Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstrak
Tulisan ini berangkat dari pemahaman tentang perkembangan remaja pada abad 21 yang
telah banyak dipengaruhi pengonsumsian media baru/digital. Banyak pendapat yang
mengatakan bagaimana perkembangan peserta didik tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
media dan berbagai temuan tentang media memiliki dampak terhadap perkembangan
mereka. Pada era media baru/digital, tidak ada lagi batas ruang dan waktu untuk
memperoleh informasi. Media baru memudahkan remaja untuk saling terhubung satu
sama lain. Bahkan mereka lebih akrab dengan dunia digital dibandingkan dengan dunia
nyata. Berbagai kondisi dan pengaruh yang dirasakan remaja dalam penggunaan media
baru ditentukan oleh kemampuan literasi mereka dalam menyerap informasi-informasi
media baru. Kemampuan literasi media baru yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik
seperti fungtional consuming, critical consuming, fungtional prosuming, dan critical
prosuming. Oleh karenanya bimbingan kelompok sebagai salah satu upaya layanan
bimbingan dan konseling dapat menjadi fasilitas bagi peserta didik untuk meningkatkan
kemampuan literasi media baru mereka. Bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai
pendidikan karakter-cerdas dengan proses pembelajaran yang menanamkan dan
menempakan kaidah-kaidah karakter dan kecerdasan dalam kadar yang tinggi
diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan literasi media baru yang cerdas, kritis, dan
bertanggung jawab pada diri peserta didik.
A. Pendahuluan
Perkembangan media dari bentuk cetak hingga ke arah serba digital saat ini
semakin pesat. Perkembangannya telah dikenal sebagai perkembangan media baru
atau digital. Media baru merupakan revolusi teknologi yang mempengaruhi sebagian
besar kegiatan intelektual yang melibatkan produksi, penyebaran, dan konsumsi
informasi. Revolusi ini mencakup sejumlah teknologi konvergen untuk penciptaan,
representasi, dan komunikasi informasi, berdasarkan paradigma komputasi (Kalay,
New Heritage: New Media and Cultural Heritage., (2008).) (Kalay, Y.E, 2008).
Media baru mengacu pada sistem komunikasi di mana platform media diakses
melalui internet dan digunakan untuk tujuan membuat konten, memodifikasi konten,
dan berbagi informasi melalui penggunaan perangkat digital.
Pada era digital atau media baru seperti ini, setiap orang dari setiap rentang
usia secara umum dan khususnya pada remaja memiliki gaya hidup baru yang tidak
bisa dilepaskan dari perangkat yang serba elektronik. Berdasarkan data survey
Kominfo (2017) menunjukkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Indonesia sudah
memiliki telepon pintar atau smartphone pada persentase 66,31%. Data lebih spesifik
dijelaskan penggunaan berdasarkan usia penggunaan smartphone tertinggi 75,95%
berada pada usia 20-29 tahun. Remaja pada kategori tersebut berada pada masa
remaja akhir. Selanjutnya berdasarkan pekerjaan pelajar/mahasiswa berada ada
persentase 70,98%. Maka pemakaian salah satu media baru tersebut menguasai cara
manusia untuk hidup, bekerja dan bermain.
Selain itu teknologi digital sebagai media baru saat ini mampu membantu
remaja mempermudah melakukan apapun tugas dan pekerjaan. Kemudahan untuk
mendapatkan dan berbagi informasi juga dipicu oleh kehadiran internet yang telah
mengubah segalanya. Berdasarkan survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) (2017) tingkat penggunaan internet tertinggi dengan persentase
49% berada pada usia 19 sampai 34 tahun. Remaja pada kategori tersebut juga berada
pada masa remaja akhir.
Selain jumlah data tersebut menurut penelitian Pramiyanti, A., Putri, I.P.,
Nureni, R (2014) pada 300 siswa SMA mengungkapkan alasan seorang remaja dekat
dengan media karena ada motif dalam penggunaanya. Motif tersebut dijabarkan
dengan kategori motif kognitif dengan persentase 68,67%, motif diversi 37,33%,
motif identitas personal 70%, dan motif ekonomi 38,33%. Dapat dilihat dari data
tersebut remaja cenderung sangat dekat dengan media karena adanya motivasi dalam
pengembangan dan eksistensi identitas personalnya.
