Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia >65 tahun, 8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 %
populasi pada panti lansia (Steele, 2008). Laporan statistik dari International
Diabetik Federation menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar 230 juta orang
pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang
tiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan akan
mencapai 350 juta orang pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut
berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2007).
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64
tahun, yang terdiri 4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau
1
DM tipe 1 dan 24.420 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
atau DM tipe 2. Sedangkan usia >65 tahun terdapat 11.212 kasus DM, yang
terdiri 3.820 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1
dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe
2 (Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat
pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa
negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara yang
bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.
2
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus yang menggunakan tehnik :
a. Wawancara
Diperoleh langsung dari pasien dengan metode tanya jawab pada
keluarga Tn.C tentang penyakit diabetes mellitus.
b. Observasi
Pengamatan dan keterlibatan langsung terhadap kondisi pasien dalam
penerapan asuhan keperawatan gerontik dengan melakukan pemeriksaan
fisik dan pemriksaan tanda-tanda vital.
c. Studi kepustakaan
Mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan keperawatan gerontik
yaitu buku ajar keperawatan gerontik, dan teori buku, aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC.
3
Kesimpulan : Merupakan rumusan dari seluruh karya tulis ini.
kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
A. Konsep Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita.
Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang
dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia
60 tahun ( Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012; Wallnce, 2007).
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :
1) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I
pasal 1 ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun keatas”
2) Menurut WHO:
a) Usia pertengahan : 45-59 tahun
b) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
4
c) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010).
c. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa
perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah
perubahan fisik,intlektual, dan keagamaan.
1) Perubahan fisik
a) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun,
ukuran lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan
terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan
hati beekurang.
b) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia
akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf
panca indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan
pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti
kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan
menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi
seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat
berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti
menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga
kemampuan membau juga berkurang.
c) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya
selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya
produksi air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga
menurun.
d) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
e) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,
persendian kaku dan tendon mengerut.
5
f) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami
pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara
kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut
jantung menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal
dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri.
Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat.
2) Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),
akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)
yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia
akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal,
pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah
seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan ,
karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan
kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya
sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga
menurun.
3) Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya
lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya,
hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan
meninggalkan kehidupan dunia.
6
2) Penyesuaian diri kepada masa pension dan
hilangnya pendapatan.
Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang
terdekat lainnya.
2.2 Konsep Sistem Endoktrin
Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula
puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi
hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah
tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic
thyrotoxicosis”.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
endokrin akibat proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal
ini adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL
dianggap normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari
hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.
2.3 Konsep Penyakit sesuai kasus
A. Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kondisi gangguan metabolik yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia)
akibat dari rusaknya sistem sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(Smeltzer & Bare, 2016).
Diabetes melitus ialah suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang diawali dengan terjadinya hyperglikemia (peningkatan
kadar gula darah) (Black & Hawk, 2014).
Diabetes melitus adalah penyakit yang terjadi karena pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin atau penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak
7
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal tersebut
bisa meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia
world health organization (WHO, 2013).
1) Klasifikasi
(Brunner & Suddarth, 2013) menjelaskan ada beberapa tipe diabetes
melitus yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami diabetes
melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 1 yaitu diabetes melitus yang
tergantung insulin, sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan
normal menghasilkan hormon insulin dan akan dihancurkan oleh
proses otoimun
2. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes
melitus tipe 2, diabetes melitus tipe 2 ini yaitu diabetes melitus
yang tidak bergantung pada insulin, terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (retensi insulin).
