Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG :
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut
untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang
sudah ditentukan.
Wabah atau kejadian luar biasa (KLB) dari penyakit infeksi sulit diperkirakan
datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan tindakan pencegahan
serta pengendaliannya perlu terus ditingkatkan. Selain itu infeksi yang terjadi di
rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat dicegah dengan
melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka perlu disusun suatu pedoman kerja
bagi Tim PPI RS.
2. FALSAFAH
Kegiatan pengendalian infeksi di Rumah Sakit AsysyifaaLeuwiliang Bogor
merupakan sebagai salah satu kegiatan yang mendukung tercapainya patient
safety di Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogor dan sebagai tolok ukur mutu
Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogor.
3. TUJUAN:
3.1. Tujuan Umum :
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS bertujuan melindungi
pasien, keluarga / pengunjung dan petugas untuk mencapai cost efektif,
angka kejadian infeksi rendah serta kewaspadaan KLB.
3.2. Tujuan Khusus :
3.2.a. Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit
Asysyifaa Leuwiliang Bogor
3.2.b. Terciptanya lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan
agar menjamin pencegahan Infeksi dan membantu proses
pengobatan serta penyembuhan penderita, sehingga rumah sakit
dapat meningkatkan mutu pelayanan cakupan dan efisiens
3.2.c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien akibat infeksi
yang didapat di Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogor
4. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
6. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
986/MENKES/Per/XI/1992 tentang persyaratan kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal
9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang penangulangan wabah
penyakit menular
10. Peraturan pemerintah 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan
pasien rumah sakit.
11. Keputusan Menteri Kesehatan 382/MENKES/SK/III/2007 tentang
pelaksanaan pencegahan pengendalian infeksi di ruamah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan.
BAB II
KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
1. CAKUPAN KEGIATAN
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi rumah sakit, meliputi :
1.1. Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi
1.1.1. Kegiatan cuci tangan
1.1.2. Kegiatan penggunaan APD
1.1.3. Kegiatan pengendalian lingkungan dan limbah rumah sakit
1.1.4. Kegiatan penggunaan Antiseptik dan Desinfektan
1.1.5. Kegiatan dekontaminasi sampai sterilisasi
1.1.6. Kegiatan surveilans
1.1.7. Kegiatan pengelolaan linen
1.1.8. Kegiatan penempatan pasien curiga /dengan penyakit menular
(kewaspadaan
isolasi)
1.1.9. Kegiatan penggunaan antibiotik yang rasional
1.1.10. Kegiatan pendidikan dan pelatihan
1.1.11. Kegiatan praktek menyuntik yang aman
1.1.12. Kegiatan pendidikan kesehatan higiene respirasi / etika batuk
1.1.13. Kegiatan pemantauan kesehatan karyawan
Seluruh kegiatan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan program PPI RS
diatur dalam pedoman dan SPO masing-masing kegiatan.
2. RINCIAN KEGIATAN :
6. KEGIATAN SURVEILANS
6.1. Tujuan kegiatan :
6.1.a. Untuk memperoleh / menentukan data dasar tingkat
endemis infeksi RS
6.1.b. Kewaspadaan dini Kejadian Luar Biasa / KLB
6.1.c. Membantu para klinisi dalam mendeteksi adanya
masalah yang memerlukan penanggulangan / tindak lanjut
yang cepat
Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai
penyebab utama infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme multi
resisten di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah diakui sebagai kontributor
yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002).
2) Kuku buatan
Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang
dipakai oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial,
kuku buatan dapat berperan sebagai reservoir untuk gram negatif.
3) Cat Kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan
4) Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan
BAB IV
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
APD berfungsi melindungi kulit, membran mukosa, kulit dan pakaian tenaga
kesehatan dari risiko pajanan darah, cairan tubuh sekret dan ekskreta dari pasien
maupun permukaan lingkungan yang terkontaminasi dan melindungi pasien dari
paparan tenaga kesehatan.
1. HAL YANG HARUS DIKETAHUI TENTANG ALAT PELINDUNG
DIRI
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung
wajah/face mask,kaca mata/gogle, topi, gaun, apron dan pelindung lainnya.
Pelindung yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan sintetik yang tidak
tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh). sebaiknya bahan kain
yang digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi
dapat terlihat dengan mudah. Topi dan masker yang terbuat dari kertas tidak
boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan
baik. Jika APD tidak dapat dicuci, jangan digunakan lagi (disposibel).