Media sosial juga menjadi penggunaan media baru yang memiliki eksistensi
besar dikalangan remaja dan menjadi salah satu faktor meningkatnya motivasi
identitas personal remaja pada sekarang. Menurut Boyd, D.M.,dan Ellison, N.B.,
(2007:4) jejaring sosial yang merupakan bentuk media baru adalah layanan berbasis
web yang mengizinkan individu untuk mengkonstruksi profil publik/semi-publik di
dalam sistem terikat, menghubungkan sekelompok pengguna yang saling berbagi
koneksi dan melintasi koneksi-koneksi ini dalam sebuah sistem. Temuan penelitian
penggunaan media sosial pada remaja oleh Weinstein, E., (2018) mengungkapkan
respons survei dari sampel 568 remaja menggambarkan penggunaan media sosial
sebagai pengalaman pengaruhnya yang positif pada well being meliputi ekspresi diri,
interaksi relasional, eksplorasi, dan pengamatan hiburan.
Penggunaan media baru layaknya seperti pisau bermata dua apabila
penggunaanya tidak tepat justru akan mencelakakan penggunanya sendiri. Banyak
akibat yang negatif dirasakan remaja ketika salah dalam menggunakan media baru.
Menurut Merwe, P.Vd., (2012) dari jurnalnya identitas diri remaja melalui
penggunaan media digital online diasumsikan memberi kesempatan seseorang untuk
bertindak nakal atau bahkan melakukan tindakan bullying. Selain itu salah satu bentuk
kekerasan yang sering dialami remaja dalam dunia maya adalah Cyberbulliying untuk
melakukan tindakan yang menyakiti orang lain melalui komputer, telepon seluler, dan
alat elektronik lainnya (Rifauddin, M., 2016). Temuan Patchin, J.W., dan Hinduja, S.,
(2017) menjelaskan 32 terbanyak dari 347 siswa memiliki motivasi untuk memposting
tentang perasaan dan keburukan tentang dirinya di media online berawal sebagai
korban bullying di kelas ataupun online sehingga siswa begitu membenci dirinya
sendiri. Penggunaan media berkonten seksual secara online maupun ofline pada
remaja usia 13-15 tahun memiliki kontribusi meningkatnya intensitas seksual untuk
menampilkanya pada media online (Bobkowski, P.S., Shafer, A., Ortiz, R,R., 2015).
Menurut Yusuf, S (2017, hlm. 6) bahwa media elektronik (televisi), VCD, handphone,
atau internet yang konstennya tidak mendidik, baik dalam bentuk tanyangan kekerasan
maupun adegan-adegan porno. Jika dilihat dari resiko fisiologis berdasarkan temuan
Ceranoglu, T.A (2017) anak-anak dengan gangguan attention-deficit/ hyperactivity
(ADHD) lebih berisiko mengalami efek negatif pada tidur, prestasi akademik,
perhatian dan keterampilan kognitif. Membatasi penggunaan digital baru menuntut
perhatian dari orang tua anak-anak dengan ADHD dan pemantauan klinis dari para
profesional kesehatan mental.
Berbagai kondisi yang dirasakan tersebut dikalangan remaja sudah seharusnya
disertai dengan kecakapan dalam penggunaan media baru. Kemampuan tersebut tidak
hanya sekedar bagaimana mendapatkan informasi namun juga bagaimana cara
memahami, menganalisa, dan menyikapi informasi tersebut. Literasi media baru
menjadi suatu kemampuan penting yang seharusnya dimiliki orang-orang khusunya
remaja dalam menggunakan media baru. Menurut Hoechsmann, M dan Poyntz, S.R
(2012, hlm. 1) literasi media baru menunjukkan kapasitas atau kompetensi untuk
melakukan sesuatu dengan media, apakah memahaminya, untuk memproduksinya,
atau untuk memahami perannya dalam masyarakat kita.
Kemampuan ini dikatakan Gee (2010 hlm. 36) bahwa penekanan literasi
media baru bukan hanya pada bagaimana orang menanggapi pesan media, tetapi juga
tentang bagaimana mereka terlibat secara proaktif di dunia media di mana produksi,
partisipasi, pembentukan kelompok sosial, dan tingkat keahlian non-profesional yang
tinggi adalah lazim. Mengenai hal ini Diosa, I.R., F van Oostenb, J.M., dan Igartuac,
J.J (2018) memperoleh temuan dari penelitiannya bahwa semakin tinggi keterampilan
digital siswa maka semakin tinggi peluang dan resiko aspek negatif online.
Kemampuan literasi digital sangat penting sebagai mediasi antara pengawasan orang
tua dengan peluang dan resiko online.
