Вы находитесь на странице: 1из 5

Bahaya Memuji Orang Lain dan Gila Pujian

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc October 12, 2011 Akhlaq 2 Comments 34,303 Views

Sebagian orang mungkin gila akan pujian sehingga yang diharap-harapkan adalah komentar
baik orang lain. Padahal pujian seringkali menipu. Begitu pula kita pun sering berperilaku
memuji orang lain di hadapannya. Dari satu sisi kala menimbulkan sisi negatif, ini adalah
suatu hal yang tidak baik. Coba baca hadits-hadits berikut yang dibawakan oleh Imam
Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod dengan beberapa tambahan bahasan lainnya.

Memuji Orang Lain di Hadapannya Sama dengan Menyembelihnya


Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

‫ أحسس ب‬:‫ فليقل‬،‫ إن كان أحدكم مادحا ا ل محالة‬،ً(‫ )يقوله مراراا‬،‫ويحك قطعت عنق صاحبك‬
‫ إن‬-‫ب كذا وكذا‬
‫ ول يزكي على ا أحداا‬،‫كان يرى أنه كذلك – وحسيبه ا‬
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau
mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji,
maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya
demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah
mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab
Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]
Abu Musa berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria
berlebih-lebihan dalam memuji seorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu
bersabda,

‫ أو قطعتم ظهبر – الرجل‬-‫أكهبلككتتم‬


”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-
Kitab Al Adab, 54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67]
Dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya, ia berkata, “Kami duduk bersama Umar [ibnul
Khaththab radliallahu ‘anhu]. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di
hadapannya. Umar lalu berkata,

‫ عقرك ا‬،‫عقرت الرجل‬


“Engkau telah menyembelih orang itu, semoga Allah menyembelihmu.”(Hasan secara
sanad)
’Umar berkata,

‫المدح ذبح‬
“Pujian itu adalah penyembelihan.”(Shahih secara sanad)
Muhammad ً(guru imam Bukhari-ed) berkata,

‫يعني إذا قبلها‬


“ً(Hal itu berlaku) apabila ia senang akan pujian yang diberikan kepadanya.”

Boleh Memuji Jika Aman dari Fitnah (Sisi Negatif)


Dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ نعم الرجل‬،‫ نعم الرجل أسيد بن تحضُير‬،‫ نعم الرجل أبو عبيدة‬،‫ نعم الرجل عمر‬،‫نعم الرجل أبو بكر‬
‫ نعم الرجل معاذ بن جبل‬،‫ نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح‬،‫ثابت بن قيس بن شماس‬
“Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin
Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau
mengatakan,

‫ وبئس الرجل فلن‬،‫وبئس الرجل فلن‬


“Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih) Ash
Shahihah ً(875): [Saya tidak mendapatkannya di salah satu kitab induk hadits yang enam].
Saya ً(Syaikh Al Albani) berkata: “Bahkan hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Silakan
lihat Ash Shahihah.”

Menyiramkan (pasir) ke Wajah Orang–orang yang Doyan Memuji


Dari Abu Ma’mar, ia berkata, “Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang gubernur.
Miqdad [ibnul Aswad] lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,

‫أمرنا رسول ا صلى ا عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب‬


“Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang
memuji.” (Shahih) Ash Shahihah ً(912), [Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 68]
Dari Atha’ ibnu Abi Rabah bahwa ada seorang pria memuji orang lain di hadapan Ibnu Umar.
Ibnu Umar lalu menyiramkan pasir pada mulutnya dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
‫ فاحثوا في وجوههم التراب‬،‫إذا رأيتم المداحين‬
“Jika kalian melihat orang-orang yang doyan memuji maka siramkanlah pasir ke
wajahnya .”ً(Shahih) Ash Shahihah ً(912)

