Вы находитесь на странице: 1из 40

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK

PEKERJA
DI RW 01 RT 01 & 06 DESALANGENSARI TIMUR KELURAHAN
LANGENSARI
KECAMATAN UNGARAN BARAT, KABUPATEN SEMARANG
(16 Mei 2018 – 30 Juni 2018)

OLEH :
KELOMPOK 2
Anisa Rahmalia 070117B009
Tissa Opilaseli 070117B074

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian sehat dapat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental
dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya (perry, potter. 2005: 5).
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karena iu, perhatian utama dibidang
kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat
faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/
anorganik,logam berat, debu), biologik (virus,
bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,
pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi


sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status
kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang
sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan
dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.
Menurut Suma’mur (1976), Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif terhadap penyakit/
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja serta terhadap penyakit umum.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan
dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan,
dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru
setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total
health of all at work).
Perawat okupasional dapat bekerja di unit tunggal dalam lingkungan
industri, menjadi konsultan paruh waktu atau dengan waktu yang terbatas,
atau menjadi anggota dari tim indisiplener yang terdiri dari pekerja kesehatan
yang bervariasi seperti perawat, dokter, fisiolog pelatih, pendidik kesehatan,
konsulen, ahli gizi, ahli teknik keselamatan, dan hygine industri (suddarth.
2002: 27).
Perawat kesehatan okupasional mempunyai fungsi dalam beberapa cara
yang dapat memberikan perawatan langsung pada pekerja yang sakit,
melakukan program pendidikan kesehatan untuk anggota staf perusahaan, aau
menyususn program kesehatan yang ditujukan untuk mengembangkan perilaku
kesehatan tertentu, seperti makan dengan benar dan olah raga yang cukup,
serta bagaimana menggunakan alat-alat perlindungan dan pentingnya
penggunaan alat-alat tersebut bagi keselamatan kerja, serta hygine pada
setiap pekerja (suddarth. 2002: 27).
Maka dari itu, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang
peraturan pemerintah yang menyangkut kesehatan kerja dan memahami
legalsasi yang berhubungan, serta semua hal yang bersangkutan tentang
kesehatan kerja, keselamatan kerja serta kecelakaan kerja (K3) (Suddarth.
2002: 27).
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang semua yang
berhubungan dengan penyakit yang sering di derita para pekerja disertai
dengan contoh asuhan keperawatan kesehatan kerja. Diharapkan dengan
makalah ini nantinya dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa keperawatan lain
untuk dapat membantu meningkatkan kesehatan kerja dengan menerapkan
asuhan keperawatan kesehatan kerja yang komprehensif dan kompeten.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja pada di
komunitas pekerja di Desa Langensari Timur RW 01 RT 01 & 06 Kelurahan
Langensari Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang faktor resiko ditempat kerja
2. Menjelaskan tentang ruang lingkup kesehatan kerja
3. Menjelaskan tentang ruang lingkup kesehatan kerja
4. Menjelaskan tentang penyakit akibat kerja
a. Gastritis
b. Low back pain
5. Menjelaskan tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
6. Menjelaskan tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit pada penyakit akibat kerja
7. Menjelaskan tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan keselamatan
kerja
8. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan kerja
di komunitas pekerja
D. Manfaat
1. Untuk Mengetahui tentang Factor resiko di tempat kerja
2. Untuk Mengetahui tentang ruang lingkup kesehatan kerja
3. Untuk Mengetahui tentang penyakit akibat kerja
a. Gastritis
b. Low back pain
4. Untuk Mengetahui tentang diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
5. Untuk Mengetahui tentang penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit pada penyakit akibat kerja
6. Untuk Mengetahui tentang promosi kesehatan dalam kesehatan dan
keselamatan kerja
7. Untuk Mengetahui tentang asuhan keperawatan komunitas pada kesehatan
kerja di komunitas pekerja.
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Faktor Resiko Di Tempat Kerja


Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian
yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan
potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun
“resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya
dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat
dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit
akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas
kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan
pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus
pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja
(misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban
tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri
atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat
kerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi,
Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan
masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di
tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan
kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009:
233).

B. Ruang lingkup kesehatan kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis, dalam
hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk
(effendi, Ferry. 2009: 233) :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental,
maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungannya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan.
Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya
C. Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian
penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made
disease (dermawan, deden. 2012: 193).
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981
tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud
dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekrjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja
adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab yang
spesifik, ditentukan oleh pemajanan ditempat kerja, ada atau tidaknya
kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbel (Pb), abestosis, dan silikosis
(B, sugeng. 2003).
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization)
di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit akibat kerja sebagai
berikut :
a. Penyakit akibat kerja-occupational disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease
Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana
dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working
populations
penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh
kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat kerja/penyakit
akibat hubungan kerja:
1. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun
kronis.
a. Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut
atau karena virus.
b. Kronis, misalnya :
a) Asbestosis
b) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
c) Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti
nitrogen oksida.
2. Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri.
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit
yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
3. Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang
dengan gangguan pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
4. Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan.
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak
wajar.
5. Kanker
a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun
sebelum diagnosis.
6. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain di tempat
kerja.
7. Penyakit Lambung
Oleh karena pola makan yang tidak teratur pada pekerja
8. Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus
atau sirosis karena alkohol.
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
9. Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol
atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres
yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi
Susunan Syaraf Pusat.
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl
ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
10. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
a. Alergi
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan
c. Sick building syndrome
Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal : parfum derivate
petroleum, rokok

