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85% , hasil pengobatan lainnya
tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap,
meninggal, gagal, default, dan pindah.
Angka default tidak boleh lebih dari 10% kerena akan menghasilkan
proporsi kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan dating yang
disebabkan karena ketidak efektifan dari pengendalian tuberculosis
Menurunnya angka default karena peningkatan kualitas
penanggulangan TB akan menurunkan proporsi kasus pengobatan
ulang antara 10 – 20% dalan beberapa tahun.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4%
untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih
besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
69
i. Angka Keberhasilan Pengobatan.
Angka yang menunjukan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang
menyelesaikan pengobatan ( baik yang sembuh maupun pengobatan
lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
RUMUS :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 (𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ + 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝)
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑏𝑎𝑡𝑖
70
BAB XI
PROGRAM IMUNISASI
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional jangka panjang menitikberatkan pada kualitas hidup
sumber daya manusia yang prima. Sehingga perlu bertumpu pada generasi muda
yang memerlukan asuhan dan perlindungan terhadap penyakit yang mungkin dapat
menghambat tumbuh kembangnya menuju dewasa yang berkualitas tinggi guna
meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut. Dari data yang ada
dimana Angka Kematian Bayi (AKB atau IMR) menunjukkan penurunan yang
bermakna, apabila pada tahun 1971 sampai 1980 memerlukan sepuluh tahun untuk
menurunkan AKB dari 142 menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup, maka hanya
dalam waktu lima tahun yaitu tahun 1985 sampai 1990 indonesia berhasil
menurunkan AKB dari 71 menjadi 54 per 1000 kelahiran hidup. Prestasi yang
gemilang tersebut tidak lain disebabkan karena penggunaan teknologi tepat guna
selama itu, yaitu memanfaatkan dengan baik Kartu Menuju Sehat dalam memantau
secara akurat tumbuh kembang anak, peningkatan penggunaan ASI, pemberian
segera cairan oralit pada setiap kasus diare pada anak, dan pemberian imunisasi
pada anak balita sesuai Program PengemBCG, Polio, Hepatitis B, DPT, dan
campak.
Kegiatan imunisasi sendiri di Indonesia dimulai di Pulau Jawa dengan vaksin
cacar pada tahun 1956. Selanjutnya dikembangkan vaksinasi Cacar dan BCG. Pada
tahun 1972 dilakukan study pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan
memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Pelaksanaan vaksinasi ditetapkan secara nasional pada tahun 1973.
Bulan April 1974 Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun 1976
mulai dikembangkan imunisasi DPT di beberapa kecamatan yang didahului oleh
Pulau Bangka di Sumatera Selatan. Tahun 1997 ditentukan sebagai fase persiapan
Pengembangan Program Imunisasi (PPI). Tahun 1980 program imunisasi rutin terus
dikembangkan dengan memberikan enam jenis antigen yaitu, BCG, DPT, Polio,
Campak, TT, dan DT.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 1990 Indonesia secara Nasional telah berhasil
mencapai UCI (Universal Child Imunization). Langkah selanjutnya untuk membasmi
penyakit Polio dan komitmen global tentang Eradikasi Polio (ERAPO) maka
71
Indonesia mengadakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) selama 4 tahun mulai tahn
1995, 1996, 1997, dan 2002. Selain ERAPO, komitmen global ETN dan Recam dalm
pelaksanaannya masih ditentukan bersama-sama antara pusat, provinsi dan daerah.
Jumlah sasaran yang diimunisasi makin bertambah banyak dengan adanya
tamnahan kegiatan imunisasi yang meliputi TT pada wanita usia subur (WUS),
imunisasi pada anak sekolah (BIAS), crash program campak pada Balita di daerah
tertentu maupun catch-up campaign campak pada anak sekolah yang dilanjutkan
dengan BIAS Campak.
