Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh:
Prima Anggita Sari
NIM 16036
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatnya sehingga makalah tentang “Asuhan Gangguan Pencernaan
Anak Atresia Esophagus” untuk mata kuliah system pencernaan dapat
terselesaikan. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan kepada kami
kelompok 5 sebagai mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasnuddin.
Makassar, 17 September
2017
Penyusun
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum terjadi dalam bentuk fistula trakeoesofageal. Dari
95% kasus ditemukan kantong esophagus berakhir buntu dan kantong
bagian bawah berhubungan langsung dengan bagian belakang trakea.
Berbgai tipe kelainan atresia esophagus dapat ditemukan, menurut
Sacharin (1996) dalam buku (Solidikin, 2011) ada 4 tipe yaitu : tipe A, B,
C, dan D. sedangkan Wong (1996) dalam buku (Wong, Hockenberry-
Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008) menyebutkan lima tipe
yaitu : A, B, C, D san E. tipe-tipe tersebut berdasar kelainan pada
hubungan antara esophagus dan atresia.
Atresia esophagus dapat terjadi tanpa fistula, hal ini dibedakan
dengan tidak adanya udara didalam lambung saat perkusi dan foto polos
abdomen, terjadi pada 10% dari kasus ini (Catsel 1992) dalam buku
(Solidikin, 2011). Atresia esophagus sering disertai kelainan bawaan lain,
biasanya kelainan jantung, gastrointestinal (atresia duodeni, atresia ani),
dan kelainan tulang (hemivertebrata). Akibat atresia, saliva akan
terkumpul diujung bagian yang buntu, dan akan mengalir keluar atau
masuk kedalam trakea (bila terdapat fistula), hal ini akan lebih berbahaya
bila melalui fistula trakeoesofagus karena cairan lambung dapat mengalir
kedalam paru-paru.
Kadang-kadang sebuah fistula dapat terjadi antara esophagus utuh
dnegan trakea, gelaja dapat terjadi setelah umur beberapa hari. Bayi atau
anak menunjukkan ciri khas seperti tercekik dan batuk setelah menelan
cairan, tidak terjadi setelah menelan makanan padat. Fistula
trakeoesofagus merupakan salah satu penyebab pneumonia berulang,
fistula mungkin cukup sulit untuk dideteksi, bahkan dengan cine
radiografi.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian atresia esophgaus ?
2. Apa saja etiologi dari atresia esophgaus ?
3. Bagaimana tanda dan gejala atresia esophagus ?
4. Bagaimana kompikasi dari atresia esophagus ?
5. Bagaimana penatalaksanaan atresia esophagus ?
6. Bagaimana pengobatan atresia esophagus ?
7. Bagaimana prinsip pengobatan dan manajemen perawatan atresia
esophagus ?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mampu mengetahui pengertian atresia esophgaus
2. Mampu mengetahui etiologi dari atresia esophgaus
3. Mampu mengetahui tanda dan gejala atresia esophagus
4. Mampu mengetahui kompikasi dari atresia esophagus
5. Mampu meengetahui penatalaksanaan atresia esophagus
6. Mampu mengetahui pengobatan atresia esophagus
7. Mampu mengetahui Prinsip pengobatan dan manajemen perawatan
atresia esophagus
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
5. Tipe E (lebih jarang disbanding A atau C), trakea dan esofagus
normal diubungkan dengan fistula umum.
7
D. Komplikasi
1. Pneumonia aspirasi yang disebabkan karena usaha makan
2. Atelektasis pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus ) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Dismotilitas esophagus, terjadi karena kelemahan dinding otot
esophagus
4. Gastrosophagus refluks atau asam lambung naik
5. Fistula tracheosophagus berulang
6. Disfagia atau kesulian menelan (Behrman, 2002)
E. Pemeriksaan Diagnosic
Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 mingu
ditemukan polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai
dengan umur kehamilan (lebih kecil). Kesulitan memasukkan kateter
ke dalam lambung akan memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya
berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas, dan gambaran
rontgen menunjukkan kateter menggulung di kantong esophagus atas.
