Вы находитесь на странице: 1из 6

1.

Definisi Sehat menurut WHO


Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah keadaan sejahtera secara fisik,
mental, dan sosial bukan hanya sekedar tidak adanya penyakit maupun cacat.
Sehat diwujudkan dengan berbagai upaya, salah satunya adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Pengertian pelayanan kesehatan disini adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara tersendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
pelayanan kesehatan personal (personal health services) atau sering disebut sebagai
pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan lingkungan
(environmental health services) atau sering disebut sebagai pelayanan kesehatan masyarakat
(public health services). Sasaran utama pelayanan kedokteran adalah perseorangan dan
keluarga. Sedangkan sasaran utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah kelompok dan
masyarakat.
Menurut Leavel dan Clark (1953), jika pelayanan kesehatan tersebut terutama
ditujukan untuk menyembuhkan penyakit (curative) dan memulihkan kesehatan
(rehabilitative) maka disebut dengan nama pelayanan kedokteran. Sedangkan jika pelayanan
kesehatan tersebut terutama ditujukan untuk meningkatkan kesehatan (promotive) dan
mencegah penyakit (preventive) maka disebut dengan nama pelayanan kesehatan masyarakat

9. Piramida penduduk dan transisi demografi


Kompisisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin dapat ditampilkan dalam bentuk
Piramida penduduk, yaitu grafik yang dibuat untuk mencerminkan data kependudukan menurut
usia dan jenis kelamin. Penggambaran piramida penduduk dimulai dengan menggambarkan dua
garis yang saling tegak lurus. Garis yang vertikal menggambarkan umur penduduk mulai dari nol
lalu naik. Kenaikan ini dapat tahunan, dapat pula dengan jenjang lima tahunan. Garis horizontal
menggambarkan besarnya jumlah penduduk baik ditampilkan pada skala jumlah yang
sebenarnya maupun dalam bentuk persentase.
Terdapat 3 bentuk piramida penduduk yaitu ekspansif, konstruktif dan stasioner. Menurut
Mantra (2003) penjelasan komposisi penduduk tersebut adalah sebagai berikut,
1. Komposisi Penduduk Muda (Ekspansif), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai
kerucut. Ciri-ciri komposisi penduduk ekspansif antara lain : a) jumlah penduduk usia
muda (0 – 19 tahun) sangat besar, sedangkan usia tua sedikit b) angka kelahiran jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian, c) pertumbuhan penduduk relatif
tinggi, d) sebagian besar negara-negara berkembang seperti Indonesia, Malysia, Thailand,
RRC, Mesir, dan India memiliki komposisi penduduk muda,
2. Komposisi Penduduk Dewasa (Stasioner), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai
Batu Nisan. Ciri-ciri komposisi penduduk stasioner antara lain : a) perbandingan jumlah
penduduk pada kelompok usia muda dan dewasa relatif seimbang, b) Tingkat kelahiran
tidak begitu tinggi, demikian pula angka kematian relatif rendah, c) Pertumbuhan
penduduk kecil, d) Beberapa negara maju yang berada pada fase komposisi penduduk
stasioner antara lain Amerika Serikat, Belanda, dan Inggris.
3. Komposisi Penduduk Tua (Konstruktif), dengan bentuk piramida penduduk menyerupai
Guci Terbalik. Ciri-ciri komposisi penduduk konstruktif antara lain : a) jumlah penduduk
usia muda (0 – 19 tahun) dan usia tua (di atas usia 64 tahun)sangat kecil, b) jumlah
penduduk terbanyak terkonsentrasi pada kelompok usia dewasa, c) angka kelahiran
sangat rendah, demikian juga angka kematian, d) pertumbuhan penduduk sangat rendah
mendekati nol, bahkan pertumbuhan penduduk beberapa sampai negatif, e) penduduk
cenderung berkurang dari tahun ke tahun, f) beberapa negara yang berada pada fase ini
antara lain Swedia, Jerman, dan Belgia.

Transisi demografi adalah suatu model grafik yang menggambarkan perubahan penduduk
dari pertumbuhan penduduk tinggi menuju pertumbuhan penduduk yang stabil. Transisi
demografi istilah awalnya hanya menggambarkan pergeseran sosial yang terjadi di masyarakat
Barat dari abad 19 ke tahun 1930-an. Pada masa itu masyarakat Eropa yang bertempat tinggal di
luar negeri, bergerak dengan kecepatan yang cukup dari tingkat fertilitas dan mortalitas tinggi, ke
tingkat fertilitas dan mortalitas rendah dengan konsekuensi sosial yang besar.
Konsep transisi demografi mencoba menerangkan mengapa negara-negara yang kini
tergolong maju mengalami tahapan transisi demografi ini. Tahapan transisi demografi meliputi 3
kurun perkembangan yaitu
Tahap 1 : Kelahiran tinggi dan kematian tinggi
Tahap 2 : Kelahiran masih tinggi, kematian cenderung menurun
Tahap 3 : Kelahiran menurun dan kematian menurun dan menuju stabil

Grafik transisi demografi

faktor yang memengaruhi terhadap transisi penduduk yaitu :

a. tingkat kesehatan
b. keadaan geografis
c. kebijakan politis
d. kemajuan iptek
e. perubahan pola pikir masyarakat dan lainnya