Perkembangan kegiatan imunisasi makin maju dengan adanya ADS (Auto
disable syringe) dan PID (Prefilled Injection Device), untuk menjamin suntikan yang
aman (safe injection) dan mampu menghemat vaksin karena PID merupakan
kemasan dosis tunggal. Selanjutnya vaksin tetravalent, yaitu kombinasi vaksin DPT
dan HB dikembangkan secara bertahap, tahun 2004 di empat provinsi (DIY, NTB,
Jatim, Bangka Belitung) dengan target sasaran secara nasional terpenuhi.
Vaksin merupakan unsur yang biologis yang memiliki karakteristik tertentu dan
memerlukan penanganan rantai vaksin secara khusus sejak diproduksi di pabrik
hingga, di unit pelayanan. Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat
mengakibatkan kerusakan vaksin sehingga menurunkan atau bahkan
menghilangkan potensi yang dapat mengakibatkan tidak menimbulkan kekebalan
dan terjadinya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) bila diberikan kepada
sasaran. Kerusakan vaksin akan mengakibatkan kerugian sumber daya yang tidak
sedikit, baik dalam bentuk biaya vaksin, maupun biaya-biaya lain yang terpaksa
dikeluarkan guna menanggulangi masalah KIPI atau Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sehingga dapat dikatakan imunisasi merupakan salah satu upaya
preventif/pencegahan primer untuk mencegah penyakit melalui pemberian
kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu
memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
72
b. Tujuan Khusus
1) Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi
lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa atau kelurahan
pada tahun 2010
2) Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1
per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008.
3) Eradikasi polio pada tahun 2008
4) Tercapainya Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2006
5) Terlaksananya bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) pada tiap bulan
november dengan cakupan minimal 90%
6) Tercapainya cakupan imunisasi Hepatitis B utamanya 0-7 hari minimal 70% di
setiap kabupaten/kota
7) Meningkatnya rasio tenaga terlatih sesuai standart secara bertahap
8) Tercukupnya ratio peralatan imunisasi sesuai standart secara bertahap
9) Terlaksananya pelayanan imunisasi di unit-unit pelayanan swasta terutama di
daerah perkotaan
C. PENGERTIAN IMUNISASI
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama.
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan
istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pembeian dua macam bentuk, yaitu
imunoglobulin yang non-spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik
yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru
saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa
tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan
yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang
diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contoh, kekebalan
pada janin yang diperoleh transplasental dari ibu (didapatkan secara alami) atau
kekebalan yangj diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin (imun pasif
buatan). Kekebalan aktif dapat diperoleh pula secara alami maupun buatan. Secara
73
alami didapatkan apabila anak terjangkit suatu penyakit, yang berarti masuknya
sebuah antigen yang akan merangsang tubuh anak membentuk antibodinya sendiri
secara aktif dan menjadi imun karenanya. Mekanisme yang sama adalah pemberian
vaksin yang merangsang tubuh manusia secara aktif membentuk antibody dan kebal
secara spesifik terhadap antigen yang diberikan (Satgas Imunisasi IDAI, 2008).
Penyelenggaraan program imunisasi telah memiliki landasan hukum, antara lain:
1. Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Undang-Undang no. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
3. Undang-Undang no. 1 tahun 1962 tentang karantina laut
4. Undang-Undang no. 2 tahun 1962 tentang karantina udara
5. Kep. Menkes No. 1611/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi
6. Kep. Menkes No. 1626/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan dan
Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
D. SASARAN
a. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi
penyakit menular tertentu
1) Jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara
lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B,
Hepatitis A, Meningitis Meningokokus, Influenzae, Haemophilus Influenzae
tipe b, Kolera, Rabies, Japanese Encephalitis, Tifus Abdominalis, Pneumoni
Pneumokokus, Yellow Fever (Demam kuning), Shigellosis, Rubella, Varicella,
Parotitis Epedemica, Rotavirus.
a) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan
hepatitis B
b) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Haji adalah Meningitis Meningokokus
c) Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Kesehatan Pelabuhan adalah demam kuning
d) Jenis-jenis penyakit menular yng saat ini masuk ke dalam program
imunisasi di subdit Zoonosis adalah rabies
74
2) Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan
akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
antara lain malaria, demam berdarah, HIV/AIDS, Avian influenzae akan
ditetapkan tersendiri
b. Sasaran
1) Sasaran berdasarkan usia yang diimunisasi
a) Imunisasi rutin
a. Bayi (di bawah satu tahun)
b. Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita berusia 15-39 tahun, termasuk
ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (Catin)
c. Anak usia sekolah tingkat dasar
b) Imunisasi tambahan : Bayi dan anak
2) Sasaran berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan
a) Imunisasi dasar : Bayi
b) Imunisasi lanjutan
a. Anak usia sekolah tingkat dasar
b. Wanita Usia Subur
3) Sasaran wilayah atau lokasi
Seluruh desa atau kelurahan di wilayah Indonesia
75
e. Sisa vaksin yang sudah dibuka untuk pelayanan dinamis harus dibuang
sedangkan yang belum dibuka dapat disimpan kembali kedalam lemari es
untuk dipakai pelayanan berikutnya.
f. Sisa vaksin Polio, BCG, dan Campak yang sudah dipakai atau dioplos harus
dibuang.
g. Batas pemakaian vaksin BCG dan Campak yang sudah dicampur pelarut tiga
jam, dan di dalam spuit lima belas menit.
F. STRATEGI
Strategi (1)
Pemerataan UCI desa dilakukan dengan cara :
1. Memperbaiki standart imunisasi
2. Melakukan revitalisasi PWS
3. Melakukan revitalisasi Posyandu
4. Melakukan perencanaan kegiatan khusus
76
5. Melakukan pemantauan dengan supervisi check list
Strategi (2)
Eliminasi Tetanus neonatorum dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan cakupan imunisasi TT (TT 5 dosis)
2. Identifikasi daerah risiko tinggi Tetanus neonatorum
3. Mengupayakan cakupan imunisasi TT WUS min. 3 dosis dengan prioritas di
daerah risiko tinggi
4. Secara konsisten melaksanakan bias
Strategi (3)
Eradikasi polio dilakukan dengan cara:
1. Mopping up atau sub pin di wilayah yang ditemukan virus polio liar
2. Secara selektif melakukan backlog fighting (melengkapi imunisasi polio pada
anak balita di desa yang tidak mencapai UCI)
Strategi (4)
Reduksi Campak dipercepat dengan:
1. Melakukan crash program Campak pada anak balita di daerah pemukiman
baru termasuk daerah pengungsi
2. Melaksanakan catch up campaign Campak pada anak kelas I s/d VI
3. Bagi daerah yang sudah melaksanakan catch up campaign diteruskan
dengan pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas I baru
Strategi (5)
Imunisasi Hepatitis B:
- Memberikan imunisasi Hepatitis B (HB-1) sedapat mungkin pada usia 0-7 hari
- Intensifikasi imunisasi Hepatitis B menggunakan HB uninject
- Pengembangan imunisasi Hepatitis B perlu dilaksanakan secara mandiri di
unit-unit pelayanan swasta
Strategi (6)
Kegiatan bias setiap dilangsungkan pada bulan November dengan
mempertimbangkan pencapaian hasil bias tahun sebelumnya
Pengembangan SDM dilakukan dengan:
77
- Melakukan evaluasi terhadap ratio tenaga imunisasi terlatih
- Mengusulkan kegiatan pelatihan imunisasi / cold chain secara bertahap
Strategi (7)
Kecukupan peralatan imunisasi :
- Melakukan evaluasi terhadap ratio peralatan imunisasi
- Mengusulkan perencanaan peralatan imunisasi sesuai kebutuhan standart
ratio yang telah ditetapkan
Strategi (8)
Pengembangan pelayanan imunisasi swasta dengan cara :
- Identifikasi unit-unit pelayanan swasta
- Pertemuan desiminasi informasi pelayanan imunisasi swasta
- Pelaksanaan pelayanan imunisasi swasta
- Monitoring (termasuk monitoring cold chain )
Strategi (9)