8
memiliki antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu 95%
pasien berkulit putih (Caucasian) memperlihatkan adanya antigen
HLA (human leucocyte antigen).
b. Faktor-faktor imunologi
Respon otoimun pada diabetes melitus tipe 1 merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dan dianggap sebagai jaringan asing. Pada saat diagnosis atau
sebelum didiagnosis dibuat terdapat tanda-tanda klinis diabetes
melitus tipe 1 sudah terdeteksi otoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen (internal)
c. Faktor-faktor lingkungan
Faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contohnya virus atau toksik tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2) Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Penyebab dari retensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes melitus tipe 2 belum diketahui secara pasti, tetapi faktor-
faktor penyebab yang lain yaitu:
a. Usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia > 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga (keturunan)
d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hisponik serta
penduduk asli Amerika tentu memiliki kemungkinan lebih besar
untuk terserang diabetes melitus tipe 2 (karena pengaruh gaya
hidup, alkohol, makanan berlemak, dll) dibandingkan non
Amerika
3) Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus gestasional ini bisa terjadi karena adanya hormon
yang disekresikan plasenta dan dapat menghambat kerja insulin. Dan
ini juga beresiko terjadinya komplikasi makrosomia pada bayi.
C. Patofisiologi
(Smeltzer & Bare, 2016) menerangkan bahwa diabetes mellitus dibagi
menjadi 3, yaitu:
1) Tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Penyebab utama dari diabetes melitus tipe 1 ini ialah kurangya
hormon insulin pada saat terjadi penyerapan makanan atau tubuh
9
tidak mampu untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun akibat dari
kombinasi faktor genetik, immunologi ataupun lingkungan.
Kadar gula darah akan meningkat, jika didalam tubuh kekurangan
insulin. Gula dalam darah berasal dalam makanan yang dikonsumsi
kemudian diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan
dan sebagiannya lagi dipergunakan untuk menjadi tenaga. Disinilah
fungsi hormon insulin berperan sebagai stabilizer alami terhadap
kadar gula dalam darah. Jika terjadi gangguan dalam proses
produksi hormon insulin atau terjadi gangguan pada proses
penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah maka berpotensi
untuk terjadinya diabetes mellitus sangatlah besar.
2) Tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Pada diabetes melitus tipe 2 ini, gangguan yang utama terjadi pada
volume penerima (reseptor) dari hormone insulin, yaitu sel-sel
darah. Dalam kondisi ini produktifitas hormone insulin bekerja
dengan baik. Tetapi, tidak terdukung oleh kuantitas volume
reseptor yang cukup pada sel darah atau yang disebut dengan
resistensi insulin. Sehingga berakibat terjadinya suatu rangkaian
metabolisme gula didalam sel. Resistensi insulin pada penyandang
diabetes mellitus tipe 2 ini disertai dengan penurunan intrasel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang diskresikan. Terdapat
beberapa faktor yang memiliki peran penting terjadinya hal
tersebut, yaitu obesitas, diet tinggi lemak, rendah karbohidrat,
kurangnya badan bergerak (olahraga), serta faktor keturunan.
Diabetes mellitus tipe 2 ini sangat sering dialami oleh pasien
dengan usia diatas 30 tahun dan pasien dengan obesitas. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 ini memerlukan insulin dalam
waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemia.
10
Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau
menderita infeksi.
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional ini dikenali pertama kali selama
kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Dengan
faktor resiko yaitu pada usia tua, obesitas, etnik, riwayat keluarga,
dan riwayat gestasional dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
diberbagai hormon yang memiliki efek metabolik terhadap
toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. Khususnya pada saat akhir pertengahan kehamilan
pada waktu hormon-hormon pertumbuhan diskresi dalam jumlah
yang meningkat. Hormon-hormon ini meningkatkan suplai asam
amino dan glukosa pada janin yang mengurangi efektivitas insulin.
D. Manifestasi Klinik
Beberapa manifestasi klinis pada penyakit diabetes melitus menurut
(Smeltzer & Bare, 2016) diantaranya yaitu:
1. Gejala awal pada penderita Diabetes Melitus
Pada penderita diabetes melitus terdapat beberapa ketidakoptimalan
kemampuan kerja insulin karena adanya gangguan sekresi insulin.
Akibat pembuatan glukosa tidak terukur oleh hati, maka terjadi
hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal
tidak bisa menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa muncul
dalam urin (glukosauria). Ketika glukosa berlebihan diekresikan
dalam urin disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis
osmotik). Pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi), diakibatkan oleh kehilangan cairan yang
berlebihan. Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang dapat menyebabkan menurunnya berat
badan. Pasien juga akan mengalami peningkatan nafsu makan
(polifagi) diakibatkan oleh menurunnya simpanan kalori. Gejala
lainnya ialah mencakup kelelahan.
