Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Vitamin adalah golongan senyawa organik sebagai pelengkap makanan yang sangat
diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran yang sangat penting untuk pertumbuhan,
pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal1.
Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin
berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor),
setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif1.
Karbohidrat, protein, dan lemak dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah besar untuk
menyediakan energi dan menghasilkan prekursor organik sebagai kmponen tubuh. Namun
demikian, vitamin memiliki fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat lain.
kekurangan vitamin berati kekurangan zat esensial dalam tubuh, sehingga dapat
menimbulkan penyakit tertentu. Kondisi kekurangan vitamin disebut avitaminosis dan dapat
disembuhkan dengan memberikan vitamin yang kurang1.
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim
(procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa.
Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan
mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini
disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan
melalui urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering
dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
Vitamin C dikenal juga dengan nama lain yaitu “cevitamic acid”, “antiscorbutic factor”
dan “scurvy preventive dietary essential”. Terdapat dua bentuk vitamin C aktif, yaitu bentuk
tereduksi (asam akorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidro askobat). Bila asam
dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang
tidak aktif secara biologis2.
Berdasarkan hal yang disebutkan di atas maka dilakukanlah percobaan vitamin C ini.

I.2 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar vitamin C yang
terkandung dalam sampel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Vitamin C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pada tahun 1928. Penyakit
karena defisiensi vitamin C telah menghantui masyarakat para pelaut untuk beberapa abad
sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh vitamin C ialah skorbut,
telah merenggut sejumlah besar jiwa diantara para pelaut yang melakukan pelayaran jarak
jauh dan untuk waktu yang lama tidak menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk mendapatkan
bahan makanan segar3.
Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik dan terasa asam, tetapi
tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara,
tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering3.
Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam pembentukan
kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga keutuhan pembulun darah
(mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A dan seng, vitamin C juga diperlukan
dalam sistem pertahanan tubuh kita. Dalam pencegahan asteroklerosis, vitamin C juga
berperan penting karena dapat mencegah luka goresan pada dinding endotel pembuluh darah
melelui pembentukan kolagen; luka goresan ini akan diikuti dengan pengendapan kolestrol
(fatty streak) yang merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun, konsumsi vitamin C
secara berlebihan akan mengakibatkan pembentukan oksalat. Yang membawa konsekuensi
batu kemih disamping dapat mengganggu lambung akiba sifat asamnya. Manusia dan
sejumlah hewan (gorila, guinea pig serta kelelawar pemakan buah) tidak mampu membuat
vitamin C sendiri di dalam tubuhnya4.
Tabel makanan sumber vitamin C4:
Jenis makanan Mg/100 gram
Bawang 80
Cabe rawit 70
Daun katuk 239
Daun minjo 182
Daun pepaya 150
Daun singkong 275
gandaria 111
Jambu mente 197
Jambu biji 87
Jeruk bali 43
Jeruk manis 49
Kembang kol 69
Labu kuning 52
Minjo 100
Paprika hijau 84
Pepaya 78
Peterseli 193
Rambutan 58
Sawi 102
Kandungan Vitamin Rata-rata kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sesudah
perlakuan suhu dan lama penyimpanan. Kandungan vitamin C mengalami penurunan
selamapenyimpanan dengan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. Sebelum
penyimpanan,kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sebesar 59,9 mg/100 mL dan
setelah penyimpanan selama 15hari dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10°C, 20°C,29°C
(suhu kamar), kandungan vitamin C mengalamipenurunan berturut-turut menjadi 35,2
mg/100 mL,31,6 mg/100 mL, dan 23,6 mg/100 mL. Analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa interaksi antara perlakuansuhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>
0,05) terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawitputih. Kandungan vitamin C tertinggi
terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan pada suhu 10 °C
selama 5 hari menjadi 43,6 mg/100mL. Sedangkan kandungan vitamin C terendah
terdapatpada penyimpanan suhu 29 °C (suhu kamar) selama15 hari yaitu 23,6 mg/100 mL.
Hal ini membuktikan bahwa kandungan vitamin C pada cabai rawit putih tidak dipengaruhi
oleh interaksi antara suhu dan lama penyimpanan, tetapi hanya dipengaruhi oleh suhu5.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambataktivitas enzim dan reaksi-reaksi
kimia serta menghambatatau menghentikan pertumbuhan mikroba . Tujuan penyimpanan
suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang
tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan yang berarti keadaannya sudah tidak baik.
Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolism dimana pada
umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi
setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendahdapat memperpanjang
masa hidup dari jaringan-jaringandi dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak
hanyadisebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi jugakarena terhambatnya
pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan
vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak.
Hal ini disebabkan oleh terjadinyaproses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L-
dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang
tidak memilikikeaktifan vitamin C5.
Suhu pada saat metabolisme berlangsung sempurna disebutsuhu optimum.Secara statistik
pengaruh lama penyimpananterhadap kandungan vitamin C tidak berbeda nyata,akan tetapi
cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tertundanya penguapan air yang
menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadilayu. Dimana enzim askorbat oksidase
tidak dibebaskan oleh sel sehingga tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi
senyawa yang tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mengalami
kelayuan enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan
asam askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan. Pernyataan ini juga didukung oleh
Trenggono dkk. (1990) yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang
menyebabkan kelayuanakan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepatkarena adanya
proses respirasi dan oksidasi5 .
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghamba taktivitas enzim dan reaksi-reaksi
kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Hal ini juga didukung
oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu
rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak
diinginkan seperti terjadinya pembusukan dan kerusaka struktu. Dengan pendinginan dapat
memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolismedimana pada umumnya setiap penurunan
suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan
penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di
dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun,
tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan.
Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan
terus-menerus hingga menjadi rusak dan membusuk. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan dari
vitamin C 6.
Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk teroksidasi (asam akorbat)
dan tereduksi (asam dehidroaskorbat) keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C
sumber vitamin sebagian besar berasal dari sayur-sayuran berwarna hijau dan buah-buahan
terutama yang masih segar1.
Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi
terutama bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen,
dan alkali1.
Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin
berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor),
setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif1.
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim
(procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa.
Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan
mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini
disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan
melalui urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering
dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
Manusia lebih banyak menggunakan asam akorbat dalam bentuk L- bentuk D-asam
askorbat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. D-asam askorbat banyak digunakan
sebagai bahan pengawet (daging), sehingga untuk mencegah penggunaanya sebagai vitamin,
pada labelnya ditulis sebgai “asam eritrobat”. Manusia tidak dapat mensintesis asam
akorbat dalam tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau
galaktosa menjadi asam akorbat, sehingga harus disuplai dari makanan2.
Gejala awal defisiensi vitamin C, dalam perannya mempertahankan integritas kapiler
adalah: (1) Gusi berdarah dan (2) pointpoint hemorhage (pecahnya urat darah kapiler di
bawah kulit). Apabila defisiensi berlanjut, akan terjadi2:
1. Sintesis kolagen terhambat
2. Pendarahan berlanjut
3. Otot, termasuk otot jantung melemah
4. Kulit menjadi kasar, kecoklatan, dan kering
5. Luka sulit disembuhkan
6. Pembentukan tulang terhambat, ujung tulang melunak dan sakit
7. Gigi cepat tanggal
8. Defisiensi zat besi yang dapat mengakibatkan anemia.
Vitamin C dapat larut di dalam air dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat
pelarut lemak, tetapi merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan vitamin B-
kompleks. Fungsi vitamin C di dalam metabolisme belum jelas, berbeda denga fungsi
sebagian besar vitamin anggota kelompok B- kompleks3.
Fungsi vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai
antioksidans. Meskipun mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya vitamin
C berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan
tubuh3.

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer, gelas kimia,
pipet volume, pipet tetes, statif, dan klem.
Adapun bahan yang digunakan adalah jeruk, AgNO3, H2SO4, Na2S2O3 0,1 N, larutan Iod
0,1 N, dan aquades matang.

III.2 Prosedur Percobaan


1. Penentuan Secara Kualitatif
1. Diencerkan 10 ml sari buah dan 5 ml aquades.
2. Ditambahkan AgNO3.
3. Apabila warna endapan berwarna hitam, berarti mengandung vitamin C.

