Вы находитесь на странице: 1из 34

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

JURNAL PRAKTIKUM

KIMIA DASAR

PERCOBAAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

OLEH

KELOMPOK : I (SATU)

GELOMBANG : II (DUA)

ASISTEN : RISYAD ABDILLAH

SAMATA-GOWA

2012
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Larutan adalah campuran antara dua atau lebih komponen atau zat
yang homogen yang saling melarutkan masing-masing penyusunnya
sehingga tidak dapat dibedakan secara fisik.

Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis yang hanya bergantung pada
jumlah atau kuantitas partikel dalam larutan dan tidak bergantung pada
jenis zat atau komponen yang ada dalam larutan.

Ada empat jenis sifat koligatif larutan, yaitu; penurunan tekanan


uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmosis.

Sifat koligatif larutan merupakan konsep dalam kimia fisika yang


banyak digunakan dalam industri farmasi, misalnya untuk membuat cairan
infus yang mana harus isotonik dengan cairan darah. Pembuatan cairan
isotonik ini menggunakan konsep tekanan osmosis. Peran sifat koligatif
larutan dalam industri farmasi juga dapat ditemukan pada pembuatan obat
herbal.

Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak


dilakukan pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan
infus harus isotonik dengan darah dan jaringan pada tubuh manusia.
Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau hipertonik dalam tubuh,
maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh. Contohnya ketika
cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan terjadi
krenasi pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah
merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.

Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada


sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina
atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh
sehingga terjadi penurunan titik beku yang tergantung pada basisnya (zat
yang membawa zat aktif pada suatu sediaan).

Dari perannya saja, maka dilakukanlah percobaan sifat koligatif


larutan untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel dan

menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) serta memperoleh konstanta

penurunan titik beku (Kf).

B. Maksud dan Tujuan Percobaan


1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami pengaruh tonisitas sel dan penurunan titik
beku suatu larutan.
2. Tujuan Percobaan
a. Untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel.
b. Untuk menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) dan memperoleh

konstanta penurunan titik beku (Kf)

C. Prinsip Percobaan
1. Pengaruh tonisitas sel
Menunjukkan pengaruh tonisitas sel dari beberapa larutan (aquadest,
NaCl 0,89 %, NaCl 3%, glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M) dengan cara
penambahan sampel (wortel, daun bawang, seledri dan darah),
kemudian diamati dengan mata telanjang dan dibandingkan dengan
penglihatan pada saat menggunakan mikroskop.
2. Penurunan titik beku
Menunjukkan penurunan titik beku ( Tf) dan tetapan krioskopi (Kf)

dari asam stearat jika ditambahkan asam benzoat dengan cara


dileburkan dan dilihat berapa penurunan titik bekunya dengan
menggunakan pipa kapiler yang berisi asam stearat beserta asam
benzoat kemudian dilelehkan di dalam aquadest yang dipasang
termometer di atasnya untuk dilihat suhu pada saat meleleh ditandai
dengan munculnya gelembung di sekitar termometer dan pipa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Sifat koligatif larutan adalah sifat fisis larutan yang hanya


bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut bukan pada jenis zat atau
komponen yang ada dalam larutan. (Tim Dosen Kimia, 2000: VII-28)

Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih yang
saling melarutkan dan masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan
secara fisik.

Sebab-sebab kelarutan, seringkali dikatakan bahwa kelarutan itu


disebabkan oleh gaya-gaya molekular. Bahwa ini tidak benar dapat dilihat
dari kenyataan bahwa dua gas bercampur dalam semua perbandingan dan
memiliki kelarutan yang saling tidak terbatas, pencampuran bukan
disebabkan oleh aksi timbal-balik, tetapi oleh gerak molekul dan
kenyataan bahwa keadaan bercampur sangat mungkin dari keadaan tidak
bercampur. Kelarutan timbal balik gas karenanya adalah aspek dari awal
statistik hukum kedua.

Pada larutan elektrolit mengalami peruraian (disosiasi), misalnya


larutan NaCl mengalami ionisasi menjadi ion Na dan Cl. Dalam
pembahasan sifat-sifat koligatif larutan elektrolit Van’t Hoff memodifikasi
persamaan sifat koligatif larutan non-elektrolit dengan menambahkan
suatu ketetapan yang sering disebut dengan faktor Van Hoff (i) dimana
adalah perbandingan antara harga sifat-sifat koligatif yang diukur dan
harga sifat koligatif yang terhitung.

Untuk larutan non-elektrolit, nilai i=1 sedangkan untuk larutan


elektrolit.

(Sumardjo, 2006: 43)


Sifat koligatif larutan adalah sifat yang nilainya bervariasi,
sebanding dengan jumlah partikel-pertikel solut yang ada dalam larutan
dengan volume tertentu.

