Вы находитесь на странице: 1из 8

Fadia

dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru

Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru



Fadia Nadila, Dian Isti Anggraini
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu bentuk malnutrisi, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk
marasmus dan kwashiorkor. KEP merupakan keadaan yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam

makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Pada kasus dilaporkan An. M, laki- laki, usia 5 tahun, dengan gizi buruk tipe marasmus dengan tuberkulosa paru.
Dilakukan analisa penyebab berupa underlying disease atau faktor risiko lain yang menyebabkan penyakit pasien. Terdapat
hubungan antara gizi buruk terhadap infeksi (TB paru) maupun sebaliknya. Selanjutnya, penyakit diberikan
penatalaksanaan awal gizi buruk, terapi non-medikamentosa berupa diet serta medikamentosa secara tepat. Selain itu,
perlu dilakukan intervensi keluarga untuk perubahan perilaku sehat, intervensi komunitas dan perbaikan sistem pelayanan
kesehatan seperti revitalisasi posyandu.

Kata kunci: gizi buruk, gizi kurang, KEP, malnutrisi, marasmus, tuberkulosis paru

Management of Severe Wasting Children Type Marasmus with Pulmonary
Tuberculosis

Abstract
Malnutrition Energy Protein (MEP) is a form of malnutrition, namely wasting and severe wasting include marasmus and
kwashiorkor. MEP is a condition caused by low consumption of energy and protein in a daily diet or disorders caused by
certain diseases, so the nutritional intake was inadequate. In this case, a child, male, 5 years old, severe wasting type
marasmus with pulmonary tuberculosis. Causes of the disease were analyzed, such as underlying disease or other risk
factors that cause patient’s disease. There is a related between severe wasting and infection (pulmonary tuberculosis) or
vice versa. Furthermore, given the initial management of malnutrition, non-medical therapy such as diet and medical
therapy appropriately. Moreover, it is necessary to give family interventions for healthy behaviour changes, community
intervention and improvement of the health care system such as the revitalization of posyandu.

Keywords: malnutrition, malnutrition deficiency energy protein, pulmonary tuberculosis, severe wasting, wasting

Korespondensi: Fadia Nadila, S.Ked., alamat Kampus Hijau Residen blok G. 19, Kampung Baru - Bandar Lampung, HP
081273655306, e-mail nadila.fadia@yahoo.com


Pendahuluan berfluktuasi atau turun naik dimana jumlah
Kekurangan Energi Protein (KEP) kasus gizi buruk pada tahun 2012 sebanyak
merupakan keadaan kurang gizi yang 203 kasus. Kasus gizi buruk pada balita setiap
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi tahun selalu ada namun semua kasus gizi
dan protein dalam makanan sehari-hari atau buruk tersebut telah dilakukan perawatan
disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, (100%).5
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan Penyebab KEP terbagi menjadi dua yaitu
gizi.1 Sedangkan menurut Jellife (1966)2 KEP malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
merupakan istilah umum yang meliputi Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi
malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk yang disebabkan oleh asupan protein maupun
termasuk marasmus dan kwashiorkor. energi yang tidak adekuat. Malnutrisi
Pada tahun 2013, terdapat 51 juta balita sekunder adalah malnutrisi yang terjadi
di dunia menderita gizi kurang dan 17 juta gizi karena kebutuhan yang meningkat,
buruk. Secara global, prevalensi gizi kurang menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan
pada tahun 2013 diperkirakan hampir 8% dan kehilangan protein maupun energi dari
hampir sepertiga dari itu adalah gizi buruk, tubuh.6
sebesar 3%.3 Di Indonesia, jumlah balita gizi Kurang energi protein bisa terjadi
kurang dan buruk menurut Riskesdas (Riset karena adanya beberapa faktor, antara lain
Kesehatan Dasar) 2013 masih sebesar 4,5 ialah faktor sosial dan ekonomi seperti
juta.4 Gambaran kasus gizi buruk di Provinsi kemiskinan dan faktor lingkungan yaitu
Lampung sejak tahun 2003-2012 terlihat tempat tinggal yang padat dan tidak bersih.