Pengembangan sistem pemantauan KIPI :
- Pelaporan & pelacakan kasus KIPI
- Pengembangan software KIPI
- Sosialisasi pencegahan & penanggulangan KIPI
TT 5 kali bila interval benar
- Ibu kebal seumur hidup
- Bayi itu terlindungi tetanus neonatorum
78
G. JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI
Lahir di rumah
Bulan Antigen Tempat
79
MASA SIMPAN VAKSIN
Antigen Suhu Penyimpanan Umur
BCG +2oC s/d +8oC 1 tahun
-15oC s/d -250C 1 tahun
DAPAT +2oC s/d +8oC 1 tahun
HB +2oC s/d +8oC 26 bulan
TT +2oC s/d +8oC 2 tahun
DT +2oC s/d +8oC 2 tahun
POL +2oC s/d +8oC 6 bulan
-15oC s/d -250C 2 tahun
CAMPAK +2oC s/d +8oC 2 tahun
-15oC s/d -250C 2 tahun
DAPAT-HB +2oC s/d +8oC 2 tahun
Pelarut BCG Suhu kamar 5 tahun
Pelarut CPK Suhu kamar 5 tahun
80
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen
kuman (bakteri, virus, atau riketsia), atau racun kuman (toxoid) yang telah
dilemahkan atau dimatikan dan akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit tertentu (Kepmenkes RI, 2005).
Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
- Live attenuated (kuman atau virus hidup yang ,dilemahkan)
Vaksin hidup virus atau bakteri liar penyabab penyakit dilemahkan.
Walaupun vaksin hidup yang dilemahkan dapat menyebabkan penyakit,
umumnya bersifat ringan dibandingkan dengan penyakit alamiah dan itu
dianggap sebagai kejadian ikutan. Vaksin virus hidup yang dilemahkan
secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula,
hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup. Contoh : vaksin campak,
polio oral, vaksin BCG, dll.
Sifat vaksin
Sifat vaksin dapat digolongkan berdasarkan kepekaan atau sensitifitasnya
terhadap suhu yaitu :
a. Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze sensitive=FS) yaitu
golongan vaksin yang akan rusak apabila terpapar atau terkena
82
dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. Jenis vaksin yang sensitif
beku tersebut adalah: Hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT.
b. Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat Sensitive=HS), yaitu
golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar tau terkena suhu panas
yang berlebihan. Jenis vaksin yang sensitif terhadap panas tersebut
adalah: Polio, BCG, dan campak.
2. Cold Chain
a) Pengertian cold chain
Cold chain atau rantai dingin diartikan rangkaian proses
penyimpanan dan transportasi vaksin dengan menggunakan berbagai
peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari
pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses
penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari
83
pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk
mengukur dan mempertahankan suhu (Satgas Imunisasi IDAI, 2008).
84
atau cold pack atau meletakkan benda-benda lain. Pembuatan cool
pack dan cold pack menggunakan lemari pendingin tersendiri.
2) Lemari es
Alat ini untuk menyimpan vaksin, baik provinsi, Dati II maupun
Puskesmas. Lemari es tidak boleh terkena panas matahari secara
langsung. Suhu didalam lemari es harus berkisar 2º-8C,
digunakan untuk menyimpan vaksin-vaksin hidup maupun mati,
dan digunakan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair).
Sedangkan suhu di dalam freezer berkisar -25C sampai dengan -
15C, khusus untuk menyimpan vaksin polio dan pembuatan cold
pack (kotak es beku). Pintu lemari es ada dua jenis : membuka ke
depan dan membuka ke atas.Jenis lemari es dengan pintu
membuka ke atas lebih baik dari pintu membuka ke depan, karena
tutup atas dapat mempertahankan suhu dingin lebih lama saat
lemari es dibuka.
Susunan vaksin dalam lemari es sangat penting karena
vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda
terhadap suhu dingin. Vaksin hidup diletakkan dekat bagian yang
paling dingin, sedangkan vaksin mati jauh dari bagian yang paling
dingin.