Terdapat empat sifat fisika yang penting dan berubah secara


perbandingan lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yaitu ;
1. Penurunan Tekanan Uap
Jika suatu solut (yang tidak dapat menguap) dilarutkan dalam
solven (yang dapat menguap) tekanan uap larutan akan lebih rendah
dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murni. Hal ini disebabkan
karena pada permukaan larutan terdapat interaksi antara zat terlarut
dan pelarut sehingga laju penguapan tersebut berkurang akibatnya
tekanan uap larutan menjadi turun. Selisih antara tekanan uap pelarut
murni dengan tekanan uap larutan disebut penurunan tekanan uap
(ΔP).

Volatil adalah kecenderungan suatu zat untuk berubah menjadi


gas. Kecenderungan molekul untuk melarikan diri dari fase cair ke
gas tergantung pada seberapa banyak zat terlarut yang ditambahkan.
Penguapan molekul zat pelarut dalam larutan selalu mengarah pada
penguapan yang besar karena volume yang ditempati oleh molekul
dalam bentuk gas. Tetapi pada saat ditambahkan zat terlarut maka
penguapan akan berkurang karena ditekan dengan asanya zat terlarut
sehingga hanya terdapat sedikit molekul pelarut pada bagian
permukaan larutan. Sehingga volume zat pelarut yang berada
didalam fase gas lebih kecil dan tekanan uap uap untuk larutan akan
lebih rendah dibandingkan pelarut murni.
Zat terlarut jika dimasukkan ke dalam pelarut maka akan
terjadi penurunan tekanan uap. Tekanan uap tersebut akan
berpengaruh pada penurunan titik beku hal ini dapat dilihat dari grafik
P-T.
: Diagram untuk pelarut

: Diagram untuk larutan

Pada suhu tertentu, tekanan uap pelarut murni Po atmosfer dan tekanan
uap larutan P atmosfer. Penurunan tekanan uap dirumuskan sebagai ;

ΔP = Po – P

Tekanan uap larutan ideal berlaku hukum Raoult ;


P = X 1 Po
karena, X1 = (1- X2), maka ;
P = (1- X2) Po
= Po – X2 Po
ΔP = X2 Po
atau

X2 =

Dimana X1 dan X2 masing-masing adalah fraksi mol pelarut dan zat


terlarut. Dari persamaan terlihat, harga ΔP berbanding lurus dengan
fraksi mol zat terlarut. Makin banyak partikel zat terlarut, berarti
makin besar pula penurunan tekanan uapnya. ΔP dapat digunakan
untuk menentukan berat molekul zat terlarut yang sukar menguap
dengan mengukur tekanan uap larutan dan menghitung fraksi molnya.
(Ahmad, 1996: 76)
2. Kenaikan Titik Didih Larutan

Titik didih suatu larutan dapat lebih tinggi maupun lebih rendah
daripada titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan zat terlarut itu
menguap, dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat terlarut itu tak
atsiri (tidak menguap) misalnya gula, larutan air itu mendidih pada
suatu temperatur yang lebih tinggi daripada titik didih air.

Dalam hal larutan etil alkohol-air, eti alkohol (titik didih 78,3 )

mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi uap air


daripada air. Tekanan uap larutan (jumlah tekanan uap etil alkohol dan
tekanan uap air) sama dengan tekanan atmosfer pada temperatur

dibawah 100 . Artinya, titik didih larutan terletak dibawah titik didih

air murni. Hukum sifat koligatif tidak berlaku untuk larutan dengan
zat-zat terlarut atsiri, seperti larutan etil alkohol-air. (Keenan, dkk,
1984: 436)

A = Titik didih air pada 100 dan tekanan uap 1 atm.

B = Titik pada 100 dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
larutan belum mendidih.

C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih besar dari 100

dimana larutan mendidih.

Jika titik didih pelarut (Tb ) dan titik didih larutan (T b), maka

kenaikan titik didih dapat dirumuskan ;

Tb = Tb - Tb

Pada penentuan Tb satuan konsentrasi yang digunakan adalah

molalitas (m) karena tidak dipengaruhi oleh suhu. Satuan molaritas


tidak sesuai, karena suhu mempengaruhi volume larutan.

Besarnya kenaikan titik didih dirumuskan Raoult, sebagai ;


T b = Kb m
atau

T b = Kb x x

dimana ;
W = massa zat terlarut (g)
M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
P = massa zat pelarut (g)
Kb = tetapan kenaikan titik didih ( /mol)

(Chang, 2003: 12)

3. Penurunan Titik Beku

Akibat lain dari turunnya tekanan uap larutan adalah turunnya titik
beku. Suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1 atm

disebut titik beku. Titik beku normal air adalah 0 .