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|36


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru


Selain itu, pemberiaan Air Susu Ibu (ASI) dan menular kronik yang disebabkan oleh
makanan tambahan yang tidak adekuat juga Mycobacterium tuberculosis yang telah
menjadi penyebabkan terjadinya masalah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia
KEP.6 dan merupakan penyebab kematian kedua
Gejala klinis KEP berat/gizi buruk yang setelah Human Immunodefficiency Virus
dapat ditemukan pada marasmus yaitu ( HIV).13
tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, TB menyerang seluruh usia, termasuk
cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambut anak-anak. Presentase semua kasus TB pada
tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak anak berkisar antara 3-25% dari seluruh
jelas (iga gambang), pantan kendur dan presentase kasus TB paru. Mayoritas anak
keriput (baggy pants) serta tekanan darah, tertular TB dari pasien TB dewasa sehingga
detak jantung dan pernafasan berkurang. Pada dalam penanggulangan TB anak penting untuk
kwashiorkor yaitu adanya edema diseluruh mengerti gambaran epidemiologi TB pada
tubuh terutama kaki, tangan atau anggota dewasa. Diagnosis TB pada dewasa mudah
badan lain, wajah membulat dan sembab, ditegakkan dari pemeriksaan sputum yang
pandangan mata sayu, rambut tipis, positif. Pada anak diagnosis TB sulit
kemerahan seperti rambut jagung, perubahan dikonfirmasi. Sulitnya konfirmasi diagnosis TB
status mental: cengeng, rewel, pembesaran pada anak mengakibatkan penanganan TB
hati, otot mengecil, kelainan kulit berupa anak terabaikan.14
bercak merah muda yang meluas, diare, Timbulnya penyakit TB paru tidak lepas
anemia. Gambaran klinik marasmus- dari peranan faktor risiko. Status gizi sangat
kwarshiorkor merupakan campuran dari berperan penting. Anak dengan gizi buruk akan
beberapa gejala klinik kwashiorkor dan mengakibatkan kekurusan, lemah dan rentan
marasmus disertai dengan edema yang tidak terserang infeksi TB. Hal ini dikarenakan
mencolok.1,7 sistem kekebalan tubuh yang berkurang
Beberapa jenis indikator antropometri pada anak.14
yang dapat digunakan untuk identifikasi Status gizi yang buruk dapat
masalah KEP, diantaranya adalah berat memengaruhi tanggapan tubuh berupa
badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan pembentukan antibodi dan limfosit terhadap
atas (LILA), lingkar kepala (LP), lingkar dada, adanya kuman penyakit. Pembentukan ini
lapis lemak bawah kulit (LLBK). Untuk lebih memerlukan bahan baku protein dan
memberikan makna maka indikator tersebut karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi
dikombinasikan menjadi indeks antropometri. buruk produksi antibodi dan limfosit
Diantara beberapa macam indeks terhambat. Gizi buruk dapat menyebabkan
antropometri tersebut yang paling sering gangguan imunologi dan memengaruhi proses
digunakan adalah BB/U, TB/U dan BB/TB. penyembuhan penyakit.14
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk Diagnosis TB pada KEP sangat sulit
menyatakan status gizi KEP.8 dibedakan dengan klinis pneumonia, namun
Banyak dampak merugikan yang diketahui angka kematian TB pada KEP tinggi.15
diakibatkan oleh KEP, antara lain yaitu Pada penelitian yang dilakukan di
menurunnya mutu kehidupan, terganggunya Molakalmuru didapatkan 386 anak usia 0-6
pertumbuhan, gangguan perkembangan tahun KEP, dimana usia 3-6 tahun sebanyak
mental anak, serta merupakan salah satu 6,5% terinfeksi TB, dengan 8,17% diantaranya
penyebab dari angka kematian yang tinggi.9 adalah anak perempuan.16
Anak yang menderita KEP apabila tidak segera
ditangani sangat berisiko tinggi, dan dapat Kasus
berakhir dengan kematian anak.10 Kurang gizi Kasus diambil dari bangsal Alamanda
juga akan menyebabkan timbulnya infeksi dan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
sebaliknya penyakit infeksi akan (RSUDAM) pada tanggal 28 Juli 2015. Data
11
memperburuk kekurangan gizi. Hubungan diambil dari data primer yaitu alloanamnesis
antara KEP dengan penyakit infeksi dapat dari keluarga dan pemeriksaan fisik pasien
dijelaskan melalui mekanisme pertahanan serta data sekunder yaitu pemeriksaan
tubuh.12 penunjang pasien.
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit Pasien laki-laki, usia 5 tahun, BB 10 kg,