2. Gejala lain yang mungkin muncul
a. Peningkatan angka infeksi yang meningkat akibat penurunan
protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan
11
konsentrasi glukosa, disekresimukus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
b. Kelainan pada kulit, seperti gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya
terdapat pada daerah lipatan kulit seperti diketiak, dan dibawah
payudara, biasanya akibat bertumbuhnya jamur.
c. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel
mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama
yang berasal dari unsure protein. Akibatnya banyak sel saraf
yang rusak terutama pada bagian perifer.
d. Luka dengan kesembuhan yang lama, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsure
makanan yang lain. Bahan protein diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
pergantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
e. Pada laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan
seksualitas menurun karena rusaknya hormon testosteron.
E. Komplikasi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2016) komplikasi yang berhubungan
dengan diabetes melitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi akut terjadi akibat dari intoleransi glukosa dalam darah
yang berlangsung dalam jangka pendek. Serta komplikasi akut
meliputi:
a. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang serius pada
pasien diabetes. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hiperglikemia dan glukosa berat, penurunan lipogenesis
dan peningkatan lipolisis serta peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan
aseton). Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan ketonuria yang jelas
juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi
dan mengalami syok dan akhirnya dapat mengakibatkan perubahan
perfusi ke jaringan otak sehingga terjadi koma.
12
b. Komplikasi lain yang sering dari diabetes melitus ialah hipoglikemi
akibat reaksi insulin dan syok insulin, terutama terapi insulin.
Hipoglikemi juga dapat berakibat fatal karena apabila terjadi dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan
bisa mengakibatkan kematian.
2. Komplikasi kronik
Penyakit dibetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama
bisa berakibat pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang
dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh
darah besar dan kecil. Yang termasuk pembuluh darah besar antara
lain :
a. Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan
jantung koroner dan serangan jantung mendadak.
b. Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki.
c. Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan
stroke.
Kerusakan pembuluh darah kecil misalnya seperti mengenai
pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain
itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan
menyebabkan nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak
adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal
pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya
maka pasien diabetes melitus sering kali tidak menyadari adanya
luka pada kaki, sehingga meningkatkan resiko menjadi luka yang
lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan
amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit pada malam
hari, serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang
mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai
perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi resiko luka
dan amputasi.
F. Pemeriksaan Penunjang
13
Menurut (PERKENI, 2015) pemeriksaan penunjang pada diabetes
melitus adalah :
a. Kadar glukosa
1) Gula darah sewaktu / random > 200 mg/dL
2) Gula darah puasa atau nuchter >140 mg/Dl
3) Gula darah 2 jam PP (Post Prandial) >200 mg/Dl
b. Aseton plasma, hasil mencolok
c. Asam lemak bebas, peningkatan lipid dan kolesterol
d. Osmolaritas serum (>330 osm/l)
e. Urinalisis, proteinuria, ketonuria, glukosuria
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (PERKENI, 2015) penatalaksanaan diabetes melitus
memiliki 4 langkah, yaitu :
1. Edukasi
Dalam hal ini edukasi bertujuan untuk mempromosikan hidup
sehat, dimana perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dalam
melakukan pengelolaan diabetes melitus secara holistik. Penderita
diabetes melitus juga harus mampu menentukan pilihan yang
terbaik untuk meningkatkan status kesehatannya. Individu dengan
penyakit diabetes melitus mempunyai tanggung jawab yang besar
untuk mengatur sendiri dalam melakukan perawatan pada
penyakitnya. Kemampuan individu untuk mengontrol diri atas
kemampuan sumberdaya yang mempengaruhi hidup mereka
disebut empowerment.
2. Terapi Nutrisi Medis
Penderita dengan diabetes melitus perlu diberikan penekanan
mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makan terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah dan insulin. Hal ini bertujuan untuk mencapai dan
mempertahankan kadar glukosa darah dan tekanan darah dalam
kisaran yang normal. Bagi penderita yang memerlukan insulin,
diperlukan konsistensi dalam mempertahankan jumlah kalori dan
karbohidrat yang dikonsumsi pada setiap sesi makan.
