Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Beberapa nilai yang berhubungan dengan saham akan dibahas disini, yaitu nilai (book value), nilai
pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut
pembukuan perusahaan emiten. Nilai pasar merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik
merupakan nilai sebenarnya dari saham.
Memahami ketiga konsep nilai ini merupakan hal yang perlu dan berguna, karena dapat digunakan
untuk mengetahui saham-saham mana yang bertumbuh (growth) dan yang murah (undervalued).
Dengan mengetahui nilai buku dan nilai pasar, pertumbuhan perusahaan dapat diketahui.
Pertumbuhan perusahaan (growth) menunjukkan investment oppurtunity set (IOS) atau set
kesempatan investasi dimasa datang. Smith dan Watts (1992) juga Gaver dan Gaver (1993)
menggunakan rasio nilai pasar dibagi dengan nilai buku sebagai proksi dari IOS yang merupakan
pengukur pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh mempunyai rasio lebih besar dari
nilai satu yang berarti pasar percaya bahwa nilai pasar perusahaan tersebut lebih besar dari nilai
bukunya.
Mengetahui nilai pasar dan nilai intrinsik dapat digunakan untuk mengetahui saham-saham mana
yang murah, tepat nilainya atau yang mahal. Nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari
perusahaan. Nilai pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut
dijual dengan harga yang murah (undervalued), karena investor membayar saham tersebut lebih
kecil dari yang seharusnya dia bayar. Sebaliknya nilai pasar yang lebih besar dari nilai intrinsiknya
menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang mahal (undervalued).
Untuk menghitung nilai buku suatu saham, beberapa nilai yang berhubungan dengannya perlu
diketahui. Nilai-nilai ini adalah :
Nilai nominal (par value) dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang ditetapkan tiap-tiap
lembar saham. Kepentingan dari nilai nominal adalah untuk kaitannya dengan hukum. Nilai nominal
ini merupakan modal per lembar yang secara hukum harus ditahan di perusahaan untuk proteksi
kepada kreditor yang tidak dapat diambil oleh pemegang saham (Kieso dan Weydandt, 1996, hal.
567). Kadangkala suatu saham tidak mempunyai nilai nominal (no-par valye stock). Untuk saham
yang tidak mempunyai nilai saham nominal, dewan direksi umumnya menetapkan nilai sendiri
(stated value) per lembarnya. Jika tidak ada nilai yang ditetapkan, maka yang di anggap sebagai
modal secara hukum adalah semua penerimaan bersih (proceed) yang diterima oleh emiten pada
waktu mengeluarkan saham bersangkutan.
Agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value) merupakan selisih yang dubayar
oleh pemegang saham kepada perusahaan dengan nilai nominal sahamnya. Misalnya nilai nominal
saham biasa per lembar adalah Rp5.000,- dan saham ini dijual sebesar Rp8.000,- per lembar, maka
agio saham per lembar adalah sebesar Rp3.000,-. Agio saham ditampilkan di neraca dalam nilai
totalnya yaitu agio per lembar dikalikan dengan jumlah lembar yang dijual.
5.1.3. Nilai Modal Disetor
Nilai modal disetor (paid in capital) merupakan total yang dibayar oleh pemegang saham kepada
perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau dengan saham biasa. Nilai modal
disetor merupakan penjumlahan total nilai nominal ditambah dengan agio saham. Jika perusahaan
mengeluarkan dua kelas saham, yaitu saham preferen dan saham biasa, saham preferen disajikan
terlebih dahulu diikuti oleh saham biasa di neraca untuk menunjukkan urutan haknya seperti tampak
di Tabel 5.2
Laba ditahan (retained earnings) merupakan laba yang tidak dibagikan kepada pemegang saham.
Laba yang tidak dibagi ini diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai sumber dan internal. Laba
ditahan dalam penyajiannya di neraca menambah total laba yang disetor. Karena laba ditahan ini
milik pemegang saham yang berupa keuntungan tidak dibagikan, maka nilai ini juga akan menambah
ekuitas pemilik saham di neraca.
Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh
pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama dengan
total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi
dengan jumlah saham yang beredar :
Perhitungan nilai buku per lembar saham untuk dua macam kelas saham adalah sebagai berikut :
Contoh 5.1 :
Suatu perusahaan mengotorisasi untuk menerbitkan saham biasa sebanyak 1.000.000
lembar dengan nilai nominal Rp5.000,-. Pada tanggal 18 Februari tahun ini, perusahaan
mengeluarkan sebanyak 800.000 lembar saham biasa dengan harga Rp8.000,- per lemvar.
