Вы находитесь на странице: 1из 40

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN PENANGANAN DISMENOREA SECARA


NON FARMAKOLOGI
PADA REMAJA KELAS X
DI SMA DWIJENDRA
DENPASAR

Oleh:

NI MADE WIDYANTHI
NIM. 173222816

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa

dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi

reproduksi sehingga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan perkembangan

baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari dan Andhyantoro, 2013).

Salah satu permasalahan yang ditemukan pada remaja yaitu dismenorea atau nyeri

haid adalah permasalahan yang paling sering dikeluhkan saat perempuan datang

ke dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Kondisi ini dapat bertambah parah bila

disertai dengan kondisi psikis yang tidak stabil (Anurogo dan Wulandari, 2011).
Dismenorea adalah rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu

kehidupan sehari-hari wanita (Manuaba, 2010). Dismenorea merupakan salah satu

masalah ginekologi yang paling sering terjadi yang mempengaruhi lebih dari 50%

wanita dan menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas selama 1

sampai 3 hari setiap bulannya pada sekitar 10% dari wanita tersebut sehingga

memerlukan waktu untuk istirahat (Reeder dan Koniak-Griffin, 2012). Prevalensi

dismenorea di seluruh dunia adalah, pada 90% remaja yang mengalami

dismenorea dan lebih dari 10–20% diantara mereka mengalami rasa sakit yang

berat dan sangat mengganggu (Zivanna dan Wihandani, 2018).


Berdasarkan data di Indonesia angka kejadian dismenorea sebesar 64,25%

yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian Mahmudiono (2011), angka kejadian dismenorea

primer pada remaja putri yang berusia 14 – 19 tahun di Indonesia sekitar 54, 89%

1
(Hendarini, 2014). Namun jumlah di lapangan selalu lebih banyak laporan yang di

klaim oleh dinas kesehatan dan instansi lain. Hal ini terjadi karena biaya

kesehatan yang dianggap mahal oleh masyarakat (Gunawan, 2002). Berdasarkan

data di Bali angka kejadian dismenorea di perkirakan sebesar 29.505 jiwa, yang

termasuk nyeri dismenorea sekunder dan nyeri dismenorea primer serta mulai dari

derajat dismenorea ringan sampai dengan berat.


Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, Denpasar merupakan kota

di Bali yang memiliki jumlah penduduk perempuan paling tinggi, yaitu sebanyak

385.296 jiwa. Kota Denpasar sendiri memiliki banyak SMA baik negeri maupun

swasta, salah satunya adalah SMA Dwijendra yang memiliki jumlah siswa

perempuan paling banyak diantara SMA yang lainnya yaitu sebanyak 815 siswa

perempuan (Kemdikbud, 2018).


Upaya pemerintah dalam menghadapi kesehatan remaja diatur dalam UU

nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan mencantumkan tentang kesehatan

reproduksi pada bagian keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71

ayat 3 mengamanatkan bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui

kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Beberapa tahun terakhir

mulai dilaksanakan beberapa model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi

kebutuhan, hak dan “selera” remaja di beberapa provinsi, dan diperkenalkan

dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja atau disingkat PKPR.

Sebutan ini merupakan terjemahan dari istlah adolescent friendly health services

(AFHS), yang sebelumnya dikenal dengan youth friendly health services (YFHS).

Pelayanan kesehatan remaja sesuai permasalahannya, lebih intensif kepada aspek

promotif dan preventif dengan cara “peduli remaja”. Memberi layanan pada

2
remaja dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang penting dalam

mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja. Pelayanan kesehatan peduli

remaja diselenggarakan di puskesmas, rumah sakit, dan tempat-tempat dimana

remaja berkumpul (Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan).
Pada saat wanita mengalami menstruasi, dismenorea dapat terjadi 2-3

tahun setelah haid pertama dan mencapai puncaknya saat wanita mencapai usia

15-25 tahun karena pada usia itu terjadi optimalisasi fungsi rahim. Kemudian

nyeri akan menurun intensitasnya seiring dengan pertambahan usia dan

menghilang saat wanita melahirkan secara alami (Smeltzer & Bare, 2001).
Waktu haid yang merupakan siklus rutin perempuan dewasa menjadi saat-

saat yang menyiksa dan menegangkan. Terlebih bagi kalangan perempuan bekerja

yang harus tepat masuk kerja atau para remaja putri yang harus tetap melakukan

aktivitas seperti sekolah dan kuliahnya dalam kondisi kesakitan (dismenorea).

Semua itu sangat mengganggu dan membuat badan tidak nyaman, aktifitas

terganggu, produktivitas kerja pun akan menurun (Anurogo dan Wulandari, 2011).

Selain itu, disertai kondisi psikologis yang tidak stabil, seperti mudah marah,

cepat tersinggung, kesal pada semua orang, dan lain-lain (Aryanie, 2014). Hal

lainnya juga berdampak pada retrograde menstruasi (menstruasi yang bergerak

mundur), infertilitas (kemandulan), kehamilan tidak terdeteksi, kista, perforasi

rahim dari IUD dan infeksi (Baradeo, 2007).


Menurut Sukarni dan Margareth (2013), terdapat penanganan dismenorea

secara farmakologi dan non farmakologi. Farmakalogi dapat dilakukan dengan

cara pemberian analgesic, terapi hormonal, terapi dengan NSAID. Non

farmakologis yaitu dengan cara melakukan kompres air hangat, olahraga, minum

3
jamu, massase atau pemijatan, istirahat yang cukup, posisi knee chest, teknik

imagery guided, dan teknik relaksasi nafas dalam.


Kelebihan terapi non farmalogis adalah tindakan ini murah, mudah, dan

dapat dilakukan dirumah sebagai pengobatan yang memungkinkan klien dan

keluarga dapat melakukan upaya gejala nyeri dan penanganannya, sedangkan

terapi farmakologis mempunya efek samping dalam penggunaannya seperti mual,

muntah, konstipasi, kegelisahan, dan rasa ngantuk, serta dapat juga mempengaruhi

risiko penyakit ginjal, hati, dan masalah jantung (Sari, 2013).


Penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2015), tentang gambaran

pengetahuan remaja putri mengenai penanganan dismenorea di Kelurahan

Kedungwinong didapatkan data bahwa dari 163 responden yang masuk dalam

penelitian hanya 62 responden yang diteliti dan mendapatkan hasil 74,20% remaja

putri minum air hangat, 66,10% melakukan kompres hangat, 61,30% olahraga

ringan, 58,10% melakukan pijatan, 50,00% tidak minum obat, 43,50% minum air

putih (suhu ruang), dan 32,30% remaja putri melakukan istirahat. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sari (2013) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

penurunan nyeri haid pre dan post pada kelompok intervensi dengan kompres

hangat dan aromaterapi jasmine dan kelompok kontrol dengan obat golongan non

steroid anti inflammatory drugs (NSAID). Sehingga terapi komplementer

kompres hangat dan aromaterapi dapat menjadi alternative terapi non-obat untuk

mengurangi nyeri haid. Hasil penelitian dari Lestari, Metusala, dan Suryanto

(2010), menunjukkan bahwa dari 202 responden yang masuk ke dalam penelitian,

199 responden (98,5%) diantaranya pernah mengalami dismenorea. Hasil yang

didapatkan adalah 82% remaja hanya membiarkan saat nyeri timbul, 40,2%

4
minum air hangat dan menekan bagian yang sakit, 37,2% para remaja mencari

pertolongan ke orang tua mengenai masalah yang timbul dan hanya 12,4% dari

remaja putri yang mencari pertolongan ke dokter.


Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMA Dwijendra

Denpasar didapatkan jumlah murid perempuan kelas X sebanyak 168 orang siswi

pada tahun 2018 yang sudah menstruasi diantaranya 136 orang siswi yang

mempunyai riwayat atau pengalaman dismenorea dan 86 siswi yang pernah

melakukan kunjungan ke UKS karena dismenorea untuk istirahat kepada perawat

di UKS. Berdasarkan keterangan beberapa guru bahwa banyak siswi yang

meminta izin untuk melewatkan jam pelajaran karena dismenorea.


Berdasarkan latar belakang diatas diketahui bahwa banyak kejadian

dismenorea yang timbul pada saat haid yang mengganggu aktifitas para siswi di

Bali, khususnya di SMA Dwijendra dalam melakukan kegiatan belajar maupun

kegiatan di luar sekolah dan dismenorea juga merupakan kasus yang cukup

banyak ditemukan serta masing-masing orang penanganannya berbeda-beda maka

dengan ini peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran penanganan

dismenorea secara non famakologi pada remaja kelas X di SMA Dwijendra

Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimanakah gambaran penanganan dismenorea secara non

famakologi pada remaja kelas X di SMA Dwijendra Denpasar tahun 2018?”

5
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran penanganan dismenorea secara non famakologi

pada remaja kelas X di SMA Dwijendra Denpasar tahun 2018.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteritik reponden meliputi usia menarche, obesitas,

dan masa menstruasi.


1.3.2.2 Mengidentifikasi penanganan dismenorea secara non famakologi pada

remaja kelas X di SMA Dwijendra Denpasar tahun 2018.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

Mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah literatur terhadap

penanganan dismenorea secara non famakologi pada remaja serta sebagai

referensi untuk peneliti selanjutnya.

6
1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1 Bagi siswi SMA Dwijendra Denpasar


Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman siswi di SMA Dwijendra Denpasar, selain itu responden juga dapat

mencari informasi ke petugas kesehatan, dan membaca buku kesehatan tentang

penanganan dismenorea secara non farmakologi yang tepat pada remaja.


1.4.2.2 Bagi petugas kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi petugas

kesehatan khususnya pelaksanaan program kesehatan remaja untuk dilaksanakan

upaya-upaya peningkatan pengetahuan remaja tentang penanganan dismenorea

dengan cara memberikan penyuluhan tentang penanganan dismenorea secara non

farmakologi pada remaja melalui masyarakat atau fasilitator institusi pendidikan.


1.4.2.3 Bagi SMA Dwijendra Denpasar

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi SMA Dwijedra Denpasar

khususnya pemegang Unit Kesehatan Sekolah sebagai sumber dan hendaknya

dapat menyediakan sarana serta menerapkan penatalaksaan nyeri (pain

management) sebagai upaya untuk menghilangkan nyeri haid (dismenore) dari

segi nonfarmakologi seperti kompres air hangat, obat herbal seperti jamu, minyak

untuk melakukan masase atau pijat.

7
1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dan berterkait dengan

penelitian ini adalah:

1.5.1. Sandra (2015) dengan judul gambaran pengetahuan remaja putri mengenai

penanganan dismenorea di Kelurahan Kedungwinong. Institusi: Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surakarta. Metodelogi

penelitian adalah deskriptif analitik. Jumlah sampel yaitu 62 remaja putri

di kelurahan kedungwinong dengan usia 10-19 tahun. Data yang

terkumpul dianalisis dengan deskriptif. Hasil penelitian diketahui 10

responden (16,1%) dengen pengetahuan yang baik, 34 responden (54,8%)

dengan pengetahuan yang cukup, dan 18 responden (29%) dengan

pengetahuan kurang. Tindakan dalam mengurangi nyeri dismenorea

sebanyak 74,2% responden minum air hangat. Persamaan dari penelitian

penulis adalah metode penelitian, dan teknik analisis. Perbedaan dari

penelitian penulis adalah jumlah sampel, variabel, tempat penelitian,

waktu penelitian, dan instrument pengumpulan data.

1.5.2. Sari (2013) dengan judul penelitian Efektivitas Terapi Farmakologis dan

Non-Farmakologis Terhadap Nyeri Haid (Disminore) pada Siswi Kelas XI

di SMA Negeri 1 Pemangkat. Institusi: Program Studi Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. Metodelogi

penelitian adalah Quasi Eksperimen dalam satu kelompok (one group pre

test – post test design). Jumlah sampel yaitu berjumlah 20 orang pada

remaja putri usia 16-17 tahun. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa

8
terdapat perbedaan penurunan nyeri haid pre dan post pada kelompok

intervensi dengan kompres hangat dan aromaterapi jasmine dan kelompok

kontrol dengan obat golongan non steroid anti inflammatory drugs

(NSAID). Sehingga terapi komplementer kompres hangat dan aromaterapi

dapat menjadi alternative terapi non-obat untuk mengurangi nyeri haid.

Persamaan dari penelitian adalah variabel terikat. Perbedaan dari

penelitian adalah metodelogi penelitian, jumlah sampel, waktu, tempat

penelitian, dan instrument pengumpulan data.

1.5.3. Lestari, Metusala, dan Suryanto (2010), dengan judul penelitian gambaran

dismenorea pada remaja putri sekolah menengah pertama di Manado.