Jika air murni didinginkan pada 0 , maka air tersebut akan

membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm. Tetapi bila


dalam kedalamnya dilarutkan zat terlarut yang sukar menguap seperti

gula, maka pada suhu 0 ternyata larutan belum membeku. Tekanan

uap permukaannya harus mencapai 1 atm. Hal ini dapat tercapai bila
suhu larutan diturunkan.

Setelah tekanan uap mencapai 1 atm, larutan akan membeku.

Besarnya titik beku larutan ini lebih rendah dari 0 atau lebih rendah

dari titik beku pelarutnya. Turunya titik beku larutan dari titik beku

pelarutnya disebut penurunan titik beku ( Tf).

Jika titik beku pelarut Tf dan titik beku larutan Tf maka penurunan

titik beku dapat dirumuskan ;

Tf = Tf - Tf

A = Titik beku air pada 0 dan tekanan uap 1 atm.


B = Titik pada 0 dan tekanan uap kurang dari 1 atm, dimana
larutan belum membeku.
C = Titik pada tekanan uap 1 atm dan suhu lebih kecil dari 0

dimana larutan membeku.

Besarnya Tf larutan juga dapat bergantung pada jumlah partikel

zat terlarut.

Menurut Raoult untuk larutan yang sangat encer berlaku ;


T f = Kf m
atau

T f = Kf x x

dimana ;
W = massa zat terlarut (g)
M = berat molekul zat terlarut (g/mol)
P = massa zat pelarut (g)
Kf = tetapan kenaikan titik beku ( /mol)

(Ketut, 2004: 79-84)

Tabel Titik Didih (Tb), Titik Beku (Tf), Tetapan Titik Didih Molal
(Kb) dan Tetapan Penurunan Titik Beku Molal (Kf) Berbagai Pelarut.

4. Tekanan Osmotik (Osmosis)

Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul pelarut dari


encer ke larutan yang lebih pekat melalui selaput membran/penyekat
semipermeabel.

Peristiwa osmosis kelihatanya berlawanan dengan pengalaman


dimana penyebaran partikel (difusi) umumnya terjadi dari larutan yang
konsentrasinya tinggi ke rendah. Pada osmosis larutan dipisahkan oleh
selaput semipermeable sehingga difusi terjadi dari arah sebaliknya.
Difusi ini hanya terjadi pada molekul-molekul pelarut atau zat-zat
yang berukuran kecil, sedangkan molekul berukuran besar tertahan
oleh membran.

Tekanan osmotik tergolong sifat koligatif, karena hanya bergantung


pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada jenisnya. Berrdasarkan
percobaan Van’t Hoff (1885) mendapatkan bahwa untuk larutan encer
rumusan tekanan osmotik mempunyai kesamaan dengan tekanan suatu
gas.

Pada suhu (T) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus dengan


konsentrasi. Secara matematis ditulis ;
(T tetap)
Pada konsentrasi (C) tetap, tekanan osmotik berbanding lurus
dengan suhu mutlaknya.
(C tetap)
Gabungan dari dua persamaan diatas, diperoleh ;

atau

(tetap)

karena konsentrasi berbanding terbalik dengan volume, maka untuk n


mol zat terlarut berlaku ;

(tetap)

dimana K adalah suatu tetapan yang sama besarnya dengan tetapan gas
R. Persamaan menjadi ;
πv=nRT
Rumus ini mirip dengan persmaan gas ideal pv = nRT. Persamaan
selanjutnya juga dapat ditulis ;
π= RT

untuk n/v = M maka ;


π=MRT
dimana ;
π = Tekanan osmotik (atm)
M = Molaritas larutan (mol/L)
R = Tetapan gas (0,0821 L atm mol-1K-1)
T = Suhu mutlak (K)
(Syukri, 2005: 86-89)

B. Uraian Bahan
1. Aquades (DIRJEN POM. 1979: 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aqua depurate, aqua, air baterig, air
sadah, distilled water, hard water
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Rumus bangun : H-O-H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa.
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut dalam larutan tonisitas sel

2. Glukosa (DIRJEN POM. 1979: 268)


Nama resmi : GLUCOSUM
Nama lain : Glukosa, dektrose, dextropur, druivensuikar,
grape sugar, gula anggur, glucose,saccharum
amylaceum, sugar
Rumus molekul : C6H12O6
Rumus bangun :

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau


butiran putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel
3. Natrium Klorida (DIRJEN POM. 1979: 403)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain : Natrium klorida, chloretum natricum, garam
dapur, natrium chloratum, natrium klorida,
kitchen salt, sodium clorida, halit, crude sea
salt.
Rumus Molekul : NaCl
Rumus Bangun : Na-Cl
Berat Molekul : 58,44
Pemerian : Hablur heksahidrat tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian
mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan : Wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel

4. Asam Stearat (DIRJEN POM. 1976: 57)


Nama Resmi : ACIDUM STEARICUM
Nama Lain : Asam stearat, stearic acid, asam
oktadekanamida, stearic monoetanolamine,
stearoy lethanolamida, stearanamida,
monoetanolamin, stearoyl, etanolami, asam
stearat amida, stearat amida, stearamida
monoetanolamida.
Rumus Molekul : CH3(CH2)16COOH
Rumus Bangun :

Berat Molekul : 122,12


Titik Leleh : 54
3. Natrium Klorida (DIRJEN POM. 1979: 403)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDIUM
Nama Lain : Natrium klorida, chloretum natricum, garam
dapur, natrium chloratum, natrium klorida,
kitchen salt, sodium clorida, halit, crude sea
salt.
Rumus Molekul : NaCl
Rumus Bangun : Na-Cl
Berat Molekul : 58,44
Pemerian : Hablur hexahidrat tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian
mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan : Wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat terlarut dalam larutan tonisitas sel

4. Asam Stearat (DIRJEN POM. 1976: 57)


Nama Resmi : ACIDUM STEARICUM
Nama Lain : Asam stearat, stearic acid, asam oktadekanami-
da, stearic monoetanolamine, stearoy lethano-
lamida, stearanamida, monoetanolamin, stea-
royl, etanolami, asam stearat amida, stearat
amida, stearamida monoetanolamida.
Rumus Molekul : CH3(CH2)16COOH
Rumus Bangun :

Berat Molekul : 122,12


Titik Leleh : 54

Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak


berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20
bagian etanol; (95%) P, dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 20 bagian kloroform P
dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat terlarut dalam penurunan titik beku.

5. Asam Benzoat (DIRJEN POM. 1979: 49)


Nama resmi : ACIDUM BENZOICUM
Nama Lain : Asam Benzoat, asam benzenakarboksilat,
karboksi benzene, E210, asam drasiklik, sodium
benzoate.
Rumus Molekul : C7H602
Rumus Bangun :
Berat Molekul : 122,12
Titik Leleh : 122
Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak
berbau
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam
lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P. Dalam 8
bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat pelarut dalam penurunan titik beku

6. Cera Alba (DIRJEN POM. 1979: 140)


Nama Resmi : CERA ALBA
Nama Lain : Malam putih, wit was, white bease wax,
bleached beese wax, malam putih, wituns,
beeswax white, lilin lebah.
Titik Lebur : 61-65
Kelarutan : Tidak mudah larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol (95%) P, dingin, larut dalam
kloroform P, pada eter P, hangat dalam minyak
lemak dan minyak atsiri
Pemerian : Zat padat, lapisan bening, putih kekuningan, bau
khas lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat terlarut dalam penurunan titik beku.
C. Prosedur Kerja
1. Pengaruh Tonisitas Larutan terhadap Sel
a. Ambil tabung reaksi yang bersih, berikan label 1), 2), 3), 4) dan 5)
b. Masukkan 2 ml larutan berikut ini sesuai label masing-masing
1) Aquadest 3) Glukosa 0,5 M 5) NaCl 3%
2) Glukosa 0,1 M 4) NaCl 0,89%
c. Untuk setiap tabung reaksi tambahkan irisan wortel tipis (sekitar
0,5 mm) yang segar, daun bawang, dan seledri.
d. Masukkan tabung reaksi di rak tabung dan tunggu sampai anda
menyelesaikan semua percobaan yang lain
e. Perhatikan tampilan dengan mata telanjang dan juga di bawah
mikroskop.
f. Ulangi langkah a dan b menggunakan set baru lima tabung reaksi
yang bersih
g. Dengan menggunakan pipet, tambahkan lima tetes darah sapi segar
secara keseluruhan untuk setiap tabung uji. Miringkan bagian
bawah tabung reaksi untuk menjamin pencampuran yang tepat.
h. Amati warna dan penampilan dari larutan setelah 20 menit, baik
oleh mata telanjang dan juga di bawah mikroskop.
2. Pengukuran Penurunan Titik Beku
a. Rakit alat pengukuran titik beku (titik lebur) sederhana. Beker
gelas akan berfungsi sebagai water bath. Sebuah plat panas dari
pembakar bunsen akan berfungsi sebagai sumber panas. Sebuah
tabung reaksi akan berfungsi sebagai water bath sekunder di mana
termometer dicelupkan.
b. Campuran asam benzoat-asam laurat disiapkan sebagai berikut
(atau sebagai alternatif, instruktur dapat mempersiapkan terlebih
dahulu) :
Timbang 3 g asam laurat dan masukkan dalam sebuah gelas kimia
25 ml. timbang 0,6 g asam benzoat. Panaskan asam laurat
perlahan-lahan di atas hot plate sampai meleleh (50°C). tambahkan
asam benzoat ke dalam gelas. Aduk secara menyeluruh hingga
diperoleh larutan homogen. Dinginkan gelas kimia dalam air
dingin untuk mendapatkan sampel yang padat. Gerus sampel
menjadi serbuk halus dalam mortar.
c. Setiap praktikan menyiapkan empat tabung leleh kapiler untuk
sampel : (a) asam laurat (b) tiga tabung dengan larutan asam
benzoat 17%.
d. Susun tabung leleh sebagai berikut :
1) Ambil sejumlah kecil sampel ke dalam tabung leleh kapiler
dengan menekankan ujung tabung yang terbuka secara vertical
ke sampel.
2) Balikkan tabung kapiler. Usap kapiler ke dalam suatu lembaran
yang memungkinkan padatan masuk di bagian bawah kapiler.
Anda hanya memerlukan 1-5 mm sampel dalam tabung kapiler.
e. Ikat tabung kapiler dengan termometer menggunakan karet gelang
kecil dekat dengan ujung termometer.
f. Ukur titik leleh setiap sampel sebagai berikut :
Jepit termometer dengan tabung kapiler yang melekat dan rendam
dalam termostat sekunder diisi dengan air. Turunkan termostat
sekunder ke dalam gelas beriisi air dan memulai proses
pemanasan. Perhatikan titik leleh setiap sampel dan catat.
Pelelehan terjadi ketika anda mengamati penyusutan pertama
dalam sampel atau munculnya gelembung kecil (jangan menunggu
sampai seluruh sampel di kapiler menjadi bening) setelah
mengambil titik lebur sampel pertama, biarkan termostat
mendingin hingga suhu ruang dengan menambahkan air dingin.
Anda harus memulai proses pemanasan untuk mengamati titik
leleh sampel kedua hanya setelah air di termostat primer dan
sekunder talah mencapai suhu kamar.
(Tim Dosen Kimia Dasar, 2011: 12-13)