3. Latihan Jasmani
14
Manfaat dari latihan jasmani ialah untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot. Kegiatan jasmani dapat dilakukan setiap hari dan juga
dapat dilakukan secara teratur sekitar 3 sampai 5 hari dalam satu
minggu dengan waktu 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit
per minggu dan jeda antara latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut. Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat aerobik dengan
intensitas sedang seperti bersepeda, jalan cepat, berenang dan
jogging.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makanan dan latihan jasmani/gaya hidup sehat. Terapi yang
diberikan terdiri dari obat oral dan juga bentuk injeksi seperti obat
antihiperglikemi, oral (Sulfonilurea, metformin, tiazolidindion,
penghambat glukolidase alfa (dipeptidyl peptidase IV, sodium
glucose Co-transporter 2) obat anti hiperglikemia injeksi (insulin,
agonis GLP-I/Incretin Mimetic). Selain obat oral dan injeksi ada
juga terapi kombinasi yaitu terapi obat anti hiperglikemia oral
kombinasi baik secara terpisah maupun fixed dose combination
dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda.
H. Masalah Kesehatan Terkait Gerontologi
1. Diabetes mellitus adalah “suatu gangguan metabolik yang
melibatkan berbagai sistem fisiologi, yang paling kritis adalah
melibatkan metabolisme glukosa.” Fungsi vaskular, renal,
neurologis dan penglihatan pada orang yang mengalami diabetes
dapat terganggu dengan proses penyakit ini, walaupun perubahan-
perubahan ini terjadi pada jaringan yang tidak memerlukan insulin
untuk berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).
2. Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk
mengalami diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan.
Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi bila seseorang tidak
15
mampu untuk memproduksi insulin endigen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami
oleh orang yang lebih muda. Diabetes mellitus tidak tergantung
insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)) atau
diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering pada penyakit ini.
Antara 85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM,
yang lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan
ketidakmampuan untuk memproduksi insulin (Stanley, Mickey,
2006).
3. NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah
ancaman serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan.
Pertama, komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya
dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan
dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah
mengalami penurunan akibat penuaan. Kedua, sindrom
hiperglikemia hipeosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes
yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan
osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara
lansia (Stanley, Mickey, 2006).
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan
pndengaran.
e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna
dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan
kebiasaan dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
1) Pemeriksaan fisik
16
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi,
perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem
tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan
fisik,yaitu : Head to toe.
2) Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses
pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam
penyelesaikan masalah.
1. Sosial ekonomi
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan
fasilitas yang ada.
2. Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau
fakir miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
17
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nanda, 2015), diagnosa yang mungkin muncul antara lain :
1. Nyeri Akut b.d Agen cidera fisik
2. Kerusakan Integritas kulit b.d gangguan sensasi (DM)
3. Gangguan Pola Tidur
4. Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan
Diagnosa Rencana Tindakan
Kriteria hasil
Keperawatan NIC
NOC
