Вы находитесь на странице: 1из 20

LAPORAN KEGIATAN

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN GELOMBANG XX


EX LABORATORIUM INSEMINASI BUATAN
22 – 26 JULI 2013

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
SUB KELOMPOK B

IRHAMNI BAHTIAR, SKH. 061223143006


MAMAK HERU PRASTIYO, SKH 061223143007
ENDHAR PUPUL GIRITYA, SKH. 061223143011
DIKKY EKA MANDALA PUTRA, SKH. 061223143012
KEN GENEVA META PATRICIA.,SKH 061223143014
ZULFA AISYAH, SKH 061223143043

DEPARTEMEN REPRODUKSI VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Upaya peningkatan mutu genetik ternak perlu dilakukan saat ini salah satu nya

dengan cara menerapkan atau menggunakan teknologi reproduksi untuk

menghasilkan bibit – bibit ternak yang berkualitas, Inseminasi buatan merupakan


salah satu bentuk teknologi dalam bidang reproduksi ternak yang memungkinkan

para peternak bisa mengawinkan ternak betinanya tanpa perlu pejantan utuh.
Inseminasi buatan sebagai teknologi reproduksi merupakaan serangkaian

proses yang terencana dan terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik

ternak di masa yang akan datang. Pelaksanaan dan penerapan teknologi inseminasi

buatan di lapangan dimulai dengan langkah pemilihan pejantan unggul sehingga

diharapkan nantinya akan menghasilkan anakan yang mempunyai kualitas yang lebih

baik dari induknya. Langkah selanjutnya yaitu penampungan semen, penilaian

kelayakan kualitas semen, pengolahan dan pengawetan semen dalam bentuk cair dan

beku serta teknik inseminasi yaitu menempatkan (inseminasi/deposisi) semen ke

dalam saluran reproduksi ternak betina.


Inseminasi buatan sangat berpotensi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi

ternak melalui usaha penyebaran bibit unggul. Salah satu factor yang menentukan

keberhasilan inseminasi buatan adalah kualitas semen yang digunakan untuk

mempertahankan daya hidup spermatozoa in vitro dan mengoptimalkan semen pada

saat inseminasi buatan, dibutuhkan bahan pengencer semen yang baik. Seperti

diketahui bahwa jenis pengencer semen sangat bervariasi dan memiliki keistimewaan

masing – masing.
Kegiatan PPDH di ex laboratorium inseminasi buatan ini meliputi pembuatan

beberapa pengenceran semen dengan tujuan untuk melihat perbedaan dari pengencer

yang ditambahkan dalam semen domba kemudian dilihat secara mikroskopis.

Pemeriksaan mikroskopis tersebut meliputi gerakan massa, gerakan individu

(kecepatan dan arah gerakan), persentase motilitas, persentase hidup, konsentasi


sperma serta abnormalitas dari semen yang periksa, sehingga nantinya dapat

diketahui pengencer terbaik yang dapat digunakan dalam inseminasi buatan.

1.2. Tujuan Kegiatan


Tujuan dari kegiatan di ex laboratorium inseminasi buatan ini adalah untuk

mengetahui tata cara pelaksanaan penanmpungan semen domba, untuk mengetahi tata

cara pemeriksaan semen baik makroskopis maupun mikroskopis semen domba serta

mengetahui metode pengolahan semen domba dengan menggunakan berbagai

pengencer dimana nantinya dapat diketahu pengencer terbaik yang dapat digunakan

untuk inseminasi buatan

1.3. Manfaat Kegiatan


Manfaat kegiatan ini antara lain yaitu mahasiswa PPDH mampu

melaksanakan penampungan semen domba dengan baik, mampu melaksanakan

pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis semen domba dengan baik serta mampu

melaksanakan metode pengolahan semen domba dengan berbagai diluter dimana

nantinya dapat diketahu pengencer terbaik yang dapat digunakan untuk inseminasi

buatan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Semen Domba


Semen adalah suspense cair atau semi gelatin yang membawa gamet jantan

atau spermatozoa dan sekresi dari organ aksesori dari saluran reproduksi jantan

(Hafez and Hafez, 2000). Semen terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang padat