Institusi : FK UNSRAT/RSU.Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Metodelogi

penelitian adalah esain studi deskriptif potong lintang, Subjek penelitian

adalah siswi SMPN 3 Manado yan g sudah menstruasi sebanyak 202

responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 202 responden yang

masuk ke dalam penelitian, 199 responden (98,5%) diantaranya pernah

mengalami dismenorea. Hasil yang didapatkan adalah 82% remaja hanya

membiarkan saat nyeri timbul, 40,2% minum air hangat dan menekan

bagian yang sakit, 37,2% para remaja mencari pertolongan ke orang tua

mengenai masalah yang timbul dan hanya 12,4% dari remaja putri yang

mencari pertolongan ke dokter. Persamaan penelitian yaitu metodelogi

penelitian dan subjek penelitian. Perbedaan penelitian yaitu tempat dan

waktu penelitian, jumlah sample, variabel penelitian, dan instrument

pengumpulan data.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1. Konsep remaja

2.1.1.1 Pengertian remaja

Remaja atau adolescence, berasal dari bahasa Latin “adolescere” yang

berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan

kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi (Kumalasari

dan Andhyantoro, 2013). Masa remaja adalah suatu tahapan antara masa kanak-

kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjukkan masa dari awal pubertas

sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan

usia 12 tahun pada wanita. Pada masa pubertas organ-organ reproduksi telah

mulai berfungsi. Salah satu ciri masa pubertas adalah mulai terjadinya menstruasi

pada perempuan sedangkan pada laki-laki mulai mampu menghasilkan sperma

(Proverawati dan Misaroh, 2009).

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli, maka disimpulkan bahwa

remaja adalah suatu tahapan peralihan dari masa kanak-kanak yang merupakan

awal dari pubertas. Pada tahap remaja pertumbuhan mengarah kearah kematangan

baik secara sosial maupun psikologi. Pada saat ini juga remaja perempuan

mengalami menstruasi dan laki-laki menghasilkan sperma.

2.1.1.2 Batasan usia remaja

Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa

tua akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa

10
remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria

usia masa remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu

15-17 tahun. Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18

tahun dan pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir

pada perempuan yaitu 18-21 dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib, 2010).

2.1.1.3 Masa remaja

Menurut Asmuji (2014), masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

1. Pra pubertas (10-12 tahun)


Pada masa ini insting-insting ada dalam keadaan paling lemah, sedangkan

proses perkembangan si anak ada dalam keadaan paling kuat (progresif). Ciri

yang mencolok pada usia ini adalah kecenderungan untuk melepaskan diri dari

identifikasi-identifikasi yang lama karena mulai bersikap kritis terutama pada

ibunya sehingga berusaha keras berbeda dengan ibunya dengan cara mengadakan

identifikasi dengan salah seorang kawan, guru wanita disekolahnya atau tokoh

wanita lain yang penting.


Jika upaya anak pra pubertas untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan

identifikasi dari ibunya mengalami kegagalan atau terlampau lemah, peristiwa ini

bisa menghambat pertumbuhan psikis dan selanjutnya meninggalkan stempel

neuritis serta infantile pada kepribadian wanitanya pada masa dewasa. Gejala

neuritis tersebut antara lain macam-macam gangguan fungsi pencernaan,

gangguan pada menstruasi, macan-macam phobia, obsesi dan kompulsi-kompulsi

tertentu.

11
2. Masa pubertas
Masa pubertas awal atau masa pubertas sebenarnya merupakan suatu masa

yang segera akan dilanjutkan oleh masa adolesen yang disebut pula sebagai masa

puber lanjut. Masa pubertas tidak dapat dipastikan kapan dimulainya dan kapan

berakhir. Beberapa sarjana memperkirakan dimulai pada usia kurang dari 14 tahun

dan berakhir pada usia kurang lebih 17 tahun.


Proses orgasme yang penting pada masa ini adalah kematangan seksual.

Pada masa pertumbuhan ini, anak muda mengalami suatu bentuk krisis yaitu

kehilangan keseimbangan jasmani dan rohani. Kadang-kadang hormon dan fungsi

motorik juga terganggu, lalu terlihat gejala-gejala tingkah laku seperti canggung,

kaku, kikuk, dan tegar.


3. Adolesen (17-21 tahun)
Pada masa ini anak mulai bersikap kritis terhadap objek-objek yang

berkaitan dengan dirinya, mampu membedakan dan menelaah hal yang berkaitan

dengan lingkungan internal dan eksternal. Anak akan lebih aktif untuk

berinteraksi dengan lingkungan eksternal sebagai pengalaman yang ingin dicoba,

juga sebagai bentuk eksistensi diri. Ketertarikan akan hal-hal baru yang dipikirkan

oleh anak pada usia adolesen menuntut orang tua lebih bijaksana dan intensif

dalam pola pendampingan. Pola asuh yang baik akan mampu mengarahkan anak

adolensen melalui fase ini secara baik. Pola asuh yang tepat juga akan

mengarahkan anak adolensensi menemukan bentuk pengalaman-pengalaman dan

kepribadian yang sesuai sehingga akan adaptif dalam berinteraksi dengan

lingkungan, baik internal maupun eksternal.

12
2.1.1.4 Masalah-masalah khusus selama remaja
Menurut Behmarn, Kliegman, dan Arvin (1999), salah satu masalah pada

remaja adalah masalah-masalah mengenai menstruasi. Berikut adalah masalah-

masalah menstruasi:
1. Amenorea
Amenorea atau tidak terjadi mesntruasi dapat dibagi menjadi dua yaitu

primer dan sekunder. Amenorea primer (menarke tertunda) menunjukan bahwa

menstruasi belum pernah terjadi sama sekali sampai dengan umur 16 tahun,

sedangkan amenorea sekunder adalah berhentinya masa menstruasi selama lebih

dari 3 bulan setelah berlangsungnya menstruasi yang teratur. Amenorea primer

disebabkan oleh kelainan kromosom atau kongenital.


Amenorea sekunder biasanya disebabkan oleh gangguan emosional minor

yang berhubungan dengan berada jauh dari rumah, masuk perguruan tinggi,

ketegangan akibat tugas-tugas sekolah, atau masalah-masalah interpersonal.

Penyebab kedua yang paling umum adalah kehamilan (Smeltzer & Bare, 2001).

Amenorea primer dan sekunder juga mungkin disebabkan oleh penyakit kronis

terutama yang berhubungan dengan malnutrisi atau hipoksia jaringan seperti

diabetes mellitus, penyakit radang usus, kistik fibrosis, atau penyakit jantung

kongenital sianotik.
2. Menometroragia
Menometroragia merupakan perdarahan berlebihan yang terjadi selama

masa menstruasi yang merupakan keadaan gawat darurat ginekologis yang

dialami oleh remaja. Keadaan ini jika bertambah parah dapat menyebakan

kematian, hipovolemia. Perdarahan yang berlebihan selama masa menstruasi

paling sering diakibatkan oleh siklus anovulatoria yang biasanya terjadi pada

tahun pertama setalah menarke.

