Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LANDASAN TEORI
1. Jarak bagi
Jarak bagi merupakan busur lingkaran yang dibatasi dua permukaan dinding
gigi yang bersebelahan dan bernama sama, kanan semua atau kiri semua.
2. Diameter jarak bagi
Diameter jarak bagi merupakan lingkaran imajiner, dimana saat lingkaran
tersebut berputar maka akan menunjukan putaran roda gigi secara aktual.
3. Jumlah Gigi
Didefinisikan sebagai keseluruhan jumlah gigi yang terdapat pada keliling
lingkaran jarak bagi dan yang merupakan bilangan bulat. Bagian ini
disimbolkan dengan huruf z.
4. Lebar Gigi
Lebar gigi merupakan jarak antara dua permukaan normal yang tegak lurus
terhadap sumbu dan disimbolkan dalam huruf b.
5. Pitch Point
Merupakan jarak kontak antara dua pitch circle.
6. Adendum
Merupakan jarak radial dari gigi dari lingkaran lapangan ke puncak gigi,
atau sering disebut tinggi kepala.
7. Dedendum
Merupakan jarak radial dari gigi dari lingkaran lapangan ke bagian bawah
gigi, atau sering disebut tinggi kaki.
8. Circular Pitch
Merupakan jarak yang diukur pada keliling lingkaran lapangan dari titik
satu gigi ke titik yang sesuai pada gigi berikutnya. Bagian ini sering disebut
jarak bagi lingkar.
9. Modul
Merupakan besaran yang tergantung pada jarak bagi. Pada modul inilah
semua perhitungan besaran roda gigi ini mengacu. Pasangan roda gigi harus
mempunyai modul yang sama untuk semua giginya dan dilambangkan
dengan huruf m.
10. Clearance
Merupaka jarak radial dari atas gigi ke bagian bawah gigi. Sebuah lingkaran
melewati bagian atas gigi dikenal sebagai lingkaran clearance.
11. Total Depth
Merupakan jarak radial antara addendum dan lingkaran dedendum dari gigi.
Hal ini sama dengan jumlah addendum dan dedendum.
12. Working Depth
Merupakan jarak radial dari lingkaran addendum ke lingkaran clearance. Ini
sama dengan jumlah addendum dari dua roda gigi.
13. Tooth Thickness
Merupakan adalah lebar gigi diukur sepanjang lingkaran lapangan (pitch
circle).
14. Tooth Space
Merupakan lebar ruang antara dua gigi yang berdekatan diukur sepanjang
lingkaran lapangan.
dimana:
VR = rasio putaran
𝑁𝑊 = kecepatan putaran cacing (rpm)
𝑁𝐺 = kecepatan putaran roda cacing (rpm)
Rumus menghitung sudut kisar adalah sebagai berikut:
𝑐𝑜𝑡 3 𝜆 = 𝑉𝑅 (2.2)
𝑙
tan 𝜆 = 𝜋×𝐷 (2.3)
𝑤
dimana:
𝜆 = sudut kisar
VR = rasio putaran
l = kisar (m)
𝐷𝑤 = diameter jarak bagi cacing (mm)
Rumus untuk menghitung kisar normal adalah sebagai berikut:
𝑥 1 1 𝑉𝑅
= 2𝜋 (sin 𝜆 + cos 𝜆) (2.4)
𝑙𝑁
𝑙
𝑙 = cos𝑁 𝜆 (2.5)
dimana:
𝑙𝑁 = jarak kisar normal (mm)
x = jarak antar pusat poros (mm)
l = kisar (m)
Dalam menentukan jumlah ulir (n) yang digunakan pada cacing tergantung
dengan rasio putaran roda gigi. Tabel tersebut adalah sebagai berikut:
dimana:
𝑝𝑎 = jarak bagi aksial (mm)
n = jumlah ulir cacing
Rumus untuk menghitung modul adalah sebagai berikut:
𝑝𝑎
𝑚= (2.7)
𝜋
dimana:
𝑚 = modul (mm)
Rumus untuk menghitung jarak pusat poros adalah sebagai berikut:
𝑁𝑙 1 𝑉𝑅
𝑥 = 2𝜋 (sin 𝜆 + cos 𝜆) (2.8)
dimana:
x = jarak antar pusat poros (mm)
Rumus untuk menghitung diameter jarak bagi cacing adalah sebagai berikut:
𝑙
𝐷𝑤 = 𝜋 tan 𝜆 (2.9)
dimana:
𝐷𝑤 = diameter jarak bagi cacing (mm)
Rumus untuk menghitung panjang ulir cacing adalah sebagai berikut:
𝐿𝑊 = 𝑝𝑎 (4,5 + 0,02𝑛) (2.10)
dimana:
𝐿𝑊 = panjang ulir cacing (mm)
Panjang ulir cacing harus ditambahkan 25 sampai 30 mm.
