Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
B. Pemurnian Gliserol
1. Penambahan Asam Fosfat
Proses pembuatan biodiesel dari CPO (Crude Palm Oil)
menghasilkan produk samping yaitu gliserol dengan tingkat kemurnian
yang masih sangat rendah (gliserol kasar). Gliserol kasar yang terbentuk
dari reaksi pembuatan biodiesel terlebih dahulu dipisahkan dari metil ester
(biodiesel). Teknik pemisahan gliserol yang dilakukan adalah pemisahan
secara gravitasi sehingga terbentuk larutan dua fasa. Pemisahan ini terjadi
karena gliserol tidak larut dalam biodiesel dan adanya perbedaan densitas
antara biodiesel dan gliserol. Biodiesel mempunyai densitas sekitar 0,88
g/ml, dan gliserol mempunyai densitas sekitar 1,05 g/ml, atau lebih.
Densitas gliserol ini tergantung dari jumlah metanol, air dan katalis dalam
gliserol.
# $%!&
# '&!(
Rata-rata fraksi massa lapisan tengah yang diperoleh dalam satu kali batch
percobaan adalah sebesar 0,50 bagian dan fraksi atas 0,30 bagian serta
fraksi bawah 0,20 bagian. Jadi gliserol yang terkandung dalam crude
glycerol setelah penambahan asam fosfat berjumlah 50 % dari total berat
crude glycerol.
2. Pemucatan Gliserol
Warna gliserol yang gelap (coklat kehitaman) dipisahkan dengan
penambahan adsorben berupa campuran arang aktif dan bentonit. Jumlah
adsorben yang digunakan bervariasi yaitu 8 % (w/w), 10 % (w/w), 12 %
(w/w) dan 14 % (w/w). Jumlah adsorben yang digunakan mengacu pada
penelitian Prakoso (2007). Penelitian Prakoso menggunakan arang aktif
10%. Namun pada penelitian ini, adsorben yang digunakan merupakan
campuran dari arang aktif dan bentonit dengan konsentrasi arang aktif
tetap yaitu 4 %, dan jumlah bentonit berbeda untuk setiap taraf.
Konsentrasi bentonit antara lain 4 %, 6 %, 8% dan 10 %. Variasi jumlah
arang aktif dan bentonit dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi
adsorben terhadap pemurnian gliserol dan mendapatkan kombinasi
perlakuan yang terbaik.
Penambahan adsorben (arang aktif dan bentonit) bertujuan untuk
menghilangkan warna dan juga mengikat senyawa organik yang masih
terkandung didalam gliserol tersebut. Sebelum penambahan adsorben,
sampel terlebih dahulu diencerkan dengan air dengan perbandingan
volume 2 : 3. Penambahan air ini dilakukan untuk memudahkan proses
adsorpsi warna dan senyawa organik yang terkandung di dalam larutan
gliserol oleh arang aktif. Selain itu penambahan air ini juga ditujukan
untuk mempercepat waktu penyaringan setelah proses penambahan
adsorben selesai dilakukan karena larutan gliserol merupakan cairan
viscous.
Bentonit yang digunakan untuk pemucatan terlebih dahulu
diaktivasi untuk memperbesar daya adsorpsiya. Aktivasi bentonit
dilakukan dengan cara pengasaman menggunakan asam mineral yaitu HCl.
Prosedur aktivasi bentonit dapat dilihat pada lampiran 3.
Gliserol yang sudah dipucatkan dengan penambahan adsorben,
dianalisis dengan analisa warna, kadar air, kadar abu serta bilangan asam.
Hasil analisa tersebut dibandingkan dengan analisa awal sebelum gliserol
dimurnikan. Dari analisa warna diambil gliserol yang mempunyai warna
paling baik diantara gliserol yang lainnya, kemudian dilakukan analisis
GC MS untuk melihat komposisi serta kadar gliserol sebelum dimurnikan
(crude glycerol) dengan gliserol setelah pemurnian.
Keterangan :
O : gliserol kasar (crude glycerol)
A1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 8 %
A2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 10 %
A3 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 12 %
A4 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 14 %
"*))) +*&$+
+* )) +*+ $
)*$+'
+*))) )*("( )* '
)* ))
)*)))
+ " ' %
Keterangan :
O : gliserol kasar (crude glycerol)
A1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 8 %
A2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 10 %
A3 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 12 %
A4 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 14 %
Gambar 13. Histogram pengaruh jumlah adsorben
terhadap kadar air gliserol
)*'))) )*" +
)*")))
)*++
)*)$$
)*)&+(
)*+))) )*) %'
)*))))
+ " ' %
Keterangan :
O : gliserol kasar (crude glycerol)
A1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 8 %
A2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 10 %
A3 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 12 %
A4 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 14 %
4. Analisa Warna
Analisa warna gliserol diuji menggunakan alat spektrofotometer U
2000. Kejernihan gliserol dilihat dari nilai absorbansinya. Jika absorbansi
rendah berarti gliserol semakin jernih.
Pada foto gliserol sebelum dan sesudah proses pemurnian, terlihat
perbedaan warna, dimana gliserol sesudah proses pemurnian mempunyai
warna yang lebih pucat dibandingkan gliserol sebelum proses pemurnian.
A1.1 A1.2
A2.1 A2.2
A3.1 A3.2
A4.1 A4.2
Keterangan :
O : gliserol sebelum proses pemurnian (crude glycerol)
A1.1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 8 % (ulangan 1)
A1.2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 8 % (ulangan 2)
A2.1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 10 % (ulangan 1 )
A2.2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 10 % (ulangan 2)
A3.1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 12 % (ulangan 1)
A3.2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 12 % (ulangan 2)
A4.1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 14 % (ulangan 1)
A4.2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 14 % (ulangan 2)
%*))"
%
' "*))' +*$$( +*$$+ +*$&(
"
+
)
+ " ' %
Keterangan :
O : gliserol kasar (crude glycerol)
A1 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 8 %
A2 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 10 %
A3 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 12 %
A4 : gliserol dengan konsentrasi adsorben 14 %