adalah sel spermatozoa dan bagian yang cair adalah plasma semen. Sel spermatozoa

dihasilkan dalam testis sedangkan plasma semen adalah campuran sekresi yang

berasal dari epididymis dan kelenjar – kelenjar kelamin pelengkap seperti vesikularis,

bulbouretralis dan prostat (Dewantari, 2011). Beberapa factor yang mempengaruhi

kualitas dan kuantitas semen antara lain yaitu pakan, umur, frekuensi penampungan,

keturunan, musim, penyakit, latihan dan tingkat libido (Toelihere, 1993).


Ciri – ciri makroskopis semen domba yang baik adalah warna putih susu

(krem), volume semen antara 0,8 – 2 cc, konsistensi pekat dan pH antara 6,9 – 7,3.
9
Sedangkan ciri mikroskopus semen domba yang baik adalah konsenstrasi 2 – 6 x 10

spermatozoa/ml, abnormalitas tidak lebih 20 % dan persentase kematian tidak

melebihi 50 %. Kondisi semen domba ini dapat dipengaruhi oleh umur, kondisi

ternak, frekuensi pengambilan dan pelaksanaan pengambilan. Semen domba

mengandung sel spermatozoa 1 / 3 bagian dan sisanya adalah cairan aksesoris yang

mengandung banyak fruktosa dan asam sitrat yang semuanya berasal dari kelenjar

vesikula seminalis. Semen domba juga banyak mengandung Fe, Zn, Cu dan

plasmanogen (Dewantari, 2011).


2.2. Spermatozoa

Spermatozoa normal tersusun atas kepala dan ekor dimana pada bagian ekor

dibagi ke dalam mid-piece, main-piece, dan end-piece. Komponen terpenting dari

spermatozoa adalah kepala yang meliputi nucleus, yang berisi kode genetik. Post

nuclear cap yang melindungi bagian posterior nucleus dan akrosom. Titik dimana

bersatunya ekor dan kepala berisi centriol proximal dan disebut daerah implant.

Bagian kepala penting saat penetrasi pada oocyte yang menyampaikan muatan kode

genetik. Sedangkan ekor merupakan bagian metabolis yang menghasilkan energi dan

yang menyediakan mekanisme pergerakan atau motilitas (Bearden et al., 2004;

Pineda dan Dooley, 2003).


Mid-piece merupakan bagian tebal dari ekor dengan panjang 8µ-10 µ pada

sapi, lokasi hanya pada sebelah posterior mitochondrial sheath, yang terbentuk dari

mitokondria spermatid. Mitochondrial sheath mengandung enzim yang mengubah

fruktosa dan substrat energi lainnya menjadi senyawa kompleks yang dapat

digunakan oleh spermatozoa. Main-piece dan end-piece tidak memiliki selubung

pelindung. Ciri-ciri utama dari ekor adalah axial filament. Axial filament merupakan

fibril-fibril yang sangat kecil yang dimulai dari centriol proximal dan melintasi

seluruh ekor. Kontraksi fibril ini dikarenakan adanya gerakan ekor yang mendorong

spermatozoa maju. Kontraksi dimulai dari centriol proximal dengan tahapan yang

teratur yang mengelilingi garis tepi fibril dan dengan ritmik turun ke ekor (Bearde et

al., 2004).
Pemeriksaan semen secara mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan

individu atau motilitas, konsentrasi, persentase hidup dan mati, dan abnormalitas.
Gerakan massa adalah gerakan dari beberapa spermatozoa bersama-sama sehingga

membentuk suatu gelombang. Gerakan massa mencerminkan daya gerak dan

konsentrasi spermatozoa. Semen yang memenuhi syarat untuk inseminasi buatan

adalah yang gerakan massanya membentuk gelombang-gelombang yang besar dan

banyak dan bergerak cepat (+++/sangat baik) serta yang membentuk gelombang tipis,

jarang dan gerakan lamban (++/baik). Gerakan individu dari setiap spermatozoa

adalah penting. Karena pergerakan yang baik memungkinkan spermatozoa dapat

mencapai sel telur di dalam saluran oviduk dalam waktu yang relatif singkat,

sehingga memungkinkan terjadinya pembuahan. Gerakan individu atau motilitas

spermatozoa dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu :


1. Gerakan maju = P (Progresif)
2. Gerakan berputar, bergetar = O (Oscilatory), V (Vibratoris)
3. Gerakan melingkar = C (Circular)
4. Gerakan mundur = R (Reverse)
5. Spermatozoa yang tidak ada gerakan = N (Necrospermia).
Persentase motilitas spermatozoa dibawah 40% menunjukkan nilai semen

yang kurang baik dan sering berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan pejantan

yang fertil mempunyai 50% sampai 80% spermatozoa yang motil aktif progresif.

Pemeriksaan motilitas spermatozoa merupakan satu-satunya cara penentuan kualitas

semen sesudah pengenceran. Menurut cara Rusia konsentrasi semen yang dapat

digunakan dalam inseminasi buatan adalah Densum (D) umumnya kental yaitu bila

letak spermatozoa sedemikian rapatnya sehingga jarak antara kepala spermatozoa

yang satu dengan yang lain kurang dari panjang satu kepala spermatozoa. Semi

Densum (SD), jarak antara satu kepala spermatozoa yang satu dengan yang lain lebih

dari panjang satu kepala spermatozoa. Rarum (R) semen ini encer, jarak antar kepala
spermatozoa yang satu dengan yang lainnya demikian besarnya sehingga hampir

sama dengan seluruh panjang satu spermatozoa. Azoospermia (A) semen sangat

encer, tidak terdapat atau hanya sedikit sekali mengandung spermatozoa di dalam

semen. Persentase yang hidup adalah jumlah spermatozoa hidup (transparan) yang

terhitung dalam persen dengan perbesaran 400 kali (Hardijanto dkk., 2008).
Spermatozoa yang hidup mempunyai lapisan lipoid pada dinding sel sehingga

dapat melindungi masuknya zat warna ke dalam spermatozoa. Spermatozoa yang

hidup tidak akan terwarnai oleh zat warna. Spermatozoa yang telah mati karena rusak

atau hilangnya lapisan lipoid tersebut, maka zat pewarna sangat mudah menembus

masuk ke dalam spermatozoa sehingga akan berwarna merah-keunguan. Semakin

meningkat jumlah spermatozoa yang abnormal di dalam semen, semakin rendah

kesuburan semen ternak tersebut (Hardijanto dkk., 2008).


Spermatozoa yang cacat, walaupun dapat membuahi sel telur, namun biasanya

berakhir dengan kematian anak sebelum dilahirkan. Bentuk–bentuk spermatozoa

yang abnormal terutama pada semen yang rendah kesuburannya antara lain : tidak

berekor, ekor menggulung, lehernya patah, dan kepala atau ekor ganda. Tidak berekor

dan ekor menggulung adalah bentuk abnormalitas yang banyak dijumpai pada semen

yang diambil dari ejakulasi pertama dan kedua setelah domba istirahat lama. Oleh

karena itu dianjurkan untuk tidak memakai semen dari ejakulasi – ejakulasi awal

setelah masa istirahat, karena mempunyai kesuburan yang rendah, sehingga semen

demikian akan menghasilkan angka kebuntingan yang rendah (Hardijanto dkk.,

2008).

2.3. Bahan Pengencer


Bahan pengencer semen untuk pertama kali dicoba oleh Walton pada tahun

1933 di Inggris, sedangkan Anderson di Kenya pada tahun 1945 mempelajari hasil

penelitian pengencer semen yang mutakhir pada saat itu dan diikuti oleh Milowanov

dari Rusia pada tahun 1933. Bahan pengencer pada semen domba dimaksudkan untuk

sarana pengangkutan spermatozoa dan memperbanyak volume semen saja.

