Вы находитесь на странице: 1из 15

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

PENYELESAIAN TUNTUTAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP


PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA DAN PEJABAT LAIN

Henny Juliani
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
hennyjuliani.fhundip@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian kerugian keuangan negara/daerah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian
negara/daerah. Metoda penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan
pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian menemukan bahwa terhadap pegawai negeri bukan
bendahara atau pejabat lain dapat dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah apabila perbuatannya
dilakukan secara melanggar hukum atau karena kelalaian yang secara langsung menimbulkan kerugian
keuangan negara/daerah, sehingga wajib mengganti kerugian tersebut. Tuntutan ganti kerugian tersebut
bertujuan untuk memulihkan kerugian negara/daerah. Di ranah Hukum Administrasi Negara hal tersebut
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016. Pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang
telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau
sanksi pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

Kata Kunci: Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain; Tuntutan Ganti Kerugian
Negara/Daerah

A. PENDAHULUAN bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan


1. Latar Belakang Permasalahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik negara sebagai bagian dari kekuasaan
Indonesia Tahun 1945 Pasal 4 ayat (1) pemerintahan.
memberikan kewenangan kepada Presiden dalam Kekuasaan atas pengelolaan keuangan
menjalankan kekuasaan pemerintahan untuk negara yang dipegang oleh Presiden tersebut
mencapai tujuan bernegara, yaitu menyejahterakan meliputi kewenangan yang bersifat umum dan
rakyat. Amanah Konstitusi yang diberikan kepada kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan
Presiden tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam yang bersifat umum meliputi penetapan arah,
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun kebijakan umum, strategi dan prioritas dalam
2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan pengelolaan APBN, antara lain penetapan

234
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pedoman penyusunan rencana kerja kementerian profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas


negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, pemerintahan.
serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. Sesuai dengan asas desentralisasi dalam
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian
keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada
pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola
kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan keuangan daerah. Oleh karena itu maka kekuasaan
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan atas pengelolaan keuangan negara yang dimiliki
penghapusan aset dan piutang negara. Presiden juga dikelola oleh pihak-pihak
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2)
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
menyatakan bahwa untuk membantu Presiden Keuangan Negara.
dalam penyelenggaraan kekuasaan tersebut, Pengelolaan keuangan negara harus dapat
sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan dipertanggungjawabkan, sehingga Pasal 35 ayat
kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Keuangan Negara menyatakan bahwa: “Setiap
negara yang dipisahkan, serta kepada pejabat negara dan pegawai negeri bukan
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan
Anggaran/Pengguna Barang kementerian kewajibannya baik langsung atau tidak langsung
negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri yang merugikan keuangan negara diwajibkan
Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam mengganti kerugian dimaksud.”
bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Berkaitan dengan hal tersebut, maka
Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik dilakukan penelitian dengan judul: “Penyelesaian
Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah
lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau
Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu Pejabat Lain.”
pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara Hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini
konsisten agar terdapat kejelasan dalam adalah tentang tata cara tuntutan ganti kerugian
pembagian wewenang dan tanggung jawab, keuangan Negara/daerah terhadap pegawai negeri
terlaksananya mekanisme checks and balances bukan bendahara atau pejabat lain menurut
serta untuk mendorong upaya peningkatan peraturan perundang-undangan.