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|37


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru

datang diantar keluarganya dengan keluhan Badan (BB) 10 kg, Tinggi Badan (TB) 106 cm,
berat badan tidak kunjung naik sejak ±7 bulan BB/U <-3 SD (gizi buruk), TB/U -1 SD (pendek),
SMRS. Ibu pasien mengeluhkan bahwa pasien BB/TB <-3 SD (sangat kurus). Pada
tidak nafsu makan, demam sejak ±1 bulan pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung (+),
yang lalu berlangsung terus menerus konjungtiva anemis (-/-), kelenjar getah
sepanjang hari, tidak terlalu tinggi, namun bening (KGB) submandibular membesar, iga
demam turun dengan pemberian obat gambang, paru dan jantung dalam batas
penurun panas tetapi demam akan kembali normal, hepar dan lien tidak teraba, akral
muncul jika tidak diberi obat penurun panas. hangat, ekstremitas pallor (+). Pada
Keluhan mual, muntah, pilek disangkal, pemeriksaan penunjang laboratorium darah
namun sesekali batuk dengan dahak sulit lengkap didapatkan hasil hemoglobin (Hb)
dikeluarkan sejak 1 bulan yang lalu. Tiga hari 10,2 gr/dl, hematokrit (Ht) 29%, leukosit
sebelum masuk rumah sakit (SMRS), terlihat 20.300 /uL, eritrosit 3,8 juta/uL, laju endap
sangat lemas sehingga keluarga membawa darah (LED) 10%, neutrofil segmen 90%, gula
pasien ke RSUDAM. Sebelum masuk rumah darah sewaktu (GDS) 86 mg/dL. Pemeriksaan
sakit pasien tidak dibawa berobat dan hanya tuberkulin atau mantoux didapatkan negatif.
diberi obat penurun panas serta istirahat di Hasil rontgen dada didapatkan infiltrat perifer
rumah. dan pericordis dengan limfadenopati hillus
Riwayat saudara kandung pasien bilateral sesuai gambaran dengan TB anak.
dengan lemas badan serta riwayat berat
badan yang tidak meningkat disangkal.
Riwayat kontak dengan tetangga pasien yang
sedang menjalani pengobatan tuberkulosis
disangkal. Riwayat kehamilan dan persalinan
pasien normal. Riwayat imunisasi pasien
lengkap.


Gambar 2. Iga Gambang An. M

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang didiagnosis
dengan KEP tipe marasmus + TB Paru Anak
ditatalaksana dengan pemberian Intra Venous
Fluid Drip Ringer Lactat (IVFD RL) 20 tpm, obat
Gambar 1. An. M, Laki-Laki dengan Gizi Buruk dan anti tuberkulosis (OAT) (isoniazid (1x100 mg),
Tuberkulosis rifampisin (1x150 mg), pirazinamid (1x300
mg)), ambroxol sirup (3x2,5 ml), injeksi
Pada usia 0-6 bulan pasien diberi Air ceftriaxone (500mg/12 jam), parasetamol (3x5
Susu Ibu (ASI) sejak lahir. Frekuensi ml) dengan penatalaksanaan gizi buruk dan
pemberian tergantung permintaan bayi ±6 pengelolaan awal (fase stabilisasi), pasien ini
kali/hari. Pada usia 6-9 bulan pasien diberi ASI diberikan 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10%
±6x/hari ditambah dengan bubur nasi dengan secara per oral. Dua jam pertama diberikan
pemberian 3x/hari. Pada usia 9-12 bulan larutan F75, pada pasien ini larutan F75 yang
pasien diberi ASI ±6/hari, sebanyak 100 ml diberikan sebanyak 110 ml/2 jam. Pada 2 jam
tiap pemberian serta bubur nasi diberikan pertama diberikan 28 ml larutan F75 setiap 30
3x/hari sebanyak 100 ml. Pada umur 1 tahun menit, kemudian untuk 10 jam berikutnya
pasien diberi makanan yang sama dengan setiap 2 jam diberikan 110 ml larutan F75.
orang dewasa. Selama dilakukan pemberian F75, dipantau
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital berupa nadi, pernafasan dan
Heart Rate (HR) 61x/menit, Respiration Rate kesadaran pasien.
(RR) 28x/menit, suhu badan 35,5 °C, Berat