Dari penjualan saham biasa ini perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp6.400.000.000,-
(800.000 × Rp8.000,-) yang terdiri dari :
Modal saham biasa 800.000 × Rp5.000,- = Rp4.000.000.000
Agio Saham biasa 800.000 × Rp3.000,- = Rp.2.400.000.000
Total Kas Diterima = Rp.6.400.000.000
Pada tanggal 17 November tahun ini, perusahaan membeli balik saham biasa yang beredar
sebagai saham treasuri sebanyak 100.000 lembar dengan harga pasar sebesar Rp15.000,-.
Nilai total saham treasuri adalah :
Saham treasuri = 100.000 × Rp15.000,-
= Rp1.500.000.000,-
Selanjutnya pada tanggal 5 Desember tahun ini, sebanyak 20.000 lembar saham treasuri
dijual kembali dengan harga Rp17.500,- per lembarnya. Dari penjualan saham treasuri ini
perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp350.000.000,- (20.000 × Rp17.500,-) yang terdiri
dari :
Modal Saham Treasuri 20.000 × Rp15.000,- = Rp300.000.000,-
Agio Saham Treasuri 20.000 × Rp2.500 = Rp50.000.000,-
Total Kas Diterima = Rp350.000.000,-
Pada tanggal neraca, yaitu 31 Desember tahun ini, posisi saham treasuri perusahaan adalah
sebanyak 80.000 lembar (100.000 lembar pada tanggal 17 November dan dijual 20.000
lembar pada tanggal 5 Desember). Nilai dari saham treasuri ini adalah sebesar
Rp1.200.000.000,- (Rp1.500.000.000,- - Rp300.000.000,-). Saham treasuri ini adalah milik
perusahaan, bukan milik pemegang saham biasa, sehingga akan mengurangi total nilai
ekuitas. Misalnya laba ditahan untuk akhir tahun ini adalah sebesar Rp550.000.000,-, maka
penyajian ekuitas yang nampak di neraca adalah sebagai berikut ini.
Tabel 5.1 Penyajian Ekuitas Saham Biasa di Neraca
Contoh 5.2 :
Dari contoh 5.1, jumlah saham biasa yang beredar pada tanggal neraca adalah sebanyak :
Tanggal 18 Februari di jual sebanyak 800.000 lembar
Tanggal 17 November membeli sebanyak jumlah saham biasa beredar 100.000 lembar
Jumlah saham biasa beredar 700.000 lembar
Tanggal 5 Desember dijual kembali sebanyak Jumlah saham beredar akhir tahun 20.000
lembar
720.000 lembar
Nilai total ekuitas pada akhir tahun adalah Rp5.800.000.000,-. Karena perusahaan hanya
mempunyai sebuah kelas saham saja, yaitu saham biasa, maka nilai buku per lembar saham
biasa ini dapat dihitung sebesar Rp8.056,- (Rp5.800.000.000,- dibagi dengan 720.000).
Contoh 5.3
Sama dengan contoh 5.1, tetapi perusahaan juga mengeluarkan saham preferen. Pada tahun
ini, sebanyak 100.000 lembar saham preferen dengan nilai nominalnya sebesar Rp10.000,-
dan dividen dibayar kumulatif sebesar 7% telah diotorisasi. Sebanyak 80.000 lembar di
antaranya telah beredar dengan nilai jualnya sebesar Rp15.000,- per lembar. Dari penjualan
saham preferen ini perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp1.200.000.000,- (80.000 ×
R15.000,-) yang terdiri dari :
Modal Saham Preferen 80.000 × Rp10.000 = Rp800.000.000,’
Agio Saham Preferen 8.000 × Rp5.000,- = Rp400.000.000,-
Total Kas Diterima = Rp1.200.000.000,-
Penyajian ekuitas untuk saham preferen dan saham biasa yang nampak di neraca adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.2
Penyajian Ekuitas Saham Preferen dan Saham Biasa di Neraca
EKUITAS PEMEGANG SAHAM
Contoh 5.4 :
Misalnya lama dividen untuk saham preferen yang berada di arrears adalah 1 tahun. Nilai
ekuitas dari saham preferen adalah sebagai berikut ini :
Nilai nominal saham preferen (80.000 lembar saham preferen yang beredar dikalikan
Rp10.000,-) Rp800.000.000,-
Dividen in arrears (80.000 × 7% × Rp10.000,-) Rp56.000.000,-
Ekuitas Saham Preferen Rp856.000.000,-
Nilai buku saham biasa adalah sebesar Rp8.533,- per lembarnya (Rp7.000.000.000,- -
Rp856.000.000,- dibagi dengan 720.000 lembar saham biasa yang beredar).
