Вы находитесь на странице: 1из 3

Ketika Sajadahku Dipertanyakan

Oleh : Rini Ningtias (XII IPA2)


Haah gila??! Aaaarrgh!!! Takdir macam apa ini?
Perasaan seperti apa yang Tuhan berikan!.
Apa mungkin Aku gila dengan
Seluruh tubuhku seakan meronta pada
fantasi ini? Fantasi yang semena-mena
kenyataan. Ingin kuelakkan tapi ku tak
menghujat akal sehat agar lari akan
berdaya. Sebongkah batu besar menimpaku,
kenyataan. Kurasa tidak! Ini hanya soal
aku sakit, ingin menjerit, meronta berlari
fantasi yang membawaku pada sisi lain garis
meninggalkan takdir. Tapi semua tak
hidup. Mencoba untuk merasakan dengan
terelakkan, takdir hadir tanpa belas kasihan.
dimensi lain saat ampas dihati terombang-
Aku benci pertemuan ini, juga perasaan ini.
ambing pada kenyataan dunia yang begitu
Tapi entah kenapa tidak dengan sosoknya.
kejam. Yah, fantasi ini memabukkan. Tak
Tegap, tinggi, suara lantang wajah rupawan
perlu kusia-siakan air mata untuk hal ini.
khas kesukuan. Hal itu sudah tak asing lagi
Aku candu dengan fantasiku. Semua terasa
bagi indraku, ini bukanlah awal dari sebuah
bebas, lepas, seperti tak terbatas, indah.
kesedihan. Saat tatapan saling beradu,
Ketika dia dan aku berada dalam fantasiku.
Tuhan memberikanku sebuah anugerah
Satu kata yang terdefenisikan oleh logika,
perasaan yang begitu indah, teduh. Degupan
namun tak diterima dunia. Hanya dalam
jantung yang mengguncang naluri, semua
fantansi ketika semua tidak ada sekat-sekat
terasa abnormal dalam logika. Kucoba untuk
pembatas yang seakan menyesakkan napas,
tidak gila, tapi perasaan telah melampauiku
dan merobek palung hati. Semua seperti
tanpa harga diri. Tidak bisakah Tuhan
warna-warni diatas pekatnya hitam. Dan itu
menolongku?
karena dia.
Ribuan hari berselimut belenggu,
Aku tidak akan berbicara tentang
dan telah kulalui itu bersamanya. Menyatu
cinta dan juga mimpi hanya omong kosong
pada kenyataan dunia. Memfantasikan cinta
yang diciptakan saat hadirnya cinta. Ini
yang buta dan coba melintasi batasnya.
semua hanya soal kenyataan, soal dunia
Sepenuhnya aku sadar ini adalah kisah yang
begitu klise. Ketika sajadahku
seharusnya tidak pernah kumulai. Tapi
dipertanyakan?
inilah cinta buta dan tuli.
Seolah kiblatku dipertanyakan. Tidak ada yang salah dalam hal ini.
Ketika sajadahku disandingkan dengan Tidak ada yang saling mencari. Bukan aku
altarnya. Dan ketika doaku dipersamakan dan dia yang ingin terlahir berbeda. Tapi
dengan pujian. Astagfirullah, ini kadang perbedaan dilahirkan untuk ada! Sudah
membuatku tak rasional, tetapi semua terjadi sebuah garis hidup dari-Nya. Meskipun
dalam perasaan. Tuhan? Benarkah Tuhan kenyataan tak seindah raut senyumnya, aku
sang pembolak-balik hati? Apa ini semua hanya mencoba berdamai pada diri sendiri.
rencana Tuhan? Atau hanya sekedar keras Semoga Tuhan selalu menguatkan pedoman
kepalaku saja. Bukankah hakikatnya hidupku dan hidupnya. Tidak sedikitpun aku
perbedaan dilahirkan untuk ada? Namun ini ingin menodainya, biarkan Tuhan yang
hanyalah sebuah tanya yang tak berujung menuntunnya kelak. Aku, tetaplah aku
pada benak semua insan, bak sirna ditelan dengan sajadahku. Ia, tetaplah dia dengan
ombak. pujiannya. Tidak akan aku meninggalkan-
Nya dan berharap diapun kokoh dengan
Indah. Tapi penuh cercaan, ketika
yang ia percayai.
mulut-mulut itu menghujat dengan syair-
syair penuh kenistaan. Aku mencoba untuk Walaupun puing-puing harapan
tuli dan tidak mendengar! Hatipun ikut masih selalu ada dalam benak, meracuni
mengeras seolah tak ingin hancur satu setengah logika dan membutakan mata.
kalipun. Mereka hanyalah anjing Tapi, kucoba untuk tegarkan raga ini agar
menggonggong kelaparan. Aku tak ingin senantiasa kokoh. Sebagaiman Tuhan telah
menangis untuk hal itu. Selalu ada harapan menciptakanku untuk hidup. Fantasiku
di setiap ketertatihan. Yakin, Setiap mereka memang gila, namun kenyataan jauh dari
yang menghujat tidak tahu bahwa ini sangat kata normal. Dua insan yang saling
luar biasa. Bahagia berselimut kesedihan. mendoakan dengan cara yang berbeda.
Harus bertahan diatas penghakiman Menyebut-Nya ESA walau tak sama dan
manusia-manusia setengah dewa. Dan ketika berdoa dengan jemari yang berbeda. Hanya
setiap detik harus merasakan kokohnya lafal syukur yang merangkul pengharapan.
akidahmu bergejolak berperang melawan Tak satupun yang dapat menembus sekat-
nafsu. sekat tebal ini, kecuali kuasa-Nya. Akupun
tak tahu kemana takdir akan bertuan. Tetap
kokoh atau goyah itu adalah iman. Namun
sejatinya ini adalah kasih sayang Tuhan tidak menuntun kita untuk berhasil tetapi Ia
penguat iman di bawah ciptaan-Nya. menghendaki kita untuk mencoba.

Tidak ada waktu untuk patah hati.


Karena kesempatan itu seperti udara, luas,
bebas, dan selalu ada. Seperti Tuhan sang
pencipta. Kehidupan terkadang diciptakan
dengan begitu klise. Menciptakan benteng
tanpa dapat tergapai oleh kaki. Sekat-
sekatpun tercipta, ironis! Ironis ketika hati,
pikiran dan perasaanku terbatas oleh sekat-
sekat tipis berjarak rumah suci ibadah. Tidak
ada yang buruk jika dilihat dengan mata,
namun sudah cukup untuk meleburkan hati.
Ini bukan masalah mayoritas atau minoritas,
hanya soal perasaan yang berlari liar seolah
lupa akan Tuhan. Bagaimana bisa
kuelakkan, bukankah ini anugerah?

Menguras air mata mungkin tiada


guna. Begitu juga dengan meneriakkan
ketidakadilan ini. Tidak ada yang tidak
mungkin, ada banyak hal yang kuyakini
bawa tidak ada yang mustahil dihadapan-
Nya. Termasuk Ketuhanannya. Karena kita
saling mendoakan satu sama lain. Aku
dengan kedua tanganku yang terbuka
menyatu dan dia dengan kedua tangannya
yang mengepal menyatu. Percayalah dia
juga mencintai-Mu, karna aku dan dia
adalah satu kata yang sama yaitu bersatu.
Jangan takut untuk patah, karena Tuhan

Вам также может понравиться