Menurut Edward L. Bernays (Prof. Drs. H.A.W. Widjaja, 2008) Humas memiliki tiga pengertian: A. Memberi penerangan kepada masyarakat. B. Pembujukan langsung terhadap masyarakat guna mengubah sikap dan tindakan. C. Usaha-usaha mengintegrasikan sikap dan tindakan dari permasalahan dengan masyarakat dan dari masyarakat terhadap permasalahannya. Menurut Scott M. Cutlip dan Allen H. Center (Rosady Ruslan, 2005), Humas adalah “fungsimanajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan tata cara seseorang atauorganisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatanuntuk memperoleh pengertian, pemahaman, dan dukungan dari publiknya. Menurut Prof. Byron Christian (Djanalis Djanaid, 1990:7), public relation adalah “usaha sadar untuk mempengaruhi orang, terutama melalui komunikasi, guna berpikir baik terhadap suatu organisasi, menghargainya, mmendukungnya, dan ikut simpati bersamanya jika mendapat tantangan kesukaran.” B. Fungsi humas (publik relation) Fungsi utama public relations adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antarlembaga (organisasi) dengan publiknya, internal maupun eksternal dalam rangka menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan iklim pendapat (opini publik) yang menguntungkan lembaga organisasi (Firsan Nova, 2011: 49). Aktivitas public relations adalah menyelenggarakan komunikasi timbal balik antara lembaga dengan publik yang bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi tercapainya suatu tujuan tertentu, kebijakan, kegiatan produksi, demi kemajuan lembaga atau citra positif lembaga bersangkutan. Kegiatan public relations sangat erat kaitannya dengan pembentukan opini publik dan perubahan sikap dari masyarakat, dan hal ini yang menetukan seperti apa citra organisasi tersebut menurut opini publik tadi. Public relations mempunyai fungsi timbal-balik, ke luar dan ke dalam. Ke luar, ia harus mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran masyarakat yang positif terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi atau lembaga terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasinya. Ke dalam, ia berusaha mengenali, mengidentifikasi hal-hal yang dapat menimbulkan sikap dan gambaran yang negatif dalam masyarakat sebelum suatu tindakan atau kebijakan itu dijalankan. Ini berarti ia harus mengetahui dari dekat apa yang terjadi di dalam lembaganya, termasuk ketentuan kebijakan dan perencanaan tindakan. Ia berperan dalam membina hubungan baik antara organisasinya dengan masyarakat dan dengan media massa. Fungsi pokoknya adalah mengatur sirkulasi informasi internal dan eksternal, dengan memberikan informasi serta penjelasan kepada publik mengenai kebijakan atau program organisasi, sehingga memperoleh dukungan publik (F. Rachmadi, 1992: 22). C. Definisi Citra Organisasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah 1. Kata benda : gambar, rupa, gambaran; 2. Gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; 3. Kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi; 4. Data atau informasi datri potret udara bahan evaluasi. Menurut Katz (Ardianto & Soemirat, 2004:113) citra adalah “cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas.” Setiap perusahaan mempunyai citra. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, banker, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan. Citra organisasi dibangun dari elemen visual, verbal dan perilaku yang menjadi cerminan aktualisasi dari visi pemimpin organisasi yang terintegrasi dengan misi dan rencana strategik organisasi (Howard, 1998). Citra organisasi juga merupakan cerminan identitas organisasi yang akan membangun nama baik organisasi (Fomburn, 1996). Mengacu pada definisi dari pakar komunikasi diatas, maka dapat diketahui bahwa citra harus dikelola melalui dialog dan hubungan baik dengan khalayak organisasi. Hubungan baik disini berarti Humas juga berperan dalam mengelola jaringan komunikasi dan kerjasama dengan mitra organisasi. Adapun jaringan komunikasi yang dibangun yakni : 1. Komunikasi Internal (personel/anggota institusi) a. Memberikan informasi sebanyak dan sejelas mungkin mengenai institusi. b. Menciptakan kesadaran anggota/personel mengenai peran institusi dalam masyarakat. c. Menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik dari anggotanya. 2. Komunikasi Eksternal (masyarakat) a. Informasi yang berat dan wajar mengenai institusi. b. Kesadaran mengenai peran institusi dalam tata kehidupan umumnya. c. Motivasi untuk menyampaikan citra baik. Citra yang baik dari suatu organisasi merupakan aset yang sangat penting karena citra mempunyai suatu dampak persepsi publik dan operasi organisasi dalam berbagai hal. Menurut Sutojo (Firsan Nova, 2011: 304), citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai manfaat-manfaat yaitu : Daya saing jangka menengah dan jangka panjang yang mantap (mid and long term sustainable competitive position). Menjadi perisai selama masa krisis (an insurance for a adverse times). Menjadi daya tarik eksekutif handal (attraction the best executives available). Meningkatkan efektivitas strategi pemasaran (increasing effectiveness of marketing instrument). Penghematan biaya operasional (cost saving). D. Hubungan Public Relations dan Citra Perusahaan Public relations merupakan perantara antara pimpinan organisasi dengan publiknya, baik dalam upaya membina hubungan masyarakat internal maupun eksternal. Sebagai publik, mereka berhak mengetahui rencana kebijaksanaan, aktivitas, program kerja dan rencana- rencana usaha suatu organisasi atau perusahaan berdasarkan keadaan, harapan-harapan, keinginan-keinginan publik sebagai sasarannya. Citra perusahaan di mata publik dapat terlihat dari pendapat atau pola pikir pada saat mempersepsikan realitas yang terjadi. Citra perusahaan adalah adanya persepsi yang berkembang di benak publik terhadap realitas. Realitas dalam Public relation adalah apa yang tertulis di media. Terbentuknya citra perusahaan karena adanya persepsi. Menurut Kotler (Firsan Nova, 2011: 97) persepsi adalah “pandangan seseorang dalam menafsirkan suatu peristiwa berdasarkan informasi yang diterimanya.” Untuk mendapatkan citra yang diinginkan, perusahaan harus memahami secara persis proses yang terjadi ketika publik menerima informasi mengenai kenyataan yang terjadi. Public relation dalam menyampaikan pesan-pesan secara tepat sasaran mampu menghimpunawareness dari public dan menumbuhkan citra positif dari publik terhadap perusahaan. Citra yang baik akan menumbuhkan reputasi yang baik pula dari suatu perusahaan. E. Pembagian Tugas Dalam Organisasi Dikaitkan dengan pembagian tugas dalam organisasi, Humas merupakan komponen organisasi yang melakukan pengelolaan citra secara sistematis. Namun, mengingat proses pembentukan persepsi, khususnya pada komponen prilaku, setiap anggota organisasi dapat memberikan pesan kepada khalayaknya melalui perilaku yang ditampilkan, maka setiap anggota organisasi harus dapat bertindak sebagai Humas. Tiap-tiap anggota organisasi merupakan pencitraan dari organisasi secara keseluruhan. Dalam menyikapi suatu issue, Humas perlu memperhatikan tiga komponen yang saling berhubungan dan mempunyai kepentingan masing-masing, yaitu pemerintah, khalayak (masyarakat) dan media massa. Interaksi ketiga komponen perlu mendapat perhatian khusus bagi Humas karena didalamnya terdapat unsur-unsur komunikasi massa. Citra terbentuk berdasarkan pesan yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan pesan pada khalayak. Bagi khalayak, pesan yang diterima dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra. Pada tahap ini analisis terbentuk mengenai apakah citra yang diterima adalah positif atau negatif. Pengaruh media massa dalam pembentukan citra terasa kuat karena dalam kehidupan masyarakat modern, anggota masyarakat memperoleh informasi dari media massa. Pada era kebebasan pers seperti sekarang ini telah lazim apa yang disebut dengan ‘investigative reporting’. Wartawan berusaha menyingkap kasus penyelewengan, manipulasi, korupsi, dan aneka pelanggaran yang berlangsung, investigate reporting ini dilakukan secara sembunyi- sembunyi. Akan tetapi ‘temuannya’ yang dipublikasikan melalui media massa umumnya sangat menyita perhatian publik. Pembagian tugas dalam struktur Biro Humas yang memiliki terkait media massa adalah Bagian Informasi dan Komunikasi. Terkait agenda setting yang digunakan media massa dalam pemilihan issue yang layak tampil. Humas melakukan langkah-langkah untuk melakukan counter issue sekaligus menjaga citra positif organisasi.