Contoh 5.5 :
Jika nilai tebus dari saham preferen di sebutkan, maka nilai ekuitas saham preferen ini
dihitung berdasarkan nilai tebusnya (call price) bukannya menggunakan nilai nominalnya.
Misalnya nilai tebusnya adalah sebesar Rp12.500,- per lembar, maka nilai ekuitas saham
preferen adalah sebesar :
Nilai tebus saham preferen (80.000 lembar saham preferen yang beredar dikalikan
Rp12.500,-) Rp1.000.000.000,-
Dividen in arrears (80.000 × 7% × Rp10.000,-) Rp56.000.000,-
Ekuitas Saham Preferen Rp1.056.000.000,-
Maka nilai buku saham biasa adalah sebesar Rp8.256,- per lembarnya (Rp7.000.000.000,- -
R01.056.000.000,- dibagi dengan 720.000 lembar saham biasa tang brleredar).
Cintih 5.6 :
Untuk mengilustrasikan penggunaan rumus (5-4), misalnya suatu perusahaan membayar
dividen selama 5 periode sebagai berikut :
Diasumsikan bahwa tingkat bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap periodenya,
maka nilai intrinsik saham ini per lembarnya adalah sebesar :
Contoh 5.7 :
Kebijaksanaan dividen suatu perusahaan adalah membayar dividen konstan sebesar
Rp1.000,- tiap tahunnya. Jika suku bunga diskonto pertahun adalah 20% maka nilai intrinsik
saham per lembarnya adalah sebesar :
Contoh 5.8 :
Tahun ini perusahaan emiten membayar dividen sebesar Rp1.000,-. Seorang investor
menginginkan return (tingkat pengembalian) sebesar 20% per tahunnya dan mengharapkan
dividen dengan pertumbuhan sebesar 5% per tahunnya. Nilai intrinsik saham yang
diperkirakan dapat dihitung sebesar :
Jika harga pasar saham ini per lembarnya adalah sebesar Rp5.000,- maka harga saham ini
merupakan harga yang murah (undervalued), karena harga pasarnya lebih rendah dari harga
seharusnya (nilai intrinsik) yang diperkirakan. Sebaliknya jika harga pasar per lembar saham
ini adalah sebesar Rp8.000,-, maka harga pasar ini merupakan harga yang mahal
(overvalued), karena harga pasarnya lebih tinggi dari harga seharusnya yang diperkirakan.
Rumus (5-8) menujukan hubungan :
1. Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan dividen per lembar
adalah positif, yaitu semakin besar dividen yang dibayar, semakin besar harga dari
saham.
2. Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan pertumbuhan dividen
(g) adalah positif, yaitu semakin besar pertumbuhan dividen, semakin besar harga dari
saham.
3. Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan tingkat bunga
diskonto (k) adalah negatif yaitu semakin besar tingkat bunga diskonto, semakin kecil
harga dari saham.
Contoh 5.9 :
Untuk contoh di 5 8, jika investor menginginkan tingkat pengembalian (k) sebesar 25%, maka
nilai intrinsik saham adalah :
Contoh 5.10 :
Pertumbuhan dari dividen sebesar 5% diperkirakan akan terjadi mulai tahun ke-5. Sebelum
tahun ke-5 diperkirakan perusahaan akan membayar dividen yang konstan sebesar
Rp1.000,- per tahunnya. Jika tingkat pengembalian yang diinginkan (k) adalah sebesar 20%
per tahunnya, maka nilai intrinsik saham yang diperkirakan adalah sebesar :
Tidak semua investor menyukai dividen dan akan memegang saham selamanya. Investor seperti iji
biasanya mementingkan capital gain dibandingkan dividen. Keuntungan modal (capital gain) adalah
keuntungan penjualan saham akibat selisih dari harga jual saham dengan harga belinya. Untuk
investor seperti ini harga jual akhir yang diterima perlu dipertimbangkan sebagai arus kas yang harus
masuk ke dalam rumus model dividen diskonto sebelumnya. Jika investor menjual sahamnya pada
periode ke-n sebesar Pn maka rumus nilai intrinsik saham dapat dituliskan sebagai :
Rjmys
Nilai Pn merupakan nilai harga jual dari saham atau disebut dengan nilai terminal, yaitu nilai akhur
yang diterima oleh invesror.