85
Lemari Es dengan Pintu Membuka Ke Atas (Tata Letak Vaksin
dalam Lemari Es : Vaksin hidup boleh dekat dengan Freezer,
vaksin mati harus jauh dari Freezer)
3) Cold Box
Peralatan ini digunakan untuk membawa vaksin dalam sistem
rantai dingin suhu 2º-8C. Cold box bentuknya empat persegi,
dengan insuli yang dapat mempertahankan suhu vaksin sampai 72
jam bila tertutup rapat serta diisi dengan cukup cold pack beku.
Cold box selain digunakan untuk alat dalam transportasi, juga
digunakan untuk menyimpan vaksin dalam rangka penyelamatan
sementara pada saat lemari es rusak atau terganggu.
86
Kotak Dingin/cool box
4) Vaccine Carrier
Alat pembawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak
terlalu jauh, digunakan untuk kegiatan posyandu ruang KIA atau
tempat diluar gedung lainnya, alat ini hanya dapat
mempertahankan suhu 2º-8C selama 12 jam, bila tertutup rapat
serta diisi dengan cold pack beku disekelilingnya.
Vaksin Carrier
87
Cool Pack
3. Alat suntik
Peralatan suntik yang digunakan hingga saat ini ada empat jenis yaitu:
a) Reusable syringe (syringe yang dapat disterilkan kembali dengan
volume 0,05 ml untuk imunisasi BCG dan 0,5 ml untuk imunisasi
lainnya) dalam proses pengadaan sering disebut dengan paket B.
b) Disposable syringe (alat suntik sekali pakai), namun memiliki risiko
digunakan lagi.
c) Autodestruct syringe/auto disposable (AD) (alat suntik yang tidak
mungkin dipakai kembali)
d) Autodestruct prefilled syringe (alat suntik yang sudah berisi vaksin),
sering disebut dengan uniject (Dit Jen PPM dan PL Dep Kes RI,
2005).
90
• Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DPT
Klasifikasi kausalitas
Vaccine safety committee 1994 membuat klasifikasi KIPI yaitu :
a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)
b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal
(unlikely)
c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible)
d. Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal (probable)
e. Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain)
91
BAB XII
Program P2 Kusta
92
BAB XIII
PROGRAM PEMBIAYAAN KESEHATAN MASYARAKAT
2. Pra upaya : jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JPKM
telah dibayar oleh bapel kepada PPK sebelum yankes diterima peserta JPKM
(pembayaran di muka).
3. Kapitasi : pembayaran yang dilakukan bapel kepada PPK atas jasa yankes
yang diberikan oleh PPK kepada peserta dengan membayarkan sejumlah
dana sebesar perkalian jumlah anggota atau serta dengan satu satuan harga
sebelum pelayanan diberikan.
93
bayar langsung
PASIEN PPK
yankes (kuratif)
BAPEL
BAPEL
BAPIM
BAPEL
ikatan kerja/kontrak
siklus jaga mutu
pemantauan utilisasi
penanganan keluhan
PESERTA PPK
yankes (paripurna)
94
JPKM
BAPEL
PESERTA PPK
yankes (paripurna)
LANDASAN HUKUM
PROGRAM JAMKESMAS
UUD 1945
95
Di Jatim sesuai KEPMENKES nomor 417 / MENKES / SK / IV / 2007 terdapat
3.236.880 rumah tangga miskin atau 10.710.051 maskin (28.9%) dari
36.206.060 penduduk Jatim.
UUD 45, UU 23 tahun 1992 :
Kesehatan adalah investasi, hak fundamental dan kewajiban setiap warga
Negara.
Negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi
penduduknya.
96
Tujuan Program Jamkesmas :
Meningkatkan akses dan mutu yankes kepada seluruh maskin dan tidak mampu
agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien.
