Вы находитесь на странице: 1из 8

10 JENIS PENYAKIT PADA MATA DAN KULIT

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2017
1. Keratitis
Keratitis merupakan kelainan
akibat terjadinya infiltrasi sel
radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi
keruh. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea
ini, maka tajam penglihatan
akan menurun. Mata merah pada
keratitis terjadi akibat injeksi
pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi.

A. Gejala klinis
Dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.

B. Diagnosis
- Pemeriksaan laboratorium, penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi
berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan
fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan sebuah tes untuk
mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari uji ini adalah bahwa zat
warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresein
bila menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan memberikan
warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa. Kekeruhan subepitelial
dibawah lesi epitel sering terlihat semasa penyembuhan epitel ini, uji sensibilitas kornea
juga diperiksa untuk mengetahui fungsi dari saraf trigeminus dan fasial. Pada umumnya
sensibilitas kornea juga akan menurun
Pemeriksaan penunjang:
-Pemulasan fluorescein
-Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa
-Kultur untuk bakteri dan fungi
-Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea
-Tes schirmer.bila resapan air mata pada kertas schirmer kurang dari 10 mm
dalam 5 menit dianggap abnormal

2. Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu .

A. Gejala Klinis
Gejala Utama yang umum ditemukan di
semua konjungtivitis (HELEP = hyperemia,
epiphora, lymphadenopathy, exudation, and
pseudoptosis), mata merah dengan injeksi
konjungtiva (mata merah tidak di perilimbal,
melainkan difus) , lakrimasi atau epifora
(mata berair), eksudasi (belekan) ,
pseudoptosis (mata susah dibuka bukan karena saraf, tapi karena infiltrat pada otot
Muller) , limfadenopati preaurikular.

B. Diagnosis
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes
diagnostik membantu.5
1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan
konjungtivitis infeksi neonatal.
2. Kultur virus
Tes imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan
antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai
sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%.
3. Tes diagnostik klamidial
Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium.
4. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak
berespon pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung
keganasan, biopsi langsung dapat menyelamatkan penglihatan dan juga
menyelamatkan hidup.

3. Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi secara primer ataupun sekunder. Glaukoma primer
umumnya bilateral sedangkan glaukoma sekunder umumnya unilateral dan
disebabkan oleh penyakit lain ataupun keracunan.

A. Gejala Klinis
Glaukoma ditandai dengan:
1. Tekanan intraokuler (IOP) meningkat (60-80 mmHg).
2. Gejala akut (sakit kepala, nyeri mata, mual muntah, pandangan ber-halo).
3. Pemeriksaan segmen anterior ditemukan, paling khas dari gonioskopi: bilik
mata depan sangat dangkal, kornea edem, konjungtiva injeksi siliar.

B. Diagnosis
Didapatkan dengan cara pemeriksaan khusus untuk glaucoma, yaitu :
1. Ketajaman penglihatan
Pada glaucoma sudut terbuka, kerusakan saraf dimulai dari tepi lapang pandang
dan lambat laun meluas
ketengah. Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi macula) bertahan lama
walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada, sehingga penderita seolah-olah
melihat seperti malalui teropong (tunnel vision) dan visusnya dapat tetap 5/5.
2. Tonometri
Cara yang cermat adalah dengan menggunakan Tonometer Schiotz. Cara
pemeriksannya adalah penderita berbaring tanpa bantal, kemudian matanya
ditetesi pantocain 1-2% satu kali. Suruh pasien melihat ibu jarinya yang
diacungkan didepan matanya dan letakkan tonometer di puncak kornea. Tekanan
normalnya antara 10-20 mmHg atau 7/7,5-10,5/7,5.
3. Gonioskopi
Adalah suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
4. Oftalmoskopi
Yang harus diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan peggaungan
dan degenerasi saraf optic. Harus diwaspadai adanya glaucoma apabila terdapat
penggaungan >0,3 diameter papil (Cup and Disc Ratio), terutama bila diameter
vertical lebih besar dari diameter horizontal.

4 . Uveitis
Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris, korpus siliaris dan
khoroid. Uveitis ialah peradangan (inflamasi) pada uvea.

A. Gejala Klinis
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan menurun,
dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih dan gejala
minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat.7 Tanda-tanda adanya uveitis
anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP), nodul iris, sel-sel akuos, flare,
sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior

B. Diagnosis
a. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan
yang penting dalam
mengevaluasi penyakit
korioretinal dan komplikasi
intraokular dari uveitis
posterior.
b. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan
pelepasan retina.
c. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya

5 Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya. Lima puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan oleh katarak.

A. Gejala Klinis
Penglihatan berkabut dan warna lebih kuning, kadang ber-halo atau glaring
(pecah), fotofobia, atau tampak dobel. Penglihatan sempat membaik pada malam
hari dan penglihatan dekat membaik (second sight / miopisasi). Tidak ada
gangguan lapang pandangan.Pemeriksaan = shadow test positif (fase imatur);
penilaian funduskopi / segmen posterior mata sulit dilakukan.

B. Diagnosis
1. Pemeriksaan visus dengan
kartu snellen atau chart projector
dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp
untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO)
diukur dengan tonometer non
contact, aplanasi atau Schiotz. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg)
dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil
cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat
kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.’