235
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

2. Metode Penelitian Tjandra menguraikan bahwa dalam konsep negara


Penelitian ini merupakan penelitian hukum, kesejahteraan ini, negara dituntut untuk
yang mengkaji dari sudut pandang hukum dengan memperluas tanggung jawabnya kepada masalah-
menggunakan pendekatan yuridis normatif, karena masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat
masalah yang akan diteliti tersebut berhubungan banyak. 3
erat dengan law in books. Penelitian hukum Soekanto dalam W. Riawan Tjandra
normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu menyatakan apabila semula negara hanya
penelitian yang dilakukan dari data sekunder. dipandang sebagai instrument of power, maka
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, data sekunder di mulai timbul aliran-aliran yang menganggap negara
bidang hukum (dipandang dari sudut kekuatan sebagai agency of service, maka timbullah konsep
mengikatnya), dapat dibedakan menjadi bahan- welfare state yang terutama memandang manusia
bahan hukum primer, bahan-bahan hukum tidak hanya sebagai individu, akan tetapi juga
sekunder, dan bahan hukum tersier1. Oleh karena sebagai anggota atau warga dari kolektiva dan
itu maka spesifikasi penelitian yang digunakan bahwa manusia bukanlah semata-mata merupakan
adalah deskriptif analitis, yang selanjutnya bahan- alat kepentingan kolektiva akan tetapi juga untuk
bahan tersebut akan dianalisis secara kualitatif. tujuan diri sendiri.4
3. Kerangka Teori Dalam konsep negara kesejahteraan, negara
a. Konsep Negara Kesejahteraan berperan aktif mencampuri segala aspek kehidupan
Indonesia menganut konsep negara hukum sosial ekonomi masyarakat dan tidak terbatas
baru yang lebih dinamis yakni yang dikenal dengan hanya pada perlindungan terhadap jiwa dan harta
istilah welfare state (negara kesejahteraan) atau bendanya saja. Oleh karena itu negara
negara hukum materiil. Di dalam welfare state membutuhkan sumber-sumber pendapatan yang
pemerintah itu diserahi bestuurzorg yaitu dapat digunakan bagi pengeluaran/belanja negara
penyelenggaraan kesejahteraan umum.2 Berkaitan dalam rangka melaksanakan peran aktif negara
dengan konsep negara kesejahteraan yang terhadap rakyatnya.
merupakan revisi dari konsep negara pasif,
Asshiddiqie sebagaimana dikutip oleh W Riawan

1
Ronny Hanityo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian
Hukum dan Yurimetri, Jakarta, Ghalia lndonesia, hlm 11-
12 3 W Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara,
2 SF Marbun dan Moh. Mahfud MD, 1987, Pokok-pokok Yogyakarta, Penerbit Universitas Atma Jaya, hlm 9.
Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, Liberty, hlm 45 4
Ibid, hlm 11-12

236
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

b. Pertanggungjawaban Pejabat dalam diperoleh karena jabatan” dan jabatan tersebut


Pelaksanaan Fungsi Jabatan mempunyai akses terhadap keuangan negara. 6
Menurut Philipus M. Hadjon, tanggung jawab Menurut Dian Puji N. Simatupang, luasnya
pejabat dalam melaksanakan fungsinya dibedakan cakupan keuangan negara dalam Pasal 2 Undang-
antara tanggung jawab jabatan dan tanggung jawab Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Penjelasan
pribadi. Tanggung jawab jabatan berkenaan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
dengan legalitas (keabsahan) tindak pemerintahan. menyebabkan meluasnya cakupan kerugian
Tanggung jawab pribadi berkenaan dengan negara, baik kerugian negara sebagai badan
maladministrasi dalam penggunaan wewenang hukum publik maupun negara sebagai badan
maupun public service. Pembedaan antara hukum privat. Dalam hal ini kerugian negara
tanggung jawab jabatan dan tanggung jawab diformulasikan sebagai kekurangan uang, surat
pribadi atas tindak pemerintahan membawa berharga, dan barang tanpa melihat asal usul
konsekuensi yang berkaitan dengan tanggung terjadinya kerugian negara tersebut.7
jawab pidana, tanggung gugat perdata dan Kerugian negara sebagai kekurangan uang,
tanggung gugat tata usaha negara (TUN). barang, dan surat berharga yang pasti dan nyata
Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab sebagai akibat perbuatan melawan hukum atau
pribadi.5. kelalaian menurut Pasal 1 angka 22 Undang-
Mencermati delik pidana penyalahgunaan Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada Perbendaharaan Negara, hakikatnya mempunyai
karena jabatan yang dapat merugikan keuangan hakikat (wadelijk) sebagai berikut: 8
negara, Hernold Ferry Makawimbang menyatakan 1) Kerugian hanya merupakan kekurangan atas
bahwa kata kunci yang harus dijawab adalah “apa uang, barang, dan surat berharga;
kewenangan itu, dan bagaimana kesempatan atau 2) Pasti, maksudnya uang, barang dan surat
sarana yang ada karena jabatan itu”, sehingga berharga yang berkurang telah dipastikan
dapat disalahgunakan dan dapat merugikan jumlahnya melalui pemeriksaan laporan
keuangan negara. Jika dilihat dari kata-kata keuangan;
tersebut mempunyai pengertian “kewenangan yang
6 Hernold Ferry Makawimbang, 2014, Kerugian Keuangan
Negara, Yogyakarta, Thafa Media, hlm 38.
7
Dian Puji N. Simatupang, 2011, Paradoks Rasionalitas
Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara dan
Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah,
Jakarta, Badan Penerbit FHUI, hlm. 328
5 Philipus M. Hadjon dkk, Op. Cit., hlm 16-17. 8 ibid, hlm. 330-331

237
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

3) Nyata, maksudnya uang, barang, dan surat B. HASIL DAN PEMBAHASAN


berharga yang berkurang tersebut nyata telah 1. Terminologi Keuangan Negara dan
menjadi hak dan/atau kewajiban negara; Kerugian Keuangan Negara menurut
4) Berkurangnya disebabkan karena perbuatan Peraturan Perundang-undangan
melawan hukum (pidana/perdata) atau kelalaian a. Terminologi Keuangan Negara
(administrasi negara). Terminologi keuangan negara menurut
Menurut Agus Ngadino dan Iza Rumesten Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
RS, dalam prakteknya, pengelola pemerintahan Keuangan Negara dapat dilihat dalam rumusan
baik di pusat maupun di daerah yang melakukan Pasal 1 angka 1, bahwa yang dimaksud dengan
tindakan melawan hukum dan mengakibatkan keuangan negara adalah “semua hak dan
kerugian negara/daerah dapat dikenakan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
penggantian atas kerugian negara dimaksud. serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
Dalam bidang pemerintahan pihak yang dapat berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
menjadi subyek penggantian kerugian berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
negara/daerah adalah pihak yang mempunyai tersebut.”
kewenangan terkait dengan pengelolaan keuangan Selanjutnya menurut Pasal 2 Undang-
negara meliputi Presiden, menteri keuangan, Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
menteri/pimpinan lembaga, kepala daerah, Negara, Keuangan Negara sebagaimana dimaksud
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan dalam Pasal 1 angka 1 meliputi:
pejabat lain yang mendapat kewenangan dalam Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam
pengelolaan keuangan negara/daerah. Pasal 1 angka 1, meliputi :
Berdasarkan kewenangan yang diberikan menurut a. hak negara untuk memungut pajak,
ketentuan hukum administrasi, dimana menurut mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
hukum administrasi dikenal tiga cara memperoleh melakukan pinjaman;
wewenang yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan
tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;

238
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Terminologi keuangan negara menurut “kerugian keuangan negara” sama dengan