Kriteria miskin :
• 14 kriteria BPS (10 kriteria utk perdesaan, 9 kriteria utk perkotaan)
• Alokasi/Kuota Miskin Jamkesmas ditetapkan oleh Depkes
• Alokasi Miskin Non Kuota ditetapkan oleh Bupati/Walikota
Aspek-aspek penyelenggaraan :
1. Aspek kepesertaan.
2. Aspek pelayanan.
3. Aspek pendanaan dan mekanisme keuangan.
4. Aspek pengorganisasian
Peserta Jamkesmas :
Masyarakat miskin dan tidak mampu yang ditetapkan oleh Bupati / Walikota.
97
Gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat tidak memiliki
identitas ditetapkan oleh Dinas Sosial Kabupaten / Kota.
Masyarakat yang masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
Bayi yang terlahir dari keluarga Jamkesmas.
Jamkesmas dilaksanakan dengan spirit “pro rakyat” .
Sasaran program adalah masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati
miskin sesuai data BPS.
Dalam perjalanan implementasinya banyak penyesuaian yang bertujuan
memperlancar penyelenggaraan tetapi tetap menjaga akuntabilitas.
Penyesuaian dilakukan melalui Surat Edaran, Revisi Pedoman dll yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari pedoman.
Program Jamkesmas tahun 2009 adl kelanjutan tahun 2008 dengan beberapa
perbaikan.
98
b. Rajal Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang
menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah,
BKMM, BBKPM, BKPM, BP4, BKIM.
c. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) dilaksanakan pada ruang perawatan
kelas III RS Pemerintah.
d. Pelayanan Gawat Darurat.
Penyaluran dana :
Dana pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung ke Puskesmas melalui
PT POS.
Dana pelayanan kesehatan lanjutan dibayarkan langsung ke
BKIM/BKMM/BP4/BKPM/BBKPM dan RS oleh Kantor Pusat Perbendaharaan
Negara (KPPN).
Dana awal untuk Balai Kesehatan di atas dan RS diluncurkan sejak bulan
Februari via Bank BRI.
ORGANISASI
DEPKES :
UNIT PENGELOLA : TIM KOORD PUSAT
PENGARAH
PELAKSANA
DINKES KAB/KOTA
PT ASKES TIM KOORD KAB/KOTA
SEKRETARIAT PENGELOLA
PUSKESMAS
VERIFIKATOR
INDEPENDENT
RUMAH SAKIT
PPATRS
99
BAB XIV
SEKSI KEFARMASIAN DAN PERBEKALAAN KESEHATAN
A. VISI
Pemerataan pelayanan kesehatan kefarmasiaan dan perbekalaan kesehatan dalam
mewujudkan Jawa Timur mandiri untuk hidup sehat.
B. MISI
1. meningkatkan pemerataan pelayanan kefarmasian dan perbekalaan kesehatan
di Jawa Timur yang bermutu, aman dan bermanfaat.
2. Meningkatkan mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi klinik di Jawa
Timur dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif dan didukung oleh
profesionalisme.
3. Meningkatkan ketersediaan obat esensial dan perbekalaan kesehatan bagi
pelayanan kesehatan darsar dan khusus di Jawa Timur.
4. Melindungi masyarakat dari penggunaan oabat, perbeklaan kesehatan dan
makanan yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan serta bahaya
penyalahgunaan NAPZA dan bahan berbahaya melalui pembinaan dan
pengendaliaan informasi kepada masyarakat.
5. Meningkatkan kompetensi SDM kesehatan di bidang kefarmasiaan, perbekalaan
kesehatan, makanan minuman di wilayah Jawa Timur.
C. TUGAS
1. Menyiapkan bahan perencanaan.
2. Menyiapkan bahan penyusunan pedman, juk-lak, juk- nis serta protap.
3. Menyiapkan bahan.
4. Melaksanakan fasilitasi.
5. Menyiapkan bahan koordinasi lintas program, lintas sektor, orang,
profesi,institusi pendidikan, asosiasi,LSM, dan pihak swasta.
