Вы находитесь на странице: 1из 40

ASUHAN KEPAWATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR DENGAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN

A. NURUL IKHSANI TENRIATTA

AKPER II B

216057

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN PELAMONIA

KESDAM XIV/HASANUDDIN

2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Dengan penuh ucapan syukur kepada tuhan yang maha esa, kami

akhirnya dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar Dengan Pemenuhan Kebutuhan

Cairan”. Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Metodologi Keperawatan.

Makalah ini kiranya dapat dijadikan sebagai pemahaman awal

bagi pembaca untuk lebih mengetahui bagaimana konsep penulisan

proposal dan konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar

Dengan Pemenuhan Kebutuhan Cairan.

Kami menyadari bahwa dalam proposal ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran untuk

menyempurnakan pembuatan proposal selanjutnya. Kami berharap

Proposal ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya,

khususnya dalam dunia kesehatan dan pendidikan. Semoga proposal ini

dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Makassar, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................

Kata pengantar ........................................................................................

Daftar isi ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................

B. Rumusan Masalah ...............................................................................

C. Tujuan Studi Kasus .............................................................................

D. Manfaat Studi Kasus ...........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan

1. Pengkajian......................................................................................

2. Diagnosa keperawatan ...................................................................

3. Rencana/intervensi keperawatan ...................................................

4. Implementasi ..................................................................................

5. Evaluasi ..........................................................................................

B. Cairan pada Luka Bakar

1. Defenisi .........................................................................................

2. Etiologi...........................................................................................

3. Tanda dan gejala ...........................................................................

4. Pemeriksaan penunjang ................................................................

5. Pengobatan/Penanganan ..............................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................

B. Saran .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar adalah masalah kesehatan masyarakat yang

sangat serius di dunia. Setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 30.000

kamatian diakibatkan oleh luka bakar karena api. Lebih dari 95 %

kejadian luka bakar berat terjadi di negara berpenghasilan rendah

dan menengah dengan angka kematian tertinggi akibat luka bakar

ditempati oleh Asia Tenggara (11,6 kematian per 100.000 populasi

per tahun), kemudian diikuti oleh Mediterani Timur (6,4 kematian per

100.000 populasi per tahun) dan Afrika (6,1 kematian per 100.000

populasi per tahun) (Mock et al., 2008).

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang komplit yang

dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlibat pada jaringan

yang terlihat secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi

semua sistem imun tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam

kehidupan. Seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan

tubuh yang mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat

terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang


dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luak bakar 75%

mempunyai harapan 50%. (Bararah, T & Jauhar, M. 2013)

Di indonesia angka kematian luka bakar masih tinggi yaitu

sekitar 40 % terutama diakibatkan oleh luka bakar berat.

Luka bakar merupakan suatu jenis cedera traumatik yang

paling berat dibandingkan dengan jenis trauma lainnya dengan tingkat

morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Dunne & Rawlins,

2014). Menurut data dari World Health Organization (2016), luka

bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius

di seluruh dunia yang diiperkirakan setiap tahunnya mencapai

265.000 kematian.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien

luka bakar dengan pemenuhan kebutuhan cairan ?

C. Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar

dengan pemenuhan kebutuhan cairan.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Bagi masyarakat :

Membudayakan pengelolaan pasien luka bakar dalam pemenuhan

kebutuhan cairan

2. Bagi pengembang ilmu dan teknologi keperawatan :


Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien

luka bakar.

3. Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan khususnya studi kasus tentang pelaksanaan

pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien luka bakar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan

1. Pengkajian

Menurut (Mubarak.2008) Pengkajian keperawatan

difokuskan pada hal-hal seperti riwayat keperawatan, pengukuran

klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

a. Riwayat Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan

cairan dan elektrolit meliputi jumlah asupan cairan yang dapat

diukur melalui jumlah pemasukan secara oral, parenteral, atau

enteral. Jumlah pengeluaran dapat diukut melalui jumlah

produksi urine, feses, muntah atau pengeluaran lainnya,

status kehilangan/kelebihan cairan, dan perubahan berat

badan yang dapat menentukan tingkat dehidrasi.