2. Penentuan Secara Kuantitatif


2.1 Penentuan 6Kadar Vitamin C sampel.
1. Diencerkan 15 ml sari buah dan 5 ml aquades matang.
2. Ditambahkan 5 ml H2SO4.
3. Ditambahkan 50 ml larutan Iod 0,1 N.
4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna Iod hilang.
2.2 Penentuan Larutan Blanko
1. 20 ml aquades matang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml.
2. Ditambahkan 5 ml H2SO4.
3. Lalu, ditambahkan 50 ml larutan Iod 0,1 N.
4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna Iod hilang.
5. Lalu, ditentukan volume titrasi blanko.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
Kuantitatif

Kualitatif Penetapan kadar Pembuatan larutan


vitamin C sampel Blanko

Hasil (+) (+) (+)

Keterangan Terbentuk Terjadi perubahan Terjadi perubahan


endapan warna warna dari hitam pekat warna dari hitam
hitam menjadi hijau toska pekat menjadi bening

IV.1.3 Perhitungan
%vitamin C =ml peniter (blanko-sampel)xN Peniter x BE C6H8O6 x 103 x 100%
ml sampel yang digunakan

=
% vitamin C = 48,04 %
= 48,04 mg / 100 mg bahan

IV.1.4 Reaksi
C6H8O6 + I2  C6H6O6 + 2HI
I2 + 2 Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6

IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan dengan dua cara, yaitu penetapan kadar vitamin C secara
kualitatif dan kuantitatif dan menggunakan sampel jeruk.
Pada hasil penetapan secara kualitatif diperoleh hasil yang positif bahwa jeruk
mengandung vitamin C, yang ditandai dengan terbentuknya endapan warna hitam setelah
ditambahkan AgNO3.
Pada penetapan secara kuantitatif, dilakukan dengan dua cara, yaitu penetapan kadar
vitamin C sampel dan dengan pembuatan larutan blanko. Pertama adalah standarisasi natrium
tiosulfat. Lalu dilakukan penentuak kadar vitamin C, caranya yaitu sampel diencerkan
sebanyak 15 ml dengan aquadest 5 ml lalu ditambahkan H2SO4 5 ml dan larutan Iod 0,1 N
50 ml. Kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga warna iodnya hilang dengan
penambahan indikator amilum dan didapat warna hasil akhir yaitu hijau toska. Natrium
tiosulfat yang dibutuhkan yaitu 46,4 ml. Lalu larutan blanko dibuat dengan 20 ml aquadest
matang yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4
dan 50 ml larutan Iod 0,1 N sampai warna Iod juga hilang. Larutan blanko ini juga sama
dengan penentuan kadar vitamin C.
Hasil pada penetapan kadar vitamin C yaitu terjadi perubahan warna dari hitam pekat
menjadi hijau toska yang berarti hasilnya positif banyak mengandung vitamin C. Begitupun
pada pembuatan larutan blanko didapatkan hasil yang positif, ditandai dengan terjadinya
perubahan warna dari hitam pekat menjadi bening, setelah masing-masing ditambahkan
H2SO4, larutan Iod, dan dititrasi dengan Na2S2O3.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1. Pada penetapan vitamin C secara kualitatif didapatkan hasil positif pada jeruk yang ditandai
dengan terbentuknya endapan hitam.
2. Pada uji kuantitatif sampel, kadar vitamin C yang diperoleh adalah 48,04 mg.
V.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini, kalau bisa pendingin dalam ruangan ditambah karena
masih terasa panas mengganggu konsentrasi praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sirajuddin, Saifuddin dan Ulfa Najamuddin. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar:
Universitas Hasanuddin.

2. Muchtadi, Deddy.----. Gizi Anti Penuaan Dini. ----: Alfabeta.

3. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2010. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta:
Dian Rakyat.

4. Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

5. Rachmawati, Rani, dkk. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan
Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih. Bali: Universitas Udayana.

6. Arifin, Helmi, dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Fetus Pada Mencit Diabetes.
Universitas Andalas.

Вам также может понравиться