6. Menyiapkan bahan evaluasi.
100
7. Menjabarkan kebijakan operasional di bidang :
a. Obat
b. Obat tradisional
c. NAPZA
d. Alat kesehatan
e. Perbekalan kesehatan Rumah Tangga
f. Kosmetika
8. Menyiapkan rekomendasi :
a. Ijin prinsip usaha obat tradisional.
b. Ijin usaha industri obat tradisional.
c. Ijin industri farmasi
d. Ijin industri alat kesehatan
e. Ijin industri pembekalaan kesehatan Rumah Tangga.
f. Ijin pedagang besar farmasi
g. Ijin PAK
9. Member ijin Pedagang besar farmasi ,cabang PAK, sub PAK, ijin prinsip dan
ijin usaha industri kecil obat tradisional.
10. Melaksanakan tugas- tugas lain yang diberikan Kepala Bidang.
D. SEKSI FALKALKES
101
PKRT : DEPKES RI PKD / PKL … (11 DIGIT)
ALKES : DEPKES RI AKD/AKL …. (11 DIGIT)
MAKANAN-MINUMAN : POM MD/ML…….…..(12 DIGIT)
MAK-MIN INDUSTRI RT : DEPKES RI SP :…../ .. ../..
P-IRT ……….. (12 DIGIT)
OBAT : DEPKES RI / POM : DKL/DBL dll ……. (15 digit)
GKL/GBL dll…………..(15 digit).
PRODUKSI industri
CPOB RS apotek
Toko
obat
PKM
Ijin edar
CDOB
Distributor
P B F
G. OBAT PUBLIK
Program ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan obat esensial untuk pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan khusus bagi mayarakat Jawa Timur.
Dimana program ini memiliki ruang lingkup:
1. Ketersediaan obat essensial untukpelayanan kesehatan di puskesmas sampai
ke desa.
2. Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit khusus, BP4, dan
BKMM.
3. Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan program tertentu (P2M dan
kesehatan keluarga)
4. Ketersediaan obat untuk penanggulangan KLB dan bencana.
102
5. Ketersediaan obat untuk upaya pelayanan kesehatan insidentil kepada
masyarakat.
6. Kebijakan obat generik.
103
I. PENGGUNAAN OBAT RASIONAL.
Tepat indikasi
Tepat dosis
Tepat waktu
Tepat penderita
Waspada efek samping obat
105
BAB XV
PELAKSANAAN PROGRAM SURVEILANS
Surveilans AFP
106
dilakukan pada daerah terbatas sehingga efisien dan dipertahankan tetap bebas
polio.
D. Strategi Eradikasi Polio (pasca PIN)
Imunisasi rutin
Daya lindung anak terhadap Polio tinggi
BIAS
Ssub PIN
Pemantauan virus polio baru harus ketat dan teliti Surveilans AFP
Mopping Up
107
F. Konsep Surveilans AFP
Diagram Konsep Surveilans AFP
H. Langkah kegiatan
Pemasaran sosial
Merumuskan Pedoman Sistem Surveilans
Menetapkan Organisasi dan Mekanisme Kerja
Sumberdaya Manusia
Sarana Pendukung
Kegiatan Surveilans
Umpan balik, supervisi dan konsultasi
Monitoring dan evaluasi
108
I. Pencarian kasus AFP di RS-Puskesmas
Harus melibatkan dokter dan perawat
Perhatikan kasus anak dengan muntah-muntah, diare, gizi buruk, efek
samping obat
Tanyakan setiap pasien di rawat apa ada kelemahan pada ekstremitas
Laporkan dahulu kasus yang dicurigai AFP tanpa menunggu diagnosis
Perlu penyegaran ilmu kembali perawat-perawat di bangsal tentang kasus
AFP
Kegiatan lanjutan
Membentuk tim inti yang kuat
Memperkuat motivasi dan kerjasama
Melakukan perbaikan terus-menerus
Komunikasi yang efektif dan efisien
Evaluasi yang bermutu
Umpan balik yang efektif
Community-based surveillance
ketenagaan
tenaga (jumlah dan tempat)
rate pergantian tetap/sementara
manajemen
sosialisasi (petugas dan kader)
109
mobilisasi
pemeriksaan buku register
zero reporting
sarana
J. Kesimpulan
Mari kita buat mudah pelaporan AFP
Anak < 15 tahun lumpuh layuh
Terjadi dalam 2 minggu
Perlu mengingatkan kembali dokter atau perawat tentang diagnosis-
tatalaksana kasus AFP dan campak
Pelaporan AFP akan meningkat bila pengamatan pasien rawat inap-rawat
jalan di bangsal lebih ditingkatkan.
