Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh
semua mahluk hidup bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,
meringankan, maupun menyembuh penyakit. Banyak bentuk sedian farmasi yang
beredar di masyarakat diantaranya sediaan padat dan cair, terdapat sediaan yang
mengandung bahan aktif yang kelarutannya kecil dalam air.
Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air atau larutan agar manjur
secara terapi sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu
efek terapeutik. Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air yang
rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan
organik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi
yang tidak sempurna atau tidak menentu. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat, antara lain:
pembentukan kompleks, penambahan kosolven, penambahan surfaktan,
manipulasi keadaan padat, dan pembentukan prodruk.
Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan
kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengompleks. Sedangkan
senyawa pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua
atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri
(Martin, 1990)
Pengetahuan tentang senyawa kompleks sangat penting dalam bidang
farmasi. Banyak senyawa obat yang tidak larut dapat dibuat menjadi larut dalam
bentuk senyawa kompleks atau suatu senyawa menjadi aktif dan berkhasiat obat
setelah membentuk kompleks dengan senyawa lain. Logam- logam berat dari
dalam tubuh dapat dihilangkan dengan bantuan senyawa yang dapat membentuk
kompleks logam. Beberapa senyawa obat harus membentuk kompleks agar dapat
diabsorpsi atau didistribusi ke seluruh tubuh.
Mengingat pentingnya pengetahuan tentang kompleksasi obat dalam bidang
farmasi, maka dilakukan percobaan kompleksasi obat dengan menetapkan

1
kelarutan Paracetamol dalam larutan dengan penambahan Na2EDTA
menggunakan metode spektrofotometer.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.1.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien
distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan pelarut yang tidak saling
bercampur.
1.1.2 Tujuan Percobaan
Menetapkan kelarutan Paracetamol dalam larutan dengan penambahan
Na2EDTA menggunakan metode spektrofotometer.
1.3 Prinsip Percobaan
Menetapkan kelarutan Paracetamol dalam larutan dengan adanya
penambahan Na2EDTA dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada
kompleks yang terjadi antara Paracetamol dengan Na2EDTA yang diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Kompleksasi
Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme donor-
akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang
berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul
netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang
elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil
bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat
juga berupa atom netral (Martin, 1990).
Kompleks terbentuk dari suatu reaksi ion logam yaitu kation dengan suatu
anion atau molekul netral. Ion logam di dalam kompleks disebut atom pusat dan
kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang
terbentuk oleh atom logam, pusat disebut bilangan koordinasi dari logam, salah
satu contoh reaksi kompleks adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida untuk
membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil (Martin, 1990).
Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya
van der Waals dari dispersi, dipolar, dan tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen
memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler, dan
kovalen koordinat penting dalam kompleks logam (Martin,1990).
Pada tahun 1921, Emery dan Wright meneliti kerja pengompleks dari
kafeina dengan sejumlah senyawa termasuk natrium benzoat dan natrium salisilat.
Pada tahun 1930 Labes menentukan tetapan kesetimbangan antara kafeina dan ion
salisilat, dan dalam tahun 1937, Chambon meneliti kompleks kafeina natrium
benzoat dengan metode distribusi (Martin,1990).
G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi karena
penumbangan atau pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada atom
pusat, inilah yang disebut dengan ikatan-datif. Teori Medan Ligan menjelaskan
bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan
oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian

3
tingkatan energi orbital-orbital-d atom pusat, yang lalu menghasilkan energi untuk
menstabilkan kompleks itu (Energi Stabilitas Medan Ligan) (Svehla, 1990).
Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat ditandai
oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom
pusat. Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, 1990).
Pada sebagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini
dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar, dan untuk membuat kation
tidak dapat bereaksi. Untuk analisis kuantitatif yang penting adalah tetapan
stabilitas (kestabilan) dan tetapan disosiasi. Pada pembentukan dan penguraian
senyawa kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua. Disosiasi
pertama merupakan disosiasi menjadi kation dan anion kompleks atau menjadi
anion dan kation kompleks, yang biasanya terjadi secara sempurna (Roth, 1994).
Pembentukan kompleks dalam analisa kualitatif sering terlihat dan dipakai
untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum yang
muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna larutan dan kenaikan
larutan (Svehla, 1990).
Makin besar tetapan disosiasi, makin banyak ion dalam larutan, dan makin
tidak stabil kompleks yang terjadi. Selain itu diketahui juga bahwa banyak
senyawa kompleks yang terdisosiasi secara bertahap. Ion kompleks tunggal hanya
terdapat pada larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, 1995).
Pembentukan kompleks dalam analisa kualitatif sering terlihat dan dipakai
untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum yang
muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna larutan dan kenaikan
larutan (Svehla, 1990).
Metode-metode analisis pembentukan kompleks ada beberapa macam,
antara lain (Day, R., A: 1995):
1. Metode variasi berkesinambungan
Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa apabila dua senyawa
membentuk kompleks maka terjadi perubahan sifat fisika dan kimia.