1) Aspek Biologis, seperti :

a) Usia. Usia memengaruhi distribusi cairan dan elektrolit

dalam tubuh. Oleh karena itu, pada saat mengkaji

klien, perawat perlu menghitung adanya perubahan

cairan yang berhubungan dengan proses penuaan

dan perkembangan.
b) Jenis kelamin. Presentase cairan tubuh pada laki-laki

berbeda dengan wanita dimana wanita lebih sedikit

presentase cairan tubuhnya dibandingkan laki-laki.

c) Berat badan. Perlu dikaji berat badan sebelum sakit

dengan berat badan saat sakit. Pengkajian ini

diperlukan untuk mengukur presentase penurunan

berat badan dalam menentukan derajat dehidrasi.

d) Riwayat kesehatan. Hal yang perlu dikaji antara lain

riwayat penyakit atau kelainan yang dapat

menyebabkan gangguan dalam homeostatis cairan

dan elektrolit, misalnya kolitis ulseratif dan diabetes

melitus. Dikaji juga mengenai terapi penyakit yang

dijalani klien, seperti mengonsumsi obat-obatan

kemoterapiantikanker.

e) Tanda-tanda vital meliputi suhu, respirasi, nadi, dan

tekanan darah. Peningkatan suhu dapat menimbulkan

kehilangan cairan dan elektrolit karena peningkatan

insensible water loss (IWL). Sebaliknya, penurunan

suhu tubuh akan mengakibatkan penurunan IWL.

Pengkajian terhadap respirasi meliputi frekuensi,

kedalaman, pola nafas, dan suara napas. Frekuensi

napas yang cepat dapat meningkatkan insensible water

loss. Napas yang cepat dan dalam mungkin merupakan


kompensasi tubuh terhadap asidosis metabolik yang

terjadi. Suara napas bronki, rales dapat menandakan

terbentuknya cairan dalam paru-paru karena kelebihan

volume cairan.

Nadi dapat mengindikasikan volume cairan tubuh.

Nadi yang lemah dapat menandakan kekurangan volume

cairan karena penurunan volume intravaskuler.

Sebaliknya, nadi kuat menandakan kelebihan volume

cairan.

Tekanan darah perlu dikaji apakah terjadi

peningkatan atau penurunan. Pada penurunan tekanan

darah dapat menandakan kekurangan volume cairan

karena penurunan isi sekuncup (stroke volume) dan

ketidak seimbangan elektrolit yang menyebabkan

distritmia. Sedangkan peningkatan tekanan darah dapat

menandakan kelebihan volume cairan karena

peningkatan isi sekuncup. Selain itu juga perlu dikaji

intake dan output cairan klien.

Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk

mengetahui klien yang berisiko mengalami gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut

meliputi:
a) Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral),

keluaran cairan.

b) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit

c) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan

d) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan

homeostatis cairan dan elektrolit.

e) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat

mengganggu status cairan.

f) Status perkembangan (usia atau kondisi sosial)

g) Faktor psikologis (perilaku emosional)

b. Aspek Psikologis

Pada aspek psikologis ini perlu dikaji adanya

masalah-masalah perilaku atau emosional yang dapat

meningkatkan risiko gangguan cairan dan elektrolit.

c. Aspek Sosiokultural

Pada aspek ini, perlu dikaji adanya faktor sosial,

budaya, finansial, atau pendidikan yang memengaruhi

terhadap terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan cairan

dan elektrolit.

d. Aspek Spiritual

Perlu dikaji apak klien mempunyai keyakinan, nilai-

nilai yang dapat memengaruhi kebutuhan cairan dan


elektrolit. Misalnya, apakah klien mempunyai pantangan

untuk tidak menerima transfusi darah manusia.

b. Pengukuran Klinis

Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat

lakukan tanpa intruksi dari dokter adalah pengukuran tanda-

tanda vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran

asupan dan keluaran cairan.

1) Berat badan. Pengukuran berat badan dilakukan disaat

yang sama dengan menggunakan pakaian yang beratnya

sama. Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan setara

dengan penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.

2) Tanda-tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (keadaan

umum : suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah serta

tingkat kesadaran) bisa menandakan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit.

3) Asupan cairan. Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan

oral), cairan parenteral (obat-obat intravena), makanan yang

mengandung air, irigasi kateter.

4) Keluaran cairan. Keluaran cairan meliputi urine (volume

kepekatan), feses (jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.

5) Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa

haus yang berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.


6) Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu

keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., diabetes melitus,

kanker, luka bakar, hematemesis, dll).

7) Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat

mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit (mis.,

steroid, diuretik, dialisis).