Apabila ada KLB CPL dan VDPL, yang harus dilakukan adalah :
Tingkatan sosialisasi dan penemuan kasus secepatnya
Inventarisasi daerah risiko tinggi
Tingkatkan kualitas cakupan imunisasi
Pelaksanaan PIN harus sukses (semua balita dapat tetesan)
Pemantauan daerah risiko tinggi
Kualitas spesimen harus benar-benar adekuat
110
BAB XVI
INFEKSI VIRUS DENGUE
(Demam Berdarah Dengue)
1. DEFINISI
IVD = DBD Adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue & ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Ditandai dengan gejala awal demam yang mendadak serta timbulnya gejala klinis
yang tidak khas. Obat & vaksin untuk pencegahan DBD belum ada, satu-satunya
cara dengan memberantas nyamuk penyebabnya. Terutama menyerang anak
(<15thn) namun saat ini terdapat kecenderungan menyerang orang dewasa.
2. VECTOR
A. Aedes aegypti
Adalah nyamuk penular utama penyakit DBD di Indonesia (lebih
sering berada dalam rumah). Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
• Ciri khas garis melengkung putih pada sisi kanan dan kiri punggung.
• Biasa menggigit sepanjang siang hari terutama pagi dan sore hari.
• Virus Dengue berpindah bersama air liur nyamuk pada saat menggigit
manusia.
111
B. Aedes albopictus
• Ciri khas terdapat garis lurus putih pada bagian tengah punggung.
DALAM RUMAH
LUAR RUMAH
* tempurung kelapa
112
D. Penularan
Klinis
– Demam 2 – 7 hari
– Pembesaran hati
– Shock
Laboratorium
– Hemokonsentrasi (≥ 20%)
113
4. PEMERIKSAAN FISIK
2. Perdarahan berupa :
– ptechiae
– epistaksis,
– Hematemesis
– Melena / hematuria
3. Tanda-tanda shock :
114
– Diuresis menurun anuria
4. Apabila shock tidak dapat segera diatasi komplikasi asidosis metabolik &
perdarahan hebat.
Ispa,
Tifoid,
Chikungunya,
Malaria
Isk
Morbili
6. PERTOLONGAN PERTAMA
7. KRS BILA:
- Hematokrit stabil
8. PERAWATAN DI RUMAH
• Minum yang cukup, diselingi sari buah (tidak harus jus jambu).
115
• Diukur jumlah cairan yang diminum serta jumlah urin yang keluar.
• Istirahat cukup.
• Selama panas (suhu 38⁰C atau lebih) di kompres dingin, di beri obat
penurun panas misalnya : parasetamol dengan takaran 10 mg/kg berat
badan/ kali dapat diberikan 4-5 kali perhari.
116
• Ganti air vas bunga
• Menguras • Larvasida
• Kawat kasa
• Ventilasi cukup
• Kelambu
117
BAB XVII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1) Pertumbuhan penduduk Indonesia yang begitu cepat, tidak disertai dengan
kemajuan bidang-bidang strategis seperti lapangan pekerjaan, ketersediaan
pangan dan kebersihan, mengakibatkan masalah kesehatan yang semakin
kompleks.
2) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan 6 sub-dinas dan unit-unit di
bawahnya mempunyai program-program yang baik dan tepat guna untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada saat ini di wilayah Provinsi
Jawa Timur khususnya.
B. Saran
Untuk mewujudkan masyarakat Jawa Timur yang sehat dan peduli akan
kesehatan memerlukan usaha keras dan kerja sama lintas sektor yang baik.
118