4
2. Metode titrasi
Metode ini diterapkan pada pembentukan kompleks glisin dan Cu yang dititrasi
dengan NaOH
3. Metode distribusi
Metode distribusi diterapkan pada pembentukan kompleks iodium dan KI.
Iodium dilarutkan dalam CS2 dan KI dilarutkan dalam air. Kelarutan iodium
dalam air karena terbentuk kompleks.
4. Metode Kelarutan
Kelarutan pada amino benzoate akan menambah kelarutan kofein, dimana
kadar kofein diukur dengan spektrofotometer.
2.1.2 Spektrofotometri
1. Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi
dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah
optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar, 2007).
2. Prinsip Kerja Spektrofotometri
Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu
daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya
yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum
elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar
gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang
mikro (Marzuki, 2012).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak
umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul

5
dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka
mengandung elektron, baik yang dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi
ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi
tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam
satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energi tinggi, atau
panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas, 2011).
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca
langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun
grafik yang sudah diregresikan (Yahya S, 2013). Secara sederhana instrument
spektrofotometeri yang disebut spektrofotometer terdiri dari :
Fungsi masing-masing bagian (Yahya S, 2013):
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar
cahaya. Dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya
dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar di
atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar.
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel UV-VIS dan UV-VIS
menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa
atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas
yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat
menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar
tampak (VIS).
Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm. Untuk
sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada dua
lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke
dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali

6
larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detektor yaitu Detektor foto
(Photo detector), Photocell, misalnya CdS, Phototube, Hantaran foto, Dioda
foto, dan Detektor panas.
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detektor.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam spektrofotometri adalah :
a. Pada saat pengenceran alat-alat pengenceran harus betul-betul bersih tanpa
adanya zat pengotor.
b. Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril.
c. Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan.
d. Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan tidak keruh.
e. Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus berwarna.
3. Hukum Lambert-Beer
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A), sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-
beer atau Hukum Beer, berbunyi (Sri Suyono, 2013):
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah, dan sebagainya)
yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk
menghitung banyaknya cahaya yang dihamburkan (Sri Suyono, 2013):
It It
T = Io atau %T = x 100 %
Io
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
It
A= - log T = -log Io
Dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang It atau I1 adalah intensitas cahaya
setelah melewati sampel.

7
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai (Sri Suyono,
2013):
A= a . b . c atau A = ε . b . c

dimana:

A = absorbansi

b / l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1


cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang
diukur dalam molar)
a = tetapan absorbtivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur
dalam ppm).
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit (Sri Suyono, 2013):
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat
pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).

8
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Acetaminophenum (Dirjen POM, 1979; IAI, 2016).
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Asetaminofen, parasetamol
RM/BM : C8H9NO2 / 151,16
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, dan rasa
pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)
P dan dalam 9 bagian propilenglikol P dan larut dalam
larutan alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya
Khasiat : Analgetikum dan antipiretikum (meredakan rasa nyeri
dan penurun panas)
Kegunaan : Zat aktif
2.2.2 Alkohol (Dirjen POM, 1995; Andriani, 2001).
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan mudah
terbakar
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P dan
dalam eter P

9
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api
Kegunaan : Antiseptik dan Desinfektan
2.2.3 Aquadest (Dirjen POM, 1979).
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air Suling
RM/BM : H2O / 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak


mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Untuk melarutkan zat-zat yang terlarut
Kegunaan : Pelarut
2.2.3 Na EDTA (Dirjen POM.1995:412)
Nama Resmi : DINATRIUM ETILENDIAMINA
TETRA ASETAT DIHIDRAT
Nama Lain : Dinatrium adetat, Na2 EDTA
RM/BM : C10H14Na2O8. 2H2O/ 372,24 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, higroskopik.


Kelarutan : Larut dalam air, larutan beropalesensi berwarna jingga.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pengompleks.