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi sistem yang berhubungan

dengan masalah cairan dan elektrolit, seperti sistem integumen

(status turgor kulit dan edema, kelemahan otot, tetani, dan

sensasi rasa), sistem kardiovaskular (adanya distensi vena

jugularis, tekanan darah hemoglobin, dan bunyi jantung),

sistem penglihatan (kondisi mata cekung dan cairan mata

kering), sistem neurologi (gangguan sensorik/motorik, status

dan tingkat kesadaran, serta adanya refleks), dan sistem

gastrointestinal (keadaan mukosa mulut, lidah, dan bising

usus).

Parameter yang digunakan untuk mengetahui adanya

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi:

1) Tanda-tanda vital yang abnormal

2) Asupan dan haluaran cairan yang tidak seimbang

3) Volume dan konsentrasi urine yang tidak normal

4) Turgor kulit yang buruk


5) Penurunan/peningkatan berat badan yang tiba-tiba (±2%,

ringan; ±5%, sedang; ±10%, berat)

6) Temperatur tubuh yang sangat tinggi akibat kehilangan

cairan berlebihan

7) Edema

8) Nilai tekanan vena sentral (CVP) yang abnormal

(normalnya 7-15 mmHg).

d. Pemeriksaan Laboratorium Atau Diagnostik Lainnya

(Pemeriksaan Penunjang)

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya

dapat berupa pemeriksaan kadar elektrolit (natrium, kalium,

klorida, berat jenis urine, analisis gas darah dan lain-lain).

1) Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini meliputi

jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), dan

hematokrit (Ht).

a) Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.

b) Ht turun : adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi

hemolitik

c) Hb naik : adanya hemokonsentrasi.

d) Hb turun : adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.

2) Pemeriksaan elektrolit serum. Pemeriksaan ini dilakukan

untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion

bikarbonat.
3) pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan

kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.

Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya

1,003-1,030.

4) Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH,

PO², HCO³-, PCO² dan saturasi O². Nilai PCO² normal:

35-40 mmHg; PO² normal: 80-100 mmHg HCO³- normal:

25-29 mEq/1. Sedangkan saturasi O² adalah

perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah

oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di

arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%).

2. Diagnosa

a. Kekurangan volume cairan

1) Defenisi : penurunan cairan intravaskuler, interstisial,

dan/atau intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi,

perubahan kadar natrium saja tanpa perubahan kadar

natrium.

2) Batasan karakteristik

Subjektif

Haus

Objektif

a) Perubahan status mental


b) Perubahan tekanan darah, penurunan volume dan

tekanan darah

c) Penurunan turgor kulit dan lidah

d) Penurunan haluaran urine

e) Penurunan pengisian vena

f) Kulit dan membran mukosa kering

g) Hematokrit meningkat

h) Suhu tubuh yang meningkat

i) Peningkatan frekunsi nadi

j) Konsentrasi urine meningkat

k) Penurunan berat badan yang tiba-tiba

l) kelemahan

3) Faktor yang berhubungan

a) Kegagalan mekanisme regulasi

b) Kehilangan cairan aktif

b. Risiko kekurangan volume cairan

1) Defenisi : kerentanan mengalami penurunan volume

cairan intravaskuler, terstisial, dan/atau intraseluler, yang

dapat mengganggu kesehatan.

2) Faktor resiko

a) Agens farmaseutikal

b) Barier kelebihan cairan

c) Berat badan ekstrem


d) Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

e) Gangguan mekanisme regulasi

f) Kehilangan cairan melalui rute normal

g) Kehilangan volume cairan aktif

h) Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan

i) Penyimpangan yang mempengaruhi absorpsi cairan

j) Penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan

k) Penyimpangan yang memengaruhi kelebihan cairan

l) Usia ekstrem

c. Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan

1) Defenisi : kerentanan terhadap penurunan, peningkatan,

atau pergeseran cepat cairan intravaskuler, intertisial, dan

atau intara seluler lain, yang dapat mengganngu

kesehatan. Ini mengacu pada kehilangan, penambahan

cairan tubuh, atau keduanya.

2) Faktor risiko

a) Asites

b) Berkeringan

c) Luka bakar

d) Obstruksi intestinal

e) Pangkreatitis

f) Program pengobatan

g) Sepsis
h) Trauma

3. Perencanaan

a. Kekurangan volume cairan

No Intervensi Rasional

1 Pantau warna, jumlah, dan Mengetahui dan

frekuensi kehilangan cairan mengidentifikasi warna,

jumlah, frekuensi dan

banyaknya kehilangan

cairan.