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|38


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru


Pembahasan ditemukannya riwayat kontak, mungkin
KEP merupakan istilah umum yang berkaitan dengan paradigma masyarakat yang
meliputi malnutrition yaitu gizi kurang dan gizi masih salah maupun denial dari keluarga.
buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor.2 Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Kurang gizi juga akan menyebabkan timbulnya adanya pembesaran KGB submandibula. Dari
infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akan hasil rontgen toraks AP, terlihat adanya
memperburuk kekurangan gizi. Hal ini akan infiltrat perifer dan pericordis serta
bertambah buruk bila keduanya terjadi dalam limfadenopati hillus bilateral mengarah pada
waktu yang bersamaan.11 gambaran tuberkulosis paru. Hal ini terjadi
Penegakkan diagnosis didapatkan dari karena adanya penyebaran kuman
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tuberkulosis dari fokus primer melalui saluran
penunjang. Pada pasien ini didapatkan pasien limfe menuju ke kelenjar limfe regional, jika
laki-laki, usia 5 tahun datang dengan keluhan fokus primer terletak di lobus bawah atau
berat badan tidak kunjung naik sejak ±7 bulan tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah
SMRS. Keluhan lain seperti tidak nafsu makan, kelenjar limfe parahilus, pembesaran KGB
batuk namun dahak sulit dikeluarkan (+) sejak submandibula akan menyebabkan pembesaran
1 bulan yang lalu dan demam (+) sejak 1 bulan dari KGB (limfadenitis).8
yang lalu. Riwayat kontak dengan tetangga Dari penelitian yang dilakukan
pasien yang sedang menjalani pengobatan Nursyamsi dan Rajid (2011)17-18, didapatkan
tuberkulosis (-). Pada pemeriksaan fisik dari 179 anak gizi buruk dengan gejala klinis
ditemukan HR 61 x/menit, RR 28 x/menit, T tuberkulosis yang dilakukan test mantoux
35,5 °C, BB 10 kg, TB 106 cm, BB/U <-3SD (gizi didapatkan 85,71% test mantoux negatif. Pada
buruk), TB/U -1 SD (pendek), BB/TB <-3SD pasien ini juga didapatkan test mantoux
(sangat kurus). Pada mata: mata cekung (+), negatif, hal ini dikarenakan tubuh pasien
KGB submandibular membesar, iga gambang. mengalami kondisi anergi yaitu keadaan
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium penekanan sistem imun oleh berbagai
darah lengkap didapatkan hasil Leukosit keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan
20.300 /uL, LED 10 %, Neutrofil segmen 90%. reaksi terhadap tuberkulin walaupun
Pemeriksaan tuberkulin didapatkan negatif. sebenarnya sudah terinfeksi tuberkulosis.
Hasil rontgen dada didapatkan infiltrat perifer Pada anamnesis didapatkan riwayat
dan pericordis dengan limfadenopati hillus kontak TB (skor 0), uji tuberkulin negatif (skor
bilateral sesuai gambaran dengan TB anak. 0), status gizi tampak sangat kurus gizi
Hal ini sesuai dengan gejala klinis gejala buruk (skor 2), demam tanpa sebab
klinis KEP berat/gizi buruk tipe marasmus yaitu jelas ≥2 minggu (skor 1), batuk ≥3 minggu
tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, (skor 1), pembesaran KGB (skor 1),
cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambut pembengkakan sendi tidak ditemukan (skor
tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas 0), foto thorax menunjukkan gambaran TB
(iga gambang), pantat kendur dan keriput anak (skor 1), sehingga didapatkan skor TB :
(baggy pants) serta tekanan darah, detak 6. Hal ini, merupkan indikasi untuk pemberian
jantung dan pernafasan berkurang.1,7 OAT pada anak. Dosis OAT yang diberikan
Pada anamnesis tidak ditemukan adanya sesuai dengan berat badan pasien yaitu 10 kg.
riwayat kontak antara pasien dengan tetangga Dosis isoniazid 5-15 mg/kgBB/hari, dosis
yang sedang menjalani pengobatan maksimal 300 mg/hari; rifampisin 10-20
tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian dari mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari;
Haq (2010), riwayat antara kontak pasien pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari, dosis
tuberkulosis dewasa merupakan faktor risiko maksimal 2000 mg/hari. Sehingga
yang biasanya menyebabkan tuberkulosis pada penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dengan
anak. Pada penelitian tersebut dari 200 isoniazid 1x100 mg, rifampisin 1x150 mg,
penderita tuberkulosis anak terdapat 80% pirazinamid 1x300 mg.19
kontak yang erat dengan pasien dewasa yang Pemberian antibiotik menurut World
menderita tuberkulosis dikarenakan Health Organization (WHO) pada anak gizi
penyebaran tuberkulosis yang secara langsung buruk penting diberikan dikarenakan rentan
melalui aerosol.12 Beberapa faktor tidak terkena infeksi bakteri. WHO