Dari Mihjan Al Aslamy berkata, “Raja’ berkata,

‫ فإذا بريدة على باب من أبواب المسجد‬،‫أقبلت مع محجن ذات يوم حتى انتهينا إلى مسجد أهل البصرة‬
‫جال س‬
‫ لما انتهينا إلى باب المسجد – وعليه‬،‫ يطيل الصلة‬،‫ سكبة‬:‫ وكان في المسجد رجل يقال له‬:‫ قال‬،‫س‬
‫ يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟ فلم يرد عليه‬:‫ فقال‬.‫ت‬ ‫ وكان بريدة صاحب مزاحا ت‬-‫بردة‬
،‫ورجع‬،‫محجن‬
”Saya berjalan bersama Mihjan pada suatu hari hingga kami sampai di masjid milik
penduduk Basrah. Pada saat itu Buraidah [ibnul Hushaib] sedang duduk di salah satu pintu
masjid. Pada masjid itu terdapat seorang pria bernama Sukbah sedang melaksanakan
shalat dalam tempo yang terhitung lama. Ketika kami tiba di pintu masjid –di mana Buraidah
sedang duduk disana-, Buraidah berkata -Buraidah adalah seorang yang suka bergurau-,

‫يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟‬


“Wahai Mihjan, apakah engkau shalat seperti shalatnya Sukbah?” Mihjan tidak
menjawabnya tetapi dia lalu pulang.

Raja’ berkata, ”Mihjan lalu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah memegang tanganku lalu kami pergi bersama hingga menaiki gunung Uhud.
Kemudian beliau menatap kota Madinah, beliau lalu bersabda,

‫ فل‬،‫ فيجد على باب كل من أبوابها ملكاا‬،‫ يتركها أهلها كأعمر ما تكون؛ يأتيها الدجال‬،‫ويل أمها من رية‬
‫يدخلها‬
”Kota ini (Madinah) terancam bahaya. Dia ditinggalkan oleh penghuninya dalam keadaan
makmur. Dajjal mendatanginya lalu mendapati malaikat pada setiap pintunya, maka dia
tidak dapat memasukinya.”
Beliau lalu turun kembali. Ketika kami sampai di masjid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihat seorang pria melaksanakan shalat, sujud dan ruku’. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu bertanya kepadaku,

‫من هذا؟‬
”Siapa dia?”
Saya berkata dengan nada memujinya,

‫ وهذا‬،‫يا رسول ا ! هذا فلن‬


”Wahai Rasulullah, dia adalah fulan dan kondisinya demikian …” Beliau lalu bersabda,
‫ ل تتسمعه فتهلكه‬،‫أمسك‬
“Cukup jangan engkau memperdengarkan pujianmu sehingga engkau membinasakannya.”
Mihjan berkata, ”Beliau lalu pergi. Ketika sampai di kamarnya beliau seolah meniup dua
tangannya sambil bersabda,

‫ إن خير دينكم أيسره‬،‫إن خير دينكم أيسره‬


“Sesungguhnya sikap beragama yang terbaik adalah mengerjakan kewajiban agama sesuai
dengan kemampuan.” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. (Hasan) Ash Shahihah
ً(1635)

Jangan Tertipu dengan Pujian Orang Lain


Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang
menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri
kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi
hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian
manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” ً(Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al
Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)

Doa yang Diucapkan Ketika Dipuji Orang Lain


Lihatlah apa yang dilakukan oleh Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain.
Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,

‫ت أبكعبلتم سمننى سببنكفسسى بوأببنا أبكعبلتم سببنكفسسى سمكنتهكم اللمتهمم اكجبعكلسنى بخكيارا سممما بي ت‬
‫ظنن كوبن‬ ‫اللمتهمم أبكن ب‬
‫خكذسنى سببما بيقت كولت كوبن‬
‫بواكغسفكر سلى بما لب بيكعبلتم كوبن بولب تتبؤا س‬
Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy
khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa
yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih
mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku
lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak
ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] (Diriwayatkan oleh Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi,
25/145, Asy Syamilah)
Selalu Raih Ikhlas dan Jangan Cari Muka (Cari Pujian)
Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar
manusia.”

Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:

1. Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.

2. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.

3. Mengharap balasan dari amalan di akhirat ً(dan bukan di dunia).

ً(Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas,
cetakan pertama, tahun 1426 H)

Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin
mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan
seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.

Semoga yang sederhana ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

@ Ummul Hamam – Riyadh KSA, 14 Dzulqo’dah 1432 H ً(12/10/2011)

www.rumaysho.com

Sumber : https://rumaysho.com/1993-bahaya-memuji-orang-lain-dan-gila-pujian.html

Вам также может понравиться