Nilai dari tinggi gigi (h) untuk jenis ulir tunggal dan ganda adalah 0,686𝑝𝑎
sedangkan untuk jenis ulir tiga dan empat adalah 0,623𝑝𝑎 . Nilai dari tinggi kepala
(a) untuk jenis ulir tunggal dan ganda adalah 0,318𝑝𝑎 sedangkan untuk jenis ulir
tiga dan empat adalah 0,286𝑝𝑎 .
Rumus untuk menghitung diameter luar cacing adalah sebagai berikut:
𝐷𝑂𝑊 = 𝐷𝑊 + 2𝑎 (2.11)
dimana:
𝐷𝑂𝑊 = diameter luar cacing (mm)
𝐷𝑊 = diameter jarak bagi cacing (mm)
𝑎 = tinggi kepala (mm)
dimana:
𝐷𝐺 = diameter jarak bagi roda cacing (mm)
m = modul
𝑇𝐺 = jumlah gigi roda cacing
Rumus untuk menghitung diameter luar roda cacing untuk ulir tunggal dan
ganda adalah sebagai berikut:
𝐷𝑂𝐺 = 𝐷𝐺 + 1,0135𝑝𝑎 (2.14)
dimana:
𝐷𝑂𝐺 = diameter luar roda cacing (mm)
Rumus untuk menghitung diameter luar roda cacing untuk ulir tiga dan empat
adalah sebagai berikut:
𝐷𝑂𝐺 = 𝐷𝐺 + 0,8903𝑝𝑎 (2.15)
Rumus untuk meghitung diameter tenggorok roda cacing untuk ulir tunggal
dan ganda adalah sebagai berikut:
𝐷𝑇 = 𝐷𝐺 + 0,636𝑝𝑎 (2.16)
Rumus untuk meghitung diameter tenggorok roda cacing untuk ulir tiga dan
empat adalah sebagai berikut:
𝐷𝑇 = 𝐷𝐺 + 0,572𝑝𝑎 (2.17)
dimana:
𝐷𝑇 = diameter tenggorok roda cacing (mm)
Rumus untuk meghitung lebar roda cacing untuk ulir tunggal dan ganda
adalah sebagai berikut:
𝑏 = 2,38𝑝𝑎 + 6,5 𝑚𝑚 (2.18)
Rumus untuk meghitung lebar roda cacing untuk ulir tiga dan empat adalah
sebagai berikut:
𝑏 = 2,15𝑝𝑎 + 5 𝑚𝑚 (2.19)
dimana:
b = lebar roda cacing (mm)
dimana:
T = torsi (Nm)
P = daya (Watt)
𝐶𝑆 = faktor servis
Faktor servis dapat dilihat pada lampiran 4.