Pengenceran semen dilakukan dengan alasan teknis dan biologis. Alasan teknisnya

adalah jika untuk inseminasi buatan maka volume yang diinseminasikan dan jumlah

spermatozoa akan lebih sedikit dibandingkan dengan kawin alam, maka dengan

pengenceran hal itu dapat dicegah. Alasan biologisnya bahan pengencer memberikan

makanan bagi spermatozoa, mempertahankan pH, menyediakan lingkungan yang

isotonis dan melindungi spermatozoa dari cold shock (Evans dan Maxwell, 1987).
Tujuan dari pengenceran semen adalah untuk meningkatkan volume semen,

sehingga dari satu kali ejakulasi semen seekor pejantan memungkinkan untuk

menginseminasi beberapa ratus ekor betina, semen dapat disimpan lama tanpa

mengurangi kesuburannya, memungkinkan pengiriman semen yang tidak terbatas

jaraknya, terutama pada semen beku (frozen semen), dan mempermudah pembagian

dosis inseminasi buatan (Hardijanto dkk., 2008).


Adapun bahan pengencer yang dahulu dipergunakan antara lain : kuning telur

fosfat oleh Phillips (1939); kuning telur sitrat oleh Salisbury, Fuller dan Willet tahun

1941; air susu oleh Kolliker (1856); teknik IVT (Illini Variable Temperature) yang

menggunakan campuran jenuh gas CO2 oleh Van Demark dan Sarma (1957)

(Hardjopranjoto, 1984), tris kuning telur oleh Cood dan kawan-kawan (1966)

(Salisbury dan Van Demark, 1985).


Syarat-syarat bahan pengencer yang baik diantaranya mengandung zat-zat

makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa, memiliki lipoprotein (lecitine)

untuk melindungi terhadap kejutan dingin, bebas dari kuman, sebagai buffer atau

penyangga untuk mencegah perubahan pH , mempertahankan tekanan osmotik dan

keseimbangan elektrolit, memperbanyak volume semen (Partodihardjo, 1992 ;

Salisbury dan Van Demark, 1985). Selain sifat-sifat bahan pengencer seperti yang

disebutkan di atas, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh bahan pengencer

antara lain : bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan praktis, serta

mempunyai daya mengawetkan yang tinggi; harus mengandung unsur-unsur yang

hampir sama sifat fisik dan kimiawinya dengan semen dan tidak mengandung zat

yang bersifat racun baik terhadap spermatozoa maupun saluran kelamin betina; harus

tetap mempetahankan kesuburan dan tidak membatasi daya fertilisasi spermatozoa;

harus memberi kemungkinan penilaian spermatozoa sesudah pengenceran (Toelihere,

1985).
Ada beberapa macam bahan pengencer salah satunya adalah kuning telur

sitrat yang dipergunakan sebagai bahan pengencer karena kuning telur dapat

meningkatkan daya kesuburan semen yang diencerkan. Fungsi kuning telur dalam

pengencer adalah untuk mempertahankan integritas selubung spermatozoa dan

mencegah cold shock karena mengandung lecithin, dan juga mengandung glukosa

sebagai sumber energi bagi spermatozoa dan beberapa zat protein serta vitamin baik

yang larut dalam air maupun minyak yang memiliki vikositas yang menguntungkan

spermatozoa. Disamping itu lemak kuning telur dapat membatasi gerak spermatozoa
yang dapat menekan proses pemecahan energi. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa untuk penyimpanan pada suhu 5°C memerlukan kuning telur tidak kurang dari

20% volume akhir pengenceran. Untuk perbandingan antara kuning telur dan larutan

natrium sitrat untuk menjamin fertilitas yang optimal adalah 1:4 (Hardijanto dkk.,

2008).
Di dalam bahan pengencer kandungan sitrat berguna untuk mengikat ion

kalsium dan logam berat lain di dalam semen, sebagai buffer dan membuat lemak

kuning telur menjadi butir emulsi yang halus sehingga memudahkan pemeriksaan

semen di bawah mikroskop. Selain itu sitrat bersama kuning telur memberikan

suasana isotonis terhadap plasma spermatozoa (Salisbury dan Van Demark, 1985).