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|39


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru

merekomendasikan antibiotik spektrum luas F75, pada pasien ini larutan F75 yang diberikan
seperti kotrimoksazol 2x1 hari selama 5 hari, sebanyak 110 ml/2 jam. Pada 2 jam pertama
untuk gizi buruk tanpa komplikasi. Sedangkan diberikan 28 ml larutan F75 setiap 30 menit,
pemberian amoksisilin, serta gabungan kemudian untuk 10 jam berikutnya setiap 2
ampisilin dan gentamisin untuk gizi buruk jam diberikan 110 ml larutan F75. Selama
dengan komplikasi. Berdasarkan penelitian dan
dilakukan pemberian F75, pantau tanda-tanda
data epidemiologi pada pasien gizi buruk tanpa
vital berupa nadi, pernafasan dan kesadaran
komplikasi lebih baik diberikan antibiotik
seftriakson dan kotrimoksazol selama 5 hari. pasien. Pengaturan diet pada pasien ini sudah
Pada pasien ini diberikan 500 mg/12 jam cukup tepat.
kurang tepat, dikarenakan pasien merupakan Pada fase transisi, anak mulai stabil dan
gizi buruk dengan komplikasi TB. 20-21 memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (cath-
Terapi simtomatik pemberian antipiretik up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100
dapat diberikan parasetamol untuk mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram.
menurunkan suhu tubuh anak dengan dosis Pada fase rehabilitasi, bertujuan untuk
yang diberikan pada pasien ini 3x5 ml, sesuai mengejar pertumbuhan anak. Diberikan setelah
dengan dosis parasetamol 10-15 mg/kgBB/ anak sudah bisa makan. Makanan padat
kali, dengan sediaan sirup 120/5 ml.22 diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan BB
Terapi simtomatik lain yang diberikan <7 kg diberi MP-ASI dan BB ≥7 kg diberi
pada pasien adalah ambroksol, golongan makanan balita. Diberikan makanan formula
mukolitik yang bekerja mengencerkan sekret
(F- 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F-
saluran pernafasan dengan jalan memecah
135 mengandung energi 135 kal dan protein
benang-benang mukoprotein dan
mukopolisakarida dari sputum. Pada pasien 3,3 gram.24-25
diberikan ambroksol sirup 3x5 ml sesuai Pada fase tindak lanjut, dilakukan di
dengan dosis yang dianjurkan yaitu 1,2-1,6 rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila
mg/kgBB/hari setiap 8-12 jam, sediaan BB/TB atau BB/PB ≥-2 SD, tidak ada gejala klinis
ambroksol sirup 15 mg/5 ml.23 dan memenuhi kriteria selera makan sudah
Penanganan gizi buruk pasien, baik, makanan yang diberikan dapat
umumnya terdapat 10 langkah tata laksana dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak
gizi buruk, yaitu mencegah dan mengatasi sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak,
hipoglikemia, mencegah dan mengatasi berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu
hipotermia, mencegah dan mengatasi tubuh berkisar antara 36,5-37,7 oC, tidak
dehidrasi, memperbaiki gangguan elektrolit,
muntah atau diare, tidak ada edema, terdapat
mengobati infeksi, memperbaiki kekurangan
kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama
zat gizi mikro, memberikan makanan untuk
stabilisasi, memberikan makanan untuk 2 minggu berturut-turut. Mineral mix dapat
transisi dan rehabilitasi, stimulasi sensorik digunakan sebagai bahan tambahan untuk
dan dukungan emosional pada anak, dan membuat Rehydration Solution for
24-25
tindak lanjut di rumah.24-25 Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO.
Pengaturan diet pada gizi buruk dibagi Pada kasus KEP apabila tidak segera
menjadi 4 fase yaitu fase stabilisasi, transisi, ditangani sangat berisiko tinggi dan dapat
rehabilitasi dan tindak lanjut. Pada fase berakhir dengan kematian anak.10 Pada kasus
stabilisasi, peningkatan jumlah formula KEP anak dengan penyulit seperti TB Paru
diberikan secara bertahap dengan tujuan seharusnya di tatalaksana secara holistik
memberikan makanan awal supaya anak dalam dikarenakan TB Paru yang terjadi pada anak
kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar merupakan hasil penularan dari orang dewasa.
rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap Oleh karena itu, orang dewasa yang tertular
100 ml mengandung 75 kalori dan protein 0,9 tersebut sebaiknya diobati agar terputusnya
gram. Diberikan makanan formula 75 (F-75).24- rantai infeksi.
25
Pada fase stabilisasi, pasien ini diberikan 50 Beberapa faktor resiko gizi buruk yaitu
ml glukosa/larutan gula pasir 10% secara asupan makanan, status sosial ekonomi,
peroral. Dua jam pertama diberikan larutan pendidikan ibu, penyakit penyerta,