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


1. Alat :
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah benang, dek gelas, gelas
kimia, gelas ukur, kaki tiga, kawat kassa, klem, mikroskop, mortar dan
alu, objek gelas, pembakar spiritus, pipa kapiler, rak tabung reaksi,
statif, silet, tabung reaksi, termometer.
2. Bahan:
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah aquadest, asam
benzoat, asam stearat, cera alba, darah ayam, daun bawang, glukosa
0,1 M, glukosa 0,5 M, natrium klorida 0,89%, natrium klorida 3%,
seledri, wortel.
B. Cara Kerja
1. Pengaruh tonisitas terhadap sel
a. Disiapkan alat dan bahan (aquadest, NaCl 0,89%, NaCl 3%,
glukosa 0,1 M, glukosa 0,5 M) masing-masing 2 ml
b. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
c. Ditambah sampel (wortel, daun bawang, seledri) diiris tipis sebesar
0,5 mm
d. Diamati sampel sampai dengan 20 menit (dengan mata telanjang)
e. Diamati sampel dibawah mikroskop dengan ditambahkan kloral
hidrat 1-2 tetes
2. Penurunan titik beku
a. Ditimbang 3 g asam stearat dengan menggunakan neraca analitik
b. Dipanaskan sampai suhu 50 , kemudian ditambahkan 0,6 g asam

benzoat (ditimbang dengan menggunakan neraca analitik)


c. Diaduk sampai membentuk larutan yang homogen
d. Ditunggu larutan tersebut sampai memadat/dingin
e. Digerus
f. Disiapkan 4 pipa kapiler dengan ukuran ½ cm
g. Dipisahkan/dibagi dua yaitu satu pipa untuk asam stearat dan tiga
pipa untuk asan stearat dan asam benzoat.
h. Masing-masing pipa kapiler diikat dengan termometer dan pipa
i. Dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi air yang dipananskan
dengan pembakar Bunsen
j. Diamati hingga campuran melebur, caranya ditandai dengan
adanya gelembung dan dicatat perubahan suhunya.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan
1. Pengaruh Tonisitas Larutan terhadap Sel
Pengamatan Sel
Sampel Larutan Sebelum
Setelah direndam
direndam
Batang
Seledri

1) Aquadest
Ket:Warna
Ket: Keadaan sel kecoklatan dan
normal, sel sel tampak tidak
tampak jelas jelas

NaCl
2)
0,89%
Ket: Keadaan sel Ket: Keadaan sel
normal, sel tampak jelas
tampak jelas

