Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
panas. Kulit yang tebal, berpigmen banyak dan banyak mempunyai kelenjar sebasea akan lebih tahan terhadap
trauma panas dibanding dengan kulit yang tipis dan kering. Jaringan di bawahnya akan menerima rambatan panas
yang serupa. Kandungan air dalam jaringan dan kaya tidaknya jaringan akan aliran darah merupakan faktor penting. 1
Di Amerika, luka bakar adalah penyebab ketiga kematian akibat kecelakaan setelah kecelakaan kendaraan bermotor
dan senjata api. Setiap tahun kira-kira 1,25 juta orang dengan luka bakar datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Sebagian besar menderita luka bakar ringan dan mendapat pertolongan pertama di IGD dan sisanya menderita luka
bakar yang luas sehingga perlu mendapat perawatan intensif di rumah sakit. 2
Gawat darurat dan penatalaksanaan awal luka bakar merupakan bagian terpenting dari perawatan keseluruhan,
terutama bila lukanya luas dan kemungkinan melibatkan beberapa pembedahan. 2 Sebelum dilakukan manajemen
terhadap luka bakar, pasien harus dievaluasi secara tepat dan lengkap. Evaluasi ini meliputi jalan napas, pertukaran
udara dan stabilitas sirkulasi. Selain itu juga harus diketahui mekanisme terjadinya luka bakar, ada tidaknya
gangguan inhalasi, luka bakar pada kornea dan intoksikasi karbon monoksida. 2
Panas yang bersuhu dibawah 45 °C biasanya akan mengakibatkan kerusakan jaringan sekalipun lama kontak
panasnya sampai 20 menit. Suhu diatas 60 °C yang mengenai kulit selama satu menit akan menimbulkan LB derajat
III (LB III) sedangkan suhu 85 °C selama 10 detik akan menimbulkan LB III. 1,3
Jenis LB yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding cedera oleh sebab
lain. 4
A. Definisi
Luka bakar (LB) adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti
api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.5
Sengatan matahari bagi kita tidaklah merupakan masalah besar dan jarang terjadi. Luka bakar akibat kobaran api
dan jilatan api sering terjadi pada orang dewasa sedangkan bayi dan anak-anak lebih sering tersiram air panas. 1
Kecelakaan akibat kompor / petromak yang meledak, drum, karbit meledak, kobaran api pada tangan yang dicuci
dengan bensin dan lain-lain sering terjadi. Minyak panas dan benda-benda panas sering menjadi sumber penyebab
luka bakar pada ibu-ibu rumah tangga. Penelitian di Belanda menunjukkan 70 %, kejadian luka bakar terjadi di
lingkungan rumah tangga, 25% di tempat industri dan kira-kira 5% akibat kecelakaan lalu lintas.1
Usia rata-rata penderita luka bakar yang memerlukan perawatan di RS adalah 26,8 tahun dan umumnya pria
(74,7%).1
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk menghitung secara cepat
dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-
anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Untuk keperluan pencatatan medis, dapat digunakan kartu luka
bakar dengan cara Lund and Browder. 6,7
1. Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “Rule of Nine” oleh Polaski dan Tennison dari Wallace :
Pada keadaan darurat dapat digunakan cara cepat yaitu dengan menggunakan luas telapak tangan penderita.
Prinsipnya yaitu luas telapak tangan = 1% luas permukaan tubuh.
2. Perhitungan luas luka bakar menurut Linch dan Blocker (Rumus 10) untuk bayi:
a. Kepala: 20%
Penderita luka bakar dapat digolongkan berdasarkan dalamnya jaringan yang terbakar. Klasifikasi ini selalu dikaitkan
dengan luas permukaan tubuh yang terbakar dan kita kenal sebagai derajat luka bakar. Derajat luka bakar ditentukan
oleh kedalaman jaringan tubuh yang rusak oleh trauma panas dan tergantung oleh 2 faktor berikut : 1
Jaringan yang tidak mampu merambatkan panas akan menderita kerusakan hebat (nekrosis) sebaliknya jaringan
yang dapat meneruskan panas ke jaringan sekitarnya yang cukup mengandung air akan cepat menurunkan suhu
sehingga kerusakan bisa lebih ringan. 1
Bagan
- Merah
- Kering
II Sebagian Sakit Hiperalgesi 7 – 14 hari Normal,
dermis, merah/kuning, atau normal pucat,
Dangkal folikel, basah, bula berbintik
rambut dan
kelenjar
keringat
utuh
II Hanya Sakit Hipoalgesi 14 – 31 hari Pucat,
kelenjar merah/kuning, depigmen-
Dalam keringat basah, bula tasi, rata,
yang utuh mengkilat,
rambut (-),
cicatrix,
hipertropi
III Dermis Tidak sakit, Analgesi 21 hari Cicatrix,
seluruhnya putih, coklat, persekun- hipertropi
hitam, kering dam
Untuk keperluan klinik terdapat juga klasifikasi yang didasari ketebalan luka, kerusakan kulit dan perlu tidaknya
penderita luka bakar mendapat perawatan intensif, yaitu : 1
Karena luka bakar sangat bervariasi baik mengenai luas permukan tubuh maupun dalamnya jaringan yang terbakar,
maka perlu ditetapkan keadaan-keadaan yang memerlukan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit. Dalam hal
ini dapat dipakai patokan sebagai berikut: 1
c. Luka bakar dengan komplikasi pada saluran nafas, fraktur, trauma jaringan lunak yang hebat.