D. Jenis penyakit akibat kerja


WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (dermawan,
deden. 2012: 193):
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah
ada sebelumnya, misalnya :
a) Gastritis
1) Definisi
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari
bahasa yunani yaitu gastra yaitu berarti perut / lambung dan it is
berarti inflamasi / peradangan, Gastritis bukan merupakan
penyakit tunggal tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang
kesemua itu mengakibatkan peradangan pada lambung
(Herdman, 2011).
Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa
dan sub mukosa lambung yang dapat bersifat akut dan kronis
(Bararah, T dan Jauhar, 2013).
2) Etiologi
Menurut Ehrlich, S.D. (2011) adapun penyebab Gastritis
dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
 Gastritis Akut
Penyebabnya adalah stres psikologi, obat analgetik, anti
inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah
sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung),
makanan, bahan kimia misalnya lisol, alkohol, merokok,
kafein lada, steroid dan digitalis.
 Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum
diketahui, biasanya disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung Helicobacter pylori. Gastritis ini
merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga
pada peminum alkohol, dan merokok.
3) Klasifikasi
Menurut Hermawan dan Tutik (2011), Gastritis menurut
jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu:
 Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau
perforasi.
 Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung, atau oleh
bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis kronik
dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B.
Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu
menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan
atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa.
Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi
antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.
Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan
dengan infeksi helicobacter pylori yang menimbulkan
ulkus pada dinding lambung.
4) Patofisiologi
Menurut Ehrlich, S.D. (2011) patofisiologi dari gastritis
berdasarkan dari jenisnya dibagi menjadi 2, yaitu:
 Gastritis Akut
Pada orang yang mengalami stres akan terjadi
perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang
akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam
lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung
akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat
kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl
(terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi
HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa
nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl
dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat
penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi
(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel
mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup
penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses
regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48
jam setelah perdarahan.
 Gastritis Kronik
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif.
Organisme ini menyerang sel permukaan gaster,
memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah
respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar
dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme
pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti
sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang
lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna
makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi
karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul
kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan
pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
5) Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2012), adapun manifestasi klinis dari
penderita gastritis, yaitu:
 Gastritis akut meliputi: ulserasi superficial yang dapat
menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (sakit
kepala, malaise, mual dan anoreksia), muntah, cekukan,
beberapa pasien asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi
bila makanan pengiritan tidak dimuntahkan tapi mencapai
usus besar. Pasien biasanya sembuh dalam sehari walau
nafsu makan mungkin menurun selama 2-3 hari.
 Gastritis kronik meliputi: Tipe A (gastritis autoimun)
biasanya asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B12
dan pada gastritis Tipe B (gastritis H. pylori) pasien
mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah makan,
bersendawa, rasa pahit dalam mulut, atau mual dan
muntah.
6) Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
gastritis (Ehrlich, S.D, 2011), yaitu:
 Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut
adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai
syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu
dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang
diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik
penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada
tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung.
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi.
 Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan
penyerapan vitamin B12, akibat kurang pencerapan, B12
menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi
terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.
Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak
terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan
pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis
dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika
terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding
lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.
7) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah
menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya, diet lambung
dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan(Rona, dkk,
2011). Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai
berikut:
 Gastritis Akut
- Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala
menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.
- Jika gejala-gejala ringan timbul, lakukan terapi alternatif
seperti kompres hangat dan terapi komplementer
- Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau
alkali, encerkan dan netralkan asam dengan antasida
umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis
reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan
sukralfat (untuk sitoprotektor).
- Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan
sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
- Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung
karena bahaya perforasi.
- Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat
berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang
umum dipakai untuk mengatasi gastritisringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan
rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
- Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat
lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan
akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin,
nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam
lambung yang diproduksi.
 Gastritis Kronis
- Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
- Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini
membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang
melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke
dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika
meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu
sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum
obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang
lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga
menghambat aktivitas H. Pylori.
- H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis;
tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto
bismol) atau terapi H.Phylory.
- Terapi terhadap H. Pylori. Terdapat beberapa regimen
dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering
digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan
penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula
bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk
membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi
untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan
inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
8) Prognosis
a. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa
hari.
b. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat
pada gastritis kronis tipe A.
c. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan
saluran cerna dan gejala klinis yang berulang (Ehrlich,
S.D, 2011).
2. Low Back Pain
a. Definisi
Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada
regio lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas
pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal dari diskus
intervertebralis lumbal (Dachlan, 2009).
Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah
punggung bawah, yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi
otot atau lesi tulang. Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera
atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh
kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit
tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau
kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat
badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak
sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk
juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Anonim, 2014).
b. Etiologi
1. Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut
Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut
dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak
lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low
back pain yang disertai dengan skoliosis ringan. Selain itu ditandai
pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun
keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang
vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan
keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida.
2. Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP
(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan
pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat
dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian
punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan
kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung,
mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga
menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh
dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada
kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak
mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).
3. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan
jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan
tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi
terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain.
4. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan
berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat
menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya
genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya (Soeharso,
1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk
dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP
(Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008). Kehamilan dan obesitas
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP
akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya
penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak,
kelainan postur tubuh dan kelemahan otot (Bimariotejo, 2009).
c. Manifestasi klinis
Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi,
perubahan biokimia atau biomekanik dalam discus 9 intervertebralis.
Bahkan pola patofisiologi yang serupa pun dapat menyebabkan
sindroma yang berbeda dari pasien. Pada umumnya sindroma lumbal
adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang menyebabkan
LBP termasuk sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri
miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan seluruh daerah yang
bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang gerak kelompo otot
yang tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang
terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri sering hilang bila kelompok
otot tersebut diregangkan. Fibromialgia mengakibatkan nyeri dan
nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan, rasa lelah, dan nyeri
otot (Dachlan, 2009).
Gejala penyakit punggung yang sering dirasakan adalah nyeri,
kaku, deformitas, dan nyeri serta paraestesia atau rasa lemah pada
tungkai. Gejala serangan pertama sangat penting. Dari awal kejadian
serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah serangannya dimulai
dengan tiba – tiba, mungkin setelah menggeliat, atau secara berangsur
– angsur tanpa kejadian apapun. Dan yang diperhatikan pula gejala
yang ditimbulkan menetap atau kadang – kadang berkurang. Selain itu
juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan gejala yang penting pula
yaitu apakah adanya sekret uretra, retensi urine, dan inkontinensia
(Apley, 2013).
d. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah
stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi
dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas
dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh
sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua
orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami
intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang
mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain Reseptor nyeri
(nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons
hanya pada stimulus yang kuat, yang se cara potensial merusak,
dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal.
Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut
saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan
mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast,
folikel rambut dan kelenjar keringat.
Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-
sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus
terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan
berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan
dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansiyang
dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi
histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin
dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang
menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh
yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah
endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang
kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat
memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar,
neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi
sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit
dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasinyeri. Patofisiologi Pada sensasi nyeri
punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap
sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun natas banyak
unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain
oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot
paravertebralis.
e. Penatalaksanaan
1) Terapi konservatif
a) Rehat baring,
penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama beberapa hari
dengan tempat tidur dari papan dan ditutup selembar busa tipis.
Tirah baring ini bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik
akut, fraktur dan HNP.
b) Medikamentosa Obat – obat simptomatik yaitu: analgetika,
kortikosteroid, AINS. Obat – obat kausal: anti tuberculosis,
antibiotic, nukleolisis misalnya khimopapain, kolagenase (untuk
HNP).
c) Fisioterapi Biasanya dalam bentuk diatermi misalnya pada HNP,
trauma mekanik akut, serta traksi pelvis misalnya untuk relaksasi
otot dan mengurangi lordosis.
d) Terapi operatif Jika tindakan konservatif tidak memberikan hasil
yang nyata atau terhadap kasus fraktur yang langsung
mengakibatkan defisit neurologik.
f. Pencegahan
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya Low Back Pain dan
cara mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi, diantaranya adalah
1) Latihan Punggung Setiap Hari Dimana latihan ini bisa dilakukan
sehari – hari dengan gerakan – gerakan ringan, tekniknya adalah
 Sikap dasar terlentang, gunanya untuk menguatkan otot gluteus
maksimus, mencegah hiperlordorsis lumbal. Tekniknya
menekan punggung anda pada alas sambil menegangkan otot
perut dan kedua otot gluteus maksimus, pertahankan selama 5
– 10 hitungan.
 Lutut ke dada, gunanya untuk meregangkan otot punggung
yang tegang dan spasme. Tekniknya adalah tarik lutut ke dada
bergantian semaksimal mungkin tanpa menimbulkan rasa
sakit, dipertahankan 5 – 10 detik, lakukan juga dengan kedua
lutut.
 Meregangkan otot bagian lateral, gunanya untuk meregangkan
otot lateral tubuh yang tegang. Tekniknya adalah dengan
tangan di bawah kepala dan siku menempel pada alas, paha
kanan disilangkan ke paha kiri kemudian tarik kesamping
kanan dan kiri sejauh mungkin, lakukan juga dengan
meyilangkan paha kiri di atas paha kanan.
 Straight Leg Raising, gunanya untuk meregangkan dan
menguatkan otot hamstring dan gluteus. Tekniknya adalah satu
lutut kanan di tekut, kaku kiri dinaikkan ke atas tanpa bantuan
lengan dan tangan, pertahankan 5 – 10 detik, ulangi
sebaliknya.
 Sit Up, gunanya untuk menguatkan otot perut dan punggung
bawah. Tekniknya adalah pelan – pelan menaikkan kepala dan
leher sehingga dagu menyentuh dada, diterukan dengan
mengangkat punggung bagian sampai kedua tangan mencapai
lutut (tangan diluruskan), sedangkan punggung bagian tengah
dan bawah tetap menempel pada dasar.
 Hidung ke lutut, gunanya menguatkan otot perut dan
meregangkan otot iliopsoas. Tekniknya adalah dengan posisi
menekuk, lutut secara bergantian ditarik sampai ke hidung,
pertahankan 5 – 10 detik, lakukan pada lutut satunya.
 Gerakan gunting, gunanya untuk meregangkan dan
menguatkan otot hamstring, punggung, gluteus dan abdomen.
Tekniknya adalah kedua tangan di belakang kepala, tarik
kedua tungkai ke atas kemudian kedua kaki disilangkan,
tungkai ditarik ke muka belakang bergantian, lakukan 10 kali,
kemudian ke samping kanan dan samping kiri.
 sendi paha, gunanya untuk menguatkan otot gluteus dan
punggung bawah serta meregangkan otot fleksor paha.
Tekniknya adalah dengan posisi tengkurap, tungka ditarik
keatas, ulangi pada kaku sebelahnya.
2) Memberikan edukasi
 Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi
 Jangan berdiri waktu lama, selingi dengan jongkok
 Berdiri dengan satu kaki diletakkan lebih tinggi untuk
mengurangi hiperlordosis lumbal
 Bila mengambil sesuatu di tanah atau mengangkat benda
berat, jangan langsung membungkuk, tapi regangkan kedua
kaki lalu tekuklah lutut dan punggung tetap tegak dan
angkatlah barang tersebut sedekat mungkin dengan tubuh
 Waktu berjalan, berjalannya dengan posisi tegak, rileks dan
jangan tergesa – gesa
 Waktu duduk, pilihlah tempat duduk yang, dengan kriteria
busa jangan terlalu lunak, punggung kursi berbentuk huruf S,
bila duduk seluruh punggung harus sebanyak mungkin 26
kontak dengan kursi, bila duduk dalam waktu lama, letakkan
satu kaki lebih tinggi dari yang satunya
 Waktu tidur, punggung dalam keadaan mendatar (kurangi
pemakain alas kasur yang memakai alas dari per)
 Saat olahraga, sebaiknya olahraga renang dan jogging.
BAB III
Asuhan Keperawatan