Kadang-kadang, pada foto rontgen polos dada terlihat esophagus
melebar dengan udara di dalamnya. Adanya udara dalam perut
menunjukkan fistula diantara trakea dan esophagus distal. Media
kontras yang digunakan pada foto rontgen seharusnya larut dalam air ;
jumlah kurang dari 1 ml yang diberikan di bawah pengamatan
fluoroskopi cukup untuk memberikan gambaran kebuntuan kantong
bagian atas. Gambaran video esophagus, saat pengisian bahan kontras,
biasanya efektif. Lubang fistula pada trakea mungkin dapat ditemukan
dengan bronkoskopi. Pencarian malformasi yang menyertai dengan
teliti harus dilakukan. Banyak orang menganjurkan ultrasonografi
jantung praoperatif untuk mendeteksi yang cukup berat. (Behrman,
2002)
8
F. Penatalaksanaan Atresia Esophagus
1. Pada anak segera dipasangkan kateter ke dalam esophagus dan
bila mungkin dilakukan penghisapan terus-menerus.
2. Pemberian antibiotic pada kasus dengan resiko infeksi
3. Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan tindakan bedah dalam
2 tahap, tahap pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan
pipa gastrostomi untuk pemberian makanan, tahap kedua berupa
tindakan anastomosis kedua ujung esophagus. (Behrman, 2002)
9
digerakkan diatas dada bayi. Fisioterapi yang lebih aktif secara normal
diperlukan (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, &
Schwartz, 2008).
Pada anak dengan atresia esofagus dapat segera dipasang kateter
kedalam esofagus dan bila mungkin dilakukan pengisapan terus-
menerus, karena jika sekresi dibiarkan tertimbun dalam tenggorokan
maka bayi atau anak dalam bahaya tercekik. Oleh karena itu dilakukan
penyedotan oral dan nasofaringeal yang kemungkinan dapat dilakukan
dalam interval jam. Terkadang diperlukan aspirasi mucus setiap
setengah jam, namun penyedotan yang dilakukan terlalu sering akan
mendorong sekresi dan memaksa dilakukannya penanganan terlalu
sering.
Anak dipersiapkan untuk segera dilakukan tindakan operasi,
karena pembedahan dapat menyelamatkan nyawa. Keputusan tindakan
akan dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan
gastrostomy, tergantung pada jenis kelaianan dan keadaan umum anak
pada saat itu. Anastomosis ujung ke ujung primer biasanya diusahakan
dengan eksisi fistula, bila tidak mungkin dilakukan anastmisis maka
dilakukan gastromi dan kantong buntu diekstresiorisasi, sehingga
saliva yang tertelan tidak memasuki paru.
Perawatan pascabeah terdiri atas pemberian makanan parenteral
selama 48 jam, kemudian dilanjtkan dengan pemberian makanan
gastrotomi dimulai dengan saline kekuatan setengah, lalu diikuti
dengan dekstrosa 5% dalam air selama 2-3 kali pemberian makanan,
setelah itu secara bertahap dapat diberikan susu. Biasanya penggunaan
sonde (NGT) dapat dihentikan pada hari ke-10 dan diganti dengan
makanan per oral. Penelanan barium haris dilakukan bila terdapat
dispepsia untuk menentukan apakah telah timbul stenosis atau tidak.
Posisi tidur anak tergantung pada ada tidaknya fistula karena
aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan
fistula trakeoesofagus ditidurkan setengah duduk, sedangan anak
10
tanpa fistula diposisikan dengan kepala lebih rendah (posisi
Trendelenburg). Perawatan bayi dalam posisi tengkurap merupakan
metode lain yang dapat dipakai untuk kemungkinan drainase sekresi
yang adekuat dan mencegah sekresi memasuki paru-paru, walaupun
demikia anak tetap harus direposisi secara teratur untuk membantu
sirkulasi dan ekspansi paru (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2008).
11
pemeriksaan. Apabila terdapat fistulatrakheoesofagus, seperti pada
sembilan puluh persen kasus, gmbaran sinar X-ray aka
memeperlihatkan udara didalam lambung.