13
3. Dismenorea
Dismenorea merupakan nyeri yang dialami selama masa menstruasi yang

terjadi saat menarke atau segera setelahnya. Dismenore ditandai dengan nyeri

kram yang dimulai sebelum atau segera setelah aliran menstrual dan dapat

berlanjut selama 48 jam hingga 72 jam. Dismenore dapat berupa primer dan

sekunder. Disminore primer terjadi akibat meningkatnya jumlah prostaglandin

yang sehingga membuat uterus berkontraksi secara berlebihan. Selain itu faktor

ansietas dan ketegangan juga dapat menunjang dismenorea sedangkan dismenorea

primer terjadi karena patologi pelvis.


4. Sindroma Pramenstruasi
Sindroma pramentruasi (PMS) merupakan tanda-tanda fisik yang

kompleks dan gejala yang berhubungan dengan perilaku akan muncul selama

separuh akhir dari siklus mesntruasi. PMS ditandai dengan sakit kepala, payudara

terasi penuh dan nyeri, kelelahan, peningkatan nafsu makan, ketidakstabilan

perasaan, depresi, kesulitan dalam berkonsentrasi.

2.1.2. Konsep dismenorea

2.1.2.1 Pengertian dismenorea

Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh kejang

otot tonus yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah prostaglandin F 2α pada

darah menstruasi, yang merangsang hiperaktivitas uterus . Nyeri yang dirasakan

dapat terasa tajam, tumpul, siklik, atau menetap (Price, 2005). Nyeri ini terasa di

bagian bawah perut dan berawal tepat sebelum masa menstruasi atau pada saat

masa menstruasi. Nyeri ini dapat berlangsung setengah hari sampai lima hari dan

14
sering kali tampak seperti nyeri yang berkepanjangan (Yohana, Yovita, dan

Yessica, 2011).

Dismenorea adalah nyeri menstruasi, dikarakteristikkan sebagai nyeri

singkat sebelum menstruasi atau selama menstruasi (Reeder dan Koniak-Griffin,

2012). Dismenorea adalah nyeri menstruasi pada daerah panggul akibat

peningkatan produksi prostaglandin. Kadar prostaglandin pada wanita tidaklah

sama, dimana wanita yang mengalami dismenorea memiliki kadar prostaglandin

5–13 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami dismenorea

(Manan, 2013).

2.1.2.2 Etiologi dismenorea

Menurut Wiknjosastro (2007), penyebab dismenorea dibedakan menjadi

dua yaitu penyebab dismenorea primer dan penyebab dismenorea sekunder.

Penyebab dismenorea primer menurut Wiknjosastro (2007), yaitu :


1. Faktor kejiwaan
Pada gadis-gadis yang secara emosinal tidak stabil, apalagi jika mereka tidak

mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenorea.
2. Faktor konstitusi
Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat

mempengaruhi timbulnya dismenorea.

15
3. Faktor obstruksi kanalis serikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenorea

adalah stenosis kanalis servikalis. Terdapat banyak wanita tanpa keluhan

dismenorea, walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak dalam

hiperantefleksi atau hiperetrofleksi.


4. Faktor endokrin
Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan tonus dan kontaktilitas otot

usus. Hormon estrogen merangsang kontaktilitas uterus sedangkan hormon

progesteron menghambat atau mencegahnya. Clitheroe dan Pickles menyatakan

bahwa endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostagladin F2 yang

menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostagladin yang berlebihan

dilepaskan ke dalam peredaran darah maka selain dismenorea dijumpai pula efek

umum seperti diare, nausea, dan muntah.


5. Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenorea primer

dengan urtikaria, migren, atau asma bronchiale. Smith menduga bahwa sebab

alergi adalah toksin haid.


Penyebab dismenorea sekunder

Faktor penyebab dari dismenorea sekunder menurut Sukarni dan Margareth

(2013), yaitu :

1. Endometriosis yaitu pertumbuhan jaringan dan dinding rahim pada daerah

diluar rahim seperti tuba fallopi atau ovarium.


2. Fibroid yaitu pertumbuhan sel yang tidak normal pada uterus.
3. Adenomiosis adalah pertumbuhan sel-sel endometrium yang menembus jauh

ke dalam miometrium di dinding belakang (sisi posterior).


4. Peradangan tuba fallopi.
5. Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut.
6. Pemakaian IUD

16
2.1.2.3 Patofisiologi dismenorea

Patofisiologi nyeri haid belum jelas tetapi umumnya berhubungan dengan

siklus ovulatorik. Penyelidikan dalam bertahun-tahun terakhir menunjukkan

bahwa peningkatan kadar prostaglandin penting peranannya sebagai penyebab

terjadinya nyeri haid. Terjadinya spasme miometrium dipacu oleh zat dalam darah

haid, mirip lemah alamiah yang kemudian diketahui sebagai prostaglandin, kadar

zat ini meningkat pada keadaan nyeri haid dan ditemukan di dalam otot uterus.

Ditemukan kadar PGE2 dan PGF2 alfa sangat tinggi dalam endometrium,

miometrium dan darah haid wanita yang menderita nyeri haid.

Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-

serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar

prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intra

uterus sampai 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat.

Atas dasar itu disimpulkan bahwa prostaglandin yang dihasilkan uterus berperan

dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium. Kontraksi miometrium yang

disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi

iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri haid. Jika

prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah,

maka akan timbul efek sistemik seperti diare, mual dan muntah (Sukarni dan

Margareth, 2013).

2.1.2.4 Klasifikasi dismenorea

1. Primary dysmenorrhea/dismenorea primer

17
Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah

menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih. Sifat nyeri adalah menyerupai

kejang-kejang, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke

daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa

mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya.

Disebut dismenorea primer jika tidak ditemukan penyebab yang

mendasari. Dismenorea primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita

mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri pada saat menstruasi yang

hebat. Nyeri pada dismenorea diduga berasal dari kontraksi rahim yang

dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau

potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika

saluran serviksnya sempit. Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenorea

adalah:

1) Rahim yang menghadap ke belakang (retroversi)

2) Kurang berolah raga

3) Stress psikis atau stress sosial

Dismenorea primer juga disebabkan faktor prilaku dan psikologis (Sukarni

dan Margareth, 2013).

