Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Profesi kebidanan bukan hanya sekedar profesi kesehatan tapi juga sebagai profesi
sosiologis karena wanita merupakan bagian yang tidak terlepas dari masyarakat. Masalah
kesehatan reproduksi wanita tidak hanya bisa diintervensi secara klinis karena banyak
permasalahan kesehatan reproduksi yang bermulai dari kemiskinan, geografis, dan
pendidikan, sehingga focus intervensi untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi tersebut
adalah melalui upaya promotif dan preventif.
Salah satu upaya promosi kesehatan adalah dengan melakukan pemberdayaan
masyarakat, khususnya wanita dengan melakukan pemeliharaan kesehatan sepanjang siklus
kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak
diterima dan berkembang. Namun, upaya mewujudkannya dalam praktek pembangunan
tidak selalu berjalan mulus
Dalam paradigma Ilmu Sosiologi kita mengenal adanya konsep nurture yang menyatakan
bahwa adanya perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakikatnya adalah hasil konstruksi
sosial dan budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial
dan budaya yang dilekatkan baik bagi laki-laki maupun perempuan ini kemudian lazim
disebut dengan istilah gender. 3 Dalam proses perkembangannya di kehidupan masyarakat,
konstruksi gender memicu adanya dikotomi sifat yaitu maskulin bagi laki-laki (seperti
perkasa, berani, rasional, dan tegar) dan feminin bagi perempuan (seperti lemah, pemalu,
penakut, emosional, rapuh, lembut dan gemulai) sehingga di masyarakat kaum laki-laki
dikonstruksikan sebagai pelindung bagi kaum perempuan.
Konstruksi sosial budaya seperti inilah yang kemudian memunculkan sistem budaya
patriarki. Budaya dan ideologi patriarki ini menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki
lebih superior dari perempuan dalam segala aspek kehidupan, baik itu sosial, politik, budaya
maupun ekonomi. Stereotip maskulin yang melekat pada laki-laki juga berpengaruh pada
pola pembagian tugas di kehidupan sehari-hari. Pada masyarakat dengan budaya patriarki
laki-laki berperan luas di sektor publik, sedangkan perempuan hanya berperan di sektor
domestik (rumah tangga). Hal inilah yang kemudian menyebabkan kaum perempuan sulit
berkembang dan cenderung tertinggal jika dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Di negara-negara barat seperti di Amerika Serikat dan eropa, budaya patriarki perlahan
mulai terkikis seiring dengan perkembangan zaman. Kemajuan teknologi dan informatika,
semakin membaiknya praktek demokrasi serta gencarnya tuntutan kesetaraan gender yang di
serukan oleh para aktivis feminis moderen turut memiliki andil yang cukup besar dalam
pengikisan budaya dan ideologi patriarki. Akan tetapi di negara-negara dunia ketiga termasuk
juga Indonesia, ideologi patriarki ini masih sangat kental melekat di masyarakat, terutama
bagi masyarakat tradisional.
Bagi masyarakat tradisional sendiri ideologi patriarki telah membudaya dan
diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Budaya ini dibentuk dan disosialisasikan dari
generasi ke generasi secara turun temurun yang kemudian diwujudkan dalam pola perilaku
dan interaksi sosial antar anggota masyarakat. Budaya patriarki dalam bentuk hegemoni laki-
laki terhadap perempuan ini terlembagakan berkat adanya legitimasi dari nilai-nilai sosial,
agama dan hukum adat masyarakat 9 setempat. Terlembaganya budaya patriarki dalam
masyarakat telah membentuk pola hubungan yang bersifat asimetris antara laki-laki dan
perempuan, dimana dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya perempuan
diposisikan sebagai subordinasi dari laki-laki. Dengan kondisi seperti ini, perempuan secara
sadar ataupun tidak telah kehilangan otonomi atas dirinya. Hal ini pada akhirnya berdampak
pada semakin suburnya proses marginalisasi terhadap perempuan yang ditandai dengan
eskalasi kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan baik di wilayah domestik maupun
publik.
Upaya peminggiran (marginalisasi) dan pembatasan ruang gerak perempuan juga sering
terjadi di ranah politik dan organisasi. Perempuan seringkali tidak diizinkan oleh suaminya
untuk mengikuti organisasi sosial maupun terlibat aktif di dalam proses pembangunan dan
perumusan kebijakan di daerahnya karena dikhawatirkan akan meninggalkan tugas dan
tanggung jawabnya di rumah. Hal ini tentu saja sangat merugikan bagi kaum perempuan,
karena berbagai aspirasi yang mengakomodasi kebutuhan dan keinginan kaum perempuan
dalam proses pembangunan tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga produk kebijakan
yang dihasilkan pun menjadi bias gender. Akibatnya, banyak program pemberdayaan yang
hanya difokuskan kepada laki-laki saja 10 dan sangat jarang sekali menyentuh pada kaum
perempuan. Inilah yang kemudian menyebabkan pembangunan bagi kaum perempuan jauh
tertinggal dari kaum laki-laki.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong,
memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah langkah
lebih positif, Selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini
meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input),
sertapembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat
masyarakat menjadi makin berdaya.
