Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang
terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya,
dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari
palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh
pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai,
namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan paliatif
baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative care dilakukan
secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang dulunya hanya terfokus pada
memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial,
psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit kronis
sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah
tentang Palliative Care untuk mengulas materi tersebut lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah ini adalah: “Apakah palliative care?”
C. Tujuan
2. Tujuan Khusus :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang
berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya
perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi
penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi. Menurut WHO pada 1990 Palliative Care adalah perawatan total
dan aktif dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka
jelas Palliative Care hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif terhadap pengobatan kuratif. Artinya
sudah tidak dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Palliative Care menurut WHO 15 tahun kemudian sudah
sangat berbeda. Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem
perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care diberikan sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya
tidak memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan
kepada penderita itu. Palliative Care tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan
dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani,
tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan
perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode
pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan
demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas
social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar
berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya
pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi
penyakit yang dideritanya.
Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan
memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan
pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar tabah selama pasien
sakit serta disaat sedih. Palliative care tidak bertujuan untuk mempercepat ataypun menunda kematian.
Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah gerakan rumah sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama
menciptakan hospice yang memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di London dan Irlandia. Dalam beberapa tahun
terakhir, perawatan paliatif telah menjadi suatu pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk. Pergerakan ini
dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan di Negara-negara Amerika dan telah berkembang menjadi bagian penting dari
system perawatan di kesehatan.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun 1960-an. Cicely Saunders seorang pekerja yang merintis
perawatan ini dimana sangat memiliki peran penting dalam menerik perhatian pasien pada akhir kehidupannya saat mengidap
penyakit ganas stadium lanjut. Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun 1970 dan dating untuk menjadi
sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual pasien dengan penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim
multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-
sekolah kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh
negeri. Tiga belas organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative care. Modul palliative care ditambahkan ke
kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah mulai menerapkan di setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan
suatu palliative care pada tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam rencana kesehatan nasional Mongolia. Modul
palliative care termasuk dalam kurikulum sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah
diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan palliative care ini sudah tersebar di seluruh
negeri dan mulai tahun 2005 palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat
kerja untuk membahas system penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit kanker ini harus
dilaksanakan secara paripurna dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini, terapi, dan perawatan
paliatif.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19 Juli 2007 yang berisi keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care. Dengan
terbitnya surat keputusan tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di seluruh Indonesia
serta mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas maupun kuantitas.
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi
mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi
dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day care dan
respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit.
Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya,
baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau
keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan
yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti
terapi musik, dan lain-lain. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika
diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.
9. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan
mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk mengurangi
nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat desakan massa
tumor / metastasis. Pada umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah
ortopedi / bedah untuk mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan
pembedahan pada stadium paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis /
fraktur limpeding / tulang panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke, demikian hasil
riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang rajin mendengarkan
music setiap hari, menurut hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada
ingatan verbalnya dan memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang
tidak menikmati musik. Musik memang telah lama digunakan sebagai salah satu
terapi kesehatan, penelitian di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu
adalah riset pertama yang membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini adalah
bukti pertama bahwa mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke dapat
meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya perasaan
negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra fisik,
harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat
dicegah / dikurangi dengan melakukan penanganan antisipatorik yang memadai.
Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan secara optimal karena kondisi kerja yang
belum memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari
manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku.
Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan psikologis-organis
seperti hysteria, stress, fobia (ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau
keadaan tertentu), gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
Dalam melakukan palliative care membutuhkan tim kerja yang terdiri dari berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu
kedokteran pada zaman sekarang ini telah berkembang menjadi adanya interaksi dari fisik, fungsional, emosional, psikologis, sosial,
dan aspek spiritual yang akan menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter, psikiater, petugas sosial medis, rohaniawan, terapis, dan anggota
lain sesuai kebutuhan. Setiap anggota tim sebaiknya memahami dan menguasai prinsip-prinsip dan praktek palliative care. Tim harus
berani menjamin bahwa pasien akan mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik maupun mental, sosial, serta spiritual dengan cara
yang benar dan dalam porsi yang seimbang.
Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki pengalaman yang luas tentang menangani penyakit
tingkat lanjut dan gejala yang kompleks. Dokter dapat memberikan konsultasi untuk membantu dokter lain. Perawat yang diberi
pelatihan khusus dalam merawat pasien dengan penyakit stadium lanjut dan terminal akan merawat pasien di dalam pallitaitive
care. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih saying dan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim interdisiplin. Konseling spiritual dapat diberikan kepada penderita
yang tidak memiliki agama sekalipun. Konseling spiritual dapat membantu meningkatakan iman yan berfungsi sebagai mekanisme
koping bahkan terapi pada penderita yang sedang sekarat. Pendeta, ustadz, atau pemuka agama lainnya dapat membantu
membentuk ikatan di dalam tim palliative care.
Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya. Para
professional ini bergabung dalam satu kelompok kerja secara bersama mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan
melalui beberapa langkah tujuan jangka pendek. Tim adalah motor penggerak dari semua kegiatan pasien. Proses interaksi
komunikasi merupakan kunci keberhasilan pengobatan palliative care.
G. Kebijakan Palliative Care di Indonesia
a) Tujuan kebijakan
Tujuan umum:
Tujuan khusus:
1) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh Indonesia
a) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana
pun pasien berada di seluruh Indonesia.
b) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya.
3) Puskesmas
4) Rumah perawatan/hospis
1) Penatalaksanaan nyeri.
3) Asuhan keperawatan
4) Dukungan psikologis
5) Dukungan sosial
b) Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah.
4. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
1) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif melalui komunikasi yang
intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan informed consent, tetapi pada
perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
4) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri apabila ia masih kompeten,
dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga
terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada saat ia
sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila
kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis
dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif. 6) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan
terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi
dapat diberikan pada kesempatan pertama.
1) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau
oleh Tim Perawatan paliatif.
2) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan
paliatif.
3) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang
dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
4) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan
dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan
tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan
penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman
klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan indakan resusitasi diketahui tidak
akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.
1) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagaimana
diuraikan di atas.
2) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman penentuan kematian batang
otak dan penghentian peralatan life-supporting.
1) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada
saat melakukan perawatan di rumah pasien.
2) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan
yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga
kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara.
a)Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan, keluarga, relawan.
b) Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah
mendapat sertifikat.
c) Pelatihan
1) Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara para pakar perawatan
paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul
untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
3) Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap
pertama dilakukan sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu :
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah
mengikuti pelatihan.
d) Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu keperawatan paliatif).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara
meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka. Palliative care ini
bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan
pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab
kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga
agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Klasifikasi palliative ada beberapa macam yaitu religious, music,
kemoterapi, hipnoterapi, dan lain-lain.
B. Saran
Bagi pembaca makalah ini penulis menyarankan supaya kita semua selalu menerapkan pola gaya hidup yang
baik dan menyehatkan. Meningitis dapat terjadi pada orang yang kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan
sekitar. Oleh karena itu penulis menyarankan juga supaya kita bisa meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
sehingga dapat terhindar dari infeksi bakteri/virus penyebab meningitis.
DAFTAR PUSTAKA
Menkes RI.(2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/Sk/Vii/2007 Tentang Kebijakan Perawatan
Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia.http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2013.