Rumus untuk menghitung beban tangensial yang terjadi adalah sebagai
berikut:
2×𝑇
𝑊𝑇 = (2.21)
𝐷𝐺
dimana:
𝑊𝑇 = beban tangensial (N)
𝐷𝐺 = diameter jarak bagi roda cacing (mm)
Rumus untuk menghitung kecepatan linear jarak bagi dari roda cacing
adalah sebagai berikut:
𝜋×𝐷𝐺 ×𝑁𝐺
𝑣= (2.22)
60
dimana:
v = kecepatan linear jarak bagi dari roda cacing (m/s)
Rumus untuk menghitung faktor kecepatan adalah sebagai berikut:
6
𝐶𝑣 = 6+𝑣 (2.23)
dimana:
𝐶𝑣 = faktor kecepatan
v = kecepatan linear jarak bagi dari roda cacing (m/s)
Rumus untuk menghitung faktor lewis dengan sudut gigi involut 20° adalah
sebagai berikut:
0,912
𝑦 = 0,154 − (2.24)
𝑇𝐺
dimana:
𝑦 = faktor lewis
𝑇𝐺 = jumlah gigi roda cacing
Rumus untuk menghitung beban tangensial yang diijinkan adalah sebagai
berikut:
𝑊𝑇 = 𝜎𝑜 × 𝐶𝑣 × 𝑏 × 𝜋 × 𝑚 × 𝑦 (2.25)
dimana:
𝑊𝑇 = beban tangensial yang diijinkan (N)
𝜎𝑜 = tegangan statis yang diijinkan (MPa)
b = lebar roda cacing (mm)
2. Rumus beban dinamis
Rumus untuk menghitung beban dinamis adalah sebagai berikut:
𝑊𝑇
𝑊𝐷 = (2.26)
𝐶𝑣
dimana:
𝑊𝐷 = beban dinamis (N)
3. Rumus kekuatan beban statis
Rumus untuk mengghitung kekuatan beban statis adalah sebagai berikut:
𝑊𝑆 = 𝜎𝐸 × 𝑏 × 𝜋 × 𝑚 × 𝑦 (2.27)
dimana:
𝑊𝑆 = kekuatan beban statis (N)
𝜎𝐸 = batas tegangan lentur bahan (MPa)
4. Rumus beban kelelahan gigi roda cacing maksimum
Rumus menghitung beban kelelahan gigi roda cacing maksimum adalah
sebagai berikut:
𝑊𝑊 = 𝐷𝐺 × 𝑏 × 𝐾 (2.28)
dimana:
𝑊𝑊 = beban kelelahan gigi roda cacing maksimum (N)
𝐷𝐺 = diameter jarak bagi roda cacing (mm)
b = lebar roda cacing (mm)
K = faktor kombinasi material.
Faktor kombinasi material dapat dilihat pada lampiran 1.
2.8.4. Rumus-rumus Perhitungan Disipasi Panas
Rumus untuk menghitung rubbing velocity adalah sebagai berikut:
𝜋×𝐷𝑊 ×𝑁𝑊
𝑣𝑟 = (2.29)
cos 𝜆
dimana:
𝑣𝑟 = rubbing velocity (m/min)
𝐷𝑊 = diameter jarak bagi cacing (m)
𝑁𝑊 = kecepatan putaran cacing (rpm)
𝜆 = sudut kisar
Koefisien gesekan tergantung kedapa rubbing velocity (𝑣𝑟 ). Untuk nilai 𝑣𝑟
dibawah 10 m/min maka koefisien gesekan diambil 0,015. Untuk nilai 𝑣𝑟 diantara
12 sampai 180 m/min maka menggunakan rumus dibawah ini:
0,275
𝜇 = (𝑣 0,25
(2.30)
𝑟)
dimana:
𝜇 = koefisien gesekan
Untuk nilai 𝑣𝑟 lebih dari 180 m/min maka rumus menghitung koefisien gesekan
adalah sebagai berikut:
𝑟 𝑣
𝜇 = 0,025 + 18.000 (2.31)
dimana:
𝜂 = efisiensi roda gigi cacing (%)
Rumus untuk menghitung panas akibat gesekan adalah sebagai berikut:
𝑄𝑔 = 𝑃𝐶𝑆 (1 − 𝜂) (2.34)
dimana:
𝑄𝑔 = panas akibat gesekan (watt)
P = daya yang ditransmisikan (watt)
𝐶𝑆 = faktor servis
Rumus untuk menghitung luas area proyeksi dari cacing adalah sebagai
berikut:
𝜋
𝐴𝑊 = 4 (𝐷𝑊 )2 (2.35)
dimana:
𝐴𝑊 = luas area proyeksi dari cacing (𝑚𝑚2 )
𝐷𝑊 = diameter jarak bagi cacing (mm)
Rumus untuk menghitung luas area yang diproyeksikan dari roda cacing adalah
sebagai berikut:
𝜋
𝐴𝐺 = 4 (𝐷𝐺 )2 (2.36)
dimana:
𝐴𝐺 = luas area yang diproyeksikan dari roda cacing (𝑚𝑚2 )
𝐷𝐺 = diameter jarak bagi roda cacing (mm)
Rumus menghitung luas proyeksi total adalah sebagai berikut:
𝐴 = 𝐴𝑊 + 𝐴𝐺 (2.37)
dimana:
A = luas proyeksi total (𝑚𝑚2 )
Rumus untuk menghitung kapasitas disipasi panas adalah sebagai berikut:
𝑄𝑑 = 𝐴(𝑡2 − 𝑡1 )𝐾 (2.38)
dimana:
𝑄𝑑 = kapasitas disipasi panas (watt)
(𝑡2 − 𝑡1 )= perbedaan temperatur antara area gesekan dan udara bebas (℃)
K = konduktivitas material (𝑊 ⁄𝑚2 ⁄℃)
Nilai K biasanya diambil 378 𝑊 ⁄𝑚2 ⁄℃. Nilai dari perbedaan temperatur antara
area gesekan dan udara bebas (𝑡2 − 𝑡1 ) harus berada antara 27℃ sampai 38℃.
dimana:
𝑇𝑔𝑒𝑎𝑟 = torsi pada roda cacing (Nm)
P = daya yang ditransmisikan (Watt)
𝑁𝐺 = putaran roda cacing (rpm)
𝐶𝑆 = faktor servis
Rumus untuk menghitung torsi pada cacing adalah sebagai berikut:
𝑇𝑔𝑒𝑎𝑟
𝑇𝑤𝑜𝑟𝑚 = 𝑉𝑅×𝜂 (2.40)
dimana:
𝑇𝑤𝑜𝑟𝑚 = torsi pada cacing (Nm)
𝑉𝑅 = rasio puratan
𝜂 = efisiensi
Rumus untuk menghitung gaya tangensial yang terjadi pada cacing adalah
sebagai berikut:
2×𝑇𝑤𝑜𝑟𝑚
𝑊𝑇 = (2.41)
𝐷𝑊
dimana:
𝑊𝑇 = gaya tangensial (N)
𝐷𝑊 = diameter jarak bagi cacing (mm)
𝑇𝑤𝑜𝑟𝑚 = torsi pada roda cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung gaya aksial yang terjadi pada cacing adalah
sebagai berikut:
2×𝑇𝑔𝑒𝑎𝑟
𝑊𝐴 = (2.42)
𝐷𝐺
dimana:
𝑊𝐴 = gaya aksial (N)
𝐷𝑊 = diameter jarak bagi roda cacing (mm)
𝑇𝑔𝑒𝑎𝑟 = torsi pada roda cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung gaya radial yang terjadi pada cacing adalah
sebagai berikut:
𝑊𝑅 = 𝑊𝐴 × tan 𝜙 (2.43)
dimana:
𝑊𝑅 = gaya radial (N)
𝜙 = sudut involut
Nilai 𝜙 biasanya sebesar 20°
Rumus menghitung bending momen pada bidang vertikal cacing adalah
sebgai berikut:
𝑊𝑅 ×𝑥1 𝑊𝐴 ×𝐷𝑊
𝑀1 = + (2.44)
4 4
dimana:
𝑀1 = momen pada bidang vertikal cacing (Nmm)
𝑥1 = jarak antara bearing poros cacing (mm)
Rumus menghitung bending momen pada bidang vertikal roda cacing
adalah sebgai berikut:
𝑊𝑅 ×𝑥2 𝑊𝑇 ×𝐷𝐺
𝑀3 = + (2.45)
4 4
dimana:
𝑀3 = momen pada bidang vertikal roda cacing (Nmm)
𝑥2 = jarak antara bearing poros roda cacing (mm)
Rumus menghitung bending momen pada bidang horizontal cacing adalah
sebgai berikut:
𝑊𝑇 ×𝐷𝐺
𝑀2 = 4
(2.46)
dimana:
𝑀2 = momen pada bidang horizontal cacing (Nmm)
𝐷𝐺 = diameter jarak bagi roda cacing (mm)
Rumus menghitung bending momen pada bidang horizontal cacing adalah
sebgai berikut:
𝑊𝐴 ×𝑥2
𝑀4 = (2.47)
4
dimana:
𝑀4 = momen pada bidang horizontal roda cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung resultan momen yang terjadi pada cacing adalah
sebagai berikut:
𝑀𝑤𝑜𝑟𝑚 = √(𝑀1 )2 + (𝑀2 )2 (2.48)
dimana:
𝑀𝑤𝑜𝑟𝑚 = resultan momen yang terjadi pada cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung resultan momen yang terjadi pada roda cacing
adalah sebagai berikut:
𝑀𝑔𝑒𝑎𝑟 = √(𝑀3 )2 + (𝑀4 )2 (2.49)
dimana:
𝑀𝑔𝑒𝑎𝑟 = resultan momen yang terjadi pada roda cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung equivalent twisting moment poros cacing adalah
sebagai berikut:
𝑇𝑒𝑤 = √(𝑇𝑤𝑜𝑟𝑚 )2 + (𝑀𝑤𝑜𝑟𝑚 )2 (2.50)
dimana:
𝑇𝑒𝑤 = equivalent twisting moment cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung equivalent twisting moment poros roda cacing
adalah sebagai berikut:
𝑇𝑒𝑔 = √(𝑇𝑔𝑒𝑎𝑟 )2 + (𝑀𝑔𝑒𝑎𝑟 )2 (2.51)
dimana:
𝑇𝑒𝑔 = equivalent twisting moment roda cacing (Nmm)
Rumus untuk menghitung diameter minimal poros cacing adalah sebagai