Pengencer kuning telur sitrat digunakan sebagai media hidup sel spermatozoa, karena

semen sendiri mengandung sitrat natricus yang merupakan penyanggah bersifat

isotonis, berguna bagi metabolisme sel, sebagai buffer dalam mempertahankan pH

dan daya hidup spermatozoa. Selanjutnya sitrat natricus akan mengikat logam uatelur

saat proses pembekuan berlangsung, sehingga spermatozoa mudah diobservasi

dengan baik (Herdiawan, 2004).

2.4. Inseminasi Buatan


2.4.1. Definisi Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah suatu cara perkawinan pada ternak yang dilakukan

oleh manusia dengan cara mendeposisikan semen ke dalam saluran reproduksi

ternak betina, dimana semen merupakan cairan yang dihasilkan oleh organ reproduksi

ternak jantan yang mana mengandung spermatozoa (Batosamma, T. 2002).


2.4.2. Tujuan Inseminasi Buatan
Tujuan dari inseminasi buatan adalah sebagai berikut
- Memperbaiki mutu genetika ternak
- Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yangdibutuhkan

sehingga mengurangi biaya


- Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luasdalam

jangka waktu yang lebih lama


- Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur
- Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin
2.4.3. Manfaat Inseminasi Buatan
- Inseminasi buatan (IB) sangat mempertinggi penggunaan pejantan – pejantan

unggul. Daya guna seekor pejantan yang secara genetik unggul dapat dimanfaatkan

semaksimal mungkin.
- Bagi peternak – peternak kecil seperti umum ditemukan di Indonesia,

penggunaan IB sangat menghemat biaya disamping dapat menghindari bahaya

dan menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan

pejantan terbaik untuk diternakkan


- Pejantan – pejantan yang digunakan dalam IB telah dilakukan seleksi secara

teliti dan ilmiah dari hasil perkawinan betina – betina dengan pejantan unggul.
- Dengan lebih banyak betina yang dilayaninya dan dari turunan-turunan hasil

perkawinan ini dapat lebih cepat diseleksi dan dipertahankan pejantan-

pejantan unggul dan mengeliminir pejantan-pejantan jelek.


- Penularan penyakit dapat dicegah melalui IB, dengan hanya menggunakan

pejantan-pejantan yang sehat atau bebas dari penyakit, menghindari kontak

kelamin pada waktu perkawinan, dan membubuhi antibiotika ke dalam semen

sebelum dipakai.
- IB merupakan cara terbaik mencegah penyebaran penyakit veneral dan

penyakit menular lainnya seperti Brucellosis, Vibriosis, Leptospirosis dan

Trichomoniasis.
- Karena hanya semen dengan fertilitas tinggi yang diberikan pada peternak,

maka calving intervalnya dapat diperpendek dan dapat menurunkan kasus

repeat breeder (kawin berulang bagi betina).


- Keuntungan lainnya adalah memungkinkan perkawinan antara ternak yang

sangat berbeda ukurannya, misalnya sapi Bali dapat dikawinkan dengan semen sapi

Brangus, Simental maupun Limousin. IB juga dapat memperpanjang waktu

pemakaian pejantan-pejantan yang secara fisik tidak sanggup berkopulasi

secara normal. IB dapat menstimulir interese yang lebih tinggi dalam beternak

dan praktik manajemen yang lebih baik. IB juga sangat berguna untuk

digunakan pada betina-betina yang berada dalam keadaan estrus dan

berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk dinaiki pejantan. (Anonimus, 2010)
2.4.4. Keuntungan Inseminasi Buatan
- Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan
- Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik
- Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding)
- Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka

waktu yang lama


- Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun

pejantan telah mati


- Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik

pejantan terlalu besar


- Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang

ditularkan dengan hubungan kelamin (Anonimus, 2008)


