Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram
positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan streptococcus atau keduanya. Selain disebabkan
oleh bakteri gram positif seperti pada pioderma, dapat pula disebabkan oleh bakteri gram negatif,
misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E. coli dan klebsiella.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya Penyebab yang umum ialah bakteri gram positif, yakni
streptokokus dan stafilokokus.
Terdapat beberapa jenis pioderma salah satunya yaitu impetigo. Impetigo, yaitu merupakan
salah satu bentuk pioderma yang paling sering menyerang anak-anak, terutama akibat kurangnya
kebersihan tubuh dan dapat pula muncul di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada
kulit, seperti luka maupun pada infeksi virus herpes simpleks.
Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik oleh bakteri
Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak walaupun pada orang dewasa
dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu
yang terinfeksi dapat menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan
hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk.
Paling sering ditemukan di wajah, lengan, punggung, dan dada. Pada dewasa, impetigo bisa
terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran
pernafasan atas (misalnya flu atau infeksi virus lainnya).
Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari
tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai
pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara
Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4
tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan
impetigo krustosa (Cole, 1:2007). pioderma merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan
di Indonesia.
Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling banyak ditemukan di dunia
(70% dari kasus impetigo). Impetigo krustosa harus diobati secara cepat dan tepat karena dapat
menyebabkan beberapa komplikasi terutama glomerulonefritis akut. Terapi antibiotik topikal
1
merupakan pilihan pertama impetigo terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau
komplikasi sementara terapi sistemik dipertimbangkan bila diperlukan.
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi.
Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak atau juga
pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk (Cole, 1:2007).
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Definisi Dari Impetigo.
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Klasifikasi Impetigo.
3. Untuk Mengetahui Apa Etiologi Dari Impetigo.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi Dari Impetigo.
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Manifestasi Klinis Dari Impetigo.
6. Untuk Mengetahui Apa Saja Faktor Risiko Dari Impetigo.
7. Untuk Mengetahui Apa Saja Diagnosa Banding Dari Impetigo.
8. Untuk Mengetahui Apa Saja Penatalaksanaan Dari Impetigo.
9. Untuk Mengetahui Bagaimana Pencegahan Dari Impetigo.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit
(Djuanda, 56:2005).
Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling
sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi
jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).
2.2 Klasifikasi
Jenis impetigo yaitu :
3
2.3 Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococus aureus atau Grup A Beta Hemolitik Streptococus
(Streptococus pygones).
Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti,
2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk bulat,
biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad,
dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui
produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain
berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan
katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok
toksik, dan enterotoksin.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20
produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes)
diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,
disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin.
2.4 Patofisiologi
Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus dimana kita
ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit akibat kemampuannya mengadakan
pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan
ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun
fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase,
hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan
enterotoksin. Bakteri staphylococus menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo
menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit.
Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh
Stapylococus akan merusak struktur kulit dan adanya rasa gatal dapat menyebabkan
terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm, kemudian
berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan
pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5
mm.
Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung
nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu
dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan
disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk
krusta yang berlapis-lapis.
Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan
sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyebar
di bagian tengah. Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit
yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
4
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan
dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan
krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.
a. Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama
sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan
kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi
(Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat
terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih
sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian
segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan
serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi
gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm,
disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi
yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
b. Impetigo Bulos
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa.
Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang
dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada
awalnya vesikel yang kecil akan menjadi bula lembek (flaccid) yang awalnya berisi
cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan
membentuk krusta yang tipis berwana coklat terang sampai kuning keemasan pada
pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena
sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar,
seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau
lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi
yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan
radang paru, infeksi sendi atau tulang.
5
Diagnosa Banding Varisela, pemfigus Varisela, ektima
Terapi Kompres : solusio Sodium Kloramfenikol 2%
klorida 0.9% (betadin) Neomisin
Kloramfenikol 3% / Basitrasin
eritomisin 2% Teramisin
Eritromisin 4x500 mg Amoksilin 4x500 mg
Siprofloksasin 2x500 mg
6
9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan, kaki,
dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap
(vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007).