e. Derajat III yang mengenai bagian tubuh yang kritis seperti muka, tangan, kaki, mata, telinga, dan anogenital.
2. Luka bakar sedang (perlu dirawat di RS untuk mendapat pengobatan yang baik, biasanya tak seintensif luka bakar
berat)
c. Derajat III < 10% yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, mata, telinga, dan anogenital.
a. Derajat I
b. Derajat II < 15% (dewasa), < 10% (anak-anak)
Pada luka bakar terjadi perubahan mikrosirkulasi kulit dan terbentuk edema. Trauma panas menghasilkan perubahan
karakteristik pada daerah yang terbakar, yaitu zone dengan sel-sel mati sehingga sifatnya irreversible (zona
koagulasi) dan daerah paling luar yang memperlihatkan hiperemia dimana kerusakan sel sangat minim dan paling
dini menunjukkan perbaikan (zona hiperemia). Diantara keduanya terdapat zona statis dengan gangguan pada sel
dan sirkulasi darah yang bersifat sementara. Tetapi zona statis ini sangat potensial untuk menjadi luka yang lebih
luas dan lebih dalam sehingga mengenai seluruh tebal kulit karena kondisi sel-selnya sangat peka terhadap infeksi
dan kekeringan yang menimbulkan kematian sel.
Dengan penanganan luka bakar yang adekuat akan memberikan kesempatan kepada pembuluh darah untuk
menghilangkan sludging (pengendapan partikel padat dari cairan) dan hipoksia jaringan tidak berlarut-larut.3
1. Perubahan Fisiologi
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan
asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dijumpai pada fase awal ( akut atau syok)
yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.3
Pada luka bakar timbul beberapa macam gangguan fisiologi yang akut, antara lain:
a. Gangguan Cairan
Terjadi perpindahan cairan dan elektrolit dari intravaskular ke ekstra vaskular dan penguapan air yang berlebihan
melalui permukaan kulit yang rusak.
Cairan dalam darah dan cairan ekstra sel dari bagian tubuh yang tidak terbakar pindah tempat masuk ke dalam
bagian tubuh yang mengalami edema dan ke dalam bula untuk kemudian sebagian melalui kulit yang rusak. Ini
menjelaskan bahwa pada syok luka bakar selain hipovolemia juga terjadi kekurangan cairan ekstra sel dalam
jaringan yang sehat sehingga terjadi gangguan metabolisme sel yang memperberat syok. 10
Insensible Loss
Resistensi perifer naik karena sistem arteriola mengalami vasokonstriksi disamping viskositas darah yang
bertambah. Hemokonsentrasi ini menimbulkan fenomena sludging yang mengakibatkan bertambah hebatnya
gangguan sirkulasi perifer sehingga oksigenasi dan perfusi jaringan sangat buruk. 1
Perubahan pada fungsi ini, pada posisi anterior bersifat neurogen dan tidak jelas apakah dipengaruhi oleh
rangsangan metabolik. Sistem saraf simpatis terangsang akibat trauma yang cukup lama. Pengaruh perubahan pola
produksi dan sekresi berbagai hormon mengakibatkan adanya perubahan metabolik dalam jaringan. 1
d. Gangguan Imunologi
Netrofil-netrofil yang seharusnya memfagositosis kuman-kuman, terperangkap dalam kapiler di zona stasis. Secara
bertahap penurunan daya tahan ini berkurang. Bila tubuh adekuat akan terjadi granulasi di zona stasis dan dapat
menahan pertumbuhan bakteri, tetapi bila tidak, pada saat penurunan kemampuan neutrofil dapat timbul sepsis. 1
F. Penatalaksanaan
Penalataksanaan dan penanganan awal luka bakar berjalan simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma
Life Support dari Komite Trauma American College of Surgeons. Pada survei primer dinilai dan ditangani A, B, C dan
D penderita. 9
A – (Airway) : Jalan nafas, adalah sumbatan jalan atas (larinx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang ditandai kesulitan
bernafas atau suara nafas yang berbunyi (stridor hoarness). Kecurigaan dibuat bila ditemukan oedem mukosa mulut
dan jalan nafas, ditemukan sisa-sisa pembakaran di hidung atau mulut dan luka bakar mengenai muka atau leher.