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto “kerugian negara”, sebagaimana berikut ini:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang (1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur bukan bendahara yang melanggar hukum
dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor atau melalaikan kewajibannya baik langsung
31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa keuangan atau tidak langsung yang merugikan
negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan keuangan negara diwajibkan mengganti
negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau kerugian dimaksud.
yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya (2) Setiap orang yang diberi tugas menerima,
segala bagian kekayaan negara dan segala hak menyimpan, membayar, dan/atau
dan kewajiban yang timbul karena: menyerahkan uang atau surat berharga atau
a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, barang-barang negara adalah bendahara
dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, yang wajib menyampaikan laporan
baik di tingkat pusat maupun di daerah; pertanggungjawaban kepada Badan
b) Berada dalam penguasaan, pengurusan, Pemeriksa Keuangan.
dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik (3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, dalam ayat (2) bertanggung jawab secara
badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan pribadi atas kerugian keuangan negara yang
modal negara, atau perusahaan yang menyertakan berada dalam pengurusannya.
modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan (4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian
negara. negara diatur di dalam undang-undang
mengenai perbendaharaan negara.
Rumusan tersebut secara substansial pada
hakikatnya sama dengan rumusan Pasal 1 angka 1
Selanjutnya terminologi “kerugian negara”
dan Pasal 2 serta Penjelasan Umum angka 3
yang digunakan berdasarkan rumusan Undang-
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Keuangan Negara.
Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 22 adalah
b. Terminologi Kerugian Keuangan Negara
bahwa: “kerugian negara/daerah adalah
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
kekurangan uang, surat berharga, dan barang,
2003 mengintepretasikan atau menganalogikan
yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun

239
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

lalai.” Dalam Penjelasan Umum angka 6 tentang daerah yang bersangkutan terjadi kerugian
Penyelesaian Kerugian Negara, ditegaskan bahwa akibat perbuatan dari pihak mana pun.
setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan
oleh tindakan melawan hukum atau kelalaian Selanjutnya Pasal 63 dan 64 Undang-
seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Dengan penyelesaian kerugian tersebut Perbendaharaan Negara mengatur hal-hal sebagai
negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang berikut:
telah terjadi.
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 1 Tahun Pasal 63
2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur (1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah
tentang Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah terhadap pegawai negeri bukan
sebagai berikut: bendahara ditetapkan oleh
(1) Setiap kerugian negara/daerah yang menteri/pimpinan lembaga/gubernur/
disebabkan oleh tindakan melanggar hukum bupati/walikota.
atau kelalaian seseorang harus segera (2) Tata cara tuntutan ganti kerugian
diselesaikan sesuai dengan ketentuan negara/daerah diatur dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. pemerintah.
(2) Bendahara, pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain yang karena Pasal 64
perbuatannya melanggar hukum atau (1) Bendahara, pegawai negeri bukan
melalaikan kewajiban yang dibebankan bendahara, dan pejabat lain yang telah
kepadanya secara langsung merugikan ditetapkan untuk mengganti kerugian
keuangan negara, wajib mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi
tersebut. administratif dan/atau sanksi pidana.
(3) Setiap pimpinan kementerian (2) Putusan pidana tidak membebaskan dari
negara/lembaga/kepala satuan kerja tuntutan ganti rugi.
perangkat daerah dapat segera melakukan
tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui Dalam Hukum Administrasi Negara, rumusan
bahwa dalam kementerian merugikan keuangan negara diinterpretasikan
negara/lembaga/satuan kerja perangkat sama dengan kerugian negara. Hal tersebut dapat
dilihat pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan ayat