Berbagai kemampuan literasi media tersebut seharusnya ada pada diri remaja
saat ini terlebih terhadap media baru agar mampu menggunakan media dengan cerdas
dan efektif. Akan tetapi begitu cepatnya arus perubahan dan perkembangan media
menyebabkan pembekalan literasi media baru seakan tersendat. Berbeda dengan
negara-negara maju lainnya peningkatan kemampuan literasi media baru telah menjadi
salah satu program pendidikan. Salah satunya kegiatan literasi media di Turki
bertujuan untuk mengajarkan individu agar sadar akan pengaruh negatif media
sehingga dapat menghindari pengaruh-pengaruh ini; dan program literasi media
dianggap sebagai salah satu cara untuk mewujudkan tujuan ini (Ouzhan, O., dan
Haydari, N., 2011). Sementara di Indonesia berdasarkan penelitian Hariyanto, Y.P
(2017) pada remaja di Surabaya mengungkapkan kemampuan functional consuming
literacy diperoleh hasil rata-rata skor keseluruhan sebesar 3,48 yang dikategorikan
tinggi. Namun tingkat kemampuan critical prosuming literacy diperoleh hasil rata-rata
skor keseluruhan sebesar 3,03 yang dikategorikan sedang. Dan pada kemampuan
functional prosuming literacy diperoleh hasil rata-rata skor keseluruhan sebesar 2,44
yang dikategorikan rendah.
Berdasarkan permasalahan tentang berbagai dampak penggunaan media dan
tingkat kemampuan literasi media baru yang masih belum maksimal menegaskan
bahwa pendidikan memerlukan strategi khusus agar kemampuan literasi peserta didik
dapat meningkat dengan mengintegrasikan kebijakan pemerintah dalam gerakan
literasi tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 menyatakan perlunya
sekolah menyisihkan waktu secara berkala untuk pembiasaan membaca sebagai
bagian dari penumbuhan budi pekerti. Dalam upaya tersebut Bimbingan dan
Konseling yang merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan nasional dan
sejalan dengan tujuan pendidikan yang komprehensif memiliki peranan sebagai
pendekatan preventif terhadap tantangan-tantangan negatif media yang akan
menghambat perkembangan peserta didik. Bimbingan kelompok menjadi salah satu
strategi layanan Bimbingan dan Konseling yang memanfaatkan dinamika kelompok
dapat menjadi sarana bagi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan berbagai
pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau ketrampilan yang
diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah terkait dengan dampak
penggunaan media baru yang salah dan dalam upaya pengembangan kemampuan
literasi media baru.
Program bimbingan kelompok yang berupaya meningkatkan kemampuan
literasi media dapat dilaksanakan dengan mendiskusikan nilai-nilai pendidikan
karakter-cerdas didalam kegiatannya. Pendidikan karakter harus dikembangakan
dalam bingkai utuh sistem pendidikan nasional sebagai rujukan normatif, dirumuskan
dalam sebuah kerangka pikir utuh (Kartadinata, S., 2010). Selain itu perilaku
berkarakter harus disertai dengan tindakan yang cerdas dan prilaku cerdas hendaknya
pula diisi upaya yang berkarakter (Prayitno, 2011). Dengan demikian bimbingan
kelompok berbasis nilai-nilai pendidikan karakter-cerdas diasumsikan dapat
meningkatkan pribadi peserta dengan kemampuan literasi media baru yang
berkarakter dan berperilaku cerdas.
B. Pembahasan
1. Media Baru
3. Bimbingan Kelompok
C. Penutup
Media baru dan masa remaja sama-sama dilihat sebagai sesuatu yang sedang
mencari bentuknya. Belum stabilnya kedua hal ini memiliki kecenderungan untuk
saling menguntungkan atau malah merugikan di satu sisi. Literasi dan etika terhadap
media baru menjadi kunci bagi remaja untuk bisa memperkaya identitas serta
menjaga privasi yang dimilikinya. Literasi media baru dilihat sebagai keterampilan
yang dapat dikembangkan ketika individu berada dalam keadaan tidak melek media
di setiap situasi, setiap waktu dan semua bentuk media baru. Oleh karenanya di
hadapan media, publik harus cerdas dan berdaya.