Cedera ini harus segera ditangani karena angka kematiannya sangat tinggi.
B – (Breathing) : Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar melingkar
di dada.
C – (Circulation) : Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Bila disertai syok
(suplai darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu lanjutkan resusitasi cairan.
1. Penanganan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa
sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan
jaringan parut. 10
1). Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya pertolongan diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi
kemudian.
- mengurangi nyeri
- mengurangi oedem
- mengurangi kehilangan protein
Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin / petidin) dan meletakkan bagian yang terbakar pada
posisi yang lebih tinggi.
Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan pembersihan dan pemberian O 2.
Pemasangan infus dilakukan untuk mencegah shock. Luka bakar kurang dari 30% diberikan 500 ml RL/jam, luka
bakar lebih dari 30% diberikan 100 ml RL/jam. Pada luka bakar > 30% biasanya fungsi usus menjadi tidak baik
sehingga cairan tidak diserap dan mengakibatkan perut menjadi kembung.
Luka bakar sebaiknya jangan diberi bahan-bahan yang kotor dan sukar larut dalam air seperti mentega, kecap, telur
atau bahan yang lengket misalnya kapas. Luka ditutup dengan kain bersih. Jika ada bula, jangan dipecahkan karena
merupakan pelindung sementara sebelum dilakukan perawatan luka di rumah sakit.
1). Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu :
b). Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu tracheostomi atau intubasi.
d). Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok.
f). Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
g). Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah.
Periksa cidera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan
derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan.
Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat II atau III dengan luas > 25%, atau bila pasien tidak dapat minum.
Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Tiga cara yang lazim digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu : metode Evans, metoda Brook dan metoda
Baxter. 7,8,4
( R.L )
Cairan diberikan dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai rumus :
g=
Qx3
Keterangan :
24 jam I
- Separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka bakar).
24 jam II
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1 ml/kgBB/jam.
1). Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara iv. Hati-hati dengan
pemberian IM (akibat sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot). 10,8
2). Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan
memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik (lokal) ®
Betadine® atau nitras argenti 0,5%.
3). Pemberian antibiotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi
pada luka. Silver nitrate 0,5%, mafinide asetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat. 8,4
4). Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.
Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3x masing-masing dengan interval 1 bulan.
1). Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15% pada orang dewasa.
2). Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.
3). Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki atau
perineum. 10,8
1. Perawatan Luka
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan
kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas
tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor.
Perawatan terbuka ini memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka harus diamati
beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat luka bakar yang dangkal. Untuk luka bakar derajat III
dengan eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap
kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan
secara bertahap dilakukan eksisi eskar atau debridement.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan
kontaminasi. Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan tenaga
dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman
untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tulle) setelah dibubuhi dan dikompres dengan
antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari. Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari
dasarnya akan terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk luka bakar luas debridement harus lebih
aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.
2. Tindakan Bedah
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita luka bakar yang dapat melewati fase aktif adalah eksisi dan penutupan
luka. Hal ini sangat penting bila ingin menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme yang
sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik dibuang, bila perlu sampai fascia
atau lebih dalam.
4. Terapi Suportif
Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans negatif. Hiperpigmentasi dimulai hari ke 4
selama 7 – 10 hari dengan formula : 8
50 – 60% KH
30 – 30% lemak
Pemeriksaan laboratorium
G. Komplikasi
Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan
antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi
kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
Curling’s ulcer (ulkus Curling). Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus
pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada
penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi
karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab
yang tak diketahui.
Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan meyebabkan kekakuan sendi
sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah. 4
H. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan dengan luas luka bakar, derajat luka bakar, umur,
tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar, cepat lambatnya pertolongan yang diberikan dan fasilitas tempat
pertolongannya.4
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat
berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetis
yang jelek sekali terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang
intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.
Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri penderita,
dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah atau tangan.
Bila luka bakar yang merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat terjadi atelektasis, pneumonia atau insufisiensi fungsi
paru pasca trauma.2,4
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Bambang Darwono; F. Sutoko, Protokol Pengelolaan Luka Bakar, Bagian Bedah, FK Undip/RS dr. Kariadi.
3. Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam : Syamsuhidajat R, Jong WD ed Buku Ajar
Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 81-91.
5. Hospital and prehospital resources for optimal care of patients with burn injury: guidelines for development and
operation of burn centers. American Burn Association. J Burn Care Rehabil 1990;11:98-104.
6. I Nyoman Putu Riasa, Dr. SpBP. Memahami Luka Bakar, Penanggung Jawab Medis Unit Luka Bakar RS Sanglah,
Denpasar, Bali.