2.4.5. Kerugian IB
- Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka

tidak akan terjadi terjadi kebuntingan


- Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang

digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan

diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil


- Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari

pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama


- Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila

pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui

suatu progeny test) ( Anonimus, 2011)


2.4.6. Aspek Keberhasilan IB
- Inseminator
- Deteksi birahi
- Ketepatan waktu
- Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina
- Umur betina, berat, serta nutrisif
- Post thawing motility.

BAB 3 MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan


Kegiatan ini dilakukan di Ex Laboratorium Inseminasi Buatan Departemen

Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang

dimulai tanggal 22 Juli hingga 26 Juli 2013. Kegiatan yang dilakukan di laboratorium

ini adalah pembuatan diluter, penampungan semen domba serta pemeriksaan semen

3.2. Materi Kegiatan


3.2.1. Alat
Beberapa alat yang digunakan adalah vagina buatan, termos, thermometer,

object glass, cover glass, pipet tetes, spektrofotometer, beaker glass, batang gelas,
pengaduk, kompor, timbangan, lemari es, counter, tabung reaksi berskala, gelas ukur,

mortir dan mikroskop.


3.2.2. Bahan
Beberapa bahan yang digunakan adalah domba jantan, vaselin, alcohol 70 %,

Eosin negrosin, NaCl 1 %, Aquadest, Susu skim, Telur, Antibiotika dan buah –

buahan segar.

3.3. Metode Kegiatan


3.3.1. Penampungan Semen Domba
Penampungan semen dilakukan dengan vagina buatan yang terdiri atas tabung

karet yang berlubang pentil, karet inner liner, karet pengikat, corong karet, dan tabung

penampung berskala. Air panas (40-52oC) dimasukkan ke dalam vagina buatan

melalui lubang pentil hingga mencapai setengah bagian, kemudian lubang pentil

ditutup dan dipompa. Kekenyalan vagina buatan diukur dengan jari jika dirasakan

cukup, karet bagian luar vagina buatan diberi vaselin hingga 1/3 bagian panjangnya.

Domba betina pemancing (teaser) dimasukkan ke dalam service create, selanjutnya

domba pejantan dibiarkan mendekati domba betina pemancing beberapa kali untuk

meningkatkan libido dan setelah domba pejantan menaiki pemancing, bagian

preputium dipegang, ujung penis diarahkan ke lubang vagina buatan dengan posisi

miring. Semen yang tertampung segera dievaluasi secara makroskopis dan

mikroskopis.

3.3.2. Pengolahan Semen Domba

3.3.2.1 Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Sitrat Kuning Telur


Alat dan bahan yang digunakan adalah cawan petri, kertas saring, erlenmeyer,

natrium sitrat, gelas ukur, timbangan, gelas piala, telur ayam, kapas, aquades dan

alkohol 70 %

Persiapan Kuning Telur


Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara memutar

dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mongering. Kulit telur dipecahkan

pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset. Putih telur dikeluarkan pada

cawan petri agar terpisah dengan kuning telur. Kuning telur yang masih terbungkus

membran vitelin digulirkan di atas kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap

seluruhnya. Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass, kemudian kuning telur

dimasukkan ke dalam gelas ukur


Pembuatan Bahan Pengencer Sitrat Kuning Telur
Natrium sitrat ditimbang sebanyak 1,45 gram kemudian dimasukkan kedalam

erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades 50 ml. Larutan sitrat dicampur kuning

telur dengan perbandingan 4 bagian larutan sitrat dan 1 bagian kuning telur di dalam

gelas ukur, ditambahkan antibiotika yaitu Penicillin dengan dosis 1000 IU/ml

pengencer dan Streptomycin 1 mg/ml pengencer. Larutan diaduk sampai homogen.