2.2 Strategi Humas Untuk Membangun Citra
Reputasi (nama baik) organisasi merupakan penilaian atas seluruh citra organisasi yang ada dalam benak masyarakat. Pengukuran reputasi umumnya disusun secara kualitatif. Meskipun ada indikator-indikator yang dapat menjadi acuan reputasi, sejatinya reputasi hanya dapat diukur melalui persepsi masyarakat. Pada pengambilan keputusan khalayak atau penyusunan kebijakan, maka reputasi merupakan salah satu komponen yang dinilai. Kepemimpinan organisasi, upaya yang telah dilakukan, filosofi perusahaan akan mencerminkan kredibilitas organisasi dan integritas anggota organisasi yang akan memberikan rasa percaya kepada masyarakat. Berbagai program kerja dapat dilakukan olah Humas untuk membangun citra positif organisasi yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1) Hubungan pers dimaknai dengan memahami seluk beluk dunia jurnalistik, serta landasan peraturan yang menjadi landasan hukumnya. Bentuk-bentuk kegiatan pers yang dapat dilakukan antara lain penyusunan press release, press conference, press briefing, press tour, press events, press coverage, hingga interview. Sementara sebagai penyeimbang, Humas juga perlu mengelola media internal, baik berupa majalah, newsletter, laporan berkala, laporan pencapaian (achievement report), media online, publikasi cetak (leaflet, brochure, poster, outdoor graphic) hingga liputan khusus untuk ditampilkan pada media internal. 2) Unit pengelola database baik berupa gambar maupun materi audio visual serta pengolahannya adalah unit perpustakaan dan dokumentasi. Signifikansi unit ini adalah dokumentasi dapat menjadi bukti apabila diperlukan. 3) Bagian Hubungan Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri menjadi liason officer organisasi. Badan ini perlu bertindak proaktif agar dapat menyusun kegiatan kerja sama yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Jaringan komunikasi dan kerja sama yang baik merupakan pintu gerbang terhadap terwujudnya citra positif organisasi dalam persepsi organisasi mitra.
2.3 Perencanaan Strategi PR (Public Relation)
Perencanaan strategi bidang PR (public relation) memberikan satu model yang lebih logis. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dikelompokkan ke dalam empat tahap. Model tersebut biasa disebut sembilan langkah strategi PR (public relation). Tahap satu : Penelitian Awal Langkah 1 : analisis keadaaan Langkah 2 : analisis organisasi Langkah 3 : analisis publik Tahap Dua : Strategi Langkah 4 : menentukan tujuan umum dan tujuan khusus Langkah 5 : formulasi tindakan dan strategi respon Langkah 6 : penggunaan komunikasi efektif Tahap Tiga : Taktik Langkah 7 : menentukan taktik komunikasi Langkah 8 : implementasi rencana strategi Tahap empat : Penelitian evaluasi Langkah 9 : evaluasi rencana strategi
2.4 Evaluasi , Pengawasan Pelaksanaan dan Kode Etik Humas
A. Struktur dan Bentuk Evaluasi Humas Evaluasi humas dengan keberhasilannya bukan sekedar menilai mekanisme kegiatan kerja humas (tahapan penelitian perencanaan, penyusunan program, komunikasi dan evaluasi). Tetapi evaluasi secara manajerial humas dalam rangka proses fungsi manajemen pengawasan hasil kegiatan melalui standar tertentu. Ada dua macam evaluasi hasil humas: kualitatif dengan cara observasi dan perbandingan perkembangannya serta kuantitatif menggunakan statistik, perkembangan pada interval tertentu dan perbandingan naik/turunnya. Di samping itu juga secara manajerial menilai terlebih dahulu kejelasan tujuan dan sasaran organisasi, sejauh mana hasilnya untuk dicapai yang pada gilirannya dijadikan standar evaluasi. Frank Jefkins mengemukakan lebih kurang sembilan tujuan humas yang tentunya berbeda bagi tiap-tiap organisasi. Yang penting program evaluasi humas harus diukur dengan cara menjawab delapan pertanyaan, antara lain apakah program dirancang, jangka waktu dan siapakah sasaran publik. Metode pengukuran dan penelitian, dapat meliputi: Evaluasi berdasarkan sumber, pengumpulan pendapat dan sikap melalui wawancara sampel responden, segmen publik (riset pemasaan, pendapat umum), penelitian/opini publik, menurut perkembangan grafik persentase publik yang memahami. Bentuk standar evaluasinya: cara statistik, umpan balik media, peningkatan pemahaman, dan riset sendiri. B. Evaluasi Umum tentang Keberhasilan Humas Evaluasi umum diadakan setelah dipahami struktur dan tujuan manajerial humas, dengan cara meneliti sumber, sasaran dan metode penelitian dan pengukurannya sendiri. Pangkal tolak evaluasi dapat menggunakan sumber lingkup definisi humas oleh Frank Jefkins. Ditekankan pentingnya menggunakan metode