2.8 Penatalaksanaan
1. Rendam bagian kulit yang sakit dalam air sabun selama 15-20 menit. Lakukan 2-3 kali
sehari untuk melunturkan kerak pada kulit.
2. Gunakan sabun obat seperti Betadin. Anda dapat membelinya di apotek. Gosoklah kulit
sakit yang mengering.
3. Oleskan salep obat seperti polysporin pada kulit yang sakit. Lakukan 2-3 kali sehari
setelah kerak pada kulit hilang. Anda dapat membeli polysporin di apotek.
4. Tutup kulit yang sakit dengan perban yang bersih. Jangan biarkan anak menyentuh atau
menggaruknya.
5. Lakukan beberapa hal berikut ini untuk menghentikan penyebaran impetigo.
1) Cuci tangan Anda dengan sabun setelah menyentuh kulit anak Anda yang sakit
atau pakaian maupun handuknya.
2) Cuci tangan anak Anda sampai bersih. Potong pendek kuku tangan anak Anda.
3) Jaga agar tangan anak Anda tidak menyentuh hidungnya.
4) Simpan pakaian, handuk, dan barang-barang anak Anda terpisah dengan anggota
keluarga yang lain. Cucilah dengan sabun dan air panas.
5) Segera hubungi dokter jika:
a) Menurut Anda anak Anda terjangkit impetigo.
b) Kulit yang sakit semakin meluas.
c) Kulit yang sakit menjalar ke bagian tubuh yang lain.
d) Anak Anda tampak sakit.
e) Anak Anda mengalami pembengkakan atau sakit pada persendian,
termasuk siku dan lutut.
2.9 Pencegahan
Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya :
7
1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada
orang lain, setelah digunakan pasien
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat
mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan
bersih
6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya.
Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang
panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi
dan cuci tangan setelah itu. (Sumber: Northern Kentucky Health Department,
1:2005).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit
(Djuanda, 56:2005).
Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik oleh bakteri
Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak walaupun pada orang dewasa
dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu
yang terinfeksi dapat menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan
hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk.
Impetigo memiliki 2 jenis yaitu : impetigo bulosa da impetigo krustosa. Penyakit ini dapat
dicegah dengan cara hidup bersih, selalu menjaga kebersihan badan, mandi, cuci angandan
berolahraga. Predileksi impetigo krusta terdiri dari wajah, leher, atau ekstremitas. Gambaran klinis yang
dapat ditemukan berupa vesikel yang menjadi pustul dan ruptur membentuk krusta khas berwarna kuning
keemasan. akut. Selain itu, penyakit impetigo krustosa dapat menginfeksi jantung, tulang dan paru. Pada
pasien impetigo yang diobati dengan antibiotik tidak secara tuntas dapat menimbulkan suatu Infeksi
Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA) dimana strain bakteri stafilokokus menjadi resisten
terhadap sejumlah antibiotik sehingga menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati.
Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus.
3.2 Saran
Selalu jaga kebersihan lingkungan, jaga kebersihan badan dan rajin berolahraga. Impetigo juga
dapat muncul karena udara kotor (debu) dan kondisi cuaca yang panas dan lembab. Mandi 2x
sehari dengan menggunakan sabun antiseptik. Apabila sudah terkena impetigo segera periksakan
ke dokter agar penyakitnya tidak menyebar lebih luas.
9
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A. 2002. Pyoderma dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 4. Penerbit FKUI :
Jakarta
Beheshti. 2007. Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School Beheshti, 2007,
Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School
Djuanda. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds). Dermatology. 2nd
ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.
Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds). Andrew’s
Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C (eds). Rook’s
Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.
Atlas Penyakit kulit dan kelamin, 2008. FK. Unair/RSUD Dr.Soetomo, Surabaya.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ketiga. FKUI
10