10
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
3.1.1 Waktu Praktikum
Praktikum Farmasi Fisika Kompleksasi Obat dilakukan pada hari Sabtu,
tanggal 7 Oktober 2018 pukul 17.00-20.00 WITA.
3.1.2 Tempat Praktikum
Tempat pelaksanaan praktikum Farmasi Fisika Kompleksasi Obat bertempat
di Laboratorium Teknologi Farmasi Kampus 1, Jurusan Farmasi, Fakultas
Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Batang pengaduk, cawan porselen, gelas beaker 500 ml (iwaki), gelas
beaker 250 ml (pyrex), gelas beaker 150 ml (iwaki), gelas beaker 100 ml (pyrex),
gelas ukur 100 ml (pyrex), gelas ukur 10 ml (iwaki), kuvet, neraca analitik, pipet
tetes, spatula, spektrofotometer, dan vial.
3.2.2 Bahan
Alkohol 70%, aquadest, kertas perkamen, label, Na2EDTA, paracetamol,
dan tisu .
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Larutan Baku
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
3. Ditimbang serbuk paracetamol sebanyak 1 gr.
4. Dimasukkan 1 g paracetamol yang telah ditimbang ke dalam gelas beker.
5. Dilarutkan paracetamol dengan aquadest dalam gelas beaker 100 ml,
dicukupkan volumenya hingga 100 ml, kemudian diaduk hingga
homogen.
6. Diambil 1 ml larutan, dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml, dan
dicukupkan volumenya hingga 50 ml.

11
7. Diambil 1 ml dari larutan yang telah terbentuk, dimasukkan ke dalam
gelas beker 100 ml dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml.
8. Diambil 25 ml larutan kemudian diukur serapannya pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
9. Dicatat hasil pengamatan.
3.3.2 Larutan Sampel
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
3. Ditimbang Na2 EDTA sebanyak 0,5 gr, 1 gr, dan 1,5 gr.
4. Dilarutkan masing-masing Na2 EDTA dengan larutan standar dalam
gelas beaker dan dicukupkan volumenya hingga 25 ml.
5. Diukur serapannya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
yang sesuai dan dicatat hasil pengamatan.

12
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Larutan stadar
Sampel Nilai absorban
Aquadest + PCT 1 gr 0,722 nm

4.1.2 Larutan sampel


Sampel Nilai absorban
PCT 1 g + Na2EDTA 0,5 gr 3,601 nm
PCT 1 g + Na2EDTA 1 gr 3,777 nm
PCT 1 g + Na2EDTA 1,5 gr 4,027 nm

4.2 Perhitungan
1 gr
4.2.1 Pengenceran : X 1.000.000 = 10.000 ppm (pekat)
100 ml
1 ml
X 10.000 = 1000 ppm (encer)
50 ml
1 ml
X 1000 = 10 ppm (encer)
100 ml
Massa (gr) 1 gr 1000 mg
4.2.2 Faktor pengenceran : = = = 0,002 mg/ml
volume (ml) 500.000 500.000

4.2.3 Konsentrasi
1. PCT 1 gr + Na-EDTA 0,5 gr
Dik : Ax = 3,601 nm
As = 0,722 nm
Cs = 1 ml
Fp = 0,002 mg/ml
Dit : Cx ?
Penye :
Ax
Cx = X Cs X fp
As
3,601
= 0,722 X 1 X 0,002

13
= 0,00996 g/ml
2. PCT 1 gr + Na-EDTA 1 gr
Dik : Ax = 3,777 nm
As = 0,722 nm
Cs = 1 ml
Fp = 0,002 mg/ml
Dit : Cx ?
Penye :
Ax
Cx = X Cs X fp
As
3,777
= X 1 X 0,002
0,722
= 0,01046 g/ml
3. PCT 1 g + Na-EDTA 1,5 gr
Dik : Ax = 4,027 nm
As = 0,722 nm
Cs = 1 ml
Fp = 0,002 mg/ml
Dit : Cx ?
Penye :
Ax
Cx = X Cs X fp
As
4,027
= 0,722 X 1 X 0,002

= 0,01114 g/ml
4.3 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan kompleksasi obat. Menurut Martin
(1993), kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan
kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengompleks. Dengan
menetapkan kelarutan Paracetamol dalam larutan dengan penambahan Na2EDTA
menggunakan metode spektrofotometer.
Sampel yang digunakan adalah Paracetamol dimana menurut Dirjen POM
(1979), paracetamol larut dalam 70 bagian air. Jika dilihat dari kelarutannya