Semakin banyak fenomena dan dampak buruk ketika seseorang tidak mampu
menerima, menganalisa, mengkritisi, dan menyikapi sumber media baru yang
diterimanya. Kondisi ini menjadi tanggungjawab banyak pihak yang peduli dengan
ancaman-ancaman media baru tidak terkontrol dapat menyerang generasi masa depan
terkhusus bagi remaja yang rentan akan hal ini. Bimbingan dan konseling sebagai
upaya pendidikan seharusnya memiliki peran dan andil menyikapi hal ini. Sebagai
ilmu bimbingan dan konseling terus melakukan inovasi dan pengembangan dalam
upayanya melaksanakan pendidikan bagi semua perserta didik. Mengembangkan
strategi layanan bimbingan kelompok dengan menanamkan nilai-nilai karakter cerdas
menjadi salah satu pendekatan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
literasi media baru pada peserta didik. Hal ini akan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia yang tertuang dalam rancangan UUD 45 untuk membentuk karakter dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Referensi
APJII. (2017). Infografis Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet. Indonesia Survey
2017. Jakarta: Asosisasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
Bobkowski, P.S., Shafer, A., Ortiz, R.R. (2015). Sexual intensity of adolescents' online
self-presentations: Joint contribution of identity, media consumption, and
extraversion. Computers in Human Behavior
Boyd, D. M., & Ellison, N. B. (2007). Social Network Sites: Definition, History, and
Scholarship. Journal of Computer Mediated Communication
Creeber, G., & Martin, R. (2009). Digital Cultures: Understanding Media baru.
Berkshire, England: McGraw – Hill
Croteau, David, dan William Hoynes. (1997). Media/Society; Industries, Images, and
Audiences. London: Pine Forge Press
Diosa, I.R., F van Oostenb, J.M., dan Igartuac, J.J. (2018). A Study of the Relationship
between Parental Mediation and Adolescents’ Digital. Skills, Online Risks and
Online Opportunities. Computers in Human Behavior
Dewdney, A., Ride, Peter. (2006). The New Media Handbook. London. Routledge.
Gibson, R.L., M.H. Mitchell. (2011). Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Diterjemahkan dari; Introduction to Counseling and Guidanse. First
publisher 2008 by Pearson Prentice Hall. Pearson education, Inc, Upper Saddle
River, New Jersey.
Guntarto. (2011). Kidia (Kritis! Media untuk Anak). Perkembangan Literasi Media di
Indonesia. Diunduh pada 28 Mei 2018.
http://www.kidia.org/news/tahun/2011/bulan/02/tanggal/09/id/187/
Gee, J.P. (2010) New digital media and learning as an emerging area and “worked
examples” as one way forward. Cambridge, MA: MIT Press
Hariyanto, Y.P. (2017). Literasi Media Di Kalangan Remaja Kota dalam Penggunaan
Media Sosial. Journal Universitas Airlangga. Vol. 6 / No. 3 / Published : 2017-03
Hoechsmann, M., Poyntz, S.R. (2012). Media Literacies: A Critical Introduction. Wiley-
Blackwell
Kalay, Y.E. (2008). New Heritage: New Media and Cultural Heritage.
Kellner, D., Share, J. (2005). Toward critical media literacy: Core concepts, debates,
organizations, and policy. Discourse: Studies in the Cultural Politics of Education,
26 (3), 369–386. doi: 10.1080/01596300500200169
Kominfo. (2017). Survei Penggunaan Tik 2017 Serta Implikasinya Terhadap Aspek
Sosial Budaya Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Aplikasi
Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik
Lin, T.-B., Li, J.-Y., Deng, F., & Lee, L. (2013). Understanding New Media Literacy: An
Explorative Theoritical Freamework. Educational Technology & Society.
Merwe, P. Vd (2013). Adolescent Violence: The Risks and Benefits of Electronic Media
Technology. Procedia - Social and Behavioral Sciences 82 ( 2013 ) 87 – 93
Mondry, (2008). Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia
NAMLE. (2009). Core Principles Of Media Literacy Education In The United States.
National Association for Media Literacy Education (formerly AMLA)
Reproduction for educational use is encouraged. www.NAMLE.net
Ouzhan, O., Haydari, N. (2011). The state of media literacy in Turkey. Procedia Social
and Behavioral Sciences 15 (2011) 2827–2831
Pramiyanti, A., Putri, I.P., Nureni, R. (2014). Motif Remaja dalam Menggunakan Media
Baru (Studi Pada Remaja Di Daerah Sub-urban Kota Bandung). Komuniti: Jurnal
Komunikasi dan Teknologi Informasi. Volume VI, No. 2
Stober, R. (2004). What Media Evolution IsA Theoretical Approach to the History of New
Media. European Journal of Communication 19(4):483-505
Weinstein, E. (2018). The social media see-saw: Positive and negative influences on
adolescents’ affective well-being. Journal New Media & Society. SAGE
Publications