3.3.2.2 Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Susu Skim
Susu bubuk skim ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer. Kemudian dilarutkan dengan aquades 50 ml. Larutan susu skim

dipanaskan dengan waterbath yang suhunya 92ºC selama 10 menit. Larutan susu

skim didinginkan dengan air kran mengalir hingga suhunya mencapai 32°C. Buang

kepala susu bila ada dengan disaring menggunakan kain kasa, ditambahkan
antibiotika yaitu Penicillin dengan dosis 1000 IU/ml pengencer dan Streptomycin 1

mg/ml pengencer. Larutan diaduk sampai homogen.


3.3.2.3 Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Sari Buah Sitrat
Buah yang digunakan ditimbang 30 gram, kemudian digerus dengan mortar.

Tambahkan aquades sebanyak 30 ml dan disaring dengan kasa steril kemudian diukur

pH ± 5. Campurkan sari buah dengan larutan sitrat dengan perbandingan 1 : 1 sampai

dengan 1 : 4. Tambahkan Penicillin dengan dosis 1000 IU/ml pengencer dan

Streptomycin 1 mg/ml pengencer. Larutan diaduk sampai homogen.

3.3.3. Evaluasi Semen Domba Segar


3.3.3.1 Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis meliputi :
- Pemeriksaan volume air mani
Dilakukan dengan cara melihat pada skala tabung yang digunakan untuk

menanpung semen, maka dapat ditentukan volumenya.


- Konsistensi air mani.
Dilakukan dengan cara melihat air mani yang telah ditempatkan pada tabung

di tempat yang terang kemudian dimiringkan dan menegakkan kembali tabung

tersebut.
- Bau air mani
Dilakukan dengan cara mencium air mani yang tertampung di tabung.
- Warna air mani
Dilakukan dengan cara melihat warna air mani yang tertampung di tabung
- Derajat keasaman
Dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus.

3.3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopis


Pemeriksaan mikroskopis meliputi :
- Gerakan Massa
Gerakan Massa (aktivitas gerakan keseluruhan) dilihat dengan cara

meneteskan satu tetes semen di atas object glass, lalu diamati di bawah

mikroskopdengan pembesaran 10 x 10. Hasil interpretasi terdiri dari (+++)


gelombang tebal,cepat berpindah, celah gumpalan rapat, aktif dan motilitas sangat

baik; (++)gelombang sedang, cepat, awan agak terang; (+) sperma bergerak sendiri,

tidak ada awan; (-) tidak ada gelombang.


- Motilitas
Motilitas (gerakan spermatozoa secara individual) dilihat dengan cara

mencampurkan 3-4 tetes NaCl fisiologis, 1 tetes semen untuk domba, lalu

dihomogenkan.Setelah itu preparat diperoleh dengan mengambil satu tetes campuran

semendengan NaCl tadi, kemudian diletakkan pada object glass yang lain dan ditutup

cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaram

40×10.Motilitas diukur secara kualitatif dengan mengamati pergerakan spermatozoa

hidup yang progresif kemudian dibandingkan dengan spermatozoa yang tidak

progresif (sirkuler, diam, reverse dan vibrator). Penilaian yang diberikan dar iangka

0% (mati semua) sampai 100% (motil semua)

- Konsentrasi air mani


Pada kegiatan kali ini konsentrasi air mani diperiksa dengan menggunakan

alat Spektrofotometer. Prosedurnya adalah kabel fitting spectronik dipasang pada

stop kontak. Kemudian jarum spectromic diatur supaya menunjukkan angka 0 di

sebelah kiri. Tabung kuvet yang sudah berisi NaCl 2 % sebanyak 5 cc dimasukkan dan

jarum spectromic kembali diatur supaya menunjukkan angka 0 pada skala yang

berada di sebelah kanan, tabung kuvet diangkat. Kemudian buat larutan NaCl 2 %

yang mengandung 1 % sampel semen dengan cara meneteskan 0,05 ml sampel

semen ke dalam 4,95 ml NaCl 2 % kemudiang dimasukkan ke dalam tabung kuvet

baru. Masukkan tabung kuvet tersebut ke dalam spectromic menggantikan cuvet


standar yang telah diangkat. Jarum skala spectromic diamati menunjukkan angka

berapa kemudian dikonverskan menggunakan tabel dibawah ini :