3) NaCl 3%

Ket: Keadaan sel


normal, sel
tampak jelas Ket : Warna sel
menjadi lebih
tua dan sel
kelihatan jelas
Glukosa Ket: Keadaan sel Ket : Sel tampak
4) normal, sel memudar
0,1 M tampak jelas warnanya dan
jelas selnya

Glukosa Ket : Warnanya


5) tampak
0,5 M memudar dan
Ket: Keadaan sel
sel tidak jelas
normal, sel
tampak jelas
Daun
Bawang Ket :Warna sel
1) Aquadest menjadi
orange
Ket: Normal, sel
tampak jelas

NaCl Ket : Sel tampak


2)
0,89% memudar
Ket: Normal, sel warnanya
tampak jelas
3) NaCl 3%
Ket : Warna sel
mejadi
keabu-abuan
Ket: Normal, sel
tampak jelas
Glukosa
4)
0,1 M
Ket: Normal, sel Ket : Warna sel
tampak jelas menjadi
kecoklatan

Glukosa
5) Ket : Warna sel
0,5 M menjadi
kecoklatan
Ket: Normal, sel
tampak jelas
Wortel

1) Aquadest Ket:
Normal, sel
tampak jelas
Ket : Warna sel
menjadi
kecoklatan

NaCl
2) Ket : Warna sel
0,89%
Ket: Normal, sel menjadi kuning
tampak jelas
3) NaCl 3% Ket : Warna sel
memudar

Ket: Normal, sel


tampak jelas
Ket : Warna sel
Glukosa menjadi
4)
0,1 M keabu-
Ket: Normal, sel abuan
tampak jelas

Glukosa Ket : Warna sel


5) memudar
0,5 M
Ket: Normal, sel
tampak jelas

Ket : Warna sel


1) Aquadest
merah
terang Ket : Warna
memudar

NaCl Ket : Warna sel Ket : Warna sel


2)
0,89% merah menjadi
terang keabu-abuan
Darah
Ket : Warna sel Ket : Warna sel
3) NaCl 3%
merah menjadi
terang keabu-abuan

Glukosa Ket : Warna sel Ket : Warna sel


4)
0,1 M merah menjadi
terang keabu-abuan

Glukosa Ket : Warna sel Ket : Warna sel


5)
0,5 M merah menjadi
terang keabu-abuan

2. Pengukuran Penurunan Titik Beku


Sampel Suhu (°C)
1. Asam Stearat 60
2. Asam Stearat + Asam Benzoat 56

B. Perhitungan
1. Pembuatan NaCl 0,3% untuk 100 ml air

2. Pembuatan NaCl 0,89% untuk 100 ml air

3. Pembuatan glukosa 0,1 M untuk 100 ml air

4. Pembuatan glukosa 0,5 M untuk 100 ml air

5. Perhitungan tetapan krioskopi


C. Pembuatan Larutan
1. NaCl 3%
Sebanyak 3 gram NaCl ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam
labu ukur 100 ml yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan
aquadest kemudian diaddkan hingga batas 100 ml dengan aquadest.
2. NaCl 0,89%
Sebanyak 0,89 gram NaCl ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 ml yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan
aquadest. Kemudian diaddkan dengan aquadest hingga 100 ml.
3. Glukosa 0,1 M
Sebanyak 1,8 gram glukosa ditimbang, kemudian dimasukkan kedalm
labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah dikalibrasi dan diaddkan
hingga 100 ml dengan aquadest.
4. Glukosa 0,5 M
Sebanyak 9 gram glukosa ditimbang kemudian dimasukkan kedalam
labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu,
lalu diaddkan dengan aquadest hingga 100 ml.

BAB V
PEMBAHASAN

Sifat koligatif larutan merupakan sifat fisik larutan yang bergantung pada
jumlah partikel larutan namun tidak tergantung pada jenis larutan. Sifat koligatif
larutan ini dibedakan menjadi sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif
larutan non-elektrolit yang dibedakan pada kemampuannya untuk mengion.

Hipertonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih tinggi dari konsentrasi


zat terlarut, sementara hipotonik terjadi ketika konsentrasi pelarut lebih rendah
dari konsentrasi zat terlarut.

Tonisitas mempengaruhi pergerakan cairan antar sel, contohya air yang


bergerak dari tempat yang bertonisitas rendah (hipotonik) ke daerah yang
bertonisitas tinggi (hipertonik), sehingga tonisitas antara keduanya seimbang.
Secara harfiah tonisitas berarti kemampuan suatu larutan untuk memvariasikan
ukuran maupun bentuk sel dengan cara mengubah jumlah air dalam sel tersebut
apakah menciut ataukah menggembung sel tersebut.