2. Masker
Masker dipakai untuk menahan percikan yang keluar sewaktu petugas
berbicara, batuk atau bersin, serta mencegah percikan darah atau cairan
tubuh lainnya masuk ke mulut atau hidung petugas. Bila masker tidak
terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk
mencegah kedua hal tersebut.
3. Alat pelindung mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung
mata mencakup kacamata (goggle), face mask bening, kacamata
pengaman, pelindung wajah dan visor.
4. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan
5. Gaun pelindung
Pemakaian gaun adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas
kesehatan dari sekresi respirasi. Digunakan untuk menutupi atau
menganti pakaian biasa atau seragam, pada saat merawat pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne.
6. Apron
Petugas kesehatan harus menggunakan apron ketika melakukan
perawatan langsung kepada pasien, membersihkan pasien atau melakukan
prosedur dimana ada risiko tumpahan darah. terbuat dari bahan karet atau
plastik.
7. Pelindung kaki
Pelindung kaki tertutup di bagian depan, digunakan untuk melindungi
kaki dari cidera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh
secara tidak sengaja ke atas kaki
BAB V
MANAJEMEN LINEN DAN LAUNDRY
Manajemen linen di rumah sakit sangat penting yang diawali dengan proses
perencanaan. Salah satu bagian dari pengelolaan linen adalah proses pencucian.
Alur pengelolaan linen dimulai dari penerimaan linen kotor, penimbangan,
pemilahan, proses pencucian, pengeringan, sortir noda, penyetrikaan, sortir linen
rusak, melipat, merapikan, mengepak atau mengemas, menyimpan, dan
mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkannya. Linen yang rusak di kirim
ke kamar jahit.
Untuk melaksanakan aktifitas tersebut dengan tepat maka di perlukan alur dan
perencanaan yang baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pengadaan,
pengelolaan, pemusnahan, kontrol dan pemeliharaan fasilitas kesehatan dan lain-
lain, sehingga linen dapat tersedia di unit-unit yang membutuhkan.
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINEN LAUNDRY
1. Pengelolaan linen meliputi pengelolaan linen bersih dan linen kotor
pengelolaan linen kotor terbagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1) Linen infeksius : linen yang kotor oleh kuman penyakit menular.
Sumber linen infeksius antara lain berasal dari ruang isolasi, ruang
perawatan penyakit menular dan instalasi rawat jalan/poliklinik dan
instalasi VK/OK.
2) Linen non infeksius : linen kotor yang sudah dipakai.
Sumber linen non infeksius antara lain berasal dari ruang administrasi,
apotik, ruang tunggu, ruang perawatan yang bukan penyakit menular dan
dapur.
A. PENGUMPULAN
A.1. Linen kotor dari masing-masing ruangan dikumpulkan sebelum
diangkut ke tempat pencucian sesuai karateristiknya, dimana linen
infeksius dimasukan ke dalam kantong berwarna kuning dan linen non
infeksius dimasukan ke dalam kantong plastik berwarna hitam untuk
kemudian keduanya dimasukan ke dalam troli bulat (troli linen kotor)
sesuai jadwal menaikan linen.
A.2. Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas
dengan air. Linen kotor tesebut kemudian dimasukkan ke dalam
kantong linen dikamar pasien
A.3. Jangan memilah linen di ruang perawatan pasien
A.4. Yang melakukan pengumpulan linen kotor pada pagi hari adalah
petugas laundry dan sore hari oleh petugas tata graha.
A.5. Pada saat pengambilan linen kotor petugas laundry mengunakan sarung
tangan, jangan mengibas-ngibaskan dan meletakan linen di lantai.
A.6. Di urusan laundry, linen kotor di timbang dan hitung oleh petugas
laundry, sesuai dengan pembagian tugas.
A.7. Pada saat pengambilan linen kotor, petugas laundry harus memakai alat
pelindung diri, yaitu : masker, sarung tangan, apron, kacamata/gogle
dan sepatu boot.
A.8. Hasil penghitungan dicatat di buku distribusi linen
A.9. Linen bersih yang diserah terimakan oleh petugas laundry kepada
perawat yang ditunjuk, harus sesuai dengan linen kotor yang diberikan,
jika terjadi selisih di tulis di buku distribusi linen dan kemudian di paraf
oleh petugas laundry dan perawat.