1. Data core komunitas


a. Jumlah penduduk
Dari data yg di peroleh dari masing – masing ketua RT 01 dan RT 06
di RW 1 desa Langensari jumlah penduduk dewasa pada tahun 2018
adalah 436 orang dan jumlah pekerja adalah 227 orang atau 52% dari
jumlah penduduk dewasa.

pekerja tidak bekerja sampel populasi

26%

50%

24%

b. Jenis kelamin

laki-laki perempuan

47%
53%
Di hitung dari jumlah pekerja laki – laki atau pekerja prempuan di kali
100% dan di bagi jumlah total orang pekerja
 Prosentase pekerja perempuan = jumlah pekerja perempuan di
kali 100% dan dibagi jumlah total pekerja (107 x 100% / 227)
 Prosentase pekerja laki-laki = jumlah pekerja laki-laki di kali
100% dan dibagi jumlah total pekerja (120 x 100% / 227)

c. Kelompok umur pekerja

100

80

60

40 Series1

20

0
25-35 36-46 47-57 58-60
tahun tahun tahun tahun

Dari data yg di peroleh dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa


kelompok umur pekerja :
25-35 tahun : 60 orang
36-46 tahun : 94 orang
47-57 tahun : 58 orang
58-60 tahun : 15 orang
d. Lama Bekerja
80
70
60
50
40
30 Series1
20
10
0
5-10 11-15 16-20 21-25 lain-lain
tahun tahun tahun tahun

Dari data yg di peroleh dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa


kelompok umur pekerja :
5-10 tahun : 50 orang
11-15 tahun : 67 orang
16-20 tahun : 76 orang
21-25 tahun : 29 orang
Lain-lain : 5 orang

e. Pengetahuan Pekerja tentang Standar Keselamatan Kerja

Pengetahuan Pekerja tentang standar keselamatan


kerja
YA TIDAK

11%

89%

Dari hasil kuesinoner yang telah disebarkan didapatkan data bahwa


 Sebanyak 89% orang pekerja sudah mengetahui tentang standar
keselamatan kerja yang ada ditempat kerja
 Sebanyak 11% orang pekerja belum mengetahui tentang standar
keselamatan kerja yang ada ditempat kerja

f. Pekerja rutin memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan

9%

YA
TIDAK
91%

Berdasarkan data hasil kesioner didapatkan hasil bahwa


 Seabanyak 91% pekerja tidak rutin memeriksakan kesehatan ke
pelayanan kesehatan
 Seabanyak 9% pekerja memeriksakan kesehatannya secara
rutin ke pelayanan kesehatan
TABULASI DATA

a. Pendidikan

Tamat SMA
Tamat SMP
Tamat SD

Berdasarkan data dari masing – masing ketua RT


 Pekerja dengan lulusan SMA : 97 orang telah lulus tamat SMA
 Pekerja dengan lulusan SMP : 80 orang telah lulus tamat SMP
 Pekerja dengan lulusan SD : 50 orang telah lulus tamat SD

b. Keluhan Pekerja selama bekerja

batuk
pegel
sakit perut
lain-lain
tidak ada

Berdasarkan data yang di dapat dari kuesioner yang ada adalah


- Pekerja dengan keluhan batuk = 43 orang (43 x 100% /
227)
- Pekerja dengan keluhan pegel = 59 orang (59 x 100% / 227)
- Pekerja dengan keluhan sakit perut = 83orang ( 83 x 100% / 227)
- Pekerja dengan keluhan lain-lain = 33 orang ( 33 x 100% /
227)
- Pekerja dengan tanpa keluhan = 9 orang ( 9 x 100% / 227)

c. Kejadian Penyakit pada pekerja dalam 6 bulan terakhir

ISPA
PPOK
LBP
Maagh
Lain-lain

Berdasarkan data yang didapat dari hasil kuesioner didapatkan hasil


bahwa
 43 pekerja menderita penyakit ISPA
 59 pekerja menderita penyakit Low Back Pain (LBP)
 83 pekerja menderita Maagh
 42 pekerja menderita penyakit lainnya (DM, Asam Urat, HT)
g. Pekerjaan

Petani Guru
7% 8%
PNS
Wraswasta 9%
20%

Buruh
Pabrik
56%

Di hitung dari jumlah responden (Petani, Guru, Buruh Pabrik,


Wiraswasta dan PNS) di kalikan 100% dan di bagi jumlah total pekerja
Guru : 19 orang (19 x 100% / 227)
Petani : 15 orang (15 x 100% / 227)
Buruh Pabrik : 128 orang (128 x 100% / 227)
Wiraswasta : 45 orang (45 x 100% / 227)
PNS : 20 orang (20 x 100% / 227)
A. ANALISA DATA
N DATA MASALAH
O KEPERAWATAN
1 Data wawancara Ketidakefektifan
- Ketua RT 01 dan 06 RW.01 mengatakan pemeliharaan kesehatan
52% warganya adalah pekerja pabrik dan berhubungan dengan
mereka tidak tahu tentang mengelola sumber daya
penyakit yang diderita pengetahuan yang tidak
cukup (Domain 1
- Banyak pekerja yang mengeluhkan bahwa
promosi kesehatan,
mereka sering mengalami sakit perut
Kelas 2 Manajemen
karena pola makan yang tidak teratur dan
kesehatan, 00099)
mereka tidak tahu bagaimana cara
mengatasi penyakitnya.

Data kuesioner
- Berdasarkan kuesioner yang sudah di
sebarkan sebanyak 120 kuesioner dan
kembali sebanyak 103 kuesioner didapat
kan data bahwa kejadian penyakit dalam 6
bulan terakhir yang dialami para pekerja
adalah maagh sebanyak 83 orang. .

- Berdasarkan kuesioner yang sudah di


sebarkan keluhan yang sering dirasakan
para pekerja adalah sakit perut yang
dialami oleh 83 orang.

- Berdasarkan kuesioner yang disebarkan


didapatkan data pendidikan terakhir para
pekerja adalah SMA seabanyak 97 orang
2 Data wawancara Perilaku kesehatan cenderung
- Ketua RT 01 dan 06 RW.01 mengatakan berisiko berhubungan dengan
52% warganya adalah pekerja. kurang pemahaman (Domain 1
promosi kesehatan, Kelas 2
- Pekerja mengatakan setiap harinya
Manajemen kesehatan, 00188)
mereka bekerja dalam posisi duduk dalam
waktu yang lama serta naik turun tangga
dan banyak bergerak ke berbagai tempat
karena jenis pekerjaan mereka.

- Pekerja mengeluhkan nyeri pada bagain


punggung bawah.

Data kuesioner
- Berdasarkan kuesioner yang sudah di
sebarkan sebanyak 120 kuesioner dan
kembali sebanyak 103 didapat kan data
sebanyak 59 pekerja mengalami pegal-
pegal selama bekerja.

- Berdasarkan kuesioner yang disebarkan


didapatkan data pendidikan terakhir para
pekerja adalah SMA
B. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA RENCANA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
KOMUNITAS
Ketidakefektifan NOC : NIC
pemeliharaan  Pengetahuan promosi
 Proses kelompok
kesehatan kesehatan
- Perkumpulan kelompok
berhubungan dengan  Perilaku promosi kesehatan
sumber daya Kriteria Hasil : pekerja untuk melakukan
pengetahuan yang 1. Pengetahuan promosi terapi kompres hangat
tidak cukup kesehatan (1823)
(Domain 1 promosi - Perilaku yang - Perkumpulan kelompok
kesehatan, Kelas 2 meningkatkan
pekerja untuk mengikuti
Manajemen kesehatan
kesehatan, 00099) penyuluhan tentang
dipertahankan pada
skala 2 ditingkatkan ke pendidikan kesehatan
skala 4
tentang pola makan yang
- Pencegahan dan
benar
pengendalian penyakit
dipertahankan pada
- Perkumpulan kelompok
skala 1 ditingkatkan ke
skala 4 pekerja untuk mengikuti

- Pemeriksaan kesehatan penyuluhan tentang


yang direkomendasikan
penataaksanaan terapi
dipertahankan pada
skala 1 ditingkatkan ke alternatif dan diet gastritis.

skala 4
 Empowerment
2. Perilaku promosi
kesehatan (1602) - Pemberdayaan keluarga
- Penggunaan perilaku
untuk melakukan terapi
yang menghindari
resiko dipertashankan komplementer dengan jahe
pada skala 2
dan daun jambu biji.
ditingkatlkan ke skala 4
- Mengikuti diet sehat - Kebiasaan pemberdayaan
dipertahankan pada
keluarga untuk memberikan
skala 1 ditingkatkan ke
skala 4 dukungan sosial serta

mendampingi penderita

gastritis melakukan terapi

komplementer dengan jahe

dan daun jambu biji

 Partnership

- Bekerjasama dengan bidan

desa untuk memberikan

penyuluhan tentang diet

gastritis dan

penatalaksanaannya.

- Bekerjasama dengan kader

setempat untuk melakukan

kegiatan bersama untuk

melakukan terapi kompres

hangat dan terapi alternatif

dengan jahe dan daun jambu


biji.

- Koordinasikan sumber daya


yang ada dalam fasilitas
untuk membentuk komite
perencanaan atau penasehat
yang bisa berkontribusi
positif terhadap program dan
menyediakan forum untuk
memastikan komitmen
terhadap program
penyuluhan Pendidikan
kesehatan tentang diet
gastritis, program terapi
komplementer untuk
penderita gastritis

 Pendidikan kesehatan

(domain 3, kode : 5510)

- Berikan pendidikan

kesehatan tentang diet

gastriti dan pola makan yang

baik.

- Berikan pendidikan

kesehatan tentang terapi

alternatif (rebusan jahe dan

daun biji)
- Tekankan pentingnya pola

makan yang sehat, olahraga

bagi individu, keluarga dan

kelompok

- Rencanakan tindak lanjut


jangka panjang untuk
memperkuat perilaku
kesehatan atau adaptasi
terhadap gaya hidup
contohnya sering melakukan
terapi kompres hangat saat
nyeri perut
- Evaluasi sejauh mana tujuan
program yang sudah tercapai