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|40


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru


pengetahuan ibu, berat badan lahir rendah Ibu).26
(BBLR), kelengkapan imunisasi, ASI (Air Susu

Gambar 3. Mandala of Health



Asupan makanan yang kurang penderita TB.29 Namun pada pasien ini tidak
merupakan faktor resiko gizi buruk didapatkan riwayat kontak dengan penderita
dikarenakan kebutuhan gizi anak yang tidak TB. Hal ini mungkin dikarenakan paradigma
tercukupi.26 Rendahnya pendidikan Ibu masyarakat mengenai penyakit TB Paru yaitu
memengaruhi faktor resiko dikarenakan penyakit yang menular dan berbahaya yang
kualitas dan kuantitas pangan yang seadanya sangat memalukan sehingga harus
dan cenderung tidak diperhatikan.27 dirahasiakan, penyakit yang biasa dan tidak
Rendahnya pengetahuan Ibu berpengaruh berbahaya atapun sebagai penyakit guna-
terhadap kurangnya keanekaragaman guna. Hal ini yang menyebabkan masyarakat
makanan sehingga pola konsumsi terbatas dan tidak mau berobat ke fasilitas kesehatan.30
kurangnya penerapan informasi gizi dalam Rendahnya status ekonomi, merupakan
kehidupan sehari-hari.26 salah satu faktor yang menyebabakan gizi
Berat badan lahir rendah (BBLR) buruk, dikarenakan asupan gizi pasien yang
merupakan faktor resiko terjadinya gizi buruk mungkin kurang tercukupi.26 Pemukiman
dikarenakan antibodi yang terbentuk kurang padat, tempat tinggal yang belum memenuhi
sempurna sehingga lebih besar kemungkinan kriteria rumah sehat merupakan faktor resiko
terserang penyakit yang menyebabkan tersebarnya penyakit infeksi seperti TB paru,
penurunan nafsu makan.28 Kurang lengkapnya dikarenakan semakin sempitnya luang lingkup
imunisasi, maka balita akan lebih rentan yang menyebabkan proses penularan penyakit
terkena imunisasi.26 Pada kasus, pasien tidak lebih besar.31
BBLR serta riwayat imunisasi pasien lengkap. Pada kasus An. M, pengobatan
Pada TB Paru anak 3,91 kali lebih besar diberikan untuk terapi gizi buruk dan
tertular setelah kontak dengan penderita TB pengobatan TB Paru. Sedangkan intervensi
dewasa dibanding yang tidak kontak dengan pengetahuan kedua orangtua mengenai gizi