B. PENGANGKUTAN
B.1. Angkut linen dengan hati-hati
B.2. Angkut linen kotor dalam wadah/kantong tertutup
B.3. Pastikan linen diangkut dengan aman dan menggunakan wadah/kantong
yang ditentukan menurut klasifikasinya
B.4. Petugas kesehatan harus menggunakan APD yang memadai saat
mengangkut linen kotor
B.5. Linen kotor diangkut dengan menggunakan kereta dorong/troli bulat
dari masing-masing ruangan.
B.6. Linen kotor harus segera dibawa dari tiap-tiap ruangan ke tempat
pencucian/laundry 4 (empat) kali sehari.
B.7. Transportasi / troli linen bersih dan linen kotor harus dibedakan (beri
warna yang berbeda).
C. PROSES PENCUCIAN
Dalam proses pencucian dilakukan pemisahan antara linen infeksius dengan
linen non infeksius. Mesin cuci yang digunakan khusus untuk linen infeksius
tidak boleh digunakan untuk linen non infeksius.
C.1. Linen Infeksius
a. Linen kotor infeksius dikeluarkan dari troli untuk dilakukan
disinfeksi.
b. Dalam proses pencucian linen kotor harus menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri) Seperti : masker, sarung tangan, apron, gogle,
sepatu boot.
c. Proses disinfeksi linen infeksius dilakukan dengan cara :
Memasukan linen Infeksius ke dalam mesin cuci khusus linen
infeksius dengan beban +/- 20 kg
Bahan kimia yang digunakan untuk proses disinfeksi linen
adalah Zero Bac.
Set program mesin cuci ke program 7 (tujuh) dengan proses
pencucian sebagai berikut :
WAKTU
PROGRAM DETERJEN RINGAN BERAT
{ menit }
Prewash HD I 50 Gr 75 Gr
HDII 150 Gr 200 Gr
ZERO BAC 100 Ml 150 Gr
WAKTU
PROGRAM DETERJEN RINGAN BERAT
{ menit }
WAKTU
PROGRAM DETERJEN RINGAN BERAT
{menit}
Sudsing HD I 50 Gr 75 Gr
HD II 150 Gr 200 Gr
HBCL 200 Ml 250 Ml
Final Rise Ferro Spot 200 Gr 250 Gr
Holly Soft 200 Ml 250 Ml
D. PROSES PENGERINGAN
D.1. Penggunaan pengering
a. Untuk bahan linen dengan jenis : flanel, Handuk, seperti : Baju
Serut/Baju Bayi, Handuk
b. Bayi, Popok Bayi, Selimut Bayi/Ibu, Stiklaken dan Vitrase atur
temperatur mesin pengering dengan suhu 70oC (medium) dengan
kapasitas muatan ¾ dari 23 kg.
c. Untuk bahan linen dengan jenis Sprei, Drill, Katun, Terpal,
Handuk, seperti Handuk Besar, Sprei, Baju Kamar Operasi, Baju
Seragam, Baju Pengunjung. Atur temperatur mesin pengering
sebanyak 70oC (medium) dengan kapasitas muatan ¾ dari 23 kg.
D.2. Linen yang telah dicuci dimasukan dalam mesin pengering dengan
temperatur mesin
a. High/tinggi (kurang dari 80 oC) digunakan untuk linen katun.
b. Medium/sedang (kurang dari 70 oC) digunakan untuk linen katun.
c. Low/rendah (+/- 50 oC) digunakan untuk bahan karet, nylon dan
sintetic.
d. No heat digunakan untuk bahan woll.
E. PROSES PENYETRIKAAN
E.1. Linen yang telah selesai dicuci dan dikeringkan dipilah dan
dikelompokan sesuai dengan jenisnya.
E.2. Linen dilipat sesuai dengan standar yang telah ada (kode linen terletak
didepan, cara melipat dibuat untuk mempermudah bagian lain dalam
memasang linen).
E.3. Cara menyetrika linen dengan setrika manual :
a. Meja setrika manual diberi alas berupa bahan linen dengan
ketebalan maksimal 3 (tiga) lembar sehingga mempermudah proses
penyetrikaan.
b. Petugas laundry menyetrika satu persatu dengan temperatur yang
diatur sesuai dengan jenis bahannya (katun, wool, handuk, dsb).
c. Dalam proses penyetrikaan petugas laundry tidak diperbolehkan
menyetrika dengan cara menumpuk linen dan menyetrikanya dari
atas.
E.4. Cara menyetrika linen dengan setrika uap :
a. Cek keadaan tabung gas, tabung boiler, kompor gas dan keadaan
selang dalam kondisi baik.
b. Isi air ke dalam tabung sebanyak +/- 15 liter air.
c. Hidupkan kompor gas elpiji untuk tabung boiler setrika uap.
d. Pastikan kompor gas elpiji menyala dengan baik (api berwarna
biru).
e. Tunggu +/- 30 menit untuk panas air dalam tabung boiler dan cek
tekanan uap dari tabung boiler.
f. Siap pakai apabila tanda pada meteran tekanan uap (pressure
gauge) telah menunjukan angka 1.5 – 2 BAR, api kompor gas elpiji
dikecilkan.
g. Buka stop kran pada tabung boiler dan pipa penghubung ke setrika
uap.
h. Atur uap yang keluar dari setrika uap sesuai kebutuhan.
i. Nyalakan power “ON” meja setrika, injak pijakan yang berada
dibawah meja setrika uap pada saat menyetrika linen.
j. Setrika linen dan lipat sesuai ketentuan.
k. Apabila uap berlebihan dimana meteran tekanan uap (pressure
gauge) menunjukan angka > 2 BAR dan tanda pluit berbunyi segera
matikan kompor gas elpiji.
l. Apabila ditinggal pergi, kompor gas elpiji harus dimatikan.
m. Setelah akhir pemakaian, bersihkan kotoran dalam tabung boiler
dengan cara memasukan air ke dalam tabung, kemudian buka stop
kran pembuangan. Pastikan kotoran-kotoran dan air dalam tabumg
sudah terbuang dan tabung boiler dalam keadaan kosong.
n. Sebelum pulang pastikan alat-alat dalam keadaan bersih dan aman.
o. Setelah selesai disetrika linen dilipat sesuai ketentuan dan
dimasukan pada troli untuk linen yang telah disetrika.
p. Troli tersebut akan dibawa keruang penyimpanan linen di laundry
untuk kemudian akan didistribusikan ke masing-masing instalasi
dan disimpan dilemari instalasi yang bersangkutan sesuai dengan
jenisnya.
F. PROSES STERILISASI
Linen-linen VK/OK akan dilakukan sterilisasi di OK dengan menggunakan
alat Auto Clave.
G. PENYIMPANAN
G.1. Setelah dilakukan proses pencucian, pengeringan dan penyetrikaan
linen disimpan di lemari penyimpanan di ruang linen laundry. Linen
disimpan berdasarkan jenis dan instalasi/lantai yang menggunakan.
G.2. Tempat penyimpanan linen berupa lemari tertutup untuk menghindari
bahaya serangga dan udara kotor.
G.3. Lemari penyimpanan terdapat diruang penyimpanan laundry dan di
masing-masing instalasi perawatan
H. PENDISTRIBUSIAN
H.1. Pada pagi hari proses pendistribusian dilakukan oleh petugas laundry.
Petugas laundry membawa buku pencatatan jumlah linen kotor dan
bersih yang akan diserah terimakan kepada perawat.
H.2. Apabila jumlah linen yang diterima oleh perawat sesuai dengan jumlah
linen yang tercatat pada buku distribusi linen, maka petugas laundry
dan perawat menandatangani buku distribusi linen tersebut.
H.3. Bila jumlah linen bersih yang diterima tidak sesuai dengan jumlah linen
kotor yang diberikan maka jumlah selisih dan penyebabnya harus
dicatat terlebih dahulu di kolom selisih pada buku distribusi linen.
H.4. Di instalasi perawatan linen di simpan dilemari sesuai dengan jenisnya.
Oleh Petugas
Oleh
Lemari Penyimpanan Petugas
Laundry Laundry
linen di Laundry
Pencucian
Pengeringan
Penyetrikaan
BAB VI
PELAYANAN STERILISASI
Proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua
bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dapat dilakukan dengan proses
kimia. Salah satu faktor penting dalam kegiatan sterilisasi adalah adanya CSSD
(Central Sterile Supply Departement) dengan sistem kerja yang baik dan
terstruktur. Untuk memiliki sistem kerja yang baik, proses sterilisasi
membutuhkan fungsi dan kordinasi dari 3 area: area kotor (soiled zone), yang
juga dikenal sebagai area pencucian, area bersih (clean zone) yang juga dikenal
sebagai area assembly atau area packing, dan area steril (sterile zone) yang juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat - alat steril.