Dari percobaan kita dapat melihat bahwa larutan yang elektrolit adalah
NaCl 0,3 % dan NaCl 0,89 % Karen kedua larutan ini dapat mengantarkan arus
listrik dan juga penguraian ion-ionnya yang menghasilkan dua untuk derajat
ionisasinya. Sedangkan larutan glukosa 0,1 dan 0,5 adalah larutan non-elektrolit
karena tidak dapat mengantarkan arus listrik.

Pada percobaan sifat koligatif larutan ini ada dua percobaan yang
dilakukan, yaitu pengaruh tonisitas terhadap sel dan penurunan titik beku. Pada
percobaan tonisitas sel, ada empat sampel yang digunakan yakni; batang seledri,
daun bawang, wortel dan darah. Setiap sampel tersebut dimasukkan ke dalam
aquadest, NaCl 0,89%, NaCl 3%, glukosa 0,1 M dan glukosa 0,5 M.sebelumnya
setiap sampel diamati terlebih dahulu di bawah mikroskop untuk dilihat
bagaimana bentuk selnya dan kemudian difoto dengan kamera digital. Ketika

sampel telah direndam dalam larutan 20 menit, sampel diangkat kemudian


diamati dibawah mikroskop kemudian difoto dengan kamera digital. Dan
bandingkan sel ketika sebelum direndam dan pada saat setelah direndam.

Sampel seledri ketika dimasukkan dalam larutan aquadest, glukosa 0,1 M


dan glukosa 0,5 M mengalami keadaan hipertonik yang dicirikan dengan
menggembungnya sel setelah diamati pada mikroskop, sementara untuk NaCl
0,89% dan 0,3% sel hipotonik, hal yang sama dialami oleh daun bawang dan
wortel. Darah isotonik pada larutan NaCl 0,89%.

Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan noktah tidak normal disekitar


pinggir sel setelah sel dimasukkan ke dalam larutan hipertonik. Secara etimologi,
krenasi berasal dari bahasa latin “crenatus”. Krenasi terjadi karena lingkungan
luar sel yang hipertonik. Sel memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
diluar sel. Akibatnya zat terlarut keluar dari dalam sel dengan mekanisme difusi
untuk menyeimbangkan konsentrasi diluar sel yang rendah sedangkan kerena
tekanan osmotik yang tinggi di luar sel menyebabkan pelarut keluar dari dalam sel
dengan mekanisme osmosis. Akibatnya sitoplasma berkurang volumenya sebagai
akibatnya sel menciut. Sebaliknya pada kondisi diluar sel yang hipotonik atau
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dibandingkan zat pelarut dan tekanan osmotik
yang rendah, menyebabkan zat terlarut dari luar sel masuk ke dalam sel dengan
mekanisme difusi untuk menyeimbangkan konsentrasi di dalam sel yang
konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah sedangkan karena tekanan osmotik yang
rendah menyebabkan pelarut masuk ke dalam sehingga akibat dari mekanisme ini
menyebabkan sel menggembung dan lama kelamaan akan mengalami lisis pada
sel. Darah isotonis pada konsentrasi NaCl 0,89% dan glukosa 0,31 M.

Untuk percobaan pengukuran penurunan titik beku, cera alba dileburkan


terlebih dahulu, apabila cera alba telah lebur sepenuhnya, asam benzoat
dicampurkan sampai campuran tersebut menjadi campuran homogen yang
kemudian didinginkan hingga menjadi padatan, padatan inilah yang digerus
dengan mortar dan alu, tujuan digerus adalah untuk memudahkan campuran ini
masuk ke dalam pipa kapiler. Pipa kapiler selanjutnya diikatkan dengan
termometer menggunakan benang wol karena apabila diikat menggunakan karet
gelang, dikhawatirkan karet akan meleleh dan menyebabkan pipa kapiler jatuh.
Termometer yang telah diikat dengan pipa kapiler direndam dalam air yang
kemudian dipanaskan, parameter dalam percobaan ini adalah gelembung pertama
yang muncul disekitar termometer dan pipa.

Titik lebur adalah suhu konstan pada tekanan tertentu ketika materi
mencair atau melebur. Pada titik lebur fasa padat dan cair yang ada dalam
kesetimbangan. Ketika dianggap sebagai perubahan suhu sebaliknya dari cair ke
padat ini disebut sebagai titik beku. Cairan memiliki karakteristik temperatur
dimana mereka berubah menjadi padat, yang dikenal dengan titik beku mereka.
Dalam teori, titik leleh yang solid harus sama dengan titik beku cairan.