240
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

(4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang berstatus pejabat negara, tidak termasuk
Keuangan Negara; Pasal 1 angka 22, dan Pasal 59 bendahara dan Pegawai Negeri Bukan Bendahara.
sampai dengan Pasal 67 Undang-undang Nomor 1 Selanjutnya menurut angka 5, yang dimaksud
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. dengan. Pihak Yang Merugikan adalah Pegawai
Ditegaskan lagi dalam Pasal 64 ayat (2) bahwa Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain yang
putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan berdasarkan hasil pemeriksaan menimbulkan
ganti rugi. Kerugian Negara/Daerah Bagian Kedua Ruang
2. Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Lingkup
Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini
Bukan Bendahara atau Pejabat Lain mengatur tata cara Tuntutan Ganti Kerugian
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Negara/Daerah atas uang, surat berharga, dan/atau
ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 barang milik negara/daerah yang ruang lingkupnya
tentang Perbendaharaan Negara, maka ditetapkan berada dalam penguasaan:
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 a. Pegawai Negeri Bukan Bendahara; atau
tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian b. Pejabat Lain:
Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan 1) pejabat negara; dan
Bendahara atau Pejabat Lain. 2) pejabat penyelenggara pemerintahan yang
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang tidak berstatus pejabat negara, tidak
dimaksud dengan Tuntutan Ganti Kerugian menurut termasuk bendahara dan Pegawai Negeri
Pasal 1 angka 2 adalah suatu proses tuntutan yang Bukan Bendahara.
dilakukan terhadap pegawai negeri bukan
bendahara atau pejabat lain dengan tujuan untuk Dalam Penjelasan dinyatakan bahwa ruang
memulihkan Kerugian Negara/Daerah. Selanjutnya lingkup pelaksanaan tuntutan ganti kerugian
menurut angka 3, Pegawai Negeri Bukan negara/daerah berlaku bagi semua pegawai negeri
Bendahara adalah Pegawai Aparatur Sipil Negara, bukan bendahara atau pejabat lain yang bertugas
Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota di lingkungan instansi pemerintahan Pusat/Daerah
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dan Lembaga Negara termasuk juga Calon
bekerja/diserahi tugas selain tugas bendahara. Pegawai Negeri Sipil, serta Pegawai Aparatur Sipil
Sedangkan yang dimaksud dengan Pejabat Lain Negara/ anggota TNI/anggota Kepolisian Negara
menurut angka 4 adalah pejabat negara dan Republik Indonesia yang menjabat sebagai bukan
pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak bendahara yang menyebabkan terjadinya kerugian

241
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

negara/daerah bukan kekurangan perbendaharaan


( di luar tugas dan fungsi sebagai bendahara). Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa
Yang dimaksud dengan pejabat negara Setiap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau
adalah pejabat negara sebagaimana dimaksud Pejabat Lain yang melanggar hukum atau
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak
tentang Aparatur Sipil Negara, sebagaimana diatur langsung yang merugikan keuangan negara/daerah
dalam Pasal 122. diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
Pejabat penyelenggara pemerintahan yang Pasal 4 Informasi terjadinya Kerugian
tidak berstatus pejabat negara adalah ketua dan Negara/Daerah bersumber dari:
anggota DPRD sebagai pejabat daerah serta a. hasil pengawasan yang dilaksanakan
pimpinan dan anggota lembaga non struktural yang oleh atasan langsung;
dibiayaiAPBN/APBD. b. Aparat Pengawasan Internal
Ayat (2) menyatakan bahwa Tuntutan Ganti Pemerintah;
Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) c. pemeriksaan Badan Pemeriksa
berlaku pula terhadap uang dan/atau barang bukan Keuangan;
milik negara/daerah yang berada dalam d. laporan tertulis yang bersangkutan;
penguasaan Pegawai Negeri Bukan Bendahara e. informasi tertulis dari masyarakat
atau Pejabat Lain yang digunakan dalam secara bertanggung jawab;
penyelenggaraan tugas pemerintahan. f. perhitungan ex officio; dan/atau
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini g. pelapor secara tertulis.
menyatakan bahwa: Setiap Pegawai Negeri Bukan
Bendahara atau Pejabat Lain wajib melakukan Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Atasan
tindakan pengamanan terhadap: langsung atau kepala satuan kerja wajib melakukan
a. uang, surat berharga, dan/atau barang milik verifikasi terhadap informasi sebagaimana
negara/daerah yang berada dalam dimaksud dalam Pasal 4. Dalam hal berdasarkan
penguasaannya dari kemungkinan terjadinya hasil verifikasi ditemukan indikasi kerugian
Kerugian Negara/Daerah; dan/atau negara/daerah, maka akan ditindaklanjuti
b. uang dan/atau barang bukan milik berdasarkan ketentuan ayat (3).
negara/daerah yang berada dalam Dalam hal Pegawai Aparatur Sipil Negara /
penguasaannya dari kemungkinan terjadinya Anggota Tentara Nasional Indonesia / Anggota
Kerugian Negara/Daerah. Kepolisian Negara Republik Indonesia / Pejabat