2. Secondary dysmenorrhea/dismenorea sekunder

Dismenorea sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan oleh

kelainan ginekologi atau kandungan. Pada umumnya terjadi pada wanita yang

berusia lebih dari 25 tahun. Tipe nyeri dapat menyerupai nyeri menstruasi

18
dismenorea primer, namun lama nyeri dirasakan melebihi periode menstruasi dan

dapat pula terjadi bukan pada saat menstruasi (Nugroho dan Utama, 2014).

Dismenorea sekunder tidak terbatas pada haid, serta tidak terdapat

hubungan dengan hari pertama haid pada perempuan dengan usia >30 tahun dan

dapat disertai dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan

yang abnormal ) (Nugroho dan Utama, 2014).

Dismenorea sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan patologis

yang beraksi di uterus, tuba fallopi, ovarium, atau pelvis peritoneum. Secara

umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di

sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi

peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi normal dari

menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi

pada saat menstruasi, maka proses ini menjadi sumber rasa nyeri (Sukarni dan

Margareth, 2013).

2.1.2.5 Faktor risiko dismenorea

Faktor risiko dismenorea antara lain:

1. Menarche pada usia lebih awal

Menarche pada usia lebih awal (< 12 tahun) menyebabkan alat-alat

reproduksi belum berfungsi secara maksimal dan belum siap mengalami

perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri saat mengalami menstruasi. Selain

itu, pada usia < 12 tahun jumlah folikel-folikel ovary primer masih dalam jumlah

yang sedikit sehingga produksi esterogen juga masih sedikitsehingga

menyebabkan terjadinya nyeri saat menstruasi.

19
2. Umur

Semakin bertambahnya umur, saat perempuan semakin menua, maka

perempuan sudah sering mengalami menstruasi yang menyebabkan leher rahim

bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan.

3. Belum pernah hamil dan melahirkan

Perempuan yang sudah pernah hamil dan sudah pernah melahirkan

menyebakan terjadi pelebaran pada leher rahimnya sehingga sensasi nyeri saat

menstruasi menjadi berkurang bahkan sampai hilang.

4. Masa Menstruasi

Masa menstruasi menyebabkan uterus terus mengalami kontraksi, jika

lama menstruasi melebihi normal (>7 hari) maka akan mengakibatkan uterus lebih

sering berkontraksi sehingga semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan.

Produksi prostaglandin yang berlebihan akan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan

kontraksi uterus yang terus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus terhenti

dan menyebakan terjadi dismenore.

5. Status gizi

Status gizi merupakan faktor risiko terjadinya dismenore. Pada wanita

yang memiliki berat badan berlebih terjadi hyperplasia pembuluh darah pada

organ reproduksi yang mengakibatkan terjadinya dismenore. Wanita yang

memiliki indeks masa tubuh yang lebih dari normal memiliki kadar prostaglandin

yang tinggi sehingga dapat memicu terjadinya dismenore (Prawirohardjo, 2011).

20
2.1.2.6 Tanda dan gejala dismenorea

Dismenorea menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah yang bisa

menjalar ke punggung bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan seperti kram yang

hilang timbul atau seperti nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri

timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu

24 jam dan setelah dua hari akan menghilang. Gejala utama adalah nyeri

dismenorea terkonsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikalis atau

daerah suprapubik perut (Sukarni dan Margareth, 2013).

Menurut Wijayakusuma (2008), beberapa gejala yang dialami yaitu

sebagai berikut.

1. Gejala fisik seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut kembung

atau sakit, sakit kepala, sakit punggung, mual, muntah, diare atau sembelit,

dan masalah kulit seperti jerawat.


2. Gejala psikologis seperti kegelisahan, depresi, iritabilitas atau sensitif, lekas

marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah, mengidam makanan dan perubahan

suasana hati yang sangat cepat.

2.1.2.7 Derajat dismenorea

Menurut Manuaba (2010), derajat dismenorea dapat dibagi menjadi tiga

yaitu dismenorea ringan, dismenorea sedang, dismenorea berat.

1. Dismenorea ringan yaitu dismenorea yang berlangsung beberapa saat dan

masih dapat meneruskan aktivitas sehari-hari.


2. Dismenorea sedang yaitu dismenorea yang karena sakitnya diperlukan obat

untuk menghilangkan rasa sakit, tetapi masih dapat meneruskan pekerjaan

atau aktivitas sehari-hari.

21
3. Dismenorea berat yaitu dismenorea yang rasa nyerinya sedemikian beratnya

sehingga memerlukan istirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya

dan dapat disertai sakit kepala, sakit pinggang diare, serta rasa tertekan.

2.1.3. Pola penanganan dismenorea secara non farmakologi pada remaja

putri

Menurut Sukarni dan Margareth (2013), terdapat penanganan dismenorea

secara non farmakologis, yaitu:

2.1.3.1 Kompres air hangat

Pemberian pengompresan dengan air hangat ketika nyeri menstruasi

datang yaitu dengan cara melakukan pengompresan menggunakan air hangat di

perut bagian bawah karena dapat membantu merilekskan otot-otot dan sistem

saraf. Mandi air hangat dapat juga dilakukan untuk menurunkan nyeri. Selain itu

minum air hangat minimal 8 gelas sehari mampu mengurangi rasa nyeri saat

menstruasi (Azzam, 2012). Minum air hangat saat menstruasi dapat mencegah

terjadinya penggumpalan darah dan memperlancar peredaran darah. Agen-agen

fisik seperti terapi panas bertujuan memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi

fisik, mengubah respon fisiologis. Kompres hangat merupakan salah satu langkah-

langkah sederhana dalam upaya atau pola menurunkan persepsi nyeri dengan

stimulasi kutaenus. Suhu panas merupakan ramuan tua. Terapi panas ini dapat

menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan kontraksi otot hipertonik atau

pelebaran pembuluh darah, sehingga dapat meningkatkan aliran darah kebagian

tubuh yang sakit dan mampu menurunkan viskositas yang dapat mengurangi

22
ketegangan otot, dengan respon tersebut dapat meningkatkan relaksasi otot dan

menurunkan nyeri saat terjadi dismenorea (Potter&Perry, 2010).

2.1.3.2 Melakukan olahraga

Olahraga mampu meningkatkan produksi endorphin otak yang dapat

menurunkan stress sehingga secara tidak langsung juga mengurangi nyeri. Dengan

olahraga yang teratur dapat meningkatkan aliran darah tonus otot sebagai tindakan

pencegahan jika dilakukan secara teratur. Latihan fisik seperti lompat tali dan

berjalan juga direkomendasikan untuk pasien dengan nyeri kronis dan berulang.