Diagnosa dan intervensi
12
distres pernapasan.
Jangan menggunakan
tekanan positif
(misalnya kantong
resusitasi atau
masker) karena dapat
memasukkan udara
ke dalam lambung
dan usus, yang
menimbulkan
tekanan tambahan
pada rongga torakal.
Puaskan anak untuk
mencegah aspirasi.
Pertahanankan
pengisap segmen
esofagus secara
intermiten atau
kontinu, bila
dipesankan pada asa
praoperasi, jaga agar
kantong buntu
tersebut tetap kosong.
Tinggalkan selang
gastrostomibila ada-
terbuka untuk
drainase gravitasi,
sehingga udara dapat
keluar dana
meminimalkan resiko
13
regurgitasi isis
lambung ke dalam
trakea.
2. Kerusakan (kasulitan) menelan erhubungan dengan obstruksi
menkanis
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Anak Anak mendapat Beri makanan
mendapatkan nutrisi cukup dan melaluai
nutrisi adekuat menunjukkan gastrostomi
Anak belajar penambahan sesuai ketentuan
makan pe oral berat badan yang untuk
(setelah memuaskan memberikan
perbaikan nutrisi, sampai
selesai) pemberian oral
memungkinkan,
Lanjutkan
pemberian
makanan oral
sesuai ketentuan,
sesuai kondisi
anak dan
perbaikan
pembedahan.
Obsrvasi dengan
ketat untuk
memastikan
anak/bayi
mampu menelan
tanpa terdesak.
Pantau masukan,
14
keluaran, dan
berat badan,
untuk mengkaji
Anak keadekuatan
mengonsumsi masukan nutrisi.
jumlah nutrisi Beri empeng
yang adekuat dan pada bayi, untuk
tidak meberikan
menunjukkan pengisapan non-
penolakan nutrisi.
terhadap Ajarkan keluarga
makanan, tentang teknik
malnutrisi, atau pembarian
diplasia makan yang
tepat, untuk
mempersiapkan
diri terhadap
pemulang.
Kenalkan
makanan dengan
berbagai tekstur
dan bau, untuk
merangsang
minat makan.
Mulai dengan
makanan halus
dan lanjutkan
dengan makanan
yang lebih padat
sesuai kesiapan
15
anak.
Potong makanan
menjadi ukuran
yang lebih kecil,
bukan bentuk
bulat, untuk
mencegah resiko
tersedak.
Hindari makanan
speerti roti sosis
atau potongan
besar daging,
untuk
menurunkan
risiko tersedak
Ajarkan anak
untuk
mengunyak
makanan dengan
baik, mencegah
resiko tersedak
Rujuk pada ahli
terapi wicara
atau okupasi, bila
tepat, untuk
memudahkan
pembelajaran.
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Anak tidak mengalami Anak tidak Isap hanya dengan
16
trauma pada sisi menunjukkan bukti- kateter yang diukur
pembedahan bukti cedera pada sisi sebelum sampai ke jarak
pembedahan yang tidak mencapai sisi
pembedahan untuk
mencegah trauma pada
mukosa.
4. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan
karena pembedahan
Sasaran Hasil yang di harapkan Intervensi
Anak mengalami rasa Anak/bayi Beri stimulus
aman tanpa istirahat tenang, taktil (mislanya
ketidaknyamanan sadar bila membelai,
terjaga, dan mengayun),
melakukan untuk
pengisapan non- memudahkan
nutrisi perkembangan
Mulut optimal dan
tetapbersih dan meningkatkan
lembab kenyamanan.
Nyeri yang Beri perawatan
dialami anak mulut tetap
minimal atau bersih dan
tidak ada. memberan
mukosa lembab.
Beri empeng
dengan sering
untuk
memberikan
penghisap non-
nutrisi
17
Berikan
analgesik sesuai
ketentuan.
Motivasi orang
tua untuk
berpartisipasi
dalam perawatan
anak, untuk
membrikan rasa
nyaman dan
aman.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek
fisik
Sasaran Hasil yang Diharapkan Intervessi
Keluarga deipersiapkan Keluarga menunjukkan Ajarkan pada
untuk perawatan anak kemampuan keluarga tentang
dirumah memberikan perawatan keterampilan dan
pada ana/bayi, observasi
memahami tanda-tanda kebutuhan
komplikasi dan tindakan rumah.
yang tepat. Beri posisi untuk
mencegah
aspirasi
Identifikasi
tanda-tanda
distres
pernapasan untuk
mencegah
keterlambatan
tindakan.
18
Kebutuhan alat
dan bahan yang
diperlukan
Perawatan
gastronomi dan
esofagus bila
bayi telah
dioprasi,
termasuk teknik-
teknik seperti
penghisap,
pemberian
makan,
perawatan sisi
operasi dan/atau
ostomi, serta
ganti balutn
untuk menjamin
perawatan yang
tepat setelah
pulang.
19
Intake nutrisi
Statu pertumbuhan dan perkembangan
Respons anak terhadap terapi
Reaksi keluarga terhdap pembedahaan dan hospiyalisasi anak
Panduan pengajaran pasien dan keluarga
Pnduan rencana pemulangan.
20
Kasus
Ny “A” datang membawa anaknya yang sedang sakit ke RS Melati . Ny
“A” mengeluh bayinya muntah setelah disusui, pada saat pasca persalinan bayi
tidak mau menyusu, dan bayi tersedak saat berupaya menelan makanan. Ny “A”
juga mengeluh bayinya kadang susah bernapas. Bayi Ny “A” berumur 14 hari
dengan BB 2200 gram dan PB 47 cm, dan berjenis kelamin laki-laki. Ny “A”
berkata ada riwayat merokok dan minum alcohol selama kehamilan. Pada
pemeriksaan fisik di temukan bayi terlihat dispnea, membrane mukosa pucat,
sianosis, ditemukan suara nafas tambahan (ronkhi basah), ditemukan retraksi
dinding dada dan pada saat dilakukan palpasi, perut bayi tampak kembung.
Selain ditemukan pula suhu : 37 Pernafasan : 60x/menit Nadi : 140x/menit pada
bayi Ny “Ä”. Diagnosis klinis ditemukan bayi dengan sekresi saliva
berlebihan(ngiler). Setelah di periksa oleh dokter bayi Ny “A” di diagnosa
menderita Atresia Esophagus.
1. Identifikasi Pasien
Nama bayi : Bayi Ny “A”
Umur bayi : 14 hari
Tgl/jam lahir : 3 Maret 2013/ 10.00 WIB
Jenis Kelamin : laki-laki
BB : 2.200 gr
Panjang Badan : 47 cm
Diagnosa Medis : Atresia Esofagus
2. Keluhan Utama
Ny. A mengeluh bayinya muntah setelah disusui
Pada saat pasca persalinan bayi tidak mau menyusu
Bayi tersedak saat berupaya menelan makanan
Ny “A” juga mengeluh bayinya kadang susah bernapas
3. Riwayat
Ny.A memiliki kebiasaan merokok dan minum alcohol sewaktu
hamil
4. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik di temukan bayi terlihat dispnea,
membrane mukosa pucat, sianosis
Ditemukan suara nafas tambahan (Ronkhi Basah)
Ditemukan retraksi pada dinding dada
Pada saat dilakukan palpasi, perut bayi tampak kembung
Suhu : 37oC
RR : 60x/menit
HR : 140x/menit
21
BB saat ini : 2500 gr
Panjang badan : 47 cm
Diagnosis klinis ditemukan bayi dengan sekresi saliva berlebihan
(ngiler)
5. Analisa Data
Diagnosa Keperawatan :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya obstruksi jalan napas dan
mucus berlebihan (Herdman & Kamitsuru , 2015)
Batasan Karakteristik :
Perubahan frekuensi napas
Dyspnea
Suara napas tambahan (ronkhi basah)
NOC :
1. Status pernapasan : Kepatenan Jalan Napas
22
Kriteria Hasil : Dalam 1x 24 jam bayi diharapkan bersihan jalan napas
efektif dengan kriteria hasil :
Frekuensi pernapasan dalam kisaran normal
Suara napas tambahan tidak ada
Dispnea tidak ada
NIC :
1. Manajemen jalan napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lieft atau jaw thrust,
sebagaimana mestinya
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lender
Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara tambahan
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea,
sebagaimana mestinya
Posisikan untuk meringankan sesak nafas
Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya.