14
Paracetamol termasuk dalam istilah agak sukar larut dalam air. Sedangkan
menurut Triwahyuni (2012), zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan
dalam kompleksasi adalah garam dinatrium etilen diamina tetra asetat.
Alat yang digunakan untuk mengukur nilai absorbansi yaitu
spektrofotometer. Menurut Bassett J, dkk (1994), prinsip kerja dari
spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh
pada medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian
diserap dalam medium, dan sisanya diteruskan.
Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan semua bahan yang
diperlukan, setelah itu dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Menurut
Dirjen POM (1979), alkohol berfungsi sebagai desinfektan dan juga antiseptik.
Kemudian disiapkan bahan yang akan digunakan yaitu Paracetamol sebanyak 1 gr
dan Na2EDTA masing-masing 0,5 gr, 1 gr dan 1,5 gr.
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan standar. Ditimbang Paracetamol
sebanyak 1 g kemudian dilarutkan dengan 100 ml aquadest dan diaduk hingga
larut. Setelah itu dibuat pengenceran bertingkat dimana Menurut Candra dkk
(2010), pengenceran ini bertujuan untuk menurunkan konsentrasi dari larutan
induk yang digunakan. Pengenceran dilakukan dengan cara diambil 1 ml dari
larutan standar dan dilarutkan dengan aquadest 50 ml dan diaduk hingga
homogen. Kemudian pipet 1 ml dari larutan tersebut dan dilarutkan ke dalam
aquadest 100 ml dan diaduk hingga homogen.
Selanjutnya yaitu pembuatan larutan sampel. Ditimbang Na2EDTA
sebanyak 0,5 gr, 1 gr dan 1,5 gr. Kemudian masing- masing dilarutkan dengan
larutan standar yaitu Paracetamol dalam gelas beaker dan dicukupkan volumenya
hingga 25 ml.
Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai absorbansi menggunakan alat
spektrofotometer UV-VIS. Larutan standar dan larutan sampel yang sudah dibuat
dimasukkan ke dalam kuvet yang berbeda sampai batas dibawah segitiga pada
kuvet. Kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometer UV-VIS dan diukur
nilai absorbansinya. Pertama dimasukkan panjang gelombang untuk Paracetamol

15
yaitu 243. Setelah itu diukur absorbansi dari larutan standar dan larutan sampel
kemudian dihitung konsentrasi absorbansinya.
Dari hasil pengamatan untuk pengukuran nilai absorbansi didapatkan hasil
yaitu, pada larutan standar diperoleh nilai absrbansinya 0,722 nm, pada sampel 1
(1 g Paracetamol + 0,5 g Na2EDTA) diperoleh nilai absorbansi 3,601 nm, pada
sampel 2 (1 g Paracetamol + 1 g Na2EDTA) diperoleh nilai absorbansi 3,777 nm,
dan pada sampel 3 (1 g Paracetamol + 1,5 g Na2EDTA) diperoleh nilai absorbansi
4,027 nm. Hal ini berpengaruh pada konsentrasi sampel dimana pada sampel 1
didapatkan konsentrasi 0,007996 mg/ ml, sampel 2 didapatkan konsentrasi
0,01046 mg/ ml, dan sampel 3 didapatkan konsentrasi 0,01114 mg/ ml.
Dari hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasinya. Hal ini sesuai dengan literatur menurut
Gandjar (2007), hukum Lambert Beer menyatakan nilai absorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi pada sampel. Sedangkan untuk nilai absorban yang baik
yaitu antara 0,2 sampai 0,8, dimana menurut Padmaningrum dan Marwati (2015),
daerah kerja yang diterima dapat dilihat secara visual melalui kurva absorbansi
versus konsentrasi dari beberapa konsentrasi standar dengan nilai r yang
menunjukkan diatas 0,9 dan nilai transmitansi 20-65% atau nilai absorbansi antara
0,2-0,8

16
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya tambahan zat
pengompleks (Na2EDTA) pada Paracetamol akan meningkatkan kelarutan dari
obat. Setelah diamati nilai absorbansinya diadapatkan nilai absorbansi dari sampel
Paracetamol yaitu 0,722 nm, Paracetamol + Na2EDTA 0,5 g yaitu 3,601 nm,
Paracetamol + Na2EDTA 1 g yaitu 3,777 nm dan Paracetamol + Na2EDTA 1,5 g
yaitu 4,027 nm. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasinya.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Laboratorium
Saran kami kepada pihak jurusan agar memperhatikan keadaan laboratorium
dan melengkapi alat-alat praktikum yang masih kurang untuk kepentingan
bersama.
5.2.2 Untuk Asisten
Lebih memperhatikan praktikan untuk mengurangi faktor-faktor kesalahan
yang terjadi pada saat praktikum
5.2.3 Untuk Praktikan
Agar lebih berhati-hati saat melakukan praktikum dan tetap menjaga
kebersihan laboratorium

17

Вам также может понравиться