Ansietas menurun dan depresi yang menyertai nyeri akan berkurang melalui

produksi serotonin serta pelepasan β-endorphin yang menyertai latihan fisik.

Olahraga senam (yoga) merupakan salah satu teknik relaksasi yang memberikan

efek distraksi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri akibat dismenore.

Hal ini disebabkan saat melakukan olahraga/senam tubuh akan menghasilkan

endorphin.

Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat

rileks/tenang. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan saraf tulang belakang.

Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang di produksi otak

yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh

untuk mengurangi rasa nyeri saat kontraksi. Olahraga terbukti dapat

meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah sehingga

semakin banyak melakukan olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar β-

endorphin, ketika seseorang melakukan olahraga, maka β-endorphin akan keluar

dan ditangkap oleh reseptor di dalam hypothalamus dan sistem limbic yang

23
berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan β-endorphin terbukti berhubungan

erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu

makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007).

2.1.3.3 Pengobatan herbal nyeri haid diatasi dengan minum jamu


Jamu nyeri haid yang sering digunakan banyak mengandung simplisia

yang berkhasiat sebagai anti nyeri, anti radang serta anti spasmodic (anti kejang

otot). Simplisia dapat diperoleh di bumbu dapur misalnya kunyit, buah asam dan

kayu manis. Pembuatannya diolah seperti jamu pada umumnya (Sukarni dan

Margareth, 2013).
Salah satu jamu yang dapat digunakan yaitu meminum kunyit asam,

minuman kunyit asam merupakan minuman yang berbahan baku dan asam.

Kandungan curcumine dan anthocyanin yang terdapat pada kunyit akan bekerja

dalam menghambat reaksi cyclooxygenase (COX) sehingga menghambat atau

mengurangi terjadinya inflamasi dan akan mengurangi atau bahkan menghambat

kontraksi uterus. Mekanisme penghambatan kontraksi uterus melalui curcumine

adalah dengan mengurangi influks ion kalsium (Ca2+) ke dalam kanal kalsium

pada sel-sel epitel uterus dan sebagai agen analgetika, cucurmine akan

menghambat pelepasan prostaglandin yang berlebihan. Kandungan anthocyanin

yang terdapat pada buah asam juga bermanfaat dalam antipiretik karena mampu

menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX) sehingga mampu menghambat

pelepasan prostaglandin. Minuman jamu kunyit asam dapat diminum sebelum

menstruasi, frekuensi mengkonsumsi minuman jamu kunyit asam minimal dalam

10 periode atau 10 siklus menstruasi secara berulang dan teratur (Yoga, 2010).
2.1.3.4 Masase atau pemijatan

24
Masase atau pemijatan adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum.

Stimulus kutaneus adalah stimulus kulit yang dilakukan untuk menghilangkan

nyeri. Cara kerja khusus stimulus kutaneus masih belum jelas. Salah satu

pemikiran adalah bahwa cara ini menyebabkan pelepasan endorphin sehingga

memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulus

kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan

lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A

diameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Sentuhan dan

masase serta pemijatan merupakan teknik intergrasi sensori yang mempengaruhi

aktivitas sistem saraf otonom. Apabila individu mempersiapkan sentuhan sebagai

stimulus untuk rileks kemudian akan muncul respon relaksasi (Potter&Perry,

2010).
Masase atau pemijatan merupakan bentuk aplikasi sentuhan dan

pergerakan terhadap otot, tendon dan ligamen tanpa memanipulasi sendi. Tidak

hanya menghalangi persepsi rangsang nyeri tetapi juga merelaksasikan kontraksi

dan spasme otot karena dapat memperlancar sirkulasi darah. Masase atau

pemijatan dapat dilakukan di daerah yang nyeri atau masase pada perut dan

pinggang yang sakit saat dismenorea (Sukarni dan Margareth 2013).

25
2.1.3.5 Istirahat yang cukup
Istirahat yang cukup dapat meningkatkan relaksasi dan menurunkan

ketegangan. Istirahat merupakan kegiatan merelaksasikan tubuh untuk

memberikan rasa nyaman keseluruh bagian tubuh sehingga dapat mengurangi rasa

nyeri yang terjadi saat haid. Istirahat yang dilakukan oleh remaja putri saat

dismenorea antara remaja putri satu dengan remaja putri lainnya mempunyai

perbedaan karena mekanisme koping seseorang berbeda-beda. Seorang remaja

putri ada yang bisa melanjutkan aktivitasnya dengan beristirahat selama 1 jam saat

merasakan nyeri, ada pula untuk melanjutkan aktivitasnya remaja putri

beristirahat selama 2 jam saat merasakan nyeri. Bahkan untuk melanjutkan

aktivitasnya remaja putri ada yang beristirahat lebih dari 2 jam saat merasakan

nyeri (Sukarni dan Margareth, 2013).


2.1.3.6 Posisi knee chest
Melakukan posisi knee chest yaitu menelungkupkan badan di tempat yang

datar, lutut ditekuk dan didekatkan ke dada. Posisi ini dapat menggerakkan otot,

maka otot akan menjadi lebih kuat dan elastis secara alami sehingga melenturkan

otot-otot pada pelvis dan membantu kelancaran peredaran darah, maka posisi ini

dapat meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri . Posisi knee chest

efektif jika dilakukan 10-20 menit secara berulang hingga merasa rileks (Sukarni

dan Margareth, 2013).


2.1.3.7 Teknik imagery guided
Teknik imagery guided merupakan pengalaman sensori buatan yang dapat

menurunkan persepsi nyeri secara efektif dan menurunkan reaksi terhadap nyeri.

Teknik ini dapat dilakukan dengan membayangkan pengalaman yang

menyenangkan dari memori, mimpi, fantasi dan penglihatan dengan berfokus

kepada pengalaman yang dibayangkan, klien dapat mengubah persepsi terhadap

26
nyeri yang dialami (Sukarni dan Margareth, 2013). Teknik imagery guided akan

membuat tubuh lebih rileks dan nyaman. Ketika dilakukan napas dalam secara

perlahan atau membayangkan pengalaman yang menyenangkan dari memori,

mimpi, fantasi dan penglihatan dengan berfokus kepada pengalaman yang

dibayangkan maka tubuh akan merasakan rileks. Perasaan rileks akan diteruskan

ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF).

Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi

Proopioidmelanocortin (POMC) yang menyebabkan meningkatnya produksi

enkephalin oleh medulla adrenal. Kelenjar pituitary juga menghasilkan endorphin

neurotransmitter yang dipercaya mempengaruhi suasana hati menjadi rileks.