2. Monitor Pernafasan
Monitor kecepatan,irama,kedalaman, dan kesulitan bernafas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
Auskultasi suara nafas setelah tindakan, untuk dicatat
Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan
tekanan inspirasi dan penurunan volume tidal
Monitor sekresi pernafasan pasien
23
Ngiler
Tersedak sebelum menelan
Muntah
Mengisap putting susu tidak efisien
NOC :
1. Status Menelan
Dalam 2x 24 jam bayi diharapkan gangguan menelan berkurang dengan
kriteria hasil :
Menangani sekresi mulut
Produksi ludah berkurang (Moorhead, Johnson, Mass, & Swanson,
2013)
NIC
1. Penghisapan Lendir pada Jalan Napas
Tentukan perlunya suksion mulut atau trakea
Auskultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan suksion
Pilih kanul suksion yang diameternya separuh dari diameter pipa
endotrakeal, pipa trakeostomi atau jalan nafas pasien
Bersihkan area sekitar stoma trakea setelah menyelesaikannya suksion
trachea, sebagaimana mestinya
Monitor dan catat warna, jumlah konsistensi secret(Bulechek ,
Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013).
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan
mencerna makanan
Batasan Karakteristik :
Berat badan 20 % atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
Membrane mukosa pucat
NOC :
1. Status Nutrisi Bayi
Dalam 1x 24 jam bayi diharapkan nutrisi yang seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil :
Intake nutrisi yang adekuat
Toleransi makanan adekuat
24
Perbandingan berat/tinggi badan
NIC :
1. Manajemen nutrisi
Tentukan status gizi anak dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi
Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
Monitor kalori dan asupan makanan
Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat
badan.
NIC
1. Konseling laktasi
Bantu menjamin adanya kelekatan bayi ke dada dengan cara yang
tepat (misalnya monitor posisi tubuh bayi dengan cara yang tepat
Instruksikan posisi menyusui yang bervariasi (misalnya
menggendong bayi dengan posisi kepalanya berada di siku,
menggendong abyi di bawah lengan pada sisi yang digunakan
untuk menyusui dan miring)
Monitor kemampuan bayi untuk menghisap menggunakan jari
yang bersih untuk menstimulasi reflex menghisap dan latch on/
perlekatan mulut bayi ke aerola ibu dengan tepat.
Bantu dengan laktasi ulang, jika diperlukan
25
BAB III
PENUTUP
26
A. Kesimpulan
Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan
esophagus untuk melakukan pasase yang kontinu, esophagus mungkin tidak
membentuk sambungan dengan trakea (fistula trajeoesofagus). Berbagai
tipe kelainan esophagus Tipe A, Tipe B, Tipe C, Tipe D dan Tipe E. Pada
anak dengan atresia esofagus dapat segera dipasang kateter kedalam
esofagus dan bila mungkin dilakukan pengisapan terus-menerus, karena jika
sekresi dibiarkan tertimbun dalam tenggorokan maka bayi atau anak dalam
bahaya tercekik.
B. Saran
Mengingat penyakit atresia esophagus merupakan penyakit yang
membahayakan bagi keberlangsungan hidup bayi/anak-anak maka
penanganan penyakit ini diupayakan secara maksimal dengan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga kesehatan, prasarana dan
sarana kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
27
Herdman, T. H., & Kamitsuru , S. (2015). Diagnosis Keperawatan Defenisi &
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcome Classification (NOC). Singapore: ELSEVIER.
Rendle, J., Gray, O., & Dodge, J. (2005). Sinopsis Pediatri. Tanggerang :
Binarupa Aksara .
28