2 Observasi khususnya Mengidentifikasi

terhadap kehilangan cairan kehilangan cairan

yang tinggi elektrolit (mis., terhadap banyak resiko

diare, drainase luka, yang dapat muncul.

pengisapan nasogatrik, Sehingga mengetahui

diaforesis, dan drainase berapa banyak kehilangan

ileostomi) cairan .

3 Tentukan jumlah cairan Memenuhi kebutuhan

yang masuk dalam 24 jam, cairan pasien dalam 24

hitung asupan yang jam sehingga

diinginkan sepanjang sift kebutuhannya terpenuhi.

siang, sore, dan malam.

4 Ubah posisi pasien Memberi rasa nyaman dan

trendelenburg atau tinggikan refleksi kepada pasien.


tungkai pasien bila

hipotensi, kecuali

dikontraindikasikan.

5 Anjurkan pasien untuk Mempermudah pasien

menginformasikan perawat dalam memberitahukan

bila haus. keluhan dan informasi

kepada perawat untuk

memenuhikebutuhan

cairannya.

6 Laporkan abnormalitas Mengetahui apakah ada

elektrolit. kelainan dalam

pemenuhan kebutuhan

cairan sehingga dapat

segera ditangani.

b. Risiko kekurangan volume cairan

c. Risiko ketidakseimbangan volume cairan

4. Pelaksanaan

Kategori dari perilaku keperawatan dimana perawat

melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan

hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Mayunani,

2010).
5. Evaluasi

B. Cairan pada Luka Bakar

1. Pengertian

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak

dengan suhu tinggi seperi api, air panas, listrik, bahan kimia, dan

radiasi ; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite).

Luka ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang

berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Rendi, M.C &

Margareth, TH. 2012).

Luka bakar merupakan suatu jenis cedera traumatik

yang paling berat dibandingkan dengan jenis trauma lainnya

dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Dunne &

Rawlins, 2014).

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh

panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,

mukosa danjaringan yang lebih dalam (Irna 2001 dalam Musliha

2010).

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak

langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan

kimia dan radiasi (Nugroho, T. 2012)

2. Patofisiologi

Menurut (Bararah, T & Jauhar, M. 2013) Luka bakar


mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah

sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel

dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaaan

hipopolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (shock

hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi,

manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini yaitu, respon

kardiovaskuler, respon realist, respon gastrointestinal, respon

imunologi dan respon pulmoner.

Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi

karena konduksi panas langsung atau radiasi elektromagnetik.

Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat mengakibatkan

gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik

akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja

setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isi curah jantung

akan menurun, mungkin sebagai akibat dari refleks yang

berlebihan serta pengembalian vena yang menurun.

Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan (Rendi,

MC & Margareth, TH. 2012)

Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruh

pembuluh darah meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit,

serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah masuk ke

dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun

yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara


berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan

dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari

yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat

hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa

macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang

sering didapatkan (Rendi, MC & Margareth, TH. 2012).

3. Kedalaman Luka Bakar

Menurut (Rendi, M.C & Margareth, TH. 2012) kedalaman luka

bakar terdiri dari 3 derajat kedalaman yang meliputi :

a. Derajat 1 (luka bakar seperfisial)

Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka

bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya

akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7 hari.

b. Derajat 2 (luka bakar dermis)

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis

tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel

basal, kelenjar sebesea, kelenjar keringat dan folikel rambut.

Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luak dapat

sembuh sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan

kapiler dan ujung saraf dermis, luka derajat ini tampak lebih

pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial,

karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula

berisi cairan eksudat yang keuar dari pembuluh karena


permeabilitas dindingnya meninggi.

Luka bakar derajat dua dibedakan menjadi :

1) Derajat 2 dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian

superfisial dan dermis dan penyembuhan terjadi secara

spontan dalam 10-14 hari.

2) Derajat 2 dalam, dimana kerusakan mengenai hampir

seluruh bagian dermis. Bila kerusakn lebih dalam

mengenai dermis, subyektif dirasakannyeri. Penyembuhn

terjadi lebih lama tergantungbagian dermis yang memiliki

kemampuan reproduksi sel-sel kulit (sel epitel, stratum

germinativum, kelenjar keingat, kelenjar sebasea, dsb)

yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu

lebih dari 1 bulan.

c. Derajat 3

Luka bakar derajat 3 meliputi seluruh kedalaman kulit,

mungkin subkutis,atau organ yang lebih dalam. Oleh karena

tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk

mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit.

Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka

bakar berwarna keputihan, tidak ada bula, dan tidak ada nyeri

4. Klasifikasi luka bakar

a. Berat/kritis bila :

1) Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %


2) Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 % atau terdapat di

muka, kakidan tangan.

3) Luka bakar disertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak

luas, atau fraktur

4) Luka bakar akibat listrik.

b. Sedang bila :

1) Derajat 2 dengan luas 15-25 %.

2) Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka, kaki

dan tangan.

c. Ringan bila :

1) Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %.

2) Derajat 3 kurang dari 12 %.

5. Luas Luka Bakar

a. Perhitungan luas luka bakar antara lain berdaskan rule of nine

dari wallace, yaitu :

1) Kepala dan leher :9%

2) Ekstremitas atas : 2 x 9 % (kiri dan kanan)

3) Paha dan betis-kaki : 4 x 9 % (kiri dan kanan)

4) Dada, perut, punggung, bokong :4x9%

5) Perineum dan genital :1%

b. Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena

luas relative permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu

digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15 -20 dari lund
dan browder untuk anak-anak.

Dasar presentasi yang digunakn dalam rumus-rumus

tersebut diatas adalah luas telapak tangan dianggap : 1 % (Rendi,

M.C & Margareth, TH. 2012).

6. Gangguan Cairan pada Luka Bakar

Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal

akut, edema paru, SIRS (Systemic inflamantory response

synrome), infeksi dan sepsis, serta parut hipertropik dan kontraktur

(Rendi, M.C & Margareth, TH. 2012).

Terjadinya perpindahan cairan dan elektrolit dan

intravaskuler ke ekstra vaskuler dan penguapan air yang

berlebihan melalui permukaan kulit yan rusak (Nugroho, T. 2012).

Cairan dalam darah dan cairan ekstra sel dari bagian tubuh

yang tidak terbakar pindah tempat masuk ke dalam bagian tubuh

yang mengalami edema dan ke dalam bula untuk kemudian

sebagian melalui kulit yang rusak. Ini menjelaskan bahwa pada

syok luka bakar selain hipovolemia juga terjadi kekurangn cairan

ekstra sel dalam jaringan yang sehat sehingga terjadi gangguan

metabolisme sel yang memperberat syok (Nugroho, T. 2012).

7. Pengaturan Cairan pada Luka Bakar

Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan

komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan

batas yang nyaman.Dalam kondisi normal intake cairan sesuai


dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi.Kondisi sakit dapat

menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh.Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh

akan kehilanagn caiaran antara lain melalui proses penguapan

ekspirasi penguapan kulit, ginjal (urine),ekresi pada proses

metabolisme.

a. Intake Cairan

Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang

dewasa minum kira-kira1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan

cairan tubuh kira-kira 2500 ml per harisehingga kekurangan

sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi

selama proses metabolisme.Berikut adalah kebutuhan intake

cairan yang diperlukan berdasarkan umur dan berat badan,

perhatikan tabel di bawah :

Gambar 2.1 kebutuhan intake cairan berdasarkan umur

Berat Badan Kebutuhan Cairan


No. Umur
(kg) (mL/24 Jam)

1 Hari 3,0 250 – 300

2 1 tahun 9,5 1150 – 1300

3 2 tahun 11,8 1350 – 1500

4 6 tahun 20,0 1800 – 2000

5 10 tahun 28,7 2000 – 2500

6 14 tahun 45,0 2200 – 2700


18 tahun
7 54,0 2200 – 2700
(adult)

Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme

haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangakan

rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi

intraseluler,sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan

tekanan darah,perdarahan yang mengakibatkan penurunan

volume darah.Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama

dengan sensasi haus walaupun kadang terjadi secara sendiri.

Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses

absorbsi oleh tractus gastrointestinal.

b. Output Cairan

Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

1) Urine

Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi

melalui tractus urinarius merupakan proses output cairan

tubuh yang utama.Dalam kondisi normal output urine sekitar

1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per

jam.Pada orang dewasa.Pada orang yang sehat

kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap

harinya,bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka


produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap

mempertahankankeseimbangan dalam tubuh.

2) IWL (Insesible Water Loss)

IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit

dengan mekanisme difusi.Pada orang dewasa normal

kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalahberkisar

300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu

tubuhmeningkat maka IWL dapat meningkat.

