Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
University
Senin, 09 November 2015
PENETAPAN KADAR VITAMIN C SECARA IODIMETRI
OLEH
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menetahui penetapan kadar vitamin C
secara iodimetri.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan efektif
mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan, termasuk melindungi lensa
dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi. Status vitamin C seseorang sangat
tergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin C harian, kemampuan absorpsi dan
ekskresi, serta adanya penyakit tertentu Rendahnya asupan serat dapat mempengaruhi
asupan vitamin C karena bahan makanan sumber serat dan buah-buahan juga merupakan
sumber vitamin C (Monalisa Karinda, 2013).
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan senyawa bersifat asam dengan rumus
empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol). Kegunaan Vitamin C adalah sebagai
antioksidan dan berfungsi penting dalam pembentukan kolagen, membantu penyerapan zat
besi, serta membantu memelihara pembuluh kapiler, tulang, dan gigi. Konsumsi dosis
normal Vitamin C 60 – 90 mg/hari. Vitamin C banyak terkandung pada buah dan sayuran
segar.
Kadar vitamin C dalam larutan dapat diukur menggunakan titrasi redoks iodimetri,
dengan menggunakan larutan indikator kanji (starch) yaitu dengan menambahkan sedikit
demi sedikit larutan iodin (I2) yang diketahui molaritasnya sampai mencapai titik
keseimbangan yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru pekat.
Contoh aplikasinya adalah pengukuran kadar vitamin C pada larutan. Dalam
penentuan nilai konsentrasi ini pada umumnya dilakukan secara manual, dimana larutan
yang hendak dicari nilai konsentrasinya, dimasukan dalam gelas uji, kemudian volume
larutan ini ditetapkan. Gelas uji yang telah berisi larutan indikator dan larutan yang diuji,
ditetesi iodine yang telah diketahui nilai konsentrasinya sedikit demi sedikit hingga terjadi
perubahan warna. Namun karena alasan efisiensi, ketelitian, dan kepraktisan, selain cara
manual memakan waktu lama, hasil titrasi juga umumnya menghasilkan pembacaan yang
tidak tepat dari titik akhir titrasi, ini dikarenakan persepsi yang berbeda setiap orang untuk
menilai warna akhir titrasi. Untuk kepentingan ini, pengukuran konsentrasi vitamin C
dibuat sistem yang cenderung terotomatisasi yang dapat menghemat waktu juga membaca
warna akhir titrasi secara akurat. (Anggi Pratama, 2012).
Vitamin C juga mudah teroksidasi, dimana proses oksidasi tersebut dapat
dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis tembaga dan besi.
Vitamin sangat sensitif terhadap pemanasan, bahkan pemanasan yang tergolong ringan
(sedikit diatas suhu kamar). Vitamin C juga mudah teroksidasi terutama bila terlarut dalam
suatu pelarut, misalnya air. Sebagai salah satu contoh kita dapat menentukan kadar vitamin
C dengn cara metode titrasi. Tujuan pengamatan kandungan vitamin C adalah untuk
mengetahui apakah proses osilasi yang diberikan, menyebabkan kerusakan vitamin C.
Kandungan vitamin C, ditentukan dengan cara titrasi. Misalkan sebanyak 5 mL sari buah
dipipet ke dalam Erlenmeyer 100 mL, lalu ditambahkan 20 mL air distilat dan tetes larutan
pati 1% sebagai indikator. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan Iod setara dengan
0.88 mg asam askorbat. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak, sehingga
harus ditangani dengan baik. Vitamin C pada buah disintesa dari glukosa, dimana vitamin
C akan mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan
kandungan vitamin C, disebabkan adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase (Sari,
2012).
BAB III
PEMBAHASAN
Vitamin C atau yang dikenal sebagai asam askorbat (C6H8O6) dapat ditentukan
konsentrasinya dalam larutan dengan metode titrasi Iodometri karena sifat vitamin c yang
mudah teroksidasi oleh iodin menjadi asam dehidroaskorbat (C6H5O6). Vitamin C adalah
vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama proses
penyimpanan. Laju kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga dan besi
serta dipengaruhi pula oleh kerja enzim. Pendedahan oksigen dan pendedahan terhadap
cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C pada makanan. Enzim yang mengandung
tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk
penguraian asam askorbat. Enzim paling penting dalam golongan ini adalah asam askorbat
oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase. Hanya asam askorbat oksidase
yang terlihat reaksi langsung antara enzim, substrat dan oksigen molekul. Enzim lain
mengoksidase vitamin secara tidak langsung. Kuinon bereaksi langsung dengan asam
askorbat, sitokrom oksidase mengoksidasi sitokrom menjadi bentuk teroksidasinya dan
senyawa ini bereaksi dengan asam L-askorbat. Peroksidase bergabung dengan senyawa
fenol menggunakan hydrogen peroksida untuk melakukan oksidasi, enzim ini tidak bekerja
dalam buah karena adanya pemisahan enzim dan substrat secara fisik.
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu suatu
penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan
yang merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran kadar Vitamin C dengan
reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodine (I2) sebagai titran dan larutan kanji sebagai
indikator. Pada proses titrasi, setelah semua Vitamin C bereaksi dengan Iodin, maka
kelebihan iodin akan dideteksi oleh kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap.