Alasan dileburkan cera alba lalu ditambahkan asam benzoat agar cera alba
dapat bercampur secara homogen antara keduanya. Dan alasan cera alba
dileburkan supaya molekul-molekul air yang masih terkandung dalam cera alba
dapat menguap dengan sempurna. Asam stearat merupakan zat terlarut dan asam
benzoat adalah zat pelarut.

Alasan penggunaan aquadest dalam percobaan adalah perbedaan titik didih

dari kedua senyawa, dimana aquadest mempunyai titik didih 100 sehingga pada

saat pemanasan cera alaba dapat dipanaskan dapat dilihat gelembung-gelembung

yang akan kita amati karena suhu dari cera alba dapat meleleh pada suhu 61-65

apabila kita menggunakan etanol maka perbedaan suhunya yang terlalu dekat
sehingga pengamatan gelembung bisa saja gelembung adalah gelembung dari
etanol (tidak maksimal) sedangkan pada aquadest pengamatannya dapat maksimal
karena perbedaan suhunya yang cukup besar sehingga cera alba dapat dilihat
melebur dengan pengamatan yang maksimal.

Hubungan sifat koligatif larutan dalam dunia farmasi banyak dilakukan


pada pembuatan cairan fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik
dengan darah pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut hipotonik atau
hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada darah dalam tubuh.
Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah ke dalamnya, maka akan
terjadi pemecahan pada darah. Apabila hal ini terjadi dalam tubuh, maka sel darah
merah dalam tubuh akan pecah dan dapat menyebabkan kematian.

Hubungan penurunan titik beku dengan farmasi adalah pada sediaan padat
suppositoria yaitu obat yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Basis
dari suppositoria tersebut meleleh pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan
titik beku yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif pada suatu
sediaan).
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tonisitas Sel
a. Aquadest
 Darah ayam : Hipertonis
 Batang seledri : Hipertonis
 Wortel : Hipertonis
 Daun bawang : Hipertonis
b. NaCl 0,89%
 Darah ayam : Isotonis
 Batang seledri : Hipotonis
 Wortel : Hipotonis
 Daun bawang : Hipertonis
c. NaCl 3%
 Darah ayam : Hipotonis
 Batang seledri : Hipotonis
 Wortel : Hipotonis
 Daun bawang : Hipotonis
d. Glukosa 0,1 M
 Darah ayam : Hipertonis
 Batang seldri : Hipertonis
 Wortel : Hipertonis
 Daun bawang : Hipertonis
e. Glukosa 0,5 M
 Darah ayam : Hipotonis
 Batang seledri : Hipotonis
 Wortel : Hipotonis
 Daun bawang : Hipotonis

2. Penurunan Titik Beku


Penurunan titik beku yang didapatkan dalam percobaan yaitu

sebesar 4 dan konstanta penurunan titik beku yang didapatkan

adalah sebesar 0,2304 .

B. Saran
1. Laboratorium :
Harap menyediakan alternatif sumber energi jika sewaktu-waktu
terjadi pemadaman listrik dan juga melengkapi bahan-bahan kimia
yang akan digunakan pada saat percobaan berlangsung.
2. Asisten :
Lebih mengawasi praktikan yang diasistensikan dan pertahankan
sikap tenang pada saat percobaan kekurangan bahan dan alat sehingga
mampu mengontrol jalannya percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. 2004


Drs. Hiskia Ahmad. Kimia Dasar. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
1979

G. Svehla, Vogel. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. 1985


Ketut, Juliantara. Kimia Larutan. Jakarta: Edukasi Kompasana. 2009
Damayanti, Restu. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta: Kurnia Utama.
2003

S, Syukri. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 2005


Tim Dosen Kimia, Kimia Dasar I. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2000
SKEMA KERJA

1. Pengaruh Tonisitas

Aquadest NaCl 0,89% NaCl 0,3% Glukosa 0,1 MGlukosa 0,5 M

Dimasukkan tiap sampel (seledri,


daun bawang, wortel dan darah)
setelah disayat setebal 0,5 mm

Didiamkan ± 20 menit

Diamati sampel pada Mikroskop

Catat Hasil
2. Penurunan Titik Beku

Ditimbang Asam Ditimbang AsamD


Stearat 3g Benzoat 0,6 g
Dicampur

Didinginkan hingga memadat

Digerus padatan campuran

Ditotolkan pada pipa


kapiler

Satu pipa untuk Cera Tiga pipa untuk Cera


Alba Alba + Asam
Benzoat

Dimasukkan Termometer +
pipa kapiler ke dalam gelas
kimia yang telah beris air

Catat Hasil
3. Penurunan Titik Beku

Ditimbang asam Ditimbang asam


stearat 3 g benzoat 0,6 g

Didinginkan hingga memadat


Digerus padatan
campuran

Ditotolkan pada pipa


kapiler

Вам также может понравиться