Akibat Perubahan Transisi Demografi :


 Efek pertama dari transisi adalah penurunan angka kematian, yang berlanjut selama masa
transisi. Angka kelahiran meningkat sedikit pada awalnya, tetapi kemudian jatuh ke
tingkat yang lebih rendah sama dengan angka kematian. Selama transisi, tingkat
kelahiran kelebihan atas tingkat kematian (tingkat kenaikan alamiah) menghasilkan
peningkatan besar dalam ukuran populasi.
 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Dunia

12. Pencegahan Hipertensi


Pencegahan penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan pengendalian faktor resiko, antara lain :
1. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas
jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).
Dengan demikian obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan.
2. Mengurangi asupan garam.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan
kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak dan untuk penderita
hipertensi maksikal 2 gram perhari. Penderita hipertensi harus dapat membatasi konsumsi
makanan yang mengandung kadar garam atau natrium tinggi seperti ikan asin, telur asin,
kecap asin, camilan asin serta makanan yang diawetkan dan mengandung zat
monosodium glutamat seperti ikan sarden, daging kalengan, sayur kalengan, serta jus
buah kalengan. Natrium bisa menyebabkan menumpuknya cairan tubuh yang pada
banyak orang bisa menimbulkan tekanan darah tinggi
3. Diet rendah lemak
Diet ini dapat dilakukan dengan mengurangi makanan berlemak atau berminyak, serpti
daging berlemak, daging kambing, susu full cream dan kuning telur. Konsumsi makanan
secara seimbang dan bervariasi haru terus dilakukan seperti memperbanyak makanan
breserat misalnya sayuran dan buah-buahan (Utami, 2009).
4. Ciptakan keadaan rileks atau manajemen stres
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat menontrol sistem
syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006). Stres berlebihan
di tempat kerja dapat memicu timbulnya hipertensi, oleh karena itu perlu mengendalikan
stres dengan melakukan latihan relaksasi seperti meditasi dan yoga (Utami, 2009)
5. Melakukan olah raga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme
tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah.
6. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk
hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan
adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh
darah arteri.

Pengobatan Hipertensi
Berdasarkan JNC 7, terapi farmakologis antihipertensi diberikan berdasarkan
pertimbangan berat ringannya derajat hipertensi. Pasien dengan hipetensi derajat 1 memulai
terapi dengan monoterapi. Kebanyakan dimulai dengan terapi tiazid diuretik karena selain efektif
pada hipertensi derajat ringan, tiazid diuretik juga relatif terjangkau, atau dapat juga
dipertimbangkan monoterapi dari golongan lain (ACE inhibitor, ARB, BB, CCB). Apabila masih
belum mencapai target terapi, dapat dilakukan optimalisasi dosis. Namun bila masih tetap tidak
mencapai target terapi dapat dipertimbangkan terapi kombinasi dengan 2 golongan obat yang
berbeda. Sedangkan untuk hipertensi derjat 2, terapi inisial dimuali dengan kombinasi dua
macam obat (tiazid diretik + ACE inhibitor/ARB/BB/CCB).
Pada kondisi gagal jantung asimtomatik dengan disfungsi ventrikuler, direkomendasikan
penggunaan ACE inhibitor dan BB, sedangkan untuk pasien dengan gagal jantung simptomatik
dan disfungsi ventrikuler atau end stage, ACE inhibitor, ARB, BB lebih direkomendasikan
bersama dengan loop diuretic.
Pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil, pilihan obat yang baik biasanya BB.
Sebagai alternative dapat diberikan CCB. Pada pasien dengan sindroma koronaria akut, terapi
antihipertensi dapat dimulai dengan BB dan ACE inhibitor. Pasien dengan post infark miokard
dianjurkan penggunaan ACE inhibitor, BB dan aldosteron inhibitor. Pada pasien hipertensi
dengan diabetes, kombinasi dua sampai tiga jenis obat dibutuhkan untuk mencapai target terapi.
Tiazid diuretik, ACE inhibitor, ARB, BB, dan CCB bermanfaat dalam menurunkan resiko PKV.
ACE inhibitor atau ARB baik untuk diabetic nefropati dan menurunkan albuminuria dan ARB
dapat menurunkan progresi makroalbuminuria.
Penyakit ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ekskresi denga LFG < 60 ml/menit
per 1,73 m2 (serum kreatinin > 1,5 mg/dL pada laki - laki dan >1,3 pada perempuan) dan/atau
albuminuria (albumin >300 mg/hari atau 200 mg albumin/g keratin). ACE inhibitor dan ARB
diindikasikan untuk menjadi terapi antihipertensi pada kondisi ini. Peningkatan kreatinin sampai
35% diatas normal dapat menerima terapi ACE inhibitor dan ARB kecuali bila terjadi
hiperkalemi. Pada kerusakan renal yang lebih parah peningkatan dosis loop diuretic terkadang
dibutuhkan.
Keuntungan memberikan terapi antihipertensi pada stroke akut masih belum jelas
manfaatnya. Namun untuk penegahan stroke berulang, kombinasi ACE inhibitor dan diuretik
tiazid dapat bermanfaat. Gambaran algoritma terapi antihipertensi menurut

Вам также может понравиться