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
b.d Agen tindakan keperawatan
cidera fisik selama 1x24 jam - Lakukan pengkajian nyeri
diharapkan masalah nyeri komprehensif yang
dapat teratasi,dengan meliputi
kriteria hasil: lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
Kontrol nyeri:
- Berikan informasi
Mengenali Kapan Nyeri
mengenai nyeri seperti
Terjadi
penyebab nyeri, berapa
Saat Dikaji Tujuan
lama nyeri dirasakan dan
3 4
antisipasi dari
Menggunakan Analgesik ketidaknyamanan akibat
yang direkomendasikan prosedur
Saat Dikaji Tujuan - Berikan individu penurun
3 4
nyeri yang optimal dengan
Tingkat Nyeri: resepan analgetik (asam
Ekspresi nyeri wajah mefenamat)
18
selama 3x24 jam bau
- Ukur luas luka,yang
Kerusakan diharapkan masalah
sesuai
Integritas integritas kulit dapat
- Berikan balutan yang
kulit b.d teratasi,dengan kriteria
sesuai dengan jenis luka
gangguan hasil:
(balutan lembab)
sensasi (DM) - Pertahankan teknik
Integritas jaringan: Kulit balutan steril ketika
dan Membran Mukosa melakukan perawatan
luka dengan tepat
- Periksa luka setiap kali
Perfusi Jaringan Perifer:
perubahan balutan
Kerusakan kulit
- Anjurkan pasien atau
Saat Dikaji Tujuan
anggota keluarga pada
2 3
prosedur perawatan luka
Edema Perifer
Saat Dikaji Tujuan
2 3
Respon Pengobatan:
Perubahan gejala yang
diharapkan
Saat Dikaji Tujuan
2 3
Interaksi Pengobatan
Saat Dikaji Tujuan
2 3
19
kriteria hasil: (nyeri ketidaknyamanan)
keadaan yang
Gangguan Tidur mengganggu tidur
- Bantu untuk
Pola Tidur Jam Tidur
menghilangkan situasi
Saat Dikaji Tujuan
2 3 stress sebelum tidur
- Ajarkan pasien
Pola Tidur bagaimana melakukan
Saat Dikaji Tujuan relaksasi otot autogenik
2 3 atau bentuk non-
farmakologi lainnya
Kualitas Tidur
untuk memancing tidur
Saat Dikaji Tujuan - Diskusikan dengan pasien
2 3
dan keluarga mengenai
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Ruang: Edelweis Tanggal Pengkajian: 17.09.2018
A. Data Biografi
Nama Inisial :Tn.C
Tempat Tanggal Lahir :Tegal, 04-04-1944
Pendidikan Terakhir :SD
Umur :74 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Status Perkawinan :Cerai:Hidup
Penampilan :Bersih
Alamat :Mangga dua, Jakarta Pusat
Orang Yang Dekat Dihubungi:Sri Ariyani
a. Hubungan dengan lansia :Anak
b. Alamat :Tangerang
c. Tgl masuk panti :2008 (10 Tahun)
B. Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama : klien mengatakan nyeri pada kaki kanan,
skala nyeri 6, Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit.
-Provokatif :nyeri ketika malam hari
-Quality :kaki kanan pada malam hari terasa nyeri,
skala nyeri sedang 6.
-Region :pada kaki kanan area tibia,fibula
-Scale :skala nyeri sedang 6
-Timming :nyeri dirasakan ketika malam hari
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan sebelumnya klien menderita penyakit Diabetes Militus
sejak 1989, riwayat trauma tertabrak mobil pada kaki kanan.
21
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa Diabetes Melitus yang diderita dari keturunan
keluarga yaitu ibu.
G. Alergi
Alergi (obat,makanan,binatang,lingkungan) : klien mengatakan tidak ada
alergi terhadap apapun
I. Lingkungan
1. Kondisi tempat tinggal atau lingkungan
Klien tinggal dipanti sosial tresna werdha di ruang edelweiss dengan
kondisi ruangan bersih, sirkulasi udara yang baik
2. Penerangan
Penerangan cukup baik menggunakan lampu
3. Lantai
Lantai diruang edelweiss dari keramik dengan kondisi datar dan tidak
membahayakan
4. Kamar Mandi
22
Kondisi kamar mandi bersih, terdapat beberapa kamar mandi yang
luas
J. Riwayat Rekreasi
1. Hobby/Minat
Klien mempunyai hobby bermain kartu domino
2. Keanggotaan/kegiatan di panti
Klien banyak menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan teman
K. Sistem Pendukung
1. Perawat
Ada perawat yang setiap hari mengontrol/bertanggung jawab.
2. Klinik
Ada, klinik panti sosial trsna werdha budi mulia 1
3. Rumah Sakit
Ada, bekerja sama dengan Rumah Sakit Duren Sawit dan Budi Asih
L. Deskripsi Kekhususan
Kebiasaan/Ritual :Berdoa kepada untuk kesembuhan penyakitnya
23
7. Pola sensori dan Koognitif
Klien mampu bercerita tentang masa lalu dan ingat riwayat masa lalu
sampai ke panti mampu menjawab sesuai pertanyaan.
N. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum :Baik
2. Tingkat Kesadaran:Composmentis
3. Skala Koma Glasgow:Eye:4 Verbal:5 Motorik:6
4. Tanda-Tanda Vital:Nadi:88 x/menit, Suhu:36,6°C, RR: 20X/menit,
TD:131/81 mmHg
5. Kepala dan Leher
Inspeksi : distribusi rambut tidak lebat, warna hitam keputihan
Palpasi :tidak ada massa benjolan dan tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran distensi vena jugularis.
6. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi :Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi :Temperatur kulit hangat,CRT < 2 detik, tidak ada distensi
vena jugularis
Auskultasi :Vesikuler
7. Sistem Pernafasan
Inspeksi :Jalan nafas bersih, irama teratur dan dalam, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, RR :20x/menit
Palpasi dada : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi :Sonor
Auskultasi:Vesikuler
8. Sistem Persyarafan
Inspeksi :Tingkat kesadaran composmentis, GCS:15 E:4, V:5, M:6
9. Sistem Perkemihan
24
Palpasi :Tidak ada ketegangan kandung kemih
10. Sistem Pencernaan
Palpasi :Tidak ada nyeri daerah perut, abdomen lembek
Auskultasi:Bising usus 20x/menit
11. Sistem Muskuloskeletal
Klien berjalan dengan tertatih, riwayat trauma tertabrak mobil 19
tahun yang lalu, tonus otot 5.5.5.5 5.5.5.5
5.5.5.5 5.5.5.5
12. Sistem Integumen
Inspeksi :Warna kulit :Kemerahan, adanya luka pada kaki kanan area
tibia,fibula, panjang luka 30 cm, kedalaman luka ≤1 cm
Palpasi :temperatur kulit hangat
13. Sistem Sensori
1. Penglihatan
Inspeksi :posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan
bola mata normal, konjungtiva merah muda, sklera anikterik, pupil
anisokor.
2. Pendengaran
Inspeksi :tidak ada cairan dari telinga
Palpasi :tidak sakit saat digerakan
Fungsi pendengaran baik tidak ada masalah
3. Pengecapan
Klien mampu membedakan rasa manis, asin, pedas
4. Penciuman
Klien mampu membedakan wangi-wangian
P. DATA PENUNJANG
1. Radiologi :Tidak ada pemeriksaan radiologi
2. EKG :Tidak ada pemeriksaan EKG
3. Laboraturium :Tidak ada pemeriksaan Laboraturium
25
3.2 ANALISA DATA
26
1. Ds: - Klien mengatakan nyeri pada Nyeri Akut Agen cidera fisik
kaki kanan
Do:
- Skala Nyeri sedang 6
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki
kanan
- Nyeri di rasakan saat malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30
menit
27
fibula
28
3.3 DAFTAR MASALAH
Tgl Tgl
Tanda Diagnosa Tanda
Masalah Masalah
Tangan Keperawatan Tangan
Muncul Teratasi
17-09- 1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2. Kerusakan Integritas kulit b.d
2018
gangguan sensasi (DM)
3. Gangguan Pola Tidur b.d Agen
Cidera Fisik (Luka)
29
3.4 RENCANA KEPERAWATAN (NOC DAN NIC)
Tujuan dan
Diagnosa Rencana Tindakan
Tgl Kriteria hasil
Keperawatan NIC
NOC
17- Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
09- Agen cidera fisik tindakan keperawatan
2018 selama 1x24 jam - Lakukan pengkajian
diharapkan masalah nyeri nyeri komprehensif yang
dapat teratasi,dengan meliputi
kriteria hasil: lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
Kontrol nyeri:
- Berikan informasi
Mengenali Kapan Nyeri
mengenai nyeri seperti
Terjadi
penyebab nyeri, berapa
Saat Dikaji Tujuan
lama nyeri dirasakan dan
3 4
antisipasi dari
Menggunakan Analgesik ketidaknyamanan akibat
yang direkomendasikan prosedur
Saat Dikaji Tujuan - Berikan individu
3 4
penurun nyeri yang
Tingkat Nyeri: optimal dengan resepan
Ekspresi nyeri wajah analgetik (asam
30
09- Integritas kulit diharapkan masalah dan bau
- Ukur luas luka,yang
2018 b.d gangguan integritas kulit dapat
sesuai
sensasi (DM) teratasi,dengan kriteria
- Berikan balutan yang
hasil:
sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
Integritas jaringan: Kulit - Pertahankan teknik
dan Membran Mukosa balutan steril ketika
melakukan perawatan
Perfusi Jaringan Perifer: luka dengan tepat
- Periksa luka setiap kali
Kerusakan kulit
perubahan balutan
Saat Dikaji Tujuan
- Anjurkan pasien atau
2 3
anggota keluarga pada