Reaksi Vitamin C dengan iodin adalah sebagai berikut :
C6H8O6 + I2 C C6H6O6 + 2I- + 2H+
Misalkan sample yang diuji adalah minuman ringan dengan kadar Vitamin C
tertera pada kemasan. Nilai kadar Vitamin C yang tertera pada kemasan, biasanya dalam
satuan milligram (mg) atau dalam persentase Angka Kecukupan Gizi (%AKG), dengan
acuan 100% AKG setara dengan 60 mg Vitamin C. Nilai error saat pengujian dapat
disebabkan karena iodin berlebih pada sample dan molaritas iodin yang tidak tepat 0,00341
M. Namun tidak semua sample dapat diasumsikan demikian karena kadar Vitamin C pada
sample tersebut dapat berkurang karena pengaruh panas dan sinar matahari saat proses
penyimpanan juga dapat disebabkan sample lama dibiarkan terbuka sehingga bereaksi
dengan oksigen (oksidasi) sebelum dilakukan pengujian.
Metode iodimetri dapat juga di lakukan dengan menggunakan sampel buah
contohnya mannga. Sampel ditimbang sebanyak 50 g dan diencerkan dengan aquabides
sampai tanda batas. Setelah sampel ditimbang dan diencerkan, kemudian ditambahkan
larutan H2SO4 10% dan ditambahkan beberapa tetes larutan amilum 1% sebagai indikator.
Setelah itu dititrasi dengan larutan iodium sampai larutan sampel berwarna biru. Sampai
titik akhir titrasi, mangga membutuhkan volume sebanyak 22,3 ml sehingga larutan
berubah menjadi warna biru. Warna biru yang dihasilkan merupakan iod-amilum yang
menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai titik akhir. Kemudian dihitung kadar
vitamin C yng terdapat pada mangga tersebut.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada pembuatan makalah ini adalah penetapan kadar vitamin C dapat
dilakukan dengan menggunakan metode iodimetri yaitu penetapnnya berdasarkan I2
(iodium) yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel
dengan ion iodida (I-). Seperti dalam reaksi redoks umumnya yang harus selalu ada
oksidator dan reduktor, sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya
(melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang
atau turun (menangkap elektron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun
reduktor saja.
DAFTAR PUSTAKA
Karinda, Monalisa. dkk. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol
Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodometri. Jurnal Ilmiah
Farmasi-Unsrat. No 1 (2).
Pratama, Anggi. dkk. Aplikasi labview sebagai Pengukur Kadar Vitamin C dalam Larutan
Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri.
Sari., Elok K N, dkk. 2012. Proses Pengawetan Sari Buah Apel (mallus sylvestris mill) Secara non-
termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting Field (OMF). Jurnal Teknologi Pertanian.
Vol. 13 No. 2.
Diposting oleh Mika Silmin di 06.13
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Posting Komentar
Mengenai Saya
Mika Silmin
Lihat profil lengkapku
Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.
Arsip Blog
▼ 2015 (30)
o ▼ November (30)
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI, ANTIFUNGI, DAN
TOKSISIT...
BIOGRAFI PUSPO WARDOYO
MORFOLOGI DAN FUNGSI KULIT, RUTE PENETRASI
KOSMETI...
LAPORAN KINETIKA REAKSI KIMIA
KELARUTAN SEMU/ TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
KELARUTAN INTRINSIK OBAT
BUFFER DAN KAPASITAS BUFFER
PENETAPAN KADAR VITAMIN C SECARA IODIMETRI
LAPORAN ARGENTOMETRI
PENENTUAN KADAR BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI
LAPORAN KOMPLEKSOMETRI
LAPORAN GRAVIMETRI
LAPORAN BROMATOMETRI
PENETAPAN KADAR VITAMIN C
PENETAPAN KADAR METAMPIRON
ANALISIS KUANTITATIF ASIDI-ALKALIMETRI
REAKSI-REAKSI KHUSUS SENYAWA YANG
MENGANDUNG C,H,...
REAKSI-REAKSI KHUSUS SENYAWA YANG
MENGANDUNG C, H,...
ANALISIS PROKSIMAT
DISPERSI KOLOID DAN SIFAT-SIFATNYA
PENENTUAN BERAT MOLEKUL POLIMER DENGAN
VISKOMETER ...
NORIT SEBAGAI ADSORBEN
PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DENGAN
VISKOM...
PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DENGAN
VISKOME...
CONTOH OBAT HIPERTENSI YANG MENGHAMBAT KANAL
ION C...
“OBAT DAN PENGGOLONGAN OBAT”
PENENTUAN KADAR Fe (BESI) DALAM SEDIAAN SECARA
SPE...
PENENTUAN KADAR GOLONGAN SULFONAMIDA
BERDASARKAN R...
PENENTUAN KADAR ALKALOIDA KOFEIN DALAM DAUN
TEH SE...
PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN
ASETOSAL DA...
http://mikasilmin.blogspot.co.id/2015/11/penetapan-kadar-vitamin-c-secara.html