3) Keringat

Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi

tubuh yang panas, respon iniberasal dari anterior

hypotalamus,sedangkan impulsnya ditransfer melalui

sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan

syaraf simpatis pada kulit.

4) Feces

Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200

mL per hari,yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di

dalam mukosa usus besar (kolon).

8. Hubungan antara kebutuhan cairan pada pasien luka bakar

Syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam

sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem

kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya jaringan dan

peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan cairan,


plasma, dan protein akan lolos atau trosit dan leukosit tetap dalam

sirkulasi dan menyebabkan peningkat hilang dari compartment

intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Erian hematokrit dan

leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi kulit yang

meningkat sehingga terjadi kekurangan cairan. Peningkatan

metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui

sistem pernapasan. Luka bakar selain hipovolemia juga terjadi

kekurangn cairan ekstra sel dalam jaringan yang sehat sehingga

terjadi gangguan metabolisme sel yang memperberat syok

(Nugroho, T. 2012).

Ketika terjadi luka bakar, salah satu terapi pertolongan awal

yang diberikan adalah resusitasi cairan. Pemberian resusitasi cairan

ialah pada 24 hingga 48 jam pertama periode hipolemia. Resusitasi

cairan bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ secara

menyeluruh dan menghadapi inflamasi sistemik yang masif serta

hipovolemia caiaran intravaskuler dan ekstravaskuler (Tricklebank,

2008).

Resusitasi cairan dibutuhkan oleh pasien dengan luka baka >

15 % TBSA pada orang dewasa dan > 10 % pada anak-anak,

terutama 48 jam setelah timbul luka bakar (green dan rudall, 2010).
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

A. Jenis/Desain/Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif studi

kasus. Metode penelitian deskriptif adalaha suatu metode penelitian

yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran

tentang suatu keadaan secara objektif. Metode ini digunakan untuk

memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi

pada situasi sekarang (Setiadi, 2013).

Penelitian studi kasus adalah penelitian yang dilakukan

secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi,

lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka

penelitian kasus hanya meliputi daerah yang sangat sempit. Tetapi

ditinjau dari sifat penelitian kasus lebih mendalam (Arikunto, 2006).

B. Subjek Studi Kasus

1. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian

dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat

sebagai sampel (Notoatmodjo, 20012).

2. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat

sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 20012).


C. Fokus Studi

Kebutuhan Cairan pada Pasien Luka Bakar

D. Defenisi Operasional Fokus Studi

1. Luka bakar adalah salah satu jenis cedera traumatik yang

paling berat dibandingkan dengan trauma lainnya dengan

tingkat yang tinggi yang disebabkan oleh panas, arus listrik,

bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan

yang lebih dalam.

2. Kebutuhan Cairan adalah suatu proses dinamik dalam tubuh

karena metabolisme dalam tubuh membutuhkan perubahan yang

berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan.

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus pada penelitian kebutuhan cairan pada pasien

luka bakar.

F. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data

yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara

dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam

berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini

digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku

manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada

responden yang tidak terlalu besar.


a. Participant Observation

Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat

dalam kegiatam sehari-hari orang atau situasi yang diamati

sebagai sumber data. Misalnya seorang guru dapat melakukan

observasi mengenai bagaimana perilaku siswa, semangat

siswa, kemampuan manajerial kepala sekolah, hubungan antar

guru, dsb.

b. Non participant Observation

Berlawanan dengan participant Observation, Non

Participant merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut

secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang

diamati.

Misalnya penelitian tentang pola pembinaan olahraga,

seorang peneliti yang menempatkan dirinya sebagai pengamat

dan mencatat berbagai peristiwa yang dianggap perlu sebagai

data penelitian.

Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan

memperoleh data yang mendalam karena hanya bertindak

sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang

terkandung di dalam peristiwa. Alat yang digunakan dalam

teknik observasi ini antara lain : lembar cek list, buku catatan,

kamera photo, dll.

2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara

pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau

sumber data.

Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya

hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak

mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden,

sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat

diterapkan sebagai teknik pengumpul data (umumnya

penelitian kualitatif)

Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak

terstruktur :

a. Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui

dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden

sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara

sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape

recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat

membantu kelancaran wawancara.

b. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi

pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya

memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari

responden.
G. Penyajian Data

Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan disajikan

dalam bentuk teks dan narasi disertai dari pernyataan verbal dari

subjek dan pemeriksaan fisik penulis kepada subjek sebagai data

pendukung.