Saat ini tidak ada Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogor memiliki CSSD
hanya sebatas unit sterilisasi. Kegiatan sterilisasi berpusat di kamar operasi
dengan melakukan dekontaminasi dan pengepakan instrumen di masing-masing
instalasi.
1. DEFINISI
1) Precleaning : proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani
oleh petugas sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC dan HIV)
tetapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
2) Pembersihan : proses yang secara fisik membuang kotoran, darah atau
cairan tubuh dari benda mati. Proses ini terdiri dari mencuci dengan sabun
atau detergen dan air, enzymatic, bilas dengan air bersih dan keringkan.
3) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : proses menghilangkan semua
mikroorganisme, tidak termasuk endospora bakterial dari objek, dengan cara
merebus, menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi.
4) Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap
tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
UNIT PELAYANAN
STERILISASI
Pengumpulan
Pembersihan
Pengeringan
Pemilihan
Pengemasan
Sterilisasi
Penyimpanan
Distribusi
2. PROSES PENERIMAAN DAN PENDISTRIBUSIAN INSTRUMEN
Serah terima/pencatatan
Dekontaminasi/perendama
mn
Pencucian/pembersihan
Pengeringan/penyusunan
Pengepakan/pengemasan
Pemberian label
Proses sterilisasi
Penyimpanan diruang
steril
Pendistribusian
Pencatatan
b Pengemasan Alat
Pengemasan alat yang akan di steril dilakukan di masing-masing instalasi
setelah terlebih dahulu dilakukan proses dekontaminasi instrumen.
c Prosesing Linen
Pengemasan linen yang akan disterilkan, termasuk kasa, kapas dan cotton
swab dilakukan di masing-masing instalasi.
d Ruang Sterilisasi
Ruang sterilisasi hanya ada dikamar operasi yaitu sterilisator dengan alat
otoklaf, sedangkan bagian lain di rumah sakit seperti instalasi gawat
darurat dan instalasi poliklinik mempunyai alat sterilisator kering yang
ditempatkan di area IGD yang berdekatan dengan Ruang Bersalin dan
Kamar Operasi.
4) Pendokumentasian
Setiap alat sterilisasi yang ada di Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogaor
mempunyai juknis cara penggunaan dan formulir pemeliharaan/perawatan
alat kesehatan yang diletakkan pada masing-masing alat.
1. PENGERTIAN ISOLASI
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan / penyebaran kuman patogen
dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
4. ALAT-ALAT
4.1. Alat – alat yang dibutuhkan cukup tersedia
4.2. Selalu dalam keadaan steril
4.3. Dari bahan yang mudah dibersihkan
4.4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan oleh
pihak ketiga
4.5. Alat yang akan digunakan kembali dicuci dan disterilkan
4.6. Alat linen bekas dimasukkan dalam tempat tertutup
5. KATEGORI ISOLASI
Kategori isolasi disesuaikan dengan patogenesis dan cara
penularan/penyebaran kuman, terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi
saluran pernafasan, tindakan pencegahan enterik dan tindakan pencegahan
sekresi. Pasien yang termasuk kategori isolasi membutuhkan kamar terpisah,
sedangkan yang termasuk kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan
kamar terpisah.
5.1. Isolasi Ketat
Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran dan penularan semua
penyakit yang sangat menular, baik melalui kontak langsung maupun
peredaran udara. Teknik ini mengharuskan pasien berada di kamar
tersendiri dan petugas yang berhubungan dengan pasien harus memakai
pakaian khusus, masker dan sarung tangan serta mematuhi aturan
pencegahan yang ketat. Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius
dibuang atau dibungkus dan diberi label sebelum dikirim untuk proses
selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit
Antraks, D, Difteri, Pes, Varicella dan Herpes zoster disseminata atau
pasien immunocompromised ( pasien dengan HIV/AIDS, pasien
kemoterapi ).
Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogor merupakan rumah sakit yang tumbuh dan
berkembang. Setiap Rumah Sakit Asysyifaa Leuwiliang Bogor selalu melakukan
renovasi bangunan rumah sakit sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan pelayanan
kepada pasien yang datang berobat. Dalam menerapkan konsep pembangunan
berkelanjutan sebaiknya dipahami tentang berbagai unsur yang tetap harus dijaga.
Disetiap proses pembangunan berbagai jenis proyek konstruksi tidak pernah terlepas
dari unsur-unsur yang berdampak negatif terhadap pasien. Dampak terbesar dari
renovasi rumah sakit adalah meningkatnya jumlah infeksi. Dengan demikian sudah
selayaknya dilakukan kajian mendalam dalam pemanfaatannya.
BAB IX
FASILITAS DAN PERALATAN
2. STANDAR PERALATAN :
2.1. Peralatan Untuk Pelaksanaan Kegiatan PPI:
FASILITAS :
NO. SARANA RUANGAN / PERALATAN
TEMPAT
1 Kebersihan Tempat penampungan 1. Tempat sampah
lingkungan sampah (tertutup) 2. Kantong plastik sampah :
RS a. Warna Kuning :
untuk sampah medis
b. Warna Hitam :
untuk sampah non Medis
c. Infectious Waste Box untuk
pembuangan sampah medis
tajam
3. Sterilisator Udara
Antiseptik Disinfektan
Chlorheksi
No Instalasi Hand Hand Bethad Alkohol
dine
rub soap ine 70%
4%
1 IGD √ √ √ √ √
2 RJ - √ √ √ √
3 RI - √ √ √ √
4 OK √ √ - √ √
5 VK √ √ - √ √
8 Farmasi - √ √ - -
9 Lab √ √ - - √
10 Radiologi - √ √ √ -
12 Laundry - - √ - -
13 Dapur - - √ - -
/pantry
3. PENGELOLAAN PERALATAN
4.1. Program pemeliharaan peralatan dan prasarana lainnya di Instalasi terkait
berpedoman pada Program K-3 Rumah Sakit (terlampir)
4.2. Pemeliharaan terdiri dari :
4.2.a. Pemeliharaan rutin yang dilakukan oleh perawat pelaksana
4.2.b. Pemeliharaan yang dilakukan oleh petugas IPSRS
4.2.c. Kalibrasi peralatan
4.3. Jadwal pemeliharaan peralatan dan prasarana lainnya di Instalasi terkait
PPI terlampir
4.4. Evaluasi terhadap pelaksanaan pemeliharaan peralatan dan prasarana
dilakukan setiap 3 bulan
BAB X
SISTEM EVALUASI
1. TUJUAN:
1.1. Tersusunnya sistem monitoring melalui indikator mutu pencegahan dan
pengendalian infeksi
1.2. Tercapainya mutu pelayanan yang dapat menunjang mutu pelayanan
medis sesuai dengan tuntutan dan perkembangan ilmu pengetahuan
PENGERTIAN
Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah proses yang melibatkan
multidisiplin dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan fasilitas,
program dan populasi pasien.
1. Desain
Desain membutuhkan perencanaan jangka panjang untuk bangunan baru atau
yang direnovasi, hal yang harus dipertimbangkan meliputi :
1) Lokasi, jumlah ruang isolasi, jenis isolasi infeksi udara dan lingkungan yang
protektif
2) Ventilasi khusus dengan penyaringan udara
3) Pembersihan udara di ruang bedah, ruang isolasi, laboratorium dan ruangan
khusus lainnya, dengan memperhatikan sistem ventilasi pembuangan udara
untuk sumber infeksi yang berbahaya.
4) Sistem air untuk mengurangi Legionella sp. dan patogen oportunistik yang
ditularkan melalui air
5) Pembersihan permukaan dilakukan rutin
2. Konstruksi
Pada saat renovasi bangunan, antisipasi daerah yang berisiko terjadi infeksi
dengan pertimbangan sebagai berikut :
1) Dampak menganggu pelayanan bagi pasien dan karyawan
2) Penentuan bahaya khusus dan tingkat perlindungan untuk masing-masing
area
3) Lokasi pasien dengan kerentanan terhadap infeksi dari masing-masing risiko
4) Dampak potensial pemadaman pada keadaan darurat dan perlindungan pasien
selama pemadaman harus direncanakan
5) Penilaian eksternal serta kegiatan konstruksi internal
6) Lokasi bahaya yang diketahui