Selain itu dengan meningkatnya enkephalin dan ß endorphin dan dengan adanya

rangsangan berupa bayangan tentang hal-hal yang disukai maka dapat mengurangi

nyeri yang dirasakan (Ratnasari, 2011).


2.1.3.8 Teknik relaksasi napas dalam
Teknik relaksasi yaitu menarik napas dalam dari hidung dan perlahan-

lahan dihembuskan melalui mulut. Hal ini dapat meningkatkan oksigenasi darah,

menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan (Sukarni dan Margareth,

2013). Teknik relaksasi napas dalam membawa oksigen yang masuk ke paru-paru

disebarkan ke seluruh tubuh. Teknik relaksasi napas dalam memberikan individu

control diri ketika terjadi rasa nyeri serta dapat digunakan pada saat seseorang

sehat ataupun sakit (Potter&Perry, 2010).


Teknik relaksasi nafas dalam dapat dipercaya dapat menurunkan intensitas

nyeri melalui mekanisme yaitu dengan merelaksasikan otototot skelet yang

mengalami spasme yang disebabkan oleh 40 peningkatan prostaglandin sehingga

meningkatkan terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran

27
darah kedaerah yang mengalami spasme dan iskemik. Teknik relaksasi nafas

dalam mampu merangsang tubuh untuk melepaskan endogen yaitu endorphin dan

enkefalin. Relaksasi melibatkan sistem otot dan respires sehingga tidak

membutuhkan alat lain dan mudah dilakukansewaktuwaktu atau kapan saja.

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada

fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer

yang mempertahankan sistem homeostatis lingkungan internal individu (Smeltzer

& Bare, 2002). Teknik relaksasi nafas dalam dapat dilakukan pada tempat duduk

atau tidur selama kurang lebih 5-10 menit.

28
2.2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi,

2013). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat diterangkan dengan

skema dibawah ini :

Etiologi Dismenorea Penanganan


1. Faktor kejiwaan
nonfarmakologis
2. Faktor konstitusi
Remaja Putri a. Kompres air hangat
3. Faktor obstruksi
b. Melakukan olahraga
kanalis servikalis c. Pengobatan herbal
4. Faktor endokrin
nyeri haid diatasi
5. Faktor alergi Dismenorea
dengan minum jamu
d. Masase atau
pemijatan
e. Istirahat yang cukup
primer sekunder f. Posisi knee chest
g. Teknik imagery
guided
h. Teknik relaksasi
napas dalam

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Alur pikir

Gambar 1.1
Kerangka Konsep Gambaran Penanganan Dismenorea Secara Non Farmakologi
Pada Remaja Kelas X di SMA Dwijendra Denpasar

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian.

Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk

mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk

mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013). Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan

utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Setiadi,

2013)

Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, yaitu jenis penelitian

yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan

dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMA Dwijendra Denpasar pada bulan

September-Oktober 2018.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1 Populasi penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015).

30
Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan populasi

sebanyak 136 dari siswi yang mempunyai riwayat atau pengalaman dismenorea di

SMA Dwijendra Denpasar.Adapun kriteriteria inklusi dan eksklusi dari sampel

yang diambil yaitu:

3.3.1.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan yang akan di teliti (Nursalam, 2013). Adapun

kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi:

1. Siswi kelas X SMA Dwijendra Denpasar yang mengalami dismenorea

2. Siswi bersedia menjadi responden penelitian dan kooperatif.

3.3.1.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013).

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi:

1. Siswi yang memiliki masalah dengan organ reproduksi seperti kista, tumor,

dan endometriosis

2. Siswi yang tidak masuk sekolah saat peneliti melakukan penelitian.

3.5.2 Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan

sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling

yang dapat digunakan (Sugiyono, 2015).

31
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability

Sampling yaitu Simple Random Sampling, karena pemilihan sampel dilakukan

secara acak dan dipakai jika anggota populasi dianggap homogen. (Setiadi, 2013).

Menurut Nursalam (2011) penentuan besarnya jumlah sampel penelitian

menggunakan rumus:

Keterangan:

n = Perkiraan jumlah sampel

N = Perkiraan besar populasi

d = Tingkat zignifikansi (d=0,05)

Berdasarkan data dari SMA Dwijendra didapatkan data jumlah siswi yang

mengalami riwayat atau pengalaman dismenorea sebanyak 136 orang siswi. Jika

data tersebut di masukkan kedalam rumus diatas maka:

Jadi didapatkan hasil 101,4 maka dibulatkan menjadi 102 responden.

32
3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.4.1. Variabel

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan

merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris

atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Dalam penelitian ini adalah variabel

tunggal yang akan diteliti, yaitu pola penanganan dismenorea pada remaja putri.

3.4.1. Definisi operasional variabel

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pada definisi

operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur penelitian yang meliputi

bagaimana cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel (Setiadi,

2013). Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi

operasional yang merupakan penjelasan dari variabel, yaitu sebagai berikut.

Tabel 1.1
Definisi Operasional Gambaran Penangan Dismenorea Secara Non Farmakologi
pada Remaja Kelas X di SMA Dwijendra Denpasar

Variabel Sub Definisi operasional Alat ukur Skala Skor


variabel ukur
1 2 3 4 5 6
Penanga Kompres Kompres hangat yaitu Kuesioner Nominal Kompres
nan hangat tindakan yang hangat:
dismeno dilakukan oleh siswi 1. Ya
rea untuk mengurangi 0. Tidak
secara dismenorea yaitu
non dengan melakukan
farmakol pengompresan di perut
ogis bagian bawah dan
mandi menggunakan
air hangat

33
1 2 3 4 5 6
Olahraga Olah raga yaitu Kuesioner Nominal Olahraga:
tindakan yang 1. Ya
dilakukan oleh siswi 0. Tidak
untuk mencegah
dismenorea dan dapat
meningkatkan kadar
hormone endorphin
Pengobat Pengobatan herbal Kuesioner Nominal Pengobat
an herbal dengan minum jamu an herbal
dengan yaitu tindakan yang dengan
minum dilakukan oleh siswi minum
jamu untuk mengurangi jamu:
dismenorea yang 1. Ya
berfungsi untuk anti 0. Tidak
nyeri / anti radang / anti
spasmodic
Masase Masase atau pemijatan Kuesioner Nominal Masase
atau yaitu tindakan yang atau
pemijatan dilakukan oleh siswi pemijatan
untuk mengurangi :
dismenorea dengan 1. Ya
melakukan pemijatan 0. Tidak
atau massase di daerah
perut atau pinggang
Istirahat Istirahat yang cukup Kuesioner Nominal Istirahat
yang yaitu tindakan yang yang
cukup dilakukan oleh siswi cukup:
untuk mengurangi 1. Ya
dismenorea yang 0. Tidak
bertujuan untuk
merelaksasikan tubuh
Posisi Posisi knee chest yaitu Kuesioner Nominal Posisi
knee tindakan yang knee
chest dilakukan oleh siswi chest :
untuk mengurangi 1. Ya
dismenorea yang 0. Tidak
bertujuan untuk
melenturkan otot- otot
pelvis dan membantu
kelancaran peredaran
darah
1 2 3 4 5 6