Edema Perifer prosedur perawatan
Saat Dikaji Tujuan luka
2 3
Respon Pengobatan:
Perubahan gejala yang
diharapkan
Saat Dikaji Tujuan
2 3
Interaksi Pengobatan
Saat Dikaji Tujuan
2 3
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam Peningkatan Tidur
diharapkan masalah pola - Tentukan pola
tidur/aktivitas pasien
tidur dapat teratasi,dengan
- Monitor catat pola tidur
kriteria hasil:
17- Gangguan Pola pasien dengan jumlah
31
09- Tidur jam tidur,catat kondisi
2018 Tidur fisik (nyeri
Jam Tidur ketidaknyamanan)
Saat Dikaji Tujuan keadaan yang
2 3 mengganggu tidur
- Bantu untuk
Pola Tidur menghilangkan situasi
Saat Dikaji Tujuan stress sebelum tidur
2 3 - Ajarkan pasien
bagaimana melakukan
Kualitas Tidur
relaksasi otot autogenik
Saat Dikaji Tujuan
2 3 atau bentuk non-
farmakologi lainnya
Nyeri untuk memancing tidur
Saat Dikaji Tujuan - Diskusikan dengan
2 3 pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur
No. Tanda
Tgl/ Catatan Tindakan
No Dx Tangan
Jam (Respon subjektif/objektif/hasil)
Kep.
32
1. 17-09- 1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,
2018 beratnya nyeri
Respon Hasil
S : Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan
O : -Skala nyeri 6
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
-Edema daerah sekitar luka
33
1. 18-09- 1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi,
2018 beratnya nyeri
Respon Hasil:
S : Klien mengatakan masih nyeri saat malam
hari
O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 120/80 mmHg
34
2. 19-09- 2. Memonitor istirahat tidur pasien
2018 Respon Hasil:
S:-Klien mengatakan tidur sudah nyaman
-Klien mengatakan nyeri sudah tidak begitu
mengganggu
O: -Lama tidur 7 jam
-Tidur siang:1 jam
-Tidur malam:6 jam
-skala nyeri 3
35
Dx Tangan
Jam (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning)
Kep.
1 17-09- 1 S : Klien mengatakan nyeri pada malam hari
2018 O: -Skala nyeri 6
- Nyeri di daerah tibia, fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 110/80 mmHg
-Edema daerah sekitar luka
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi,frekuensi,beratnya nyeri dan
factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik
(asam mefenamat)
36
P: Lanjutkan Intervensi
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan balutan
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka
P: Lantutkan Intervensi
a. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien
b. Monitor catat pola tidur pasien dengan
jumlah jam tidur,catat kondisi fisik
(nyeri ketidaknyamanan) keadaan yang
mengganggu tidur
c. Bantu untuk menghilangkan situasi
stress sebelum tidur
d. Ajarkan pasien bagaimana melakukan
relaksasi otot autogenik atau bentuk non-
farmakologi lainnya untuk memancing
tidur
e. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur
37
S : Klien mengatakan masih nyeri pada kaki
kanan dimalam hari
O: -Skala nyeri 5
- Nyeri di daerah tibia,fibula kaki kanan
- Nyeri di rasakan pada malam hari
- Nyeri dirasakan sekitar 20-30 menit
- TD: 120/80 mmHg
1 18-09- 1 A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2018 masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik (asam
mefenamat)
38
a.Monitor Karakteristik luka, warna, ukuran
dan bau
b.Ukur luas luka,yang sesuai
c.Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka (balutan lembab)
d.Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
e.Periksa luka setiap kali perubahan baluta
f. Anjurkan pasien atau anggota keluarga
pada prosedur perawatan luka
39
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah nyeri belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,frekuensi,beratnya
nyeri dan factor pencetus
b. Berikan informasi mengenai nyeri
1 19-09- 1
seperti penyebab nyeri, berapa lama
2018
nyeri dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
c. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan resepan analgetik (asam
mefenamat)
40
pada prosedur perawatan luka
3 19-09- 3
2018