manajemen berdasarkan sasaran atau management by objective (MBO) yang tidak terbatas hanya pada tujuan memperoleh saling pengertian antara organisasi dan publik, tetapi memahami tujuan-tujuan spesifik mengenai penanggulangan masalah perubahan sikap (negatif menjadi positif). Keberhasilan humas ditentukan di tingkat manajemen puncak yang menguasai publik, serta mampu mengidentifikasi sepuluh bidang khusus kegiatan manajerial. Keberhasilan humas tergantung pada mutu menanamkan saling pengertian pada publik secara berencana dan terus-menerus. Sebaiknya mempertahankan standar kualitatif citranya terhadap organisasi dalam jasa pelayanan produk, kredibilitas, dan perubahan sikap. Di pihak lain menggunakan metode suatu sistem MBO yang meliputi ketiga macam komponen dasar: menetapkan sasaran, merencanakan tindakan dan melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan, terutama motivasi staf dan karyawan. Evaluasi diukur pula dari kelembangaan profesi humas yang berpedoman pada 10 pokok prinsip dasar humas (Doug Newson dan Alan Scott), di samping dari segi keberhasilan kemampuan teknis dan manajemen organisasi oleh humas. C. Kode Etik Humas Internasional,Regional dan Nasional Kode etik profesi adalah tata cara dan tata krama yang memberikan aturan atau petunjuk pada para praktisi hubungan masyarakat dalam melaksanakan tugas. Kode etik akan memberikan batasan-batasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi kehumasan dan dapat memelihara integrasi dari praktis maupun profesi yang diembannya. Setiap ketentuan yang terdapat dalam kode etik harus dapat mengakomodasi perubahan standar atau nilai yang terjadi dalam kehidupan ini. Perkembangan ini akan terus mengikuti gejolak perkembangan di segala bidang dan hal yang membawa pengaruh pada setiap profesi. Kode etik akan mengatur tata cara antaranggota asosiasi hubungan masyarakat, dan juga mengatur hubungannya dengan majikan, klien atau khalayak luas. D. Analisis dan Perkembangan Kode Etik Etika sangat penting untuk mengukur nama baik suatu organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kepercayaan terhadap etik dan masalah atau situasi etis yang dibentuk oleh nilai-nilai yang dianut. Demikian dinyatakan oleh pakar PR, Doug Newsom, Alan Scott dan Judy Vanslyka Turk Slyke Turk dalam buku, This is PR The Realities of Public Relations. Selanjutnya ditambahkan agar praktisi menyadari secara etis mereka memiliki tanggung jawab terhadap klien, media massa, agen-agen pemerintahan, institusi pendidikan, konsumen informasi, para pemegang dan analis saham, masyarakat, pesaing dan kritikus, serta praktisi PR lainnya. Tanggung jawab sosial para praktisi PR mengacu pada pemberian layanan yang dapat diandalkan, yang tidak mengancam lingkungan, dan memberikan keuntungan positif bagi masyarakat baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Sedangkan tanggung jawab finansial mengacu kepada kondisi keuangan perusahaan yang baik dan sehat. Dalam hal ini kita dapat mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Goran E. Sjoberg, mantan Presiden IPRA, dalam pidato pada Commonwealth PR Conference di Abuya, Nigeria, bulan September 1990, yang menyatakan bahwa etika adalah prinsip bertindak, yang didasari oleh perbedaan tajam antara benar dan salah. Dikatakan pula bahwa perilaku atau tindakan (conduct) adalah cara seseorang dipandang dari sudut moral. Kode adalah seperangkat cara dan moral yang diterima, yang ada pada sekelompok masyarakat tertentu. Secara ringkas disimpulkan, bahwa: 1. Perlu ada satu kode etik PR yang bersifat universal, yaitu Code of Athens; 2. Perlu adanya satu kode perilaku (Code of Conduct) yang dapat diterapkan secara regional atau nasional, yang didasari oleh standar dan moral yang diterima; 3. Dilarang mengambil keuntungan dari kode etik dengan memanfaatkan situasi etik, yaitu bertindak etis hanya pada situasi yang tidak merugikan orang yang bersangkutan; 4. Seorang praktisi PR harus mengambil tanggung jawab penulisan kode etik perusahaan atau perilaku karyawan; dan 5. Seorang praktisi PR harus mempertimbangkan apakah akan berharga jika ia mengorbankan ketenteraman jiwanya untuk menyenangkan klien atau “boss”-nya, perusahaan atau orang yang bekerja di perusahaan tersebut berlaku tidak etis. Di dalam hal ini, Sjoberg melihat perlunya ada sanksi bagi pelanggan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Dalam hal ini ia menunjuk pada kode etik PRCA yang merevisi kode perilakunya dengan mencantumkan peraturan mengenai disiplin agar perusahaan anggota dapat dikeluarkan dari keanggotaan karena alasannya tidak disiplin.