6. Retinopati Diabetik
Retinopati termasuk salah satu komplikasi mikrovaskuler dari diabetes melitus.
Bisa ditemukan sebelum DM-nya sendiri.

A. Gejala Klinis
Keluhan pasien umumnya adalah skotoma sentralis yang didahului buta senja
karena gangguan fungsi macula, makula udema, eksudat viterus hemorhage
(perdarahan vitreus), neovasculatisasi, ablasi retina.

B. Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi Fluoresein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit
yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran
darah yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan
intra vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid.
2. Elektroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat
berguna untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang
masih tersisia.

7. Retinopati Hipertensif
Retinopati hipertensif merupakan salah satu systemic hypertensive disease yang
telah mengenai target organ.

A. Gejala Klinis
Tanda yang dapat ditemukan: 1. Spasme arteriol pada retina (disebut juga
arteriovenous nicking) merupakan tanda paling penting, yaitu terdapat
percabangan ekstra. 2. Arteriol mengalami sklerosis 3. Perdarahan superfisial
retina 4. Cotton wool spots di antara makula & optic disc 5. Edema optic disc
(papiledema) 6. Dapat ditemukan ablasi
retina, yang berupa gambaran seperti tirai
atau layar pada retina.

B. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
1. Diagnosis retinopati hipertensi
didasarkan atas hasil pemeriksaan
funduskopi atau dengan pemeriksaan
fluorescein angiography yang merupakan pemeriksaan yang paling akurat dan
dapat dipercaya.
2. Angiografi flouresens memungkinkan kita mendokumentasikan perubahan –
perubahan mikrosirkulasi ini secara akurat.
3. Gambaran fundus pada retinopati hipertensif ditentukan oleh derajat
peningkatan tekanan darah dan keadaan arteriole – arteriole retina.

8. Miopia
Miopia (rabun jauh) , penderita mengeluh sulit melihat benda yang letaknya jauh,
tapi tidak sakit kepala. Miopia jarang bertambah dengan cepat pada umur di atas
20 tahun, namun seringkali cepat
pada anak-anak (miopia progresif)
yang sangat berisiko terhadap ablasi
retina dan perdarahan vitreous.
Koreksi dengan lensa negatif
(divergen, cekung, minus).
A. Klasifikasi
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto fundus / retina
2. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
3. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
4. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada
tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)
5. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
6. CT scan dengan kontras / MRI.

9. Presbiopia
Presbiopia adalah kondisi di mana mata
menunjukkan kemampuan yang makin lama
makin berkurang untuk melihat benda dekat
dengan jelas karena penuaan.
Karena daya akomodasi berkurang, maka
titik dekat mata makin menjauh dan pada
awalnya klien akan kesulitan membaca
dekat.

A. Gejala Klinis
Gejala pertama kebanyakan
orang presbiopia adalah kesulitan membaca
huruf cetak yang halus, terutama sekali
dalam kondisi cahaya redup; kelelahan mata
ketika membaca dalam waktu yang lama;
kabur pada jarak dekat atau pandangan
dikaburkan sebentar ketika mengalihkan di
antara jarak pandang.

B. Diagnosis
Pemeriksaan Presbiopia
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan
pemeriksaan presbiopia.
a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi bila
terdapat myopia, hipermetropia, atau astigmatisma, sesuai prosedur di atas.
b. Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak baca ).
c. Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf
terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
d. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.
10 . Hipermetropia
Rabun dekat adalah cacat mata yang
mengakibatkan seseorang tidak
dapat melihat benda pada jarak
dekat. Titik dekat penderita rabun
dekat akan bertambah, tidak lagi
sebesar 25 cm tapi mencapai jarak
tertentu yang lebih jauh. Penderita
rabun dekat hanya dapat melihat
benda pada jarak yang jauh.

A. Gejala Klinis
Gejala yang ditemukan pada penderita hypermetropia adalah
-Penglihatan dekat dan jauh kabur.
-Astenopia akomodasi ( mata cepat lelah terutama untuk melihat dekat
-Sakit disekitar mata dan merasa pusing
-Pengaruh aberasi kromatik pada penderita hypermetropia adalah daerah retina
didominasi warna hijau, akibatnya akan melihat warna hijau lebih terang daripada
warna merah
-Esotropia ( juling kedalam yaitu ke arah nasal ), ini akibat dari bolamata yang
selalu melakukan konvergensi.
-Eksotropia ( juling keluar yaitu kearah temporal ), ini akibabt perbedaan de-rajat
hypermetropia pada satu mata lebih tinggi daripada lainnya,
-Klasifikasi hypermetripia berdasarkan besar derajat refraksi :
Hypermetropia ringan : Spheris +0.25 Dioptri – Spheris +3.00 Dioptri
Hypermetropia sedang : Spheris +3.25 Dioptri – Spheris +6.00 Dioptri
Hypermetropia tinggi : > Spheris +6.00 Dioptri

B. Diagnosis
Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan
Okuler:
a. Visual Acuity.
Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien
hipermetropi dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance
dan Lebehnson.
b. Refraksi.
Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai
hipermetropia secara objektif.
c. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi.
Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat
menyebabkan terganggunya visus dan performa visual yang menurun.
d. Kesehatan segmen anterior
Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak,
sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau
melumpuhkan otot akomodasi.

Вам также может понравиться