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
41
Berdasarkan hasil pengkajian diketahui bahwa klien mengeluh nyeri pada
kaki sebelah kanan yang disebabkan adanya luka dengan luas luka ± 30 cm
kedalaman luka ≤ 1cm dengan skala nyeri 6 dan timmingnya 20-30 menit. Hal
tersebut terjadi jika kakinya digerakkan. Sesuai dengan teori Price Wilson (2006),
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang berasal dari
luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang berasal dari
dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat dirasakan ketika
stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf nyeri. Mekanisme proses
terjadinya nyeri terdiri dari empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi
dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu
sehingga menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri
melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati
saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-
neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri
melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf desenden dari otak yang
dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi juga
melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktifitas
di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif nyeri
yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas transmisi nyeri oleh saraf.
Nyeri pada kaki Tn. C disebabkan oleh sistem saraf luar yang disebut
nosiseftif. Melalui adanya transmisi yang dikirim oleh serabut saraf dan sampai
ke medulla spinalis dan merelokasi adanya nyeri pada bagian kaki kanan Tn. C.
Pengalaman nyeri dapat digambarkan dalam tiga komponen: 1) sensorik, 2)
emosional, dan 3) kognitif. Sensorik: Komponen sensorik dikendalikan oleh
sistem saraf kita. Jika ada stimulasi, maka sistem saraf yang mengirimkan
pesan ke otak akan diaktifkan. Otak kemudian akan menganalisis pesan-pesan ini
dan memberitahu kita mana yang sakit dan seberapa kuat intensitasnya. Ini
merupakan sistem yang biasanya diaktifkan pada saat cedera jaringan dan
dimatikan ketika proses penyembuhan jaringan. Dengan kata lain, nyeri yang
dihasilkan merupakan akibat dari komponen sensorik yang mengirim sinyal ketika
kaki Tn. C bergerak dan mengakibatkan rasa nyeri. Dari hasil pengalaman nyeri
42
itu akan terdapat bagian yang nyeri, dan intensitas nyerinya seperti yang dirasakan
Tn C skala nyeri 6, dengan intensitas timming 20-30 menit.
Pada saat melakukan pengkajian pada klien Tn.C, tidak ditemukan
kesenjangan teori yang berarti. Klien cukup kooperatif dan memberikan data yang
sebenar-benarnya. Data penunjang klien juga lengkap untuk mendukung diagnosa
gangguan rasa nyaman nyeri.
43
dengan diagnosa kedua yang akan melakukan intervensi perawatan luka, maka
klien akan mampu beristirahat tidur apabila berkurangnya ketegangan kulit dan
jaringan di sekitar luka.
44
Implementasi yang dilakukan sesuai prioritas diagnosa mulai dari Nyeri
akut, Gangguan intgritas kulit, serta gangguan pola tidur. Implementasi yang
dilakukan langsung kepada klien yaitu melakukan pengkajian nyeri dengan teknik
P,Q,R,S,T serta pemberian obat analgesik ketorolac. Sedangkan pada diagnosa
kedua implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan, mulai dari
pengkajian kondisi luka, keadaan luka, hingga mengganti balutan luka setiap hari.
Kemudian untuk diagnosa terkahir, dilakuan implementasi seperti menggali
kebiaasaan klien sebelum tidur, dan membantu relaksasasi otot secara non
farmakologis seperti nafas dalam untuk membantu merilekskan pikiran dan
mengurangi stres.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
45
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz H. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data.Jakarta: Salemba Medika
46
Irianto, K. (2015). Memahami berbagai macam penyakit. Bandung: Penerbit
Alfabeta
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Kemenkes RI: Jakarta
47
48