34
Teknik Teknik imagery guided Kuesioner Nominal Teknik
imagery yaitu tindakan yang imagery
guided dilakukan oleh siswi guuided:
untuk mengurangi 1. Ya
dismenorea yang di 0. Tidak
lakukan dengan cara
membayangkan
pengalaman yang
menyenangkan
bertujuan untuk
menurunkan persepsi
nyeri secara efektif
Teknik Teknik relaksasi napas Kuesioner Nominal Teknik
relaksasi dalam yaitu tindakan relaksasi
napas yang dilakukan oleh napas
dalam siswi untuk dalam:
mengurangi 1. Ya
dismenorea yang 0. Tidak
bertujuan untuk
menurunkan intensitas
nyeri
dan kecemasan

3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer yaitu data

yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil kuesioner tentang pola penanganan

dismenorea pada remaja putri yang telah diteliti oleh peneliti (Setiadi, 2013).

3.5.2 Cara pengumpulan data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memberikan

kuesioner pada responden. Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan

yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan pengurusan izin penelitian di Jurusan Keperawatan STIKES

WIRA MEDIKA BALI

35
2. Mengurus surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke Badan

Penanaman Modal.
3. Pendekatan secara formal kepada Kepala Sekolah untuk mendapatkan ijin

penelitian.
4. Mencari populasi dari penelitian, menjadikan sebagian populasi sebagai

sampel yang diteliti.


5. Pendekatan secara informal kepada sampel yang diteliti.
6. Menjelaskan maksud penelitian dengan memberi lembar persetujuan

penelitian.
7. Jika subyek bersedia maka harus menandatangani surat persetujuan jika

subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan menghormati

haknya.
8. Memberikan lembar kuesioner kepada responden, kemudian menjelaskan tata

cara pengisian kuesioner.


9. Mengumpulkan kuesioner yang telah terisi.
10. Memeriksa kelengkapan data yang telah diisi dalam kuesioner.
11. Mengolah data yang diperoleh dari pengisian kuesioner.

3.5.3 Instrumen pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner.

Kuesioner tersebut terdiri dari satu bagian yaitu tentang penanganan dismenorea

secara non farmakologi pada remaja putri. Untuk pertanyaan penanganan

dismenorea secara non farmakologi pada remaja putri terdiri dari 20 pertanyaan.

Tipe skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttman. Pertanyaan yang

terdapat dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup dengan alternatif jawaban

“ya” dan “tidak”. Sehingga jika datanya dikuantitatifkan, nilainya hanya 1 atau 0

saja, atau hanya 1 atau 2 saja (Arikunto, 2013).

36
3.5 Pengolahan dan Anlisis Data

3.6.1. Teknik pengolahan data

Pada penelitian ini peneliti telah melakukan pengolahan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing
Data yang telah didapatkan dari responden dalam bentuk kuesioner

dilengkapi bila ada yang belum lengkap, diperbaiki, diperjelas, dan bila ditemukan

kejanggalan dari data yang didapatkan maka segera dikembalikan kepada

responden dan bila memungkinkan responden dimintai keterangan lagi pada saat

itu juga.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan dan analisa data menggunakan komputer.


c. Entry
Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam

master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.


d. Cleaning
Pembersihan data melalui pengecekan data yang sudah tersimpan, apakah

ada kesalahan atau tidak.

3.6.2. Analisa data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif

yaitu dengan prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas

data secara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Nursalam, 2013). Variabel yang

berskala data nominal maka penyajiannya dapat berbentuk tabel distribusi

frekuensi dapat pula berbentuk diagram yang selanjutnya diinterpretasikan.

37
Menurut Setiadi (2013) persentase suatu penelitian dihitung dengan rumus:

Keterangan : P = prosentase

f = jumlah sampel masing-masing sub variabel

n = jumlah total sampel

3.6 Etika Penelitian

Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir 90% subjek yang

dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip

etika penelitian. Hal ini dilaksanakan agar peneliti tidak melanggar hak-hak

(otonomi) manusia yang menjadi subjek penelitian (Nursalam, 2017).

3.7.1. Autonomy/menghormati harkat dan martabat manusia

Autonomy berarti responden memiliki kebebasan untuk memilih rencana

kehidupan dan cara bermoral mereka sendiri (Potter and Perry, 2005). Peneliti

memberikan responden kebebasan untuk memilih ingin menjadi responden atau

tidak. Peneliti tidak memaksa calon responden yang tidak bersedia menjadi

responden.

3.7.2. Confidentiality/kerahasiaan

Kerahasiaan adalah prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien

(Potter & Perry, 2005). Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

38
lainnya (Alimul, 2007). Kerahasian responden dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara memberikan kode reponden dan inisial bukan nama asli responden.

3.7.3. Justice/keadilan

Justice berarti bahwa dalam melakukan sesuatu pada responden, peneliti tidak

boleh membeda-bedakan responden berdasarkan suku, agama, ras, status, sosial

ekonomi, politik ataupun atribut lainnya dan harus adil dan merata (Alimul,

2007). Peneliti menyamankan setiap perlakuan yang diberikan kepada setiap

responden tanpa memandang suku, agama, ras dan status sosial ekonomi.

3.7.4. Beneficience dan non maleficience

Berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian diharapkan

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia (Alimul, 2007). Penelitan

keperawatan mayoritas menggunakan populasi dan sampel manusia oleh karena

itu sangat berisiko terjadi kerugian fisik dan psikis terhadap subjek penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh perawat hendaknya tidak mengandung unsur

bahaya atau merugikan pasien sampai mengancam jiwa pasien (Wasis, 2008).

Penelitian ini memberikan manfaat mengetahui fungsi kognitif klien apakah

mengalami penurunan atau tidak serta dapat mencegah terjadinya gangguan fungsi

kognitif serta meningkatkan rasa percaya diri dan semangat hidup. Penelitian ini

juga tidak berbahaya karena responden hanya akan diajak berdiskusi dan

menceritakan mengenai kehidupannya.

39

Вам также может понравиться