berikut:
𝜋
𝑇𝑒𝑤 = 16 × 𝜏𝑎𝑙𝑙 × (𝑑𝑤 )3 (2.52)
dimana:
𝑑𝑤 = diameter poros cacing (mm)
𝜏𝑎𝑙𝑙 = tegangan geser ijin (MPa)
Rumus untuk menghitung diameter minimal poros roda cacing adalah
sebagai berikut:
𝜋
𝑇𝑒𝑔 = 16 × 𝜏𝑎𝑙𝑙 × (𝑑𝐺 )3 (2.53)
dimana:
𝑑𝐺 = diameter poros cacing (mm)
2.9. Pasak
Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-
bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, dll. pada poros. Momen diteruskan
dari naf ke poros atau dari poros ke naf. Pasak menahan beban gesek dan beban
sesak.
Menurut letaknya pada poros dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata,
pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segi empat.
Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatis atau berbentuk tirus. Pasak
benam prismatis ada yang khusus dipakai sebagai pasak luncur. Panjang pasak
disarankan antara antara 0,75-1,5 diameter poros.
dimana:
F : Gaya tangensial (N)
d : Diameter poros (mm)
Gaya tangensial tersebut akan menimbulkan tegangan geser pada pasak. Tegangan
geser pada pasak bekerja pada area lebar pasak (b) dikalikan dengan panjang pasak
(l). Rumus tegangan geser pada pasak adalah sebagai berikut:
𝐹
𝜏𝑎𝑙𝑙 = 𝑏×𝑙 (2.56)
dimana:
𝜏𝑎𝑙𝑙 : Tegangan geser ijin (MPa)
F : Gaya tangensial (N)
b : Lebar pasak (mm)
l : Panjang pasak (mm)
Gaya tangensial juga menimbulkan tegangan tekan pada pasak. Tegangan
tekan pada pasak bekerja pada area kedalaman pasak pada poros (𝑡1 ) dikali dengan
panjang pasak. Rumus tegangan tekan pada pasak adalah sebagai berikut:
𝐹
𝜎𝑎𝑙𝑙 = 𝑡 (2.57)
1 ×𝑙
dimana:
𝜎𝑎𝑙𝑙 : Tegangan tekan ijin (MPa)
𝑡1 : Kedalaman pasak pada poros (mm)
F : Gaya tangensial (N)
l : Panjang pasak (mm)
Ukuran pasak telah memiliki standar yang berlaku. Standar ukuran pasak yang
dapat dilihat pada lampiran.
2.10. Bearing
Bearing adalah elemen mesin yang berfungsi menumpu poros berbeban,
sehingga putarannya dapat berjalan secara halus sehingga tidak melukai porosnya.
Bearing harus cukup kuat untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya
bekerja dengan baik.
dimana:
W0R = Beban statis bearing
WR = Beban radial
WA = Beban aksial
X0 = Faktor beban radial
Y0 = Faktor beban aksial
dimana:
W = Beban dinamis
X = Faktor beban radial
Y = Faktor beban aksial
V = Faktor rotasi, untuk cincin putar dalam =1
Untuk cincin putar luar = 1,2
2.2.5.3. Rumus Perhitungan Umur Bearing
Rumus perhitungan umur bearing adalah sebagai berikut:
C k
L = (W) ×106 (2.60)
L
LH = (2.61)
60N
dimana:
L = Umur bearing dalam putaran
C = Kekuatan beban dinamis
W = Beban radial
k = 3, untuk ball bearing
= 10/3, untuk roller bearing
LH = Umur bearing dalam jam
N = Kecepatan putaran