H. Etika Studi Kasus

Dalam menjalankan penelitian, peneliti memandang perlu

adanya rekomendasi dari pihak institusi atau pihak lain yang

mengajukan permohonan ijin kepada institusi tempat penelitian dalam

hal ini kepada RS. TK II Pelamonia Makassar.

Setelah mendapatkan persetujuan kemudian dilakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang

meliputi :

1. Informed consent (lembaran persetujuan)

Lembaran persetujuan ini yang akan diberikan kepada

responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan

disertai judul serta manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka

peneliti tidak akan memaksa kehendak dan tempat menghormati

hal-hal subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan

kode.
3. Confidentially

Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah

dikumpulkan kerahasiaannya itu bukan tanpa alasan seringkali

subjek peneliti menghendaki agar dirinya tidak di ekspos kepada

khalayak ramai. Oleh karena itu jawaban tanpa nama dapat

dipakai dan sangat dianjurkan subjek peneliti tidak menyebutkan

identitasnya. Apabilah sifat penelitian memang menuntut peneliti

mengetahui identitas subjek ia harus memperoleh persetujuan

terlebih dahulu serta mengambil langkah-langkah dalam menjaga

kerahasiaan dan melindungi jawaban tersebut.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Akibat luka bakar ditempati oleh Asia Tenggara (11,6 kematian

per 100.000 populasi per tahun), kemudian diikuti oleh Mediterani

Timur (6,4 kematian per 100.000 populasi per tahun) dan Afrika (6,1

kematian per 100.000 populasi per tahun) (Mock et al., 2008). Di

indonesia angka kematian luka bakar masih tinggi yaitu sekitar 40 %

terutama diakibatkan oleh luka bakar berat.

Menurut (Mubarak.2008) Pengkajian keperawatan difokuskan

pada hal-hal seperti riwayat keperawatan, pengukuran klinis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Adapun diagnosa kebutuhan cairan yang ditegakkan dalam

proposal ini yaitu kekurangan volume cairan, kelebihan volume cairan

dan ketidakeimbangan volume cairan.

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan

suhu tinggi seperi api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi ; juga

oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka ini dapat

mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan

problem fungsi maupun estetik (Rendi, M.C & Margareth, TH. 2012).

Syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam

sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem

kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya jaringan dan


peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan cairan, plasma,

dan protein akan lolos atau trosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi

dan menyebabkan peningkat hilang dari compartment intravaskuler

kedalam jaringan interstisial.

B. Saran

1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan luka bakar

diharapkan mampu memahami konsep dasar luka bakar serta

konsep asuhan keperawatan.

2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur

yang berkaitan luka bakar.


DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan menjadi


perawat. Jakarta : prestasi pustaka

Naga, S.S. (2014). Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam.


Yogyakarta : DIVA Press
Nugroho, T. (2012). Mengungkap Tentang Luka Bakar & Artritis
Reumatoid. Yogyakarta : Nuha medika
Musliha. (2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika
Rudall N & Green A. (2010). Burns clinical features and prognosis.
Journal Clinical Pharmacist. 2 (245). 8

Setiadi (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.


Yogyakarta :Graha Ilmu
INFORMED CONSENT

(Persetujuan menjadi pertisipan)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah

mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian

yang akan dilakukan oleh..... dengan judul..... saya memutuskan setuju

dengan ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara suka rela dan tanpa

paksaan bila selama penelitian ini saya menginginkan mengundurkan diri

maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa saksi apapun.

Saksi Makassar, Desember 2017

Yang memberikan

Persetujuan

............................. .......................

Makassar, Desember 2017

Peneliti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : A. Nurul Ikhsani Tenriatta

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tgl Lahir : Galesong, 31 Oktober 1998

Agama : Islam

Suku Bangsa : Bugis/ Indonesia

Alamat Rumah : Asmil Yonkav 10/Mendagiri Makassar

B. Pendidikan

1. SD Negeri 277 Palattae, Tahun 2004 sampai dengan tahun 2010.

2. SMP Negeri 1 Kahu, Tahun 2010 sampai dengan tahun 2013.

3. SMA Negeri 1 kahu, Tahun 2013 sampai dengan tahun 2016.

4. Melanjutkan pendidikan di Akademi Keperawatan Pelamonia

Kesdam XIV/Hasanuddin Makassar.

Вам также может понравиться