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|41


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru

buruk dan TB Paru di berikan agar terjadi marasmus. Food and Nutrition Bulletin.
peningkatan pengetahuan mengenai penyakit 2010; 31(1):34-41.
dan perubahan perilaku agar keluarga 3. UNICEF, WHO and the World Bank. An
mengatur pola makan anak dengan gizi yang updated joint dataset on child
sesuai serta menjaga kebersihan makanan dan malnutrition indicators (stunting, wasting,
severe wasting, overweight and
lingkungan.
underweight) and new global & regional
Dari kondisi-kondisi tersebut, pasien
estimates for 2013. USA: World Health
dapat dikategorikan menderita gizi buruk
Organization; 2013.
dengan TB Paru dan memiliki prognosis quo ad 4. Kementrian Kesehatan Republik
vitam: dubia, quo ad funtionam: dubia, dan Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
quo ad sanationam: dubia karena pasien Badan Penelitian dan Pengembangan
dapat menyembuhkan TB Paru dengan Kesehatan; 2013.
pengobatan dan edukasi yang tepat, 5. Depkes. Profil kesehatan Provinsi
sedangkan pada gizi buruk dibutuhkan Lampung tahun 2012. Lampung: Badan
kesabaran, ketelatenan dari orangtua untuk Penelitian dan Pengembangan
pengaturan diet pasien. Kesehatan; 2012.
Berdasarkan kasus diatas disarankan 6. Depkes RI. Petunjuk teknis tatalaksana
anak gizi buruk buku I. Jakarta: Direktorat
bagi pemerintah untuk membuka peluang
Jenderal Bina Gizi Masyarakat; 2013.
lapangan pekerjaan yang lebih banyak agar
7. Liansyah TM. Malnutrisi pada anak balita.
pemenuhan kebutuhan primer di setiap
STKIP Bina Bangsa Getsempena. 2015;
keluarga lebih layak serta alokasi anggaran 2(1):1-12.
yang relevan untuk pelatihan kader dan 8. IDAI. Pedoman nasional tuberkulosis
penyuluhan kepada masyarakat mengenai anak. Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI;
penyakit tuberkulosis paru. 2005.
Bagi tenaga kesehatan (Nakes) 9. Bernal. Treatment of severe malnutrition
diperlukan adanya revitalisasi posyandu in children: experience in implementing
dengan cara memberdayakan dan melatih in WHO guideline in Turbo, Colombia. J
kader sebagai upaya deteksi dini untuk kasus Ped Gastroenterol Nutrition. 2009;
gizi kurang/gizi buruk dan penyakit menular 46(3):322-8.
terlebih pada anak-anak dengan keadaan 10. Barakat. Prevalence and determining
factors of anemia and malnutrition
sosio-ekonomi rendah, merencanakan
among egyptian children. Indian J Med
pelatihan Nakes untuk meningkatkan angka
Sci. 2013; 6(7):168-77.
penemuan kasus batuk lama yang salah
11. Glader B. Anemia: general consideration.
satunya dengan pemeriksaan dahak. Dalam: Greer JP, Foerster J, Lukens JN,
Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B,
Simpulan editors. Wintrobe's clinical hematology.
Telah ditegakkan diagnosis KEP tipe Edisi ke-11. Philadelphia: Lippincott
Marasmus + TB Paru pada pasien laki-laki Williams & Wilkins; 2004.
usia 5 tahun berdasarkan anamnesa, 12. Haq. Risk Factors of tuberculosis in
pemeriksaan fisik dan penunjang serta telah children. Ann Pak Inst Med Sci. 2010;
diberi penatalaksanaan sesuai dengan 6(1): 50-4.
evidence based medicine (EBM). 13. World Health Organization. Global
Tuberculosis Report 2015. Geneva: World
Daftar Pustaka Health Organization; 2015.
14. Husna CA, Yani FF, Masri M. Gambaran
1. Depkes RI. Pedoman tata laksana
status gizi pasien tuberkulosis anak di
KEP pada anak di Puskesmas dan Rumah
RSUP dr. M. Djamil Padang. J Kes Andalas.
Tangga. Jakarta; 1999.
2016; 5(1):228-32.
2. Nevin S, Scrimshaw, Fernando E, Viteri.
15. Chisti MJ, Ahmed T, Shahunja KM,
INCAP studies of kwashiorkor and
Bardhan PK, Faruque AS, Das SK, et al.
Sociodemographic, epidemiological, and