242
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Lain tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Selanjutnya dalam ayat (2) diatur
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (2), Kewenangan PPKN/D untuk menyelesaikan
Pasal 5 ayat (3), dan/atau Pasal 5 ayat (4) Kerugian Negara/Daerah sebagaimana dimaksud
dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
peraturan perundang-undangan. a. Kepala satuan kerja untuk kerugian negara
Menurut Pasal 7, berdasarkan laporan hasil yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Bukan
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Bendahara atau Pejabat Lain di lingkungan
ayat (3), Pejabat Penyelesaian Kerugian Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana
Negara/Daerah (PPKN/D) harus menyelesaikan dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
Kerugian Negara/Daerah dengan melaksanakan b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Tuntutan Ganti Kerugian. Daerah selaku Bendahara Umum Daerah
Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa PPKN/D untuk kerugian daerah yang dilakukan oleh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 adalah Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau
sebagai berikut: Pejabat Lain di lingkungan Pemerintahan
a. Menteri/Pimpinan Lembaga, dalam hal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
kerugian negara dilakukan oleh Pegawai (1) huruf c.
Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain
di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga; Pasal 9 menyatakan bahwa dalam rangka
b. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, PPKN/D
Negara, dalam hal kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga; atau pejabat yang diberi kewenangan sebagaimana
c. Gubernur, Bupati, atau Walikota, dalam hal dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat
kerugian daerah dilakukan oleh Pegawai (4) membentuk Tim Penyelesaian Kerugian
Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain Negara/Daerah (TPKN/TPKD).
di lingkungan Pemerintahan Daerah; atau Pasal 10 ayat (1) mengatur bahwa
d. Presiden, dalam hal Kerugian TPKN/TPKD melakukan pemeriksaan Kerugian
Negara/Daerah dilakukan oleh Menteri Negara/Daerah paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
Keuangan selaku Bendahara Umum setelah dibentuk. (2) Dalam pemeriksaan Kerugian
Negara/Pimpinan Lembaga Negara/Daerah, TPKN/TPKD memiliki tugas dan
Negara/Gubernur, Bupati, atau Walikota. wewenang:

243
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

a. menyusun kronologis terjadinya Kerugian Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa


Negara/Daerah; PPKN/D atau pejabat yang diberi kewenangan
b. mengumpulkan bukti pendukung terjadinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2),
Kerugian Negara/Daerah; ayat (3), dan ayat (4) menyampaikan pendapat atas
c. menghitung jumlah Kerugian Negara/Daerah; laporan hasil pemeriksaan TPKN/TPKD
d. menginventarisasi harta kekayaan milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6),
Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau sebagai berikut:
Pejabat Lain yang dapat dijadikan sebagai a. menyetujui laporan hasil pemeriksaan; atau
jaminan penyelesaian Kerugian b. tidak menyetujui laporan hasil pemeriksaan.
Negara/Daerah; dan
e. melaporkan hasil pemeriksaan kepada Pasal 16 ayat (1)selanjutnya menyatakan:
pejabat yang membentuknya. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a disetujui
Pasal 14 ayat (1) mengatur tentang Laporan oleh PPKN/D sebagaimana dimaksud dalam Pasal
hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa: 15 ayat (1) huruf a, PPKN/D segera menugaskan
a. kekurangan uang, surat berharga, dan/atau TPKN/TPKD untuk melakukan penuntutan
barang disebabkan perbuatan melanggar penggantian Kerugian Negara/Daerah kepada
hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan Pihak Yang Merugikan.
Bendahara atau Pejabat Lain; atau Ayat (2) menyatakan: Dalam hal Pihak Yang
b. kekurangan uang, surat berharga, dan/atau Merugikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
barang bukan disebabkan perbuatan berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau
melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri meninggal dunia, penggantian Kerugian
Bukan Bendahara atau Pejabat Lain. Negara/Daerah beralih kepada Pengampu/Yang
Memperoleh Hak/Ahli Waris.
Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa Ayat (3) selanjutnya menegaskan bahwa:
Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud Dalam penuntutan penggantian Kerugian
pada ayat (1) huruf a, paling sedikit memuat: Negara/Daerah, TPKN/TPKD mengupayakan surat
a. pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan
terjadinya Kerugian Negara/Daerah; dan Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang
b. jumlah Kerugian Negara/Daerah. Memperoleh Hak/Ahli Waris bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia

244
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

mengganti Kerugian Negara/Daerah dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)
dalam bentukSurat Keterangan Tanggung Jawab segera dibayarkan secara tunai atau angsuran.
Mutlak (SKTJM). Ayat (2) selanjutnya mengatur dalam hal
Ayat (4) menyatakan bahwa SKTJM Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit melanggar hukum, Pihak Yang
memuat: Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli
a. identitas Pihak Yang Waris wajib mengganti Kerugian Negara/Daerah
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak
Hak/Ahli Waris; SKTJM ditandatangani.
b. jumlah Kerugian Negara/Daerah yang harus Ayat (3) mengatur dalam hal Kerugian
dibayar; Negara/Daerah sebagai akibat kelalaian, Pihak
c. cara dan jangka waktu pembayaran Kerugian Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh
Negara/Daerah; Hak/Ahli Waris wajib mengganti Kerugian
d. pernyataan penyerahan barang jaminan; dan Negara/Daerah dalam waktu paling lama 24 (dua
e. pernyataan dari Pihak Yang puluh empat) bulan sejak SKTJM ditandatangani.
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Pasal 18 menyatakan bahwa Dalam hal
Hak/Ahli Waris bahwa pernyataan mereka Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang
tidak dapat ditarik kembali. Memperoleh Hak/Ahli Waris tidak mengganti
kerugian dalam jangka waktu sebagaimana
Selanjutnya ayat (5) menyatakan bahwa dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), ayat (3), atau
Pernyataan penyerahan barang jaminan ayat (4), Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, Memperoleh Hak/Ahli Waris dimaksud dinyatakan
disertai dengan: wanprestasi.
a. daftar barang yang menjadi jaminan; Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
b. bukti kepemilikan yang sah atas barang yang melalui Penerbitan Surat Keputusan Pembebanan
dijaminkan; dan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS)
c. surat kuasa menjual. dilakukan apabila SKTJM tidak dapat diperoleh
(Pasal 19 ayat (1))
Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa Pasal 20 menyatakan bahwa Penggantian
Penggantian Kerugian Negara/Daerah Kerugian Negara/Daerah berdasarkan penerbitan

245
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

SKP2KS dibayarkan secara tunai paling lambat 90 Memperoleh Hak/Ahli Waris dinyatakan
(sembilan puluh) hari sejak diterbitkannya SKP2KS. wanprestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
SKP2KS mempunyai kekuatan hukum untuk 18; dan c. penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
pelaksanaan sita jaminan, yang dilakukan oleh yang telah diterbitkan SKP2KS sebagaimana
instansi yang berwenang melaksanakan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
pengurusan piutang negara sesuai dengan Menurut Pasal 36, SKP2K yang diterbitkan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal PPKN/D diterbitkan paling lambat 14 (empat belas)
21) hari kerja sejak Majelis menetapkan putusan hasil
Pasal 22 ayat (1) menyatakan bahwa Pihak sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh ayat (2) dan Pasal 35 ayat (2) huruf a dan huruf c.
Hak/Ahli Waris dapat menerima atau mengajukan SKP2K disampaikan kepada:
keberatan SKP2KS paling lambat 14 (empat belas) a. Badan Pemeriksa Keuangan;
hari kerja sejak diterimanya SKP2KS. b. Majelis; dan
PPKN/D membentuk Majelis Pertimbangan c. Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang
Penyelesaian Kerugian Negara (Majelis) dalam Memperoleh Hak/Ahli Waris. Ayat (5)
penyelesaian kerugian negara/daerah berdasarkan menyatakan bahwa PPKN/D melakukan
Pasal 23 apabila: pengawasan atas pelaksanaan SKP2K.
a. Sesuai rumusan Pasal 14 ayat (1); Selanjutnya Pasal 37 menegaskan bahwa
b. Wanprestasi; SKP2K mempunyai hak mendahulu.
c. Penerimaan atau keberatan. Dalam hal penagihan dan penyetoran, Pasal
40 ayat (1) mengatur bahwa Penagihan dalam
Pasal 25 menyatakan bahwa Majelis rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
mempunyai tugas memeriksa dan memberikan dilakukan atas dasar:
pertimbangan kepada PPKN/D atas: a. a. SKTJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal
penyelesaian atas kekurangan uang, surat 16 ayat (3);
berharga, dan/atau barang bukan disebabkan b. SKP2KS sebagaimana dimaksud dalam
perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Pasal 19 ayat (2); atau
Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain c. SKP2K sebagaimana dimaksud dalam Pasal
sebagaimana dimaksud dalam 14 ayat (1) huruf b; 36.
b. penggantian Kerugian Negara/Daerah setelah
Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang

246
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pasal 41 menyatakan bahwa berdasarkan Pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain
surat penagihan sebagaimana dimaksud dalam yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian
Pasal 40 ayat (2), Pihak Yang negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak
Waris menyetorkan ganti Kerugian Negara/Daerah menghapuskan dari tuntutan ganti rugi.
ke Kas Negara/Daerah.
Selanjutnya Pasal 42 ayat (1) menyatakan DAFTAR PUSTAKA
bahwa Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Ginting, Jamin, “Pengertian Merugikan Keuangan
Memperoleh Hak/Ahli Waris yang telah melakukan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi”,
penyetoran ganti Kerugian Negara/Daerah ke Kas www.download.portalgaruda.org/article.php
Negara/Daerah sesuai dengan jumlah dan jangka ? Diakses tanggal 11 April 2016 pukul
waktu yang tercantum dalam SKTJM, SKP2KS, 21.45
atau SKP2K, dinyatakan telah melakukan
Hadjon, Philipus. M., 2011, Hukum Administrasi
pelunasan dengan surat keterangan tanda lunas.
dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
C. SIMPULAN
HR, Ridwan, 2013, Hukum Administrasi Negara,
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
maka dapat disimpulkan bahwa terhadap pegawai
negeri bukan bendahara atau pejabat lain dapat Makawimbang, Hernold Ferry, 2014, Kerugian
dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah Keuangan Negara, Yogyakarta: Thafa
apabila tindakan/perbuatannya dilakukan secara Media
melanggar hukum atau karena kelalaian yang Marbun, SF dan Moh. Mahfud MD, 1987, Pokok-
secara langsung menimbulkan kerugian keuangan pokok Hukum Administrasi Negara,
negara/daerah, sehingga wajib mengganti kerugian Yogyakarta: Liberty
tersebut. Tuntutan ganti kerugian tersebut bertujuan
Ngadino, Agus dan Rumesten, Iza RS,
untuk memulihkan kerugian negara/daerah. Di
“Pengelolaan Keuangan Negara dalam
ranah Hukum Administrasi Negara hal tersebut
Perspektif Hukum Administrasi,”
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
eprints.unsri.ac.id/2277/1/agus_n_iza_
2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, dan
05_2012. Diakses 11 April 2016 pukul
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016.
21.20

247
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Saidi, Muhammad Djafar, 2011, Hukum Keuangan


Negara, Edisi Revisi, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Simatupang, Dian Puji N., 2011, Paradoks


Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup
Keuangan Negara dan Implikasinya
terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah,
Jakarta: Badan Penerbit FHUI

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1994, Metodologi


Penelitian Hukum dan Yurimetri, Jakarta:
Ghalia lndonesia.

Tjandra, W Riawan, 2008, Hukum Administrasi


Negara, Yogyakarta: Penerbit Universtas
Atmajaya

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-


undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang


Perbendaharaan Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016


tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian
Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri
Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.

248

Вам также может понравиться