Contoh 5 11 :
Investor memperkirakan bahwa perusahaan akan membayar dividen konstan selama 3 tahun.
Dividen tiap lembar saham untuk tahun sekarang (Do) adalah sebesar Rp500,-. Setelah itu
diperkirakan bahwa pertumbuhan dividen akan menurun, sehingga setelah menerima dividen pada
tahun ketiga, investor akan menjual saham tersebut dengan harga sebesar Rp12.000,-. Harga saham
yang ditawarkan sekarang adalah sebesar Rp5.000,-. Investor ingin mengetahui nilai intrinsik dari
saham ini untuk menentukan apakah membeli saham ini merupakan investasi yang menguntungkan.
Dengan asumsi bahwa suku bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap tahunnya, nilai intrinsik
dapat dihitung sebagai berikut :
Dengan demikian membeli saham sebesar Rp5.000,- merupakan nilai yang murah (undervalued)
karena nilai intrinsiknya sebesar Rp7.997,68,- lebih besar dari nilai belinya.
Contoh 5.12 :
Dari contoh 5.6 bahwa suatu perusahaan membayar dividen selama 5 periode sebagai berikut
Tingkat bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap periodenya. Diperkirakan pada akhir tahun
ke-5, investor dapat menjual saham ini sebesar Rp5.000,-. Nilai intrinsik saham ini per lembarmya
adalah sebesar :
Nilai jual saham Pn sebenarnya juga merupakan nilai-nilai diskonto dari arus dividen-dividen untuk
periode-periode selanjutnya, yaitu untuk periode ke n+1 sampai ke periode ~ (tak terhingga) yang
dapat dinyatakan secara matematik sebagai :
Dengan membagi sisi kiri dan Sisi kanan dengan (1+K)n, maka persamaan diatas menjadi :
Substitusikan nilai ini ke persamaan (5-9), maka akan didapatkan :
Yang merupakan rumus yang sama dengan model diskonto dividen di (5-4). Dengan demikian hasil
dari nilai intrinsik adalah sama baik untuk arus dividen infiniti atau arus dividen selama periode
tertentu ditambah dengan nilai jual saham bersangkutan.
PER menujukan rasio dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa besar
investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings. Misalnya nila PER adalah 5,
maka ini menunjukkan bahwa harga saham merupakan kelipatan dari 5 kali earnings perusahaan.
Misalnya earnings yang digunakan adalah earnings tahunan dan semua earnings dibagikan dalam
bentuk dividen, maka nilai PER sebesar 5 juga menunjukkan lama investasi pembelian saham akan
kembali selama 5 tahun.
Contoh 5.13 :
Harga pasar dari suatu saham adalah sebesar Rp20.000,-. Laba bersih yang diperoleh perusahaan
diperkirakan konstan dari tahun ke tahu sebesar Rp5.000,- per lembarnya per tahun. Besarnya PER
adalah :
Contoh 5.14 :
Laba bersih per lembar saham yang di estimasi untuk periode selanjutnya (E1) adalah sebesar
Rp2.500,-. Harga pasar saham perusahaan ini adalah Rp20.000,-. Investor memperkirakan PER untuk
saham ini adalah 10. Nilai intrinsik saham ini dapat dihitung sebesar :
Karena harga pasar saham ini adalah sebesar Rp20.000,- sedang nilai intrinsiknya adalah sebesar
Rp25.000,-, maka saham ini dijual dengan harga yang murah (undervalued).
Rumus PER dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menderivasinya menggunakan model diskonto
dividen. Dengan menggunakan model pertumbuhan dividen yang konstan di persamaan (5-8)
sebagai berikut :
Rumus PER dapat diderivasi dengan membagi kedua sisi persamaan di atas dengan nilai E1, sehingga
didaptkan :
1. PER berhubungan positif dengan rasio pembayaran dividen terhadap earnings (D1 / E1)
2. PER berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian yang diinginkan (k).
3. PER berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan dividen (g)