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|42


Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru

clinical risk factors for childhood 22. Diniyanti NIL, Panusunan C. Penanganan
pulmonary tuberculosis in severely demam pada anak. Sari Pediatri. 2011; 12(6):1-
malnourished children presenting with 10.
pneumonia: observation in an urban 23. Yosmar R, Andani M, Arifin H. Kajian regimen
hospital in Bangladesh. Global Pediatr dosis penggunaan obat asma pada pasien
Health. 2015; 1(1):1-6. pediatri rawat inap di bangsal anak RSUP dr. M.
16. Payghan BS, Kadam SS, Kotresh M. The Djamil Padang. J Sains Farmasi & Klinis. 2015;
prevalence of pulmonary tuberculosis 2(1):22-9.
among severely acute malnourished 24. Krisnansari D. Nutrisi dan gizi buruk. Mandala
children – a cross sectional study. IJSRP. of Health. 2010; 4(1):1-9.
2013; 3(7):1-5. 25. Depkes RI. Petunjuk teknis tatalaksana anak
17. Nursyamsi, Rasjid. TBC dengan tes gizi buruk buku I. Jakarta: Direktorat Jenderal
mantoux di bagian ilmu kesehatan anak Bina Gizi Masyarakat; 2013.
RSU prof. dr. R.D. Kandou Manado periode 26. Novitasari D. Faktor-faktor resiko kejadian gizi
2001-2006. Inspirasi. 2011; 14(1):65-90. buruk pada balita yang dirawat di RSUD dr.
18. Jaganath D, Mupere E. Childhood Karyadi Semarang. Semarang: FK UNDIP; 2012.
tuberculosis and malnutrition. J Infect Dis. 27. Depkes RI. Analisis situasi dan kesehatan
2012; 206(1):1809-15. masyarakat. Jakarta: Depkes RI; 2004.
19. Kemenkes RI. Pedoman nasional 28. Sholeh KM. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-I.
pelayanan kedokteran tata laksana Jakarta: IDAI; 2010.
tuberkulosis. Jakarta: Kementrian 29. Yulistyaningrum, Sarwani D. Hubungan rawat
Kesehatan Republik Indonesia; 2013. kontak penderita tuberkulosis paru dengan
20. WHO. Management of severe keadaan TB paru anak di balai pengobatan
malnutrition: a manual for physicians and penyakit paru-paru (BP4) Purwekerto. KES
others senior health care workers. Geneva: MAS. 2010; 4(1):1-6.
World Health Organization; 1999. 30. Media Y. Pengetahuan, sikap dan perilaku
21. Dubray. Treatment of severe malnutrition masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru
with 2-day intramuscular ceftriaxone vs 5- di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah
day amoxicilin. Annals tropic ped. 2008; Datar Provinsi Sumatera Barat. Media Litbang
28(13):13-22. Kesehatan. 2010; 2(21):1-7.
31. Suharyo. Determinasi penyakit tuberkulosis di
daerah pedesaan. J KEMAS. 2013; 9(1):85-9.

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|43

Вам также может понравиться