Perilaku kesehatan NOC : NIC


cenderung berisiko  Kontrol resiko
 Proses kelompok
berhubungan dengan Kriteria Hasil :
kurang pemahaman - Perkumpulan kelompok
1. Kontrol resiko ( 1902)
(Domain 1 promosi
(190220) Mengidentifikasi untuk melakukan terapi
kesehatan, Kelas 2
faktor resiko kompres hangat Untuk
Manajemen
 Identifikasi faktor resiko
kesehatan, 00188) mengatasi nyeri
dipertahankan pada skla
3 ditingkatkan pada 4. punggung bagian bawah
(190204) Mengembangkan
- Perkumpulan kelompok
strategi yang efektif
dalam mengontrol resiko. untuk mengikuti
 Pengembangan strategi
yang efektif dalam penyuluhan tentang
mengontrol resiko
Pendidikan kesehatan
dipertahankan pada skala
tentang penyakit low
3 ditingkatkan pada
skala 4 back pain dan
(190207) Menjalankan
pencegahannya.
strategi kontrol resiko
yang sudah ditetapkan  Empowerment
 strategi kontrol resiko
yang sudah ditetapkan - Pemberdayaan keluarga

dipertahankan pada skala untuk melakukan teknik


3 ditingkatkan pada
peregangan otot.
skala 4
( 190208) memodifikasi - kebiasaan Pemberdayaan
gaya hidup untuk
keluarga untuk memberikan
mengurangi resiko
 memodifikasi gaya hidup dukungan sosial serta

untuk mengurangi resiko mendampingi penderita low


dipertahankan pada skala
back pain melakukan terapi
3 ditingkatkan pada
skala 4 alternatif dengan teknik

peregangan otot

- Pemberdayaan masyarakat

untuk melakukan perilaku

hidup yang sehat

 Partnership

- Bekerjasama dengan bidan


desa untuk memberikan

penyuluhan tentang penyakit

low back pain dan

penatalaksanaannya.

- Bekerjasama dengan kader

setempat untuk melakukan

kegiatan Bersama untuk

melakukan terapi kompres

hangat dan terapi alternatif

denga teknik peregangan

otot.

- Koordinasikan sumber daya


yang ada dalam fasilitas
untuk membentuk komite
perencanaan atau penasehat
yang bisa berkontribusi
positif terhadap program dan
menyediakan forum untuk
memastikan komitmen
terhadap program
penyuluhan Pendidikan
kesehatan tentang penyakit
low back pain, program
terapi alternatif pada
penderita low back pain
 Pendidikan kesehatan

(domain 3, kode : 5510)

- Berikan pendidikan

kesehatan tentang penyakit

low back pain dan

pencegahannya

- Berikan pendidikan

kesehatan tentang terapi

alternatif dengan teknik

peregangan otot

- Tekankan pentingnya pola

makan yang sehat, olahraga

bagi individu, keluarga dan

kelompok

- Rencanakan tindak lanjut


jangka panjang untuk
memperkuat perilaku
kesehatan atau adaptasi
terhadap gaya hidup
contohnya sering melakukan
terapi kompres hangat saat
nyeri punggung bagian
bawah
- Evaluasi sejauh mana tujuan
program yang sudah tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan S. Dan Dermawan C. A. (2008). Penuntun Praktik Asuhan
Keperawatan Keluarga .( Edisi 2). Jakarta : TIM

Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas


Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Amin, Mia Khoirul. 2017. Penerapan terapi kompres air hangat


untuk mengurangi nyeri pada pasien gastritis diruang dahlia RSUD
DR.Soedirman Kebumen. ( diakses pada tanggal 23 Mei 2018)
Darwis, Welly. 2012. Tanaman obat yang berpotensi sebagai obat
penyakit ganggguan pada sistem pencernaan manusia ( diakses pada
tanggal 23 Mei 2018)

Diyono dan Sri Mulyanti. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Pencernaa (Dilengkapi Contoh Studi Kasus dengan Aplikasi NNN (NANDA NOC
NIC)) Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media Group. Duwi Wahyu, Supono, Nurul
Hidayah. (2015). Pola Makan Sehari-hari Penderita Gastritis. Jurnal Informasi
Kesehatan Indonesia. Vol.1. No.1

Duwi Wahyu, Supono, Nurul Hidayah. (2015). Pola Makan Sehari-hari Penderita
Gastritis. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia. Vol.1. No.1

Kimin (2009). Kompres Alternatif Pereda Nyeri.


Sukarmin. (2012). Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Вам также может понравиться