7. Lund C, Browder N. The Estimation of Areas of Burns. Surg Gynecol Obstet 1944;79:352-8.
8. Moenadjat Y. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal dan Penatalaksanaannya. Ramlim, Umbas R, Panigoro SS,
Kedaruratan Non-Bedah dan Bedah, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2000 : 62-70.
9. Sauer EW. Introduction. Naskah Burn Symposium and Workshop. Jakarta : Sub Bagian Bedah Plastik. Bagian
Ilmu Bedah, FKUI, 1997 : 18-25.
10. Setiomiharja S. Luka Bakar. Dalam : Rekosprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU, Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah, Jakarta Bina Rupa Aksara, 1995, 435-42.
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang
terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain.
Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia
radiasi, dll.
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus
akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah
(frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
Jenis – jenis luka bakar
1. Luka bakar listrik
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus
listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan
arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus
listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot.
Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan
arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar
yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2500oC, arus bolak –
balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh
darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan
lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi.
Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan
listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini
terkena arus listrik.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi
petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena
penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat.
Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam
kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti
kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein.
Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat,
tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik
air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan
oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor
dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan
methemoglobinemia.
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh.
Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya
luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber
panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber
panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi
ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
C. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang
ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat
permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta
elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan
karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada
luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi.
Diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga
air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya
edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi.
Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka
bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
E. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan keperawatan
a. Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
1) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan
korban berlari, anjurkan korban untuk berguling – guling atau bungkus tubuh
korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup
berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.
2) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
3) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan
oksigen bila diperlukan
4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu
200C selama 15 – 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar
5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak
– banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera
lain yang menyertai luka bakar
7) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut
Kerugian :
• Balutan sering membatasi gerakan pasien
• Biaya perawatan bertambah
• Butuh waktu perawatan lebih lama
• Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka
Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain :
1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang
tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar
menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di
daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril
dan kemudian lakukan nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka
bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar
pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan
cradle bed)
e. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat
perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah
psikisnya, namun bukan berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan
support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat menerima
keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar
karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar
belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi
lebih lanjut oleh psikiatris.
f. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara
psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak
berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka
bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien
diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh,
perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu
fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan
kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan
posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan
dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak pasien
mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan
memberi posisi.
g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang
tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama
juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena
hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian
nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami
proses penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan
dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk
meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat
bagi pasien terpenuhi.
Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ
dan LILIJEDAHL
Dewasa (18 tahun)
(1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar)
Anak – anak
(Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka
bakar)
Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE
adalah sebesar 30% dari total energi.
Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 –
70% dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami.
2. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi
cairan dan terapi obat – obatan topical.
a. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara
teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar
x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2
tergantung keadaan.
2) Formula Evans
• Cairan yang diberikan adalah saline
• Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
• Glukosa : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
3) Formula Brook
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
• Dektros : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
4) Formula farkland
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar
b. Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar
antara lain :
1) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan
untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung tangan steril,
menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena
dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi.
2) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida,
digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan
tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati – hati
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka
terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
4) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan
jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah
digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk
menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan
dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Dengan pemberian obat – obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan
dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali
masih menjadi penyebab kematian pasien.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui rute abnormal
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau
interupsi aliran darah arterial atau vena
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat, kerusakan perlindungan kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan
edema
B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui rute abnormal
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda
vital stabil dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a. Awasi tanda – tanda vital
Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler. Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan
luka bakar mayor inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun
terdapat hubungan peningkatan resiko infeksi, perlu berhati – hati dalam
mengawasi dan merawat sisi inversi.
b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai
indikasi
Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata – rata
haluaran urin 30 – 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah
sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah
dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran
urin harus 75 – 100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamsi dan
kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan
haluaran urin, khususnya selama 24 – 72 jam pertama setelah terbakar.
d. Observasi distansi abdomen, hematemesis, feses hitam. Hemates drainase
NG dan feses secara periodik
Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar
berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau
interupsi aliran darah arterial atau vena
Tujuan dan kriteria hasil :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas atau kekuatan sama ;
pengisian kapiler dan warna kulit normal pada area yang cedera.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler) dan pengisian
kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada
tungkai yang tidak sakit.
Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga
mempengaruhi sirkulasi dan peningkatan statis vena / edema. Perbedaan
dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik
dengan lokal (contoh hipovolemia / penurunan curah jantung)
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Lepaskan perhiasan / jam
tangan. Hindari memplester sekitar ektremitas / jari yang terbakar.
Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena dan dapat menurunkan edema
atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstruksi jaringan edema.
Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi atrial bila TD turun atau
tekanan jaringan meningkat secara berlebihan.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tak sakit.
Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.