Standart
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
580

0.0 - 60 120 180 240 300 360 420 480 540

0,1 600 660 720 780 840 900 960 1020 1080 1140

0,2 1200 1260 1320 1380 1440 1500 1560 1620 1680 1740

0,3 1800 1860 1920 1980 2040 2100 2160 2220 2280 2340

0,4 2400 2460 2520 2580 2640 2700 2760 2820 2880 2940

0,5 3000 3060 3120 3180 3240 3300 3360 3420 3480 3540

0,6 3600 3660 3720 3780 3940 4000 4060 4120 4180 4240

0,7 4200 4260 4320 4380 4440 4500 4560 4620 4680 4740

0,8 4800 4860 4920 4980 5040 5100 5160 5220 5280 5340

0,9 5400 5460 5520 5580 5640 5700 5760 5820 5880 5940

- Rasio Hidup Mati dan Abnormalitas Sperma


Rasio hidup mati dilakukan dengan cara meneteskan 2 tetes eosin 2% dan

ditambah sedikit sperma lalu diaduk hingga homogen. Setelah homogen dibuat

preparat ulas dan difiksasi dengan pemanas. Fiksasi preparat ulas pada pemanas

dilakukan selama kurang dari 15 detik tujuannya agar spermatozoa yang hidup

ataupun mati dapat terlihat jelas. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan

kepalayang tidak berwarna/transparan dan berwarna merah pada spermatozoa yang

mati. Spermatozoa yang mati dan hidup dihitung sebanyak 10 lapang pandang dengan
jumlah sel spermatozoa minimal 200 sel di bawah mikroskop pembesaran

40×10.Lalu persentase spermatozoa yang hidup dihitung dengan rumus :


Persentase spermatozoa hidup = jumlah spermatozoa hidup jumlah total spermatozoa × 100%

Setelah pengamatan persentase spermatozoa hidup, dilakukan pengamatan

morfologi normal dan abnormal spermatozoa pada preparat yang sama.Spermatozoa

yang normal dan abnormal dihitung sampai 10 lapang pandangdengan jumlah sel

spermatozoa minimal 200 sel di bawah mikroskop pembesaran40 x 10, dengan

rumus:
Persentase spermatozoa abnormal = jumlah spermatozoa abnormaljumlahtotal spermatozoa × 100%

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis Semen Domba

Pemeriksaan Makroskopis

Tanggal Volume (ml) Warna Bau Konsistensi pH

Putih Khas semen


23 Juli 2013 1,5 ml Kental 7
kekuningan domba

Pemeriksaan Mikroskopis

Kecepatan
Gerakan Gerakan Konsentrasi
Tanggal Motilitas (%) Gerakan
Massa Individu (juta/ml)
Individu

23 Juli 2013 +++ Progresif 90 % 4 2700

4.1.2. Pemeriksaan Mikroskopis Semen Domba dengan Pengencer

Pengencer Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


Prosentas
Gerakan Gerakan Prosentase Gerakan
Motilitas e Motilitas Motilitas
Massa Massa Hidup Massa
Hidup
Susu Skim ++ ++ +
Kuning Telur
Sitrat + + +
++
Apel Sitrat ++ +
++
Melon Sitrat ++ +
++
Kelapa Sitrat ++ ++
Buah Naga ++
Sitrat + +
Pepaya Sitrat + + +
Bengkoang
Sitrat + + +
+ + +
Kurma Sitrat
+ + +
Madu Sitrat
+ + +
Semangka KTS
Jambu Sitrat ++ + +

Вам также может понравиться