Dengan demikian, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti
kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggung jawaban dan lain-lain yang merupakan
bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.
Berdasarkan data profil kesehatan, Indonesia masih memiliki banyak permasalahan
kesehatan terkait kebidanan di komunitas. Beberapa di antaranya adalah (1) kurangnya
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Hasil SDKI 2012 KRR menunjukkan
bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat
dengan hanya 35,5 % remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun
mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Begitu
pula gejala IMS kurang diketahui oleh remaja. Informasi tentang HIV relatif lebih banyak
oleh remaja. Meskipun hanya 9,9% perempuan dan 10,6% laki-laki memiliki pengetahuan
komprehensif mengenai HIV/AIDS. Tempat pelayanan remaja juga belum juga diketahui
oleh remaja. (2) kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan kurangnya
pengetahuan ibu menopause. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif didunia masih rendah.
Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 2012 hanya 38
% bayi dibawah usia 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif diseluruh dunia, angka
tersebut juga tidak mengalami kenaikan pada tahun 2015 yaitu hanya 40% keberhasilan
pemberian ASI eksklusif di seluruh dunia.
Hasil SDKI cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0_6 bulan pada tahun 2017
32% dan pada tahun2012 meningkat 42% sementara itu pada laporan dinas propinsi tahun
2013 cakupan pemberian ASI pada bayi umur 0-6 bulan yaitu 54,3%.
Sindrom menopause pada saat i i masih dialami oleh wanita di beberapa negara
misalnya Eropa mencapai 70-80%, Amerika 60%, Malaysia 57%, China 18%, Jepang dan
Indonesia 10%. Pada tahun 2016 saat ini di Indonesia baru mencapai 14 juta perempuan
menopause atau 7,4% dari total populasi yang ada.
Di Puskesmas Aur Birugo Tigo Baleh Kota Bukittinggi yang memiliki jumlah
penduduk sebanyak 27.828 jiwa. Jumlah kelurahan sebanyak 8 kelurahan ( Kelurahan
Belakang Balok, Kelurahan Birugo, Kelurahan Sapiran, Kelurahan Aur Kuning, Kelurahan
Pakan Labuh, Kelurahan Parit Rantang, Kelurahan Ladang Cakiah, Kelurahan Kubu
Tanjung ). Jumlah RW sebanyak 4 ( Kel. Belakang Balok ), jumlah RT sebanyak 12 ( Kel.
Belakang Balok ), jumlah KK sebanyak 676 KK ( Kel. Belakang Balok ). Dari data cakupan
2017 K1:.. K4..:, Imunisasi :..., BPT,HB,Hib,Polio,campak,TT,TT1 Bumil, TT2 Bumil
,TT2 ,campak, DT,cakupan persalinan Nakes,Persalinan non nakes,AKI : dan AKB :
Oleh karena itu praktik komunitas pemberdayaan perempuan berbasis gender merupakan
salah satu upaya untuk memfasilitasi mahasiswa dalam mempelajari bagaimana upaya
preventif dan promotif dilakukan di masyarakat sebagai bentuk upaya peningkatan
pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan status kesehatan mereka di masyarakat.
Program Studi D-III Kebidanan Bukittinggi merupakan salah satu institusi pendidikan
Kebidanan yang menghasilkan lulusan yang berperan dalam bidang pelayanan kebidanan.
Disamping itu lulusannya juga diharapkan mampu menghayati peranannya sebagai bidan
profesional serta mampu bekerja disemua area yang membutuhkannya.
Praktik pemberdayaan perempuan berbasis gender ini merupakan implementasi dari
penerapan mata kuliah yang ada di dalam kurikulim institusi Program Studi D-III Kebidanan
Bukittinggi yang dilaksanakan pada semester V (lima). Dengan adanya mata kuliah Praktik
Komunitas Pemberdayaan Perempuan Berbasis Gender ini harapannya adalah mahasiswa
akan dapat melihat keberadaan perempuan di masyarakat dan berperan serta dalam upaya
peningkatan peran serta perempuan dalam setiap aspek kehidupan melalui upaya
pemberdayaan perempuan berbasis gender